Pagi yang cerah di Kota B, Nania seorang gadis 24 tahun yang bekerja sebagai designer web dan aplikasi di sebuah layanan Technologi berdiri manis di depan cermin, Menyisir rambutnya yang hitam sebahu-bergelombang, senyum tipis keluar dari gurat wajah nya. "Hari ini mungkin akan melelahkan seperti biasa, Na! tapi jangan menyerah!! ia berbicara sendiri di depan cermin menyemangati dirinya dan sekilas melihat outfit hari ini yang lumayan matching dengan tas warna hitam pemberian pacarnya Timo.
Ia perhatikan dari atas hingga bawah,kemeja panjang kotak-kotak berwarna hitam dipadukan dengan outer lace warna senada dan rok span panjang ujung bergelombang berwarna abu-abu membuat penampilannya semakin menarik.
'Bug...Bug...Bug...."
Dentuman musik metal tiba-tiba menghancurkan kenikmatannya pagi ini,Sontak ia menutup kedua telinga kesal
" Aduh... Siapa sih pagi-pagi?!
Ia telursuri arah suara yang berasal dari tetangga sebelah kirinya.
Bukankah, kamar sebelah kosong ya, gumamnya dalam hati.
Dengan sedikit ragu tapi nekat, ia mengetuk pintu tetangganya cukup keras. “Halo! Permisi! Mas… mbak…anybody home?” ujarnya sedikit agak keras.
Pintu terbuka. kini didepannya seorang pria muda dengan tinggi 180 cm menggunakan kaos oversize dengan celana panjang gombrong menatap kearahnya masam, dengan muka bangun tidur ia melenguh seakan terganggu atas ketukan pintu Nania.
“Mas… bisa dipelanin nggak suaranya?” Suara Nania agak tercekat menahan emosi.
“Emang kenapa? Emang nggak boleh nyetel musik?” jawabnya cuek.
Nania menghela napas panjang. Gila, ni orang… pikirnya dalam hati. Tapi ia tetap menahan diri, menolak membiarkan wibawanya runtuh karena menghadapi pria muda selengehan di depannya.
“Ga ada larangan sih, tapi berhubung batas kamar kita cuma tembok 10 cm, jadi suaranya ga enak kedengaran ditelinga saya" ujar Nania ketus.
“Oh,”jawab pria itu singkat, dan menutup pintu kamarnya. Ia mengabaikan Nania yang jengkel seorang diri.
"Dasar anak zaman sekarang… nggak ada sopan-sopannya sama orang tua" teriak nya lagi didepan pintu.
Dengan perasaan kesal Nania meninggalkan pintu kamar itu menuju kantornya dengan perasaan kesal.
***
“Na, makan siang yuk,” suara Arta mengejutkan Nania yang tengah berkutat dengan keyboard didepan komputernya.
“Oya, bentar ya, Ta. Aku masuk siap-siap dulu,” jawab Nania sambil tersenyum.
Sebentar ia memeriksa laci meja kerjanya mengecek Ponsel , siapa tau ada notif pesan dari Timo pacarnya.
Sudah seminggu ini Timo jarang memberi kabar dan mereka jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.
Nania dan Timo berpacaran dari kelas tiga SMA waktu masih sama-sama di kota S, Karena ingin melanjutkan pendidikan media Timo mengambil Universitas yang berbeda dengan Nania yang lebih tertarik di bidang IT. Meski kuliah di kampus yang berbeda, Hubungan mereka tetap terjalin dengan baik. Hingga mereka berdua berhasil lulus dibidang masing-masing, Timo sekarang menjadi Photographer profesional dan Nania bekerja disebuah perusahaan Technologi terkemuka.
''Ting.....ting...ting..." benar saja , ada notif pesan baru dari Timo kekasihnya.
“Sayang, maaf banget ya, kayanya sore ini kencan kita harus ditunda dulu, karena aku ada pemotretan mendadak."
Nania menghembuskan nafasnya kasar. Lagi-lagi pertemuan mereka dibatalkan lagi karena kesibukan Timo diluar. "Pasti gara-gara cowok tadi pagi, hari gue jadi sial" umpatnya. Ia mengingat kembali sikap tetangganya yang menjadi kekacauan moodnya hari ini.
" Ok." hanya balasan singkat ia kirim ke Timo, berharap semoga ia mengerti kekesalan Nania karena mereka tidak jadi bertemu
“Kenapa, Na? Timo lagi?” tanya Artha sambil berjalan beriringan dengan Nania.
“Hmm… hu, uh,” jawab Nania pelan, hanya mengangguk.
"Sabar atuh, siapa tau lagi motret anak presiden," celutuk Artha menggoda Nania
"ya kali anak presiden, biar cepet kaya, gue cepet di halalin" balas Nania sambil memonyongkan bibirnya
Sore ini cukup melelahkan.Hati Nania yang gundah membuat ia ingin cepat-cepat merebahkan badannya di kasur. Kali ini ia tidak lembur sehingga bisa cepat-cepat pulang ke Apartemnnya.
sejenak ia singgah ke Minimarket di lantai bawah apartemennya untuk membeli sebatang coklat untuk ia nikmati untuk menghapus kerinduan kepada kekasihnya Timo.
Sesaat akan membayar, tiba-tiba dompet yang ia pegang terjatuh di tabrak seseorang. Ia mendongakkan kepalanaya. pria yang tadi pagi menjadi penyebab utama kesialan nya hari ini berdiri tepat didepannya.
" Huuuft ..." Nania menghela nafas kasar. Dia lagi, pikirnya
“Kalau jalan, pakai mata,” kata pria itu berbisik ditelinganya.
Sontak kekesalan yang ia simpan dari tadi sudah menuju puncak ubun-ubunnya.
Nania menggigit bibirnya kesal. “Saya udah minta maaf loh, Mas,” tukasnya, nada suaranya setengah marahingin memaki.
Cowok itu hanya menatapnya dari samping, lalumengambil antrian didepannya menganggap Nania tidak ada.
“Oh Tuhan… berilah aku kesabaran menghadapi manusia satu itu. Benar-benar nggak ada sopan santun,”umpatnya pelan.
Pria itu dengan santai membayar belanjaannya dikasir, mengabaikan Nania yang menggerutu di kasir.
sesampai di kamar Apartemen ia menikmati coklat yang dibelinya barusan. Menikmati dengan pelan, sedikit-demi sedikit kekesalannya mulai hilang karena hormon dopaminnya bertambah .
"dietnya besok aja" ucapnya.
Beberapa saat setelah itu ia membersihkan diri , menyiram tubuhnya yang penuh keringat karena cuaca yang panas. Tiba-tiba lampu apartemennya mati. Ia mencoba meraba handuk didekatnya dengan keadaan rambut yang masih berbusa.
" apalagi ini, ya Tuhan" umpatnya marah.
" tumben banget ni apartemen mati lampu"
ia meraba-raba membuka pintu kamar keluar memastikan keadaan.
Tidak berapa jauh ia memegang sesuatu
"apa nih, kok lembek" ujarnya penasaran ditengah kegelapan.
Tiba-tiba lampu menyala kembali!
“Mau mesum ya?”suara itu tepat didepannya.
Nania berteriak spontan, “Aaa!” Ia kelabakan. Wajahnya memerah, matanya membulat kaget.
Secepat kilat, Nania berlari menutup pintu kamarnya, menahan malu. Ia berteriak pelan, “Astaga, gue megang apaan!” ringisnya, wajah memerah. Nania merasa malu bercampur takut. Kalau cowok itu berniat jahat, nanti gue gimana?
" Timo..!!!" Erangnya.
Bergegas, ia membilas tubuhnya dan memakai pakaian yang sudah ia siapkan sebelum mandi.
Ia mengambil ponsel, menekan kontak kekasihnya.
“Ya, kenapa, Na?” jawab Timo tergesa-gesa.
“Kamu lagi sibuk, Tim?” tanya Nania pelan, suaranya bergetar sedikit.
“Iya nih… ada apa?” jawab Timo, terdengar terburu-buru.
“Nggak… tadi aku kan…” Nania ingin menceritakan semua perasaannya, tapi tiba-tiba Timo langsung memotong.
“Na, nanti aku hubungi lagi ya. Aku lagi repot soalnya,” pungkas Timo, lalu buru-buru mematikan telepon.
Mata Nania mulai berkaca-kaca. Orang yang bisa ia percaya sebagai sandaran kali ini perlahan menjauh. Padahal hubungan mereka sudah seserius itu. Tapi ia harus menahan diri agar Timo tidak benci padanya. Bukankah mereka sudah berjanji akan menggapai impian masing-masing dulu sebelum melanjutkan kejenjang pernikahan.
Ia mencoba menepis air mata yang menetes di pipinya dan mengalihkan pikirannya dengan menonton video lucu di Youtuup, berharap sedikit tawa bisa mengusir rasa kecewa yang membekas di hati.
Hingga akhirnya malam itu ia pun tertidur lelap.
"kriing...kriing..."Notif panggilan wa ponsel Nania berbunyi membangunkan dari tidur lelapnya di hari libur.
"Halo" ucapnya dengan suara berat baru bangun tidur.
Di seberang telepon terdengar suara Artha terburu-buru.
“Na! Lu baru bangun? tanya Artha buru-buru diseberang telepon.
" Iya, lagian ini kan libur Tha.." ujarnya sedikit kesal.
" Anak gadis jam 11 gini belom bangun, celutuknya diseberang telpon"
" Ada apa Artha sayang? ujarnya melunak mencoba mengambil hati Artha agar ia tidak mengomel lagi.
" jangan kaget ya…” katanya cepat sambil menahan suara.
“Kenapa, Ta?” jawab Nania penasaran.
“Beneran, lu sabar dulu ya, janji tenangin jiwa lu…” ucap Artha kembali, membuat Nania semakin penasaran.
“Ada apa sih, Tha. Jangan bikin gue takut deh?” Nania duduk dari tempat tidurnya, mencoba mendengar Artha dengan hati-hati.
" Mending lu sekarang ke Mall SS, gue share lokasinya" gue tunggu.
Ada apa ini? pikirnya. Tidak biasanya Artha seserius ini, kalaupun ini prank tidak mungkin nada bicaranya seserius itu. Nania mengenal dengan baik sahabatnya . Ia tidak mungkin membuat lelucon hingga harus memanggil Nania ke lokasi nya segera.
Nania menutup telepon, memakai pakaiannya segera menuju lokasi Artha. Sepanjang perjalanan di taxi pikirannya melayang tidak karuan. Kemungkinan apa yang bakal ia lihat disana.
Turun dari Taxi ia bergegas menuju sebuah Foodcourt tempat Artha menshare lokasinya, dari kejauhan Artha melambaikan tangan menyadari kedatangannya, ia menempelkan telunjuknya ke bibir tanda ia harus bergerak pelan. Buat apa? pikirnya, toh orang-orang disini juga tidak mengenalnya.
Gerak gerik Artha semakin membuatnya penasaran. Tapi ia tetap mengikuti skenario Artha.
Artha memandunya dengan mengisyaratkan tangan menunjuk sebuah kursi didepan Bakso 99.
Sontak saja, Mata Nania terbelalak, nafasnya tercekat.
Disana orang yang sangat ia kenal, dari rambutnya, pakaiannya dan gelagatnya sedang asyik menikmati bakso dengan seorang wanita?.
siapa dia? oh mungkin saja modelnya? pikirnya berusaha menenangkan dan berpikiran positif, ia terus memperhatikan dari jauh. Berjalan perlahan-lahan menuju meja mereka.
Tiba-tiba pria itu mengalungkan tangannya keleher wanita disampingnya, mencium dengan lembut pipinya, dan berbisik hingga tidak terdengar oleh siapapun.
Nania memandanginya dari jarak 5 meter.
Sekarang ia benar-benar bisa memastikan , Pria didepannya adalah orang yang sangat ia kenal.
"Timo" ucap nya lirih, suaranya tercekat. Meski suaranya pelan cukup untuk terdengar oleh kedua orang yang tepat didepannya. Mereka berdua menoleh bersamaan ke belakang.
"Nania" Ucap Timo kaget. Ia berbalik badan melepaskan tangannya.
Wanita disampingnya memandang Nania sinis.
Langkah Nania maju melihat mereka dari depan. Memandang Timo dengan pandangan tajam berkaca-kaca. Rasa tidak percaya pengkhianatan ini dilakukan Timo orang yang selama ini ia percaya. Mulutnya kaku, tak mampu berkata sepatah kata pun. Lukanya begitu pedih Kepercayaan yang selama ini ia berikan hancur lebur karena kebohongan yang sangat ia benci.
Timo gelagapan."Eng... Anu.. kamu sejak kapan disini, Na? Tanya nya gemetar.
" Kamu kenal dia sayang?" wanita disampingnya memandang Nania tajam, meminta penjelasan Timo apa yang sebenarnya terjadi.
" Sayang?" Tanya Nania memandang Timo minta penjelasan.
Dari samping nampak Artha berusaha merangkul Nania, setidaknya ia mau Nania tetap kuat karena ada orang lain yang ada saat ia di titik hancurnya.
" Sayang, jelasin siapa wanita ini? kamu selingkuh ya! teriak wanita disebelah Timo.
" Enggak sayang, ini Nania masa lalu aku, aku ga mungkin khianatin kamu? ujar Timo tergagap sembari menarik bahu wanita itu ingin mengajaknya pergi.
" Masa lalu?" Tanya Nania heran melihat penjelasan Timo yang penuh kebohongan.
" Udah Na, mending kamu tinggalin aja mereka berdua, cowok banci kaya dia ga pantas samu kamu" Ujar Artha menarik tangan Nania meninggalkan Timo dan selingkuhannya.
Wanita yang bersama Timo terlihat kesal. Ia memaki Timo dan terlihat pergi meninggalkan Timo yang memohon-mohon padanya.
Sementara Nania, menangis dipelukan Artha. Rasa tidak percaya atas perlakuan Timo padanya. perlahan ia memapah Nania duduk bergabung dengan suaminya Andrew yang menunggu dari tadi.
Andrew ikut prihatin melihat apa yang menimpa Nania, teman istrinya itu.
Setalah tangisnya mulai mereda, ia izin pamit pada Andrew dan Artha untuk pulang ke apartemennya, Tubuhnya terlalu lemah untuk menikmati suasana mall.
“Kami antar ya, Na,” ucap Artha lembut.
“Gak usah Tha, aku udah ga apa-apa kok,” jawab Nania sambil mempersiapkan tas yang disandangnya tadi.
“Beneran nggak pa-pa, Na? Kami juga udah selesai kok, kami antar ya?” tanya Artha kembali.
“Makasih, Ta… tapi beneran aku udah ga apa-apa. aku cuma butuh waktu sendiri,” jawab Nania lirih.
“Yaudah, Na. Hati-hati ya,” ucap Artha menenangkan.
Dengan langkah terhuyung-huyung ia mencoba menegakkan tubuhnya yang lemah karena kekecewaan.
Ingatannya kembali ke masa saat ia baru mengenal Timo waktu SMA. Timo anak yang kalem, bijaksana dan merupakan ketua OSIS di sekolahnya. Sedangkan ia seorang wanita yang kalem, jarang bergaul.
Pertemuan mereka berlangsung singkat saat kelas mereka berdekatan. Timo merasa tertarik dengan Nania karena kecantikannya dan dukungan dari teman-temannya, hingga mereka berpacaran. Saat itu Nania anak yang polos dan malu-malu. Namun kebersamaan selama masa SMA membuat mereka semakin dekat dan memutuskan untuk meneruskan pendidikan di kota B dengan minat mereka masing-masing.
Perjalanan kisah mereka berjalan mulus meski jarang bertemu. dan Nania juga mengenal orang tua Timo karena sempat bertemu saat mereka menjenguk Timo di kota B, Tapi sayangnya saat itu Timo belum berani mengenalkan Nania sebagai pacarnya melainkan hanya teman biasa.
Nania berusaha memahami itu berhubung mereka masih muda dan Timo masih berambisi dengan kuliahnya. Dia tidak mau hubungan mereka sebagai penghalang akan cita-cita sebagai photographer profesional.
“Haaah…” ia menghela napas pelan.
Perasaan campur aduk berkecamuk dalam batinnya.
Ia berdiri menatap pintu kamarnya lama, menerka-nerka sejak kapan Timo mengkhianatinya, Ia kembali memeriksa ponsel berharap ada pesan dari Timo, namun nihil. Ia hanya berjuang sendiri.
Nania mengacak-acak rambutnya. "Bodoh!" mendorong kepalanya sendiri dan kembali air mata menggenang dipipinya.
tak ingin berlama-lama didepan pintu, takut ada orang yang lewat melihatnya dengan tampilan berantakan, ia mencoba merogoh isi tasnya mencari kunci apartemennya.
“Duh… tadi rasanya gue taruh di sini, kok nggak ada ya?” gumamnya panik.
Ia mencoba memutar gagang pintu , tertutup rapat.
Nyaris putus asa, ia berdiri bingung, mencoba mengingat kembali apa yang dilakukannya sebelum terburu-buru menuju mall tadi.
Kesal sendiri, pikirannya yang kacau tidak bisa mengingat kronologi dimana ia menyimpan kunci kamarnya.
“Sial banget gue hari ini…” bisiknya lirih, suara nyaris patah.
Air matanya mulai menggenang tapi buru-buru ia usap dengan punggung tangan. Tidak, ia tidak mau ada yang melihatnya begini.
Matanya melirik cemas ke kiri dan kanan,takut kalau ada yang lewat dan mendengar tangisannya.
Namun walau berusaha menahan suaranya pecah, Air matanya mengalir deras. Ia meremas rambutnya sendiri, seolah ingin melepaskan semua beban yang menyesakkan dadanya.
Ia terduduk didepan pintu meratapi nasibnya.
“Huaa…” bisiknya lirih, suara nya serak.
Tiba-tiba, ... klek! pintu apartemen sebelah terbuka.
Pria muda tetangga nya itu menatap ke arahnya dengan wajah penuh tanda tanya.
Nania terdiam, jantungnya berdegup kencang. Ya Tuhan… jangan sekarang…! pekiknya dalam hati
Dan sebelum ia sempat berkata apa-apa, teriakan melengking lolos dari tenggorokannya.
“HUAAAAA!!!”
Hanya sepersekian detik,tangan pria itu mendekap mulutnya. Ia berjongkok memasang wajah khawatir. Ia membelalakkan matanya dan menempelkan telunjuknya yang panjang dibibirnya yang kemerahan.
Mata Nania melebar. Tangisnya terhenti mendadak. ia melihat dalam ke arah Pria didepannya.
Sial...Dia mau apain gue?! pekiknya dalam hati
terimakasih dukungannya 🙏🏻 bantu author lebih semangat lagi lanjutin ceritanya dengan bantu supportnya ya...
Nania reflek mendorong tubuh pria itu dengan sisa-sisa kekuatannya.
Malangnya ia malah terpental dan kepalanya menabrak pintu kamarnya.
Bug...
" Aduh...!" ringisnya kesakitan.
" Please jangan apa-apain saya, mas! Saya cuma kerja doang disini," rintihnya pelan setengah memohon.
" Hidup saya udah hancur, jangan dihancurin lagi, huaa!" teriaknya lagi
buru-buru Pria itu mendekap mulut nania lagi, dan menyuruhnya diam.
"sssttt! jangan teriak, nanti orang-orang salah paham!" Jawabnya buru-buru.
Nania terdiam, mencerna kata-kata pria didepannya, terdengar tidak ada niat jahat dari perkataannya,
ia mengangguk pelan.
Pria itu menempelkan telunjuk tangan dibibirnya lagi, berharap Nania tidak berteriak sehingga mengundang orang lain untuk datang.
"Fuuh... selamat-selamat! ujarnya lega.
" Lagian lu langsung teriak aja!" ujarnya kesal.
Nania mendengus memicingkan mata nya yang sudah sembab karena menangis.
" Sori" kata itu keluar dari isak tangisnya.
" Nih" pria itu melemparkan sesuatu ke arah Nania. reflek Nania menangkap benda kecil itu
melihatnya dengan perasaan yang lega.
kunci kamar yang ia cari dari tadi sudah ada ditangannya.
" lain kali kalau keluar kamar, pintunya dikunci benar-benar jangan langsung pergi aja" ucapnya kesal.
Nania mengangguk mendengarkan nasihatnya. " Makasih yaaa" ujarnya terbata-bata tidak kuasa menahan tangisnya kembali.
Pria itu menahan tawa melihat tingkah Nania yang seperti anak kecil.
Nania melihat mengangkat kunci yang dipegangnya dengan kedua tangannya mengucap syukur,
" Makasi udah nyelamatin hidup aku " ujarnya terbata-bata.
Pria itu mengernyitkan dahi. nampak tawa yang ditahan di ujung bibirnya.
Cepat-cepat ia menutup pintu kamarnya. Meninggalkan Nania sendiri yang masih mengucap syukur atas kembali kunci kamarnya.
Ia cepat-cepat masuk kekamarnya merebahkan tubuhnya yang lemah diatas kasur empuknya,
Tiba-tiba,notif wa berbunyi, ia merogoh tasnya berharap pesan itu dari Timo setidaknya menghibur kegalauan hatinya.
Namun pesan itu dari Rendra. Teman satu kampusnya dulu,
Undangan Alumni Fakultas Seni Universitas Seni Sanjaya,angkatan 20-24 di gedung K... begitu kira-kira tulisannya, Tapi Nania tidak berniat meneruskan membacanya. Ia mengingat kejadian hari ini yang menghancurkan hatinya. Hingga kejadian tadi, pertolongan tetangga yang dibencinya.
Ia menatap pantulan wajahnya di cermin. Mata bengkak, hidung merah, wajah kusut, tampak rapuh dan tak berdaya.
"Ini bakalan berlalu Nania, lu berhak dapat yang lebih baik" ucapnya sendiri menenangkan hatinya.
***
Senin besoknya...
"Na, lu baik-baik aja, kan?" suara Artha mendadak terdengar, membuyarkan lamunannya.
Ia terlalu fokus pada layar laptopnya. Deadline kantor yang menumpuk, ditambah kepalanya yang masih penuh sesak dengan luka pengkhianatan kekasihnya.
"Eh, Artha... gue baik-baik aja kok," jawabnya sambil memaksa senyum.
Artha tersenyum tipis melihat usaha Nania. Ia tahu betul sahabatnya itu mencoba untuk bangkit.
Ia menatap Artha dengan mata berbinar, memperlihatkan kepada Artha iakuat menjalaninya.
"Oh ya, kemarin Rendra WA gue. Katanya minggu depan bakal ada acara alumninkampus. Kamu ikut, ya, Na? Aku sama Andrew juga mau. Udah lama banget nggak ketemu temen-temen yang lain."
Nania menjawab ragu. "Hmmm... gimana ya?" jawabnya pelan.
"Udah, Na, ikut aja. Sekalian cari suasana baru. Biar kamu nggak kepikiran sama s brengs**k itu lagi," seloroh Artha sambil mengedip nakal.
Nania mendengus tersenyum. "Oke deh,aku ikut." jawabnya ragu
Artha berseru girang, "Mantap! Angkatan 20-24 juga bakalan dateng, lho. Siapa tau nanti ada brondong kecantol ma kamu, Na!" godanya sambil tertawa.
"Sembarangan!" Nania refleks menimpali,
Tidak secepat itu Artha" ujarnya cepat menirukan adegan di sinetron, membuat sahabatnya tertawa.
Sepeninggal Artha, Nania kembali menatap layar ponselnya, menghela nafas kasar. sampai sekarang tidak ada penjelasan apapun dari Timo. " Dasar cowok ga tau diuntung" umpatnya kesal
" Gue harus menyelesaikan ini, dia harus tau kalau gue yang akan memutuskan hubungan ini!" ujarnya mantap.
Saat jam makan siang, semua rekannya makan siang di kantin, Nania berjalan mengendap-endap menuju balkon kantor mencari nama Timo di daftar nama ponselnya.
Tuut... Tuut... Klik.
"Halo?" suara Timo terdengar di seberang.
Jantung Nania berdegup kencang. Rasa ragu, marah, kecewa, semuanya berbaur, menggerogoti pikirannya. Ingin rasanya ia memaki lelaki itu. Tapi... hubungan mereka dulu bukan dibangun dari saling benci. Mereka dulu saling menghargai. Atau... setidaknya, itu yang ia percaya.
"Halo... Timo," ucap Nania, suaranya sedikit bergetar.
"Ini untuk terakhir kalinya, setidaknya kamu ada waktu sebentar" ucapnya terbata-bata
"Oke," jawab Timo datar.
Nania menarik napas dalam.
"Jujur aja... aku sangat percaya sama kamu. Kita udah jalanin hubungan ini lama. Awalnya, beberapa hari ini aku nunggu penjelasan dari kamu. Meski aku tahu... hubungan kalian pasti nggak sesederhana itu lagi." Suaranya mulai parau.
Ia menelan ludah, lalu melanjutkan,
"Aku cuma pengen penjelasan langsung dari kamu... sebelum kita benar-benar mengakhirinya. Aku pengen kita selesaiin ini dengan baik-baik. Karena aku tahu... nerusin hubungan ini udah nggak ada gunanya lagi."
Suara Nania terhenti, ia berusaha menahan air matanya.
"Maafin aku, Na... sebenernya aku udah menduain kamu setahun ini." ucapan Timo membuatnya tercekat.
Matanya berkaca-kaca.
"Entah kenapa... aku ngerasa hubungan kita hambar. Aku lebih tertarik sama Joice. Dia... bikin aku nyaman. Dia modis. Dia sesuai sama apa yang aku mau."
Setiap kata yang keluar dari bibir Timo seakan seperti jarum yang menusuk hatinya.
Ternyata satu tahun bukan waktu yang sebentar. Ia membenci kebodohannya yang tidak tahu gerak gerik pengkhianatan Timo.
"Kamu cantik kok, Na," lanjut Timo tanpa ragu. "Cuma... hubungan kita tuh cuma cinta monyet SMA. Dan waktu aku ketemu Joice, aku sadar... dunia aku sama sebenarnya beda. Aku udah lama pengen jujur, tapi aku takut nyakitin kamu."
Air mata Nania jatuh mengalir tanpa bisa ditahan. Ia menggigit bibir, menahan isak agar tidak terdengar. Tapi suara sesengguknya tetap lolos.
"Tapi Timo ..." Ia terdiam sejenak
"Kenapa kamu ga sudahin aja hubungan kita, sebelum kamu memulai hubungan baru dengan dia?," suaranya lirih, nyaris patah.
"Maaf Na, aku ga bisa, aku cinta sama kalian berdua, disatu sisi aku ga mau nyakitin kamu karena dari dulu kita udah bareng." jawab Timo semakin membuat nya kesal.
Bajingan sial, bisa-bisa nya ia bilang mencintai kami berdua? umpatnya dalam hati.
Ia mematikan ponselnya kesal. takut keluar kata sumpah serapah terlontar dari mulutnya.
Mendengar kata-kata Timo barusan setidaknya menambah kekesalan dan kebencian akan sosoknya, sehingga memudahkan ia untuk melupakan pria itu.
Dengan tangan gemetar, ia buru-buru mengirim pesan pada supervisornya, Alex, meminta izin pulang lebih awal karena sedikit pusing.
Balasan singkat “Ok, Na, semoga cepat sembuh, ya!,” membuatnya sedikit lega.
Nania segera membereskan barang-barangnya, keluar dari kantor, dan berjalan cepat menuju apartemen.
Sepanjang perjalanan ia menyeka air matanya yang terus menerus jatuh.Tak memperdulikan lagi tatapan orang-orang yang heran melihatnya sepanjang jalan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!