NovelToon NovelToon

Nyai Arum (Pembalasan Di Kehidupan Kedua)

Kematian dan Kehidupan

Suara batuk itu sungguh mencekat tenggorokan wanita yang terbaring di lantai dingin itu. Matanya mencari keberadaan sosok yang terus ia coba panggil dengan sulit.

Tubuhnya yang lemah dan kakinya yang tanpa alas itu mencoba merangkak sambil memanggil nama seseorang. "Frans." Panggilnya.

Tubuhnya berhenti merangkak saat melihat sepasang kaki yang muncul dari pintu yang terbuka. "Frans......" Sepatu mengkilap dengan pakaian yang bersih itu mendekat. Tapi dia tidak mau merunduk.

"Arum ...."

"Frans!" Bibir itu tersenyum tipis.

"Arum, apa kau lupa bagaimana kau memanggilku? Tuan .... Tu-an! Panggil aku dengan itu." Ucap suara itu dengan dingin seperti tatapan yang menusuk tulang.

"Tentu saja sayang! Dia itu sudah lupa! Sudah tua! Lihatlah! Dia tidak terawat lagi! Sungguh layu seperti tanaman. Dan itu harus dibuang!" Seru wanita dengan senyum bahagia tak lupa pakaian indah yang dikenakan nya.

Manik coklat itu menatap wanita yang menatap dirinya dengan senyum kemenangan dan ejekan.

"Apa tidak sebaiknya kita bawa dia untuk diobati. Lihatlah tubuh nya yang kotor dan kakinya yang menjijikan itu!"

"Tidak perlu, aku tidak akan repot-repot mengurus wanita yang hanya sebatas p3muas ku!"

"Dia hanya gund1k!"

"Lalu? Apa dia dibiarkan di sini saja?" Tanya wanita itu dengan manja.

"Jongos!" Sontak saja beberapa orang pria masuk yang merupakan pekerja di rumah itu mengelilingi Arum yang tidak berdaya.

"Ya Tuan." Jawab mereka.

"Urus dia! Besok aku tidak ingin dia ada disini lagi! Mengerti?"

"Iya tuan!" Pria berkulit putih dengan manik biru itu berbalik tanpa mau menatap wanita yang penuh harap padanya.

"Arum, sampai jumpa di neraka! Lihat? Aku yang menang! Kau hanya gund1k! Wanita yang menjadi p3muas suamiku di ranjang dan bermimpi menjadi nyonya? Bawalah mimpi mu itu di alam kematian!" Wanita itu m3ludahi Arum dan tersenyum puas.

Arum yang tidak berdaya hanya bisa terbaring lemah dengan mata yang memunculkan dendam. 'aku bersumpah! Jika aku bisa kembali memutar waktu! Aku akan menjadi nyonya! Aku akan menjadi nyonya dari seorang gubernur jenderal! Aku bersumpah! Aku akan menuntut balas!' matanya tidak lagi fokus dengan tubuhnya yang sudah dibawa dengan cara diseret, rasa sakit di tubuh kurusnya tidak lagi berarti apa-apa.

"Kasihan sekali nyai Arum. Dia melahirkan kedua putra untuk gubernur jenderal, tapi sayangnya keduanya tiada. Dia dicap pembawa sial. Kasihan sekali!"

"Ya, tapi seharusnya dia sadar diri. Lihatlah! Ini pelajaran untuk kita agar tidak terlalu bermimpi. Lebih baik merasa cukup dengan menjadi gund1k !" Begitulah bisik-bisik yang masih didengar oleh telinga nya yang tertutupi oleh rambut panjangnya yang kusam.

'Aku mohon, jika kembali ke zaman ini, aku akan menuntut balas! Bahkan pada kalian!' matanya bertemu dengan pelayan yang tersenyum puas menatap dirinya yang diperlakukan seperti h3wan.

"Kubur saja! Aromanya sudah tidak sedap!"

"Ya, bahkan tubuh indahnya juga tidak terbentuk lagi! Dia seperti kayu!"

"Kita lempar saja!"

"Iya, aku tidak berselera lagi melihatnya!"

"Sudah, lempar saja! Dan kita kubur! Aroma nya semakin menusuk hidungku!"

"Iya-iya!" Tubuh kurus Arum langsung masuk ke tanah yang sudah digali itu dan menguburkannya perlahan.

'Aku akan balas semuanya! Pada kalian juga!' Penglihatannya mengabur seiring dengan tanah yang menimpa tubuhnya. Suara tawa dan wajah ejekan itu tidak akan pernah ia lupakan.

"Arum! Arum!" samar-samar dia mendengar nya.

"Arum! Arum! Bangun!" matanya langsung terbuka dan tubuhnya mematung saat melihat dimana dia berada.

"Arum! Arum! Kau mau kemana?" Bingung wanita itu melihat Arum yang dipanggilnya berlari cepat.

'Aku? Aku kembali?' dia berhenti dan menatap wajahnya yang kembali cantik dan tubuhnya yang indah kembali seperti semula. Matanya melihat ke sekeliling.

"Aku sungguh kembali! Aku kembali!"

Bersambung.......

Halo semuanya, author kembali dengan cerita baru. Mohon dukungannya, dengan like komen dan favorit serta hadiahnya, dan juga ulasan bintang lima nya ya! Terimakasih banyak 🥰🙏🙏

Hitung Mundur

Cermin yang dibalut debu itu tetap memperlihatkan wajah dan tubuhnya dengan jelas. Arum masih tidak percaya dengan ini, tapi bibirnya langsung tersenyum jahat.

"Akan aku balas mereka!"

"Balas apa rum?" Arum langsung merubah ekspresi wajahnya. Senyuman jahat itu langsung menjadi kecil.

"Tidak ada bude." Ujar Arum.

"Kepala mu sudah tidak panas lagi?" Tanya bude.

"Sudah mendingan budhe." Jawab Arum sambil memegangi kening nya.

"Baguslah. Budhe khawatir melihat mu pingsan saat memetik daun teh." Jelas budhe dengan wajah khawatir.

"Aku sudah tidak apa budhe."

"Kalau begitu, makan lah lagi. Budhe harus ke kebun teh lagi. Kalau tidak nanti kena marah." Arum mengangguk.

"Hati-hati budhe."

"Iya, kamu juga." Budhe pergi dengan keranjang di punggungnya, meninggalkan pintu kayu kamar Arum yang reot.

"Mungkin ini sekitar 15 tahun atau 20?" Pikir Arum, mengingat tahun dia kembali.

"Artinya, mungkin tidak lama lagi. Aku akan bertemu dengan nya." Matanya memicing melihat jendela yang menampakkan pepohonan di belakang kamarnya.

********************

Topi berbentuk segitiga itu sudah berada di kepala untuk melindungi mereka dari panasnya matahari yang akan datang. Tak lupa dengan tangan mereka yang sibuk memetik daun teh dan memasukkan nya kedalam keranjang.

"Akhirnya datang juga." Mendengar suara itu, sontak mereka serempak melihat sosok yang datang dengan tersenyum kecil.

"Iya, belum telat kan?" Tanyanya sambil melirik ke sekeliling.

"Belum, mungkin sebentar lagi! Ayo cepat!" Budhe Arum mengangguk dan menuju tempat nya.

"Gimana keadaan nya si Arum?" Tanya salah satu diantara mereka.

"Sudah sadar. Demam nya sudah turun." Jawab budhe.

"Baguslah! Artinya harus kerja lagi kan?"

"Iya."

"Pastinya, kalau tidak mau kerja apa?"

"Siapa tau jajakan tubuhnya kan?" Celetuk salah satu diantara mereka. Sosok itu menatap tidak suka pada budhe Arum.

"Eh, Lastri. Ngomong sembarangan, ndak boleh!" Tegur salah seorang.

"Aku ngomong benar kan? Ndak sembarangan. Kalau ndak mau kerja seperti ini, mau kerja apalagi?"

"Kalau begitu putrimu begitu kah?" Sontak wajah itu langsung merah dengan tatapan tidak terima.

"Sembarangan! Putriku hidupnya terjamin! Mau dipinang anaknya pak kawo yang punya tanah dan perkebunan karet!" Ucapnya.

"Kalau begitu, kenapa masih kerja disini?"

"Aku kerja biar ndak bosan di rumah. Nggak kayak kalian! Buat beli beras kan? Hmph!"

"Ada apa ini!" Sontak semuanya diam.

"Tidak ada Tuan." Pria yang memegang tembakau di tangannya itu menatap sejenak kumpulan wanita dengan rentang usia remaja dan paruh baya.

"Ya sudah! Kerjakan dengan baik! Jangan ngomong!" Pria itu melanjutkan langkahnya ditemani dengan pesuruh nya.

***************

Cuaca yang panas terik membuat tenggorokan pekerja kering. "Aduh, ndak sanggup aku. Masih lama untuk istirahat nya?"

"Iya, perut ku juga sudah lapar." Untuk makan saja mereka harus menunggu perintah. Perut mereka yang sudah waktunya untuk diisi harus bersabar lagi. Jika melanggar mereka bisa dipecat dan dihukum.

Aliran air itu membersihkan tangan yang berkutat dengan daun teh itu. Lekas, air itu dituangkan mengalir ke tenggorokannya. Rasa haus akhirnya terobati. "Ayo kita makan! Waktunya cuma sebentar!"

"Iya-iya!"

**********************

Suara ketukan pintu itu membuat Arum yang tengah menikmati makan nya bangun dari kursi bambu itu. "Arum!" Ujar sosok dari balik pintu itu.

'Dia ....' batin Arum.

"Aku dengar kau sakit. Sudah baikan?" Tanyanya.

"Sudah."

"Aku bawakan buah pisang. Dimakan ya." Jelasnya sambil memperlihatkan pisang yang dibawanya.

"Terimakasih."

"Boleh aku masuk rum?" Tanyanya.

'Kenapa justru dia yang datang? Seharusnya bukan. Ada apa ini?' bingung Arum, apakah ada yang berbeda dari jalan cerita sebelumnya?

"Rum."

"Di luar saja."

"Baik." Pria muda itu tersenyum sambil mendudukkan dirinya. Matanya menatap Arum dengan penuh damba. Ari, dia adalah anak kepala desa.

"Budhe mu pergi."

"Iya, seperti biasa."

"Besok kerja lagi?"

"Iya, kalau tidak mau makan apa." Jawab Arum.

"Arum. Begini ..... Jawaban mu bagaimana?"

'Jawaban? Jawaban apa?' bingung Arum.

"Kalau kau setuju. Kita bisa segera menikah. Kau tidak perlu bekerja di perkebunan teh itu lagi." Jelas Ari.

'Ah ya. Aku ingat! Tapi sayang sekali, kali ini aku tidak mau.' Arum ingat, dulu dia begitu bahagia mendengar pinangan pria ini. Tapi kedua orang tua Ari justru menolaknya karena dia hanya gadis miskin. Mereka menghina Arum ditengah lamaran.

"Kalau aku setuju. Apakah orang tua mas, setuju? Aku ini gadis miskin."

"Tentu saja ....."

"Kalau begitu, nanti setelah menikah aku mau pisah rumah. Bagaimana?" Ari langsung diam.

"Rum, kalau itu ....."

"Aku tidak bisa menikah denganmu. Status sosial diantara kita memberikan jarak. Aku tidak mau nantinya ada pertentangan di tengah pernikahan kita nantinya. Aku sudah jawab, aku masuk dulu." Arum langsung masuk meninggalkan Ari yang bingung.

"Aku tidak akan menikah dengan mu. Karena dendam ku harap dibalas kan! Mungkin dengan kedua orang tua mu juga. Tapi nanti, ada waktunya."

*******************

"Bagaimana tuan? Semua gadis sudah saya keluarkan." Manik biru itu menatap deretan gadis di hadapannya.

"Tidak! Aku ingin gadis yang masih p3rawan! Jangan pikir aku tidak tau, kau mencoba menipu ku?"

"Ampun tuan! Jangan hukum saya. Saya bersalah! Maafkan saya!"

"Aku akan maafkan dirimu. Kalau kau temukan gadis yang aku inginkan!"

**************

"Sebentar lagi!" Arum seolah menghitung mundur apa yang dia tunggu.

"Tolong!"

"Jangan! Pak! Tolong aku pak!" Teriakan menggema di gelapnya langit yang meliputi desa itu.

"Cari setiap rumah! Kalau perlu dobrak saja! Bawa gadis-gadis di desa ini!" Jangan ada yang tersisa!" Titahnya.

Bersambung.......

Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiahnya ya terimakasih banyak 🥰 🥰 🙏

Dikorbankan!

"Aghhh!"

"Lepaskan!" Ditengah damainya malam itu justru berubah dengan suara teriakan dan tubuh yang meronta untuk lepas dari cengkraman para pria yang datang ke rumah-rumah mereka.

"Bapak!" Tentu saja suara-suara itu langsung membuat hati siapapun tidak tenang dan bergegas menuju keluarga mereka. Termasuk budhe Arum. Wanita itu berjalan dengan tergopoh-gopoh karena kesadaran yang belum maksimal.

"Rum! Arum!" Pintu kamar Arum dibuka dan terlihat gadis itu tengah kebingungan.

"Ada apa budhe?"

"Ayo bantu budhe, kita tutup pintu dengan meja atau apapun."

"Kenapa budhe?" Tanya Arum pura-pura tidak tau.

"Ayo cepat! Ini untukmu juga! Cepat rum!" Titah budhe nya. Arum menatap wanita yang gelisah itu.

'Tapi maaf budhe, semuanya akan tetap terjadi. Tapi setidaknya, aku tidak akan mengalami hal yang sama.'

"Arum!" Pekik budhe.

Keduanya menarik meja untuk menghalangi pintu terbuka. Tapi belum sempat meja itu sampai.

Brak!

"Aghhh!" Teriak budhe. Pintu kayu itu terbuka lebar dalam sekali hantam oleh para pria dengan senjata itu.

Para pria dengan wajah beringas itu langsung menatap Arum dan mendekatinya. "Jangan! Pergi kalian!"

"Minggir!"

"Budhe!" Arum mencoba menahan budhenya.

"Ikut!"

"Jangan bawa anakku! Lepaskan dia! Arum!"

"Budhe!" Tubuh Arum ditarik paksa. Dan berada di tanah lapang dengan udara malam yang menusuk tulang.

"Ini Tuan! Gadis terakhir!" Tubuh Arum hampir terjengkang karena ketidak seimbangan. Manik coklatnya bertemu dengan gadis-gadis lain yang dibawa paksa.

"Sudah habis?"

"Sudah tuan." Pria yang menaiki kuda itu turun dan kakinya mendekati para gadis dihadapannya.

"Bawa mereka!"

"Jangan! Tolong jangan tuan!" Seorang pria langsung bersujud di depannya.

"Tolong tuan, jangan bawa putri ku. Dia akan menikah bulan ini."

"Iya, tolong! Lepaskan putri kami!"

"Benar, kami tidak melakukan hal yang merugikan ataupun perlawanan. Kami rakyat kecil, tolong."

"Tapi ini adalah permintaan, langsung dari residen dan petinggi lainnya. Kalian tau kan?"

"Mau melawan, harus siap dihukum. Apa kalian mau?" Mereka menggeleng.

"Kalau begitu diam lah! Lagipula, putri-putri kalian ini akan menjadi wanita para petinggi, seharusnya kalian senang!"

"Sudah! Bawa mereka!"

"Tunggu!" Pria itu menoleh, terlihat sosok yang dikenalnya.

"Kepala desa. Selamat malam. Apa aku membuat mu terganggu di malam ini?"

"Apa gerangan Tuan Adi, datang kemari? Dan mengambil gadis-gadis desa." Pria bernama Adi itu tersenyum.

"Apalagi, permintaan. Lagipula, masih baik aku membawa mereka seperti ini. Daripada dip3rkosa di depan kalian oleh tentara." Jelasnya.

"Sudah ada wanita di tempat khusus, lagipula disana mereka dengan sukarela memberikan diri mereka. Kenapa mengambil dan membawa paksa gadis-gadis disini."

"Oh, putramu ternyata sudah besar. Apa kau marah, karena ada gadis mu diantara mereka?"

"Aku bisa berbaik hati sedikit. Bagaimana? Kalau tidak ada, aku harus pergi." Ujarnya. Manik Ari bertemu dengan Arum. Gadis itu berdiri menatapnya sekilas.

"Oh, baiklah. Yang mana? Apa, gadis itu...."

"Bukan! Gadis yang ini!" Seorang wanita paruh baya datang dan menarik satu gadis di sebelah Arum.

"Ini tunangan putraku. Jadi lepaskan dia, kalau perlu lepaskan ya lainnya juga. Karena aku dengar, hanya diperlukan satu gadis saja bukan?"

"Kalau begitu gadis mana yang akan dibawa? Jangan membuat ku sulit Bu Kartika."

"Kalau aku bertanya, tentunya tidak akan ada yang mau bukan?"

"Siapa yang bilang, tentu saja ada! Ini!" Wanita itu mendorong Arum.

"Gadis ini! Pastinya dia sesuai dengan kriteria bukan?"

"Ibu!"

"Ari, tidakkah kau kasihan pada Sari? Dia tunangan mu. Kau mau dia menjadi gund1k?" Ujar ibunya dengan senyuman tipis.

"Dengar, kalau kau memilih Arum gadis miskin itu. Pergilah! Tapi tinggalkan kami! Kau tidak akan mendapatkan apapun!" Bisik ibunya. Tangan dan lutut Arum yang bertemu dengan tanah hanya diam. Dulu, di kehidupan sebelumnya dia meronta dan memohon di depan Ari dan keluarga nya, tapi itu sia-sia. Pria itu takut akan kehilangan kemewahan dari orang tuanya dan mengorbankan dirinya. Bukan hanya itu, dia juga kehilangan budhe nya, karena itu dia memilih bersikap tenang.

'Sudah dapat ditebak. Cintamu itu omong kosong.'

"Lihat? Hanya gadis itu yang diam."

"Bawa dia!"

"Arum! Buk kepala desa, pak kepala desa. Kalian mengorbankan Arum? Dimana hati nurani kalian? Jika gadis lain bisa diselamatkan, kenapa tidak dengan Arum?"

"Lalu, siapa yang harus dikorbankan? Lagipula dia itu pembawa sial. Orang tuanya tiada karena ulahnya, kau juga jatuh miskin kan? Suami mu juga tiada saat dia masuk ke rumah mu. Tentu saja mengorbankan orang seperti itu, supaya desa kita tenang. Bagaimana saudara-saudari sekalian? Aku benar kan?"

"Iya! Itu benar! Benar!" Arum mengepalkan tangannya, alurnya tetap sama. Warga desa setuju karena tidak ingin anak gadis mereka menjadi korban.

"Bawa dia!"

"Arum! Arum!"

"Budhe, aku akan kembali. Aku akan menemui budhe. Aku berjanji! Sungguh! Aku berjanji, budhe hanya perlu jaga kesehatan. Aku akan kembali! Budhe harus percaya." Ucap Arum seiring dengan tubuhnya yang dibawa.

"Arum! Tidak!"

"Aku janji budhe! Jangan menangis!"

"Arum!" Teriaknya, tubuhnya menghantam tanah dengan obor yang mengelilinginya. Orang-orang hanya melihat, mereka menyelamatkan nyawa mereka sendiri tentunya, atau memang karena terdoktrin dari kepala desa.

"Aku berjanji budhe! Aku tidak akan tiada dengan kesengsaraan. Tapi dengan kekayaan dan juga status sosial! Dan membalas mereka!"

Bersambung.......

Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiahnya ya terimakasih banyak 🥰 🙏 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!