"Ah,"
"Ini terlalu sakit, Mas." ucap seorang wanita yang sedang bercinta dengan seorang pria yang tak lain adalah suaminya sendiri.
"Pelan-pelan, aku sudah tidak kuat lagi menahannya." ucapnya lagi.
Pria yang bernama Gavin Alexander itu mempercepat permainannya saat istrinya terus mengadu kesakitan. Sampai tak terasa, cairan hangat menyembur masuk kedalam bagian intim sang istri yang bernama Jesica Lie.
Akhirnya permainan pun berakhir.
Gavin turun dari atas tubuh sang istri, "Malam nanti, kita lakukan lagi." ucapnya kemudian mengambil ponselnya yang menyala. Terlihat notifikasi pesan masuk dari sekertarisnya.
Jesica merubah posisi tidurnya menjadi duduk, sambil tangannya memungut pakaian da lamnya yang tercecer di ranjang.
"Baik, Mas." jawabnya kemudian mengambil ponsel dan melihat notifikasi uang masuk. "Uangnya sudah masuk." ucapnya lagi.
"Sesuai perjanjian kita. Aku akan mengirimu uang setelah kau berhasil memuaskanku." ujar Gavin lalu pergi menjauh untuk menerima telfon dari sekertarisnya.
Jesica menghembuskan napasnya. "Huh, sudahlah, tidak ada yang perlu di sesali. Sekarang, aku fokus dengan kesembuhan ibuku saja. Sudah cukup, aku kehilangan ayahku." gumamnya.
Jesica memakai pakaiannya dan merapikan rambutnya yang berantakan. "Aku akan siapkan pakaianmu, Mas. Aku harus pergi."
Gavin meletakkan telunjuknya di bibir. "Hust."
Jesica baru sadar bahwa suaminya sedang menerima telfon dari orang penting atau sekertarisnya. Dia mengangguk lalu pergi mengambil pakaian baru suaminya.
Setelah menyiapkan pakaian baru suaminya, Jesica duduk di meja rias, dia memoles wajahnya dengan bedak dan alat make up lainnya.
"Aku ada meeting penting sampai malam. Tapi aku akan meluangkan waktuku untuk kita. Jadi, buat dirimu secantik dan se sexy mungkin. Dan satu hal lagi, aku tidak mau mendengar kata sakit atau yang membuat has ratku hilang seperti tadi. Kau mengerti?"
"Mengerti, mas." jawab Jesica lalu melihat suaminya masuk kedalam kamar mandi.
Jesica memegang lipstik dan memolesnya di bibirnya yang tipis. Air matanya tiba-tiba jatuh membasahi pipi.
'Semua ini berawal dari kejadian tak terduga itu. Tapi aku beruntung bisa bertemu dan menikah dengan Mas Gavin, walaupun statusku hanya Menjadi Istri diatas Ranjang.' gumam Jesica dalam hati.
Flashback On.
"Tante, sebenarnya kita mau kemana?" tanya Jesica saat mobil yang dikendarai Tantenya yang bernama Raisa melaju begitu kencang di jalanan malam hari yang sangat sepi.
"Sudahlah, kamu jangan banyak tanya. Kamu butuh uang untuk pengobatan ibumu, kan? Kebetulan, temen Tante punya usaha. Dan dia sedang membutuhkan karyawan. Tante sudah merekomendasikan kamu ke temen Tante dan dia menerima mu bekerja di tempatnya. Untuk sekarang ini, kamu tidak boleh memilih pekerjaan. Semua ini, demi keselamatan ibumu." jawab Raisa.
"Oh, benarkah? Ya, Tuhan! Kenapa Tante tidak bicara sedari awal, sih? A-aku sangat senang, aku berterimakasih sekali kepada Tante. Tante sangat perduli dan perhatian kepada keluargaku. Aku tidak akan lupa dengan semua kebaikan Tante." ucap Jesica dengan senyumnya.
Mobil yang dikendarai Raisa berhenti tepat di depan restoran mewah di dekat kota.
"Di situlah tempatmu bekerja. Ingat, jangan kecewakan Tante. Semua ini, demi pengobatan ibumu." ucap Raisa lalu keluar dari mobil di ikuti oleh Jesica di belakangnya. Mereka masuk ke dalam restoran.
'Aneh, ini bukan seperti restoran biasa, tapi ini—' Jesica terkejut saat menyadari bahwa dia sedang ada di club malam.
"Tante!" Jesica menahan Raisa. "Ini bukan restoran, ini tempat hiburan malam."
"Iya, dan ini akan menjadi tempat tinggalmu yang baru." jawab Raisa dengan menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Apa!"
"Aku tidak mau! Aku tidak mau bekerja di tempat ini!" teriak Jesica lalu berlari menuju pintu keluar.
Setelah berada di depan pintu keluar, Jesica di halangi oleh bodyguard yang sedang berjaga. Bodyguard itu menarik Jesica dan membawanya kedalam kamar.
"Sesuai perjanjian kita. Aku sudah membawa Jesica. Jadi, aku minta uang bayarannya." titah Raisa kepada Mami Rita, pemilik club malam itu.
"Aku akan mengirimnya." jawab Mami Rita.
Bodyguard itu membawa Jesica ke dalah satu kamar.
"Aku tidak ada urusan dengan kalian!" teriak Jesica. "Jangan halangi aku! Aku harus pergi ke rumah sakit!" teriaknya lagi.
"Hahaha …" Jesica mendengar suara tertawa wanita yang berdiri di depan pintu.
"Kamu siapa, ha? Dimana Tante saya!" teriak Jesica.
"Haha … perkenalkan, nama saya Mami Rita. Saya pemilik tempat ini dan Tante mu sudah menjualmu kepada saya. Jadi, kamu harus menuruti semua perintah saya atau saya akan meminta uang yang saya berikan kepada Tantemu. Dia bilang, uang itu untuk pengobatan ibumu di rumah sakit. Jadi, sekarang kamu masih mau memberontak atau menerima kenyataan kalau kamu milik saya!" jawab Mami Rita.
"Apa! Tante Raisa menjualku untuk pengobatan ibuku?" Jesica terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh wanita tua di hadapannya.
Drt … Drt ….
Tiba-tiba ponsel Jesica berbunyi, tanpa basa-basi, Jesica mengangkat telfon dari Tantenya.
"Tante, Tante gila, ya! Tante jual aku ke club malam?" ucap Jesica marah setelah tersambung dengan Raisa.
"Maafkan Tante, Jesica. Tante terpaksa menjualmu. Ibumu sedang butuh uang banyak. Dokter bilang, kalau kita tidak bisa membayar tagihan rumah sakit yang menunggak, maka semua alat bantu yang menempel di tubuh ibumu akan di lepas. Dan Tante tidak mau, sayang. Tante juga yakin, kalau kamu tidak mau kehilangan Ibumu. Jadi, berkorbanlah demi ibumu." jawab Raisa di sebrang sana.
Kedua mata Jesica berkaca-kaca. "A-aku?" Jesica tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Ponsel yang di pegangnya seketika jatuh membentur lantai.
Dan sejak hari itu, Jesica mulai mencoba menerima nasibnya yang buruk. Hari demi hari, Jesica selalu melayani nafsu dari pria hidung belang yang menyewanya.
Dan di suatu hari, tak sengaja Gavin datang ke club malam milik Mami Rita. Dia melihat seorang wanita yang sedang mabuk di kelilingi banyak pria nakal.
"Aku kotor!" gumam wanita mabuk yang tak lain adalah Jesica.
"Dia anak baru?" tanya Gavin menunjuk kearah Jesica kepada Mami Rita.
"Iya, dia baru 3 hari di sini. Apa kau tertarik?" tanya Mami Rita.
"Dia sangat istimewa, umurnya masih 20 tahun. Dan aku pastikan dia sangat liar di atas ranjang. Baru 2 orang yang dia layani dan mereka bilang, kalau mereka di beri pelayanan yang memuaskan." rayu Mami Rita.
"Aku akan mencobanya. Bawa dia ke kamar." pinta Gavin kemudian berjalan menuju kamar tempatnya menghabiskan waktu bersama beberapa wanita di sini.
Gavin menunggu di dalam kamar dengan memainkan ponselnya.
Tok … Tok ….
Suara ketukan dari luar pintu kamar, membuatnya menghentikan jemarinya yang sedang mengetik di atas layar ponsel.
"Maaf, Tuan. Jesica sedang mabuk. Jadi, kami yang membantunya kesini." ucap bodyguard Mami Rita.
"Letakkan saja di kasur!" pinta Gavin.
Bodyguard Mami Rita meletakkan Jesica di kasur. Lalu mereka meninggalkan kamar.
Gavin menatap lekat Jesica. Gadis cantik, manis, imut. Baru pertama kali, dia mendapatkan wanita yang masih muda.
"Hei! Aku … butuh waktu." ucap Jesica yang merubah posisi tidurnya menjadi duduk. Tangannya memegang kepalanya yang terasa pusing.
"Aku … pasti … mabuk, ya?" tanyanya lagi.
"Sebentar, aku mau cucu muka dulu. Aku tidak bisa melayanimu dalam keadaan mabuk." Jesica perlahan menurunkan kakinya dari kasur. Dia berjalan dengan sempoyongan ke kamar mandi.
Gavin menatap kepergian Jesica.
Setengah jam kemudian, Jesica keluar dari kamar mandi. Dia memperlihatkan senyum manisnya yang membuat Gavin terpanah akan senyumannya yang manis.
"Sekarang aku sudah siap." ucap Jesica.
"Aku ingin tahu, bagaimana permainanmu jika kau yang memimpinnya." jawab Gavin lalu membuka pakaiannya dan tidur di atas kasur.
"Sedikit kurang meyakinkan tapi aku akan mencobanya demi kepuasan anda, Tuan." ucap Jesica lalu menurunkan tali gaun nya.
"Aku sudah banyak belajar dari beberapa pria yang datang menyewaku." ucapnya lagi yang merangkak naik keatas tubuh Gavin. Jemari tangannya mulai meraba dadda Gavin yang eksotis.
Drt … Drt ….
"Ponsel siapa yang berbunyi?" tanya Jesica menghentikan jemarinya.
"Oh, ponselku. Apa aku boleh meminta waktu untuk mengangkat telfon?" tanyanya lagi.
"Angkatlah!" ucap Gavin.
Jesica menciuum bibir Gavin sekilas lalu mengangkat telfon.
"Hallo, Tante?" ucap Jesica dengan sesekali menatap wajah tampan Gavin.
"Apa! Okeh, aku akan kirim uangnya setelah aku selesai bekerja." ucap Jesica lagi setelah beberapa menit terdiam mendengarkan ucapan si penelfon.
Jesica meletakkan ponselnya di atas laci samping tempat tidurnya.
"Sudah selesai, apa kita bisa mulai lagi?" tanyanya kepada Gavin.
"Okey." jawab Gavin.
Akhirnya Jesica memimpin permainan panas itu. Gavin sangat menikmati sentuhan demi sentuhan yang di berikan Jesica sampai tak terasa, permainan selesai.
Jesica turun dari tubuh Gavin. Dia mengambil ponselnya dan mengirim sisa uangnya kepada Tante Raisa yang tadi menelfonnya.
"Bu, bertahanlah! Jangan kecewakan aku." gumam Jesica lirih.
Gavin memakai pakaiannya, "Ada apa dengan ibumu?" tanyanya setelah mendengar keluhan Jesica.
Jesica menatap Gavin yang sudah memakai pakaiannya.
"Koma." jawabnya lirih sembari menatap cermin di meja riasnya.
"Aku akan pergi. Pekerjaanku sudah selesai." ucap Jesica memungut pakaian dan tas nya.
Gavin menatap Jesica yang sedang memakai pakaiannya.
Drt … Drt ….
Ponsel Jesica berbunyi, dia langsung mengangkat telfon dari Tante Raisa.
"Hallo, Tan? Uangnya sudah aku kirim. Tolong minta dokter untuk berikan pengobatan yang terbaik." ucap Jesica.
"Apa? Kurang? Tapi, aku tidak punya uang lagi. Simpanan uangku sudah aku kirim semua ke Tante." ucap Jesica setelah beberapa menit mendengar jawaban dari Tantenya.
Jesica menatap Gavin sesaat, dia mematikan telfonnya sepihak.
"Maaf, tapi apa bisa Tuan memberiku bonus? Atau Tuan mau menyewaku lagi di luar jam kerjaku? Aku janji, aku akan berikan pelayanan yang terbaik. Aku sedang butuh uang cepat." ucap Jesica dengan menyatukan tangannya di dada.
"Berapa uang yang kau minta?" tanya Gavin.
"20 juta. Aku butuh uang itu sekarang juga. Aku harus membayar pengobatan ibuku. Aku tidak mau, alat bantu ibuku di lepas." jawab Jesica dengan mata berkca-kaca.
"A-aku sudah mengorbankan semuanya termasuk hidupku untuk ibuku. A-aku tidak mau, pengorbananku sia-sia. Aku mohon!" pinta Jesica.
"Jadi, kamu bekerja di sini karena—"
"Iya, ibuku koma. Dan Tanteku menjualku ke sini. Tante ku bilang, hanya pekerjaan ini yang bisa mendapatkan banyak uang dengan waktu yang singkat. Aku rela melepas semuanya bahkan harga diriku asalkan ibuku bisa sembuh." Jesica memotong ucapan Gavin.
"Sebenarnya, aku tidak ingin bekerja seperti ini. Tapi, aku terpaksa."
"Okey, aku akan membantumu tapi ada syaratnya."
"Apa? Aku siap melakukan semua syarat dari Tuan. Kalau bisa, tolong keluarkan aku dari sini, aku mau mencari pekerjaan yang lebih baik dari ini. Aku takut di suruh melayani pria tua." jawab Jesica dengan wajah penuh harap.
"Jadilah ISTRI ku, kau akan mendapatkan semua yang kau inginkan. Aku butuh tubuhmu dan kau butuh uangku." ucap Gavin membuat Jesica terpaku.
"Tenang saja, kita menikah tapi aku akan memberikan syarat di pernikahan ini."
"Tuan serius?" tanya Jesica tak percaya. "A-aku mau, Tuan! Tidak apa-apa, setiap hari aku melayani Tuan, daripada aku harus melayani banyak pria hidung belang dan di paksa untuk mabuk." jawabnya yang reflek memeluk tubuh Gavin.
Flashback Off.
Jesica bergegas pergi ke rumah sakit tempat dimana ibunya di rawat.
"Bagaimana perkembangan ibu saya, dok?" tanya Jesica setelah bertemu dengan dokter yang menangani ibunya.
"Tidak ada perkembangan apapun dari pasien. Kita tidak bisa menyiksa pasien dengan alat bantu tersebut. Sebaiknya, kita—"
"Aku tidak setuju!" ucap Raisa yang tiba-tiba muncul.
"Tante!" gumam Jesica.
"Jesica, kamu tidak setuju kalau alat bantu ibumu di lepas, kan? Ibumu masih bisa sembuh. Kamu kan punya banyak uang. Seharusnya, kamu bisa membayar dokter dan rumah sakit ini." ucap Raisa.
"Apa yang dikatakan Tante saya benar, dok! Saya tidak setuju alat bantu itu di lepas. Saya masih mampu membayarnya." ucap Jesica.
"Baiklah, saya sebagai dokter akan menuruti permintaan keluarga pasien. Kalau begitu, saya pergi mengecek pasien lainnya." ucap dokter kemudian pergi ruangan sebelahnya.
Raisa menarik tangan Jesica. "Kam bagaimana sih! Bisa-bisanya kamu memutuskan hal gila! Apa kamu mau membuat ibumu menyusul ayahmu di surga, ha! Berikan uangmu! Biar Tante yang membayar tagihan rumah sakit."
Jesica memberikan seluruh tabungannya kepada Raisa. "Apa uang yang kemarin aku berikan kurang, Tan?"
"Jelas kurang! Pengobatan ibumu sangat mahal! Uang segini hanya untuk satu hari! Cepat kamu pulang dan kamu minta ke pacarmu yang kaya itu! Kamu minta uang yang banyak untuk pengobatan ibumu. Bila perlu, kamu luluhkan hatinya dan ambil semua hartanya!" ucap Raisa mendorong tubuh Jesica.
"Aku mau lihat ibuku dulu, Tan!"
"Percuma saja, ibumu tidak akan tahu kalau kamu datang! Cepat pergi!" Raisa mengusir Jesica.
Jesica menghembuskan napasnya kasar, dia berjalan menuju pintu keluar rumah sakit. Tetapi sebelum dia benar-benar pergi, dia ingin memastikan seluruh biaya rumah sakit ibunya.
"Em, maaf, saya dari keluarga pasien yang bernama Litania. Kira-kira berapa biaya yang harus saya bayar?" tanya Jesica kepada petugas administrasi.
"Saya cek dulu." jawab petugas administrasi.
"Biaya dari pasien Litania sebesar 50 juta."
"Apa? 50 juta? Sehari 50 juta, suster?" tanya Jesica terkejut.
"Maaf, tapi di sini, pihak keluarga belum membayar tagihan rumah sakit selama seminggu." jawab petugas administrasi.
"Apa? Seminggu?" gumam Jesica. 'Selama ini, Tante Raisa selalu meminta uang kepadaku untuk membayar tagihan rumah sakit. Apa jangan-jangan Tante lupa membayarnya? Aku harus bicara dengan Tante.' batin Jesica lalu pergi menemui Raisa.
"Aku sudah mendapatkan uangnya. Dan aku akan pakai uang dari Jesica untuk membeli rumah baru untukmu, sayang!" ucap Raisa yang sedang bertelfonan dengan seseorang.
Jesica yang baru sampai pun mendengar obrolan singkat itu, dia benar-benar kecewa dengan Tante nya.
"Tante!" teriak Jesica membuat Raisa menoleh kearahnya.
"Jesica?" Raisa terkejut.
"Tega ya, Tante membohongiku!"
"Bohong apa? Tante tidak tahu apa yang kamu ucapkan, Jes? Dan kenapa kamu masih di sini? Bukankah, Tante sudah minta kamu pergi dari sini dan ibumu biar menjadi urusan Tante." ucap Raisa yang berusaha membela diri.
"Aku sudah dengar semuanya dan aku sangat kecewa denganmu." teriak Jesica.
"Mulai besok, aku tidak akan mengirim uang lagi. Biar aku sendiri yang membayar semua pengobatan ibuku."
"Tidak bisa, Jesica! Kamu harus kirim semua uangmu ke Tante!" ucap Raisa lalu mencengkram tangan Jesica. "Selama ibumu sakit, Tante yang merawatmu. Dan Tante mau, kamu membalas semuanya dengan uang! Tante capek bekerja dan Tante mau, kamu kirim uang setiap hari."
"Aku tidak mau, Tan!" tolak Jesica.
"Aku juga capek bekerja, Tan!" ucap Jesica lagi.
"Haha … capek bekerja? Apa Tante tidak salah dengar? Kamu capek kerja darimana, ha? Selama ini, kamu selalu minta uang ke pacarmu dan kamu bilang, kamu capek bekerja!" teriak Raisa dengan amarah yang menggebu.
Jesica terdiam, dia memutar tubuhnya dan pergi dari hadapan Tante nya.
'Batinku lelah!' gumamnya dalam hati.
Raisa menatap kepergian Jesica, dan tak sengaja matanya melihat selembar kertas kecil yang terjatuh dari tas Jesica.
"Gavin Alexander, pemilik perusahaan TENAR JAYA." gumam Raisa.
"Bukankah, perusahaan ini perusahaan besar dan sukses. Apa jangan-jangan, pacar Jesica adalah Gavin Alexander? Aku harus memastikannya. Dan aku harus mengambil keuntungan." ucap Raisa lagi.
"Aku akan buktikan kepadamu, Jesica. Walaupun kamu tidak mau memberiku uang lagi, tapi aku bisa mendapatkan uang dari pacarmu."
Sedangkan di sisi lain.
Gavin baru saja menyelesaikan meeting klien pertamanya di hari ini.
"Jam berapa jadwal meeting selanjutanya? Waktuku tidak banyak." tanya Gavin kepada sekertarisnya.
"Satu jam lagi, Tuan." jawab sekertaris yang memberikan dokumen meeting selanjutnya.
"Okeh." ucap Gavin membuka dan membaca dokumen yang akan di bahas sewaktu meeting nanti.
Sekertaris Gavin bergegas keluar ruangan meninggalkan Gavin seorang diri.
Tok … Tok ….
Suara ketukan pintu membuat Gavin meletakkan dokumen yang sedang dia baca di atas meja.
"Masuk!" teriaknya.
Seseorang pria masuk kedalam ruangan Gavin.
Gavin menatap malas pria yang baru saja masuk kedalam ruangannya.
"Hai, teman! Kedatanganku kesini karena aku ingin mengajakmu bersenang-senang."
"Aku tidak bisa." jawab Gavin.
"Ayolah! Masa kau tega menolak ajakan sahabatmu sendiri."
"Aku sedang sibuk, Boy! Ajak temanmu yang lain." jawab Gavin.
Boy, pria tampan dan ceria. Hobinya hanya bersenang-senang.
"Aku akan memberimu banyak wanita." bujuk Boy menaik turunkan alisnya.
Mendengar kata 'wanita' tiba-tiba Gavin teringat dengan Jesica.
"Sudah lama kita tidak bersenang-senang, Gav!" ajak Boy.
Gavin mengambil ponselnya. 'Tidak ada pesan masuk dari dia. Apa dia masih sibuk mengurus ibunya yang koma?' gumamnya dalam hati.
"Apa yang kamu pikirkan, Gav?" tanya Boy.
Tok … Tok ….
Gavin menatap pintu ruangan.
Sekertaris Gavin masuk kedalam ruangan. "Maaf, Tuan. Ada seseorang yang mencari Tuan, dia bilang ini sangat penting." ucapnya.
"Siapa?" tanya Boy. "Perempuan atau laki-laki?" tanyanya lagi.
"Sepenting apakah?" tanya Gavin.
"Dia bilang, ini menyangkut wanita yang bernama Jesica Lie." jawab sekertaris membuat Boy menautkan kedua alisnya.
Gavin terkejut, dia menatap Boy di sampingnya.
"Keluarlah, Boy!" ucap Gavin.
"A-aku? Kamu tega mengusirku, Gavin?" tanya Boy. "Kita sudah sahabatan lama sekali dan kamu masih tidak mau terbuka denganku?"
"Pergilah! Aku akan menjelaskan semuanya setelah aku menemui tamu itu." ucap Gavin yang meyakinkan.
"Kamu tidak berbohong, kan?"
Gavin menatap dingin sahabatnya.
Melihat tatapan yang menyeramkan itu, Boy langsung keluar dari ruangan sahabatnya.
Setelah berada di luar ruangan, Boy melihat wanita dewasa yang sedang berdiri di depan ruangan.
'Apa mata Gavin bermasalah? Kenapa dia mencari wanita yang seleranya seperti ibu-ibu?' batin Boy sembari melewati wanita itu.
Sekertaris masuk bersama seseorang yang ingin bertemu dengan Gavin.
"Kau bisa pergi tinggalkan kita berdua." pinta Gavin kepada sekertarisnya.
"Baik, Tuan." jawab sekertaris lalu keluar ruangan.
Gavin bangkit dari tempat duduknya. "Silahkan duduk," ucap Gavin mempersilahkan tamu nya duduk di sofa.
"Terimakasih."
"Apa kepentingan anda bertemu dengan saya?" tanya Gavin yang duduk berhadapan dengan tamu nya.
"Aku tahu, kamu kenal dengan wanita yang bernama Jesica Lie, kan?"
"Perkenalkan, namaku Raisa." ucap Raisa yang mengulurkan tangannya.
Gavin melihat uluran tangan Raisa tanpa ingin membalasnya.
Raisa tersenyum tipis dan menarik uluran tangannya. "Baiklah, Tuan. Saya tidak ingin menghabiskan waktu anda. Kedatangan saya hanya ingin meminta Jesica melunasi hutangnya."
'Hutang? Anak itu mempunyai hutang? Kenapa dia tidak bicara denganku? Apa uang yang selama ini aku berikan kurang?' gumam Gavin dalam hati.
"Kalau anda tidak percaya, anda bisa melihat ini." Raisa memperlihatkan foto berdua dengan Jesica. Kebetulan, saya tante dari Jesica. Dan saya yang selama ini merawat ibunya Jesica yang sedang koma." ucap Raisa panjang lebar.
"Apa Jesica sendiri yang memintamu datang kepadaku?" tanya Gavin.
"Jesica pernah bilang kalau dia punya pacar yang sangat kaya raya. Berapa uang yang dia minta, pasti selalu diberikan. Kebetulan, ibunya sedang membutuhkan biaya 50juta untuk pengobatannya dan saya tidak mau membebankan Jesica terus menerus. Jadi, saya berinisiatif datang sendiri." jawab Raisa.
"Jesica tidak mengetahui kedatanganmu? Dan dia bilang kalau saya pacarnya?" tanya Gavin lagi.
"Saya tidak bisa memberikan uang itu karena ini bukan masalah saya. Anda bisa meminta uang kepada yang bersangkutan yaitu Jesica sendiri. Saya sudah memberikan uang yang sangat banyak kepadanya." ucap Gavin lagi.
'Sial, kenapa dia sangat pelit, sih! Padahal, bagi dia, uang 50juta tidak ada apa-apanya. Dia kan pengusaha besar!' batin Raisa.
"Tapi, ibunya Jesica butuh uang itu hari ini juga. Sudah satu minggu tagihan di rumah sakit menunggak dan Jesica belum memberikan uang kepada pihak rumah sakit. Saya tidak berbohong, kalau tidak percaya, anda bisa hubungi Jesica sendiri untuk memastikannya." ucap Raisa lagi.
"Semua ini demi keselamatan orang tuanya Jesica."
Gavin mengambil ponselnya dan menelfon Jesica.
Jesica yang sedang di dalam perjalanan pulang pun mendengar ponselnya berbunyi.
"Mas Gavin telfon aku? Apa ada sesuatu yang tertinggal?" gumam Jesica yang mengangkat telfon dari suaminya.
Gavin menatap dan mengamati gerak gerik Raisa. "Apa benar, tagihan rumah sakit membengkak karena satu minggu tidak di bayar?" tanyanya setelah telfonnya terhubung dengan sang istri.
"Iya, Mas. Kok, kamu bisa tahu?" tanya balik Jesica di dalam mobil.
Gavin menutup telfonnya. "Tulis nomer rekeningmu, uang itu akan di kirim oleh sekertaris saya." ucap Gavin menyodorkan kertas dan pulpen.
Raisa mengangguk, dia menuliskan nomer rekeningnya di kertas tersebut.
"Saya tidak pernah berbohong, Tuan. Dan saya sangat berterimakasih atas bantuannya. Jesica pasti senang sekali, mempunyai pacar yang baik dan perhatian kepada calon ibu mertuanya." ucap Raisa yang memuji Gavin.
"Mas, hallo—" Jesica meletakkan ponselnya lagi di dalam tas. "Kira-kira, kenapa Mas Gavin telfon seperti tadi?" ucap Jesica lagi.
"Kalau begitu, saya permisi, Tuan. Saya harus pergi ke rumah sakit untuk membayar semua biaya rumah sakit." ucap Raisa lalu berjalan keluar ruangan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!