Malam ini disalah satu sudut kota sebuah bangunan yang menjadi salah satu tempat favorit para kaum muda, bahkan saat ini menjadi salah satu saksi bisu untuk sepasang kekasih yang kini tengah duduk bersama dalam hening.
Suasana hening yang ditemani oleh rintik hujan yang turun cukup deras menjadikan suasana semakin canggung. Entah, apa yang saat ini sedang berada dalam pikiran keduanya.
Sang pria yang sejak tadi terlihat gelisah masih belum membuka mulut untuk berbicara, sang wanita yang masih sibuk dengan pikirannya hanya bisa mencuri pandang menatap jengah sang kekasih yang masih betah berdiam diri.
" Apakah kita akan menghabiskan waktu percuma dengan berdiam diri seperti ini?, jangan menganggap diamku sederhana Kak" akhirnya kini suara Alya terdengar dingin.
Sudah 20 menit berlalu dan mereka masih betah dengan keheningan, membuat rasa cemas kini menghampiri Alya gadis lembut yang memiliki tingkat kesabaran yang cukup tebal.
Aldo, ya pria itu adalah kekasih Alya yang sudah menemaninya selama 2 tahun terakhir ini. Tidak ada yang bisa dilakukan seorang Aldo selain hanya mengaduk asal kopi dihadapannya, menarik nafas panjang dan keringat yang keluar meskipun suasana cafe terasa cukup dingin.
Kini dengan penuh keberanian akhirnya Aldo memberanikan diri untuk menatap kedua bola mata Alya, dulu ia pernah berjanji tidak akan menghadirkan air mata kesedihan apalagi sakit namun sepertinya janji itu akan ia langgar.
" Ekhemm... A..Al...." suara itu kini terdengar gagap seolah ada rasa bersalah yang hinggap dalam dirinya.
Alya mengerutkan kedua alisnya sampai bertemu, semakin besar rasa penasaran sekaligus gemas karena Aldo yang sejak tadi seperti mengulur waktu namun tidak ada tindakan yang dilakukan.
" Bicaralah yang jelas Kak, aku bukan peramal apalagi Tuhan yang bisa mengetahui isi pikiran manusia". Suara Alya sangat begitu tegas terdengar.
" M..ma..maafkan aku Al, sepertinya kita tidak bersama untuk kedepannya".
Deegg.....
Jantung Alya kini terdengar berpacu lebih cepat, mendengar ucapan sang kekasih.
" Jangan bertele-tele Kak, apa maksud ucapan kamu? Bukankah kita selama ini baik-baik saja? Justru kamu yang beberapa waktu terakhir ini sibuk, lalu ada apa?". Alya benar-benar diuji kesabaran oleh seorang Aldo.
" Aku tidak bisa berbohong Al, maafkan aku. Beberapa waktu terakhir aku berpikir dan terus meyakinkan diri bahwa kita memang pantas bersama, semua baik-baik saja tapi ternyata hatiku sudah tidak memiliki perasaan untuk kita terus bersama". Aldo kini terlihat mulai yakin dengan ucapannya.
Alya terlihat tersenyum menyeringai, tidak ada tatapan tajam, apalagi tangisan yang keluar dari kedua bola matanya, nafasnya cukup tenang dan teratur.
" Kenapa kak?" hanya dua kata yang keluar dari bibir tipis itu, tidak ada teriakan apalagi makian suaranya begitu tenang terdengar ditelinga Aldo.
Aldo kini menatap wajah Alya, sejak tadi dalam hatinya ia berpikir akan mendapatkan kata-kata kasar bahkan tamparan. Namun ternyata itu semua tidak terjadi.
" Aku merasa kita sudah tidak cocok Al, aku berusaha untuk meyakinkan diri jika kita mampu, namun ternyata aku semakin merasa jauh dari kamu Maaf....". Aldo kini memejamkan kedua bola matanya, ada rasa bersalah yang semakin besar dalam dadanya.
" Maaf Al, jika kita memaksakan untuk bersama aku akan semakin menyakiti perasaan kamu...".
Alya kini menghela nafas dalam dan cukup panjang, seakan sedang menabung oksigen didalam dadanya.
" Kamu sudah bosan dengaku Kak, tidak perlu berkelit kemana-mana. Apakah kamu sudah menemukan cinta yang baru? Jika memang iya, kejarlah tidak perlu mencari alasan lain".
Aldo yang mendengar langsung menatap wajah Alya, terlihat ada rasa sakit dikedua bola matanya namun Alya tidak menangis bahkan bibirnya masih terlihat menipis tersenyum.
" Al... Maafkan aku..." air mata Aldo kini terlihat jatuh dikedua bola matanya, bahkan kini pipinya terlihat basah.
" Tidak perlu menangis Kak, kamu ini aneh sekali bukankah kamu yang menginginkan kita berpisah? Aku menyetujuinya dan kini malah kamu yang menangis? Dimana...?" Alya sejenak terdiam.
" Dimana apanya Al?".
" Dimana otak dan perasaanmu? Kamu ini lucu sekali hahaha....". Alya terlihat tertawa geli melihat Aldo yang kini menatapnya bingung.
" Maafkan aku yang sudah mengingkari janji kita dulu Al, aku sudah berjanji untuk terus bersama namun ternyata aku kalah Al...".
Alya kini melipat kedua tangannya didada, nafasnya masih teratur tidak ada drama yang dilakukan. Justru Aldo yang terlihat menjijikan dengan menangis, bukankah ia sendiri yang menginginkan perpisahan ini tapi mengapa seolah-olah Aldo yang merasa tersakiti.
" Kamu itu masih ingat, tapi sepertinya omong kosong mu selama ini sudah habis masa aktifnya Kak. Tidak perlu khawatir, aku akan semakin lebih baik tanpa kamu Kak". Alya berbicara sangat tenang, namun kata-katanya sangat terdengar tajam.
" Al, sungguh aku sangat mencintaimu tapi hatiku terasa semakin hambar, perasaan itu semakin tidak bisa diterima oleh hatiku...".
Alya tersenyum kecil " Iya...iya Kak, anggap saja aku mempercayaimu dan aku menyetujuinya bagaimana apakah ini sudah membuat mu puasa?".
Aldo mengentikan tangisannya, menatap wajah Alya memastikan jika apa yang baru saja didengarnya memang benar.
" Al..."
" Hahaha, jangan kaget Kak, kamu seperti terjebak dengan permainan mu sendiri". Alya kini menyimpan gelas yang baru saja ia minum.
" Mari berpisah mulai saat ini, kejarlah cinta barumu yang telah diterima dengan baik oleh hati Kakak. Aku melepaskan kamu dengan tangan terbuka, dan Aku akan kembali dengan kehidupan ku yang lebih baik".
Aldo kini menundukkan kepalanya, terasa sangat abu-abu bukan? Aldo yang menginginkan perpisahan, ketika Alya menyetujui tanpa drama kini perasaannya terlihat tidak karuan.
" Apakah masih ada yang perlu kita bicarakan? Jika tidak aku akan pulang sekarang". Alya menatap sekilas jam ditangan kirinya, hujan yang tadi datang kini sepertinya sudah pulang.
“ Al, maafkan aku tolong hidup lebih baik setelah ini".
" Tentu saja Kak, tidak perlu mengkhawatirkan kehidupanku yang sangat indah ini. Pikirkan saja masa depanmu sendiri Kak, karena kita sudah tidak memiliki hak untuk ikut campur satu sama lain mulai saat ini". Alya yang dikenalnya sangat lembut, kini terasa sekali perubahannya.
" Maafkan aku Al, aku bahkan bingung saat ini harus mulai dari mana setelah perpisahan ini terjadi". Aldo mengusap wajahnya dengan tangan kanan, terlihat putus asa.
" Atur saja kehidupan mu Kak, setiap keputusan memiliki konsekuensinya sendiri. Lelaki tidak pernah menyalahkan apalagi mengingkari jadi selamat menikmati keputusanmu". Alya terlihat merapihkan barang-barang dihadapannya.
" Al, aku antar yaa..."
" Tidak perlu Kak, lakukan apa yang kamu mau begitupun dengan Aku. Ingat, kita sudah tidak memiliki hak apapun untuk lebih dekat". Alya kini bangkit dari duduknya dan pergi dari hadapannya Aldo dengan perasaan yang lebih lega.
Tidak ada kesedihan yang mendalam, Alya sudah terbiasa dengan kehilangan bahkan saat Aldo sudah mulai menjauh. Alya sudah menyiapkan diri untuk kondisi saat ini.
Pagi ini datang dengan keindahan langit yang cerah, bukankah hidup harus terus berjalan tidak berpaku pada satu titik sudut kehidupan yang harus diratapi berakhir tanpa kebahagiaan?.
Alarm berbunyi menandakan aktifitas pagi ini dimulai, tidak ada alasan untuk berhenti, semua berjalan dengan semestinya dan manusia memiliki kuasa untuk berusaha memperjuangkan kebahagiaan yang saat ini sedang menanti.
Setelah kejadian semalam, tidak ada kesedihan yang berlarut. Ada kalanya hidup harus terlihat masa bodoh atas sesuatu hal yang tidak perlu dipikirkan dengan dalam, masih banyak tempat yang indah perlu dikunjungi, ada banyak makanan enak yang sedang menanti untuk dicoba, dan masa depan yang begitu luas terbentang didepan.
Dengan langkah pasti aku bangkit dari tidurku untuk memulai aktifitas dengan semangat, menyusun rencana untuk aktifitas dan apa saja yang perlu terealisasi di hari ini.
Setelah selesai dengan kegiatan persiapan membersihkan dan mempersiapkan diri, kini langkahku mulai menuju meja salah satu ruang rumahku untuk sarapan pagi bersama keluarga. Kegiatan kami berkumpul dan berbagi cerita memang hanya bisa di jam pagi dan makan malam saja tapi tidak mengurangi rasa hangat yang tercipta.
Aroma kopi, susu hangat dan juga menu makan pagi sudah tercium dengan sangat sopan di hidungku membuat nada dering perut kini semakin keras.
Harun Prameswari adalah ayah kandung dari Alya Zahira prameswari dan Maya Kartika adalah Ibu sambung dari Alya yang sebenarnya memiliki hubungan hangat dan juga baik selayaknya seorang ibu dan juga anak gadisnya.
Fahri Putra Prameswari adalah adik sambung dari Alya, mereka memiliki hubungan yang cukup hangat namun sering terjadi pertengkaran kecil.
“Kak, kemarin aku lihat Kak Rani membawa mobil baru loh. Padahal kak Rani baru bekerja 2 tahun, tapi sudah bisa membeli mobil mewah". Dengan makanan yang masih tersisa didalam mulut Fahri masih saja berceloteh.
Alya yang baru saja meneguk susu hangat hanya bisa tersenyum tipis, begitulah adiknya yang sering sekali membandingkan dirinya dengan yang lain. Alya hanya diam tidak ada niat apalagi energi lebih untuk memberi pernyataan dari adiknya.
Suasana seketika hening bahkan terasa sekali canggung, " Fahri, jangan dibiasakan untuk berbicara ketika ada makanan di mulutmu". Maya memberikan peringatan kepada anaknya.
“ Tapi Bu, aku kan hanya memberitahu kakak barangkali kakak jadi termotivasi untuk bisa membeli mobil meskipun baru kerja 1 tahun kan?". Tanpa rasa bersalah Fahri justru meneruskan ucapannya.
Alya terlihat menahan emosinya, nafasnya mulai berat tatapannya kini terlihat tajam.
" Dulu kakak waktu seusiamu sudah menyusun tugas akhir Dek, kamu sekarang sudah mendapatkan pencapaian apa saja? Jangan kebanyakan main karena dalam dunia pekerjaan pengalaman diutamakan".
Alya tanpa ekspresi kini seketika mengeluarkan suaranya, membuat Harun dan Maya kini melirik ke arahnya.
" Apa maksud kakak? Setiap orang memiliki caranya sendiri Kak, tidak bisa disamakan apalagi kita berbeda zaman". Fahri terlihat tidak terima atas pernyataan sang kakak.
" Aku hanya mengingatkan dek, apa ada yang salah?". Alya tersenyum sinis dengan tangan masih santai memotong roti dihadapannya.
" Sudah, masih pagi jangan bertengkar tidak baik untuk mood kalian". Begitulah Harun, yang selalu menyepelekan suasana apalagi ucapan Fahri.
Alya hanya menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa sang Ayah lebih memanjakan anak laki-laki dari pada anak perempuan.
" Apa bedanya dengan aku dan Rani? Bagaimana rasanya dibandingkan tidak enak bukan? jangan terlalu keras memikirkan hidupku, kamu laki-laki kelak akan memiliki tanggungjawab lebih dalam hidup mu jadi atur saja dengan baik jalan hidupmu".
Alya sepertinya sudah jengah, apalagi emosinya masih belum reda semalam dan pagi ini sudah di pancing oleh adiknya.
" Aku hanya ingin memberikan motivasi untuk kakak, agar bisa seperti orang lain kak". Fahri sepertinya tidak mau disalahkan.
" Fahri cukup, kamu terlalu jauh berbicara fokus saja sama kuliahmu. Jangan terus mengatur kehidupan Kakakmu, Ibu tau Kakak dan adek memiliki cara masing-masing jadi silahkan fokus". Maya kini yang akhirnya menegur sang anak yang memang sudah berlebihan.
Fahri menatap kesal sang Ibu yang dirasa selalu saja membela sang Kakak, tapi bukankah memang ia terlalu berlebihan dalam berbicara.
" Aku tau apa yang harus aku lakukan, pengalaman ku lebih banyak dek jadi tidak perlu sibuk memikirkan kehidupanku". Alya kembali membuka suara dengan tangan yang sudah menyimpan alat makan.
" Jika kamu memiliki kakak yang tidak sehebat para kakak temanmu, jangan pernah mengakui kepada siapapun jika kamu memiliki Kakak mudah bukan? Aku pamit Ayah, Ibu selamat pagi".
Alya langsung mengambil tas dan bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan meja makan yang kini hanya dihuni oleh tiga orang.
" Kakak tuh selalu seperti itu, dasar egois". Fahri bergumam lirih namun masih jelas terdengar.
" Jaga mulutmu Fahri, ibu tidak pernah mengajari kamu bersikap tidak baik. Kamu tidak mau dibandingkan tapi kamu membandingkan orang lain? Kamu sehat?". Maya kini menegur Fahri dengan sedikit keras.
" Yaaahh...." rengek Fahri yang kini melirik sang Ayah.
" Malu Fahri, kakakmu saja tidak pernah merengek padahal dia perempuan. Benar kata Ibu dan Kakakmu". Harun kini menyetujui ucapan sang Istri dan Anaknya.
Fahri yang kesal langsung meninggalkan meja makan tanpa berpamitan, begitulah sifatnya karena selama ini merasa jika apapun yang dilakukannya mau benar ataupun salah sang Ayah selalu membelanya.
Tapi, pagi ini ternyata Fahri tidak mendapatkan pembelaan dari sang Ayah membuat dirinya merasa kesal.
" Ayah, mulai sekarang jangan terlalu memanjakan Fahri. Dia sudah dewasa sudah harus mulai mandiri, agar tidak seenaknya jika bersikap dan berbicara kita tidak tahu jika ini terjadi kepada orang luar". Maya mengusap sang suami.
" Iya Bu, ayah paham...".
" Dari dulu bilang paham, tapi tidak ada perubahan baru pagi ini ibu lihat. Kasian Alya yah, takutnya merasa tidak kita sayangi". meskipun Maya hanya Ibu sambung tapi mereka memiliki komunikasi yang baik.
Harun baru terasa dan berpikir atas ucapan sang istri, memang benar jika selama ini dirinya sangat jarang membela Alya karena merasa jika Alya sudah dewasa.
Padahal setiap anak akan merasa aman dan bahagia ketika dibela oleh sang Ayah, apalagi anak perempuan yang memiliki sisi manja dan berhati lembut. Sepertinya ada beberapa hal yang telah dilupakan oleh Harun dalam mendidik Alya, memahami perasaan anak dilupakannya selama ini.
Disebuah rumah yang cukup megah kini duduk sepasang suami istri ditemani oleh anak tunggalnya yang kini sedang makan bersama, terasa hangat dengan obrolan kecil yang terasa meramaikan suasana sunyi.
Bagas Mahendra adalah seorang ayah yang hangat, tidak egois atas perjalanan kehidupan anaknya selama sang anak masih bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijalan yang benar maka ia akan selalu mendukung.
Ratna Dewi Mahendra adalah seorang istri yang berhati lembut, tidak banyak menuntut apapun kepada sang anak asal masih dalam kondisi sehat semua aman.
Raka Aditya Mahendra anak tunggal yang tidak berpangku tangan pada nama besar sang Papa, bekerja dengan sangat keras bahkan sering lupa waktu memiliki satu sahabat sekaligus menjadi rekan kerja.
Kini ketiganya sedang menikmati hidangan yang sudah tersaji, bahkan sudah masuk kedalam mulut dan menikmati cita rasa yang sangat nikmat.
“ Bagaimana hari ini Nak? Jangan terlalu keras semua ada waktunya". Ratna sebagai seorang Ibu memang memiliki rasa khawatir yang cukup besar, meskipun sang anak sudah dewasa tetap saja di matanya Raka adalah anak bayi.
“ Sedikit sibuk Ma, tapi masih bisa diselesaikan dengan tepat waktu kok aman". Raka menjawab setelah menelan makanannya.
“ Son, kerja keras itu memang tidak salah tapi bekerja baik dengan memikirkan kesehatan itu lebih tepat. Tubuh kamu memiliki hak untuk istirahat jangan terlalu dipaksa sampai lupa waktu". Bagas kini ikut masuk kedalam obrolan anak dan istrinya.
" Keras banget itu kata-kata gak ada yang halus sedikit apa Pah? Tega banget. Aku hanya sedang menyiapkan hasil yang dikerjakan saat ini untuk masa depan Ma, Pa jadi jangan terlalu khawatir aku sudah besar". Raka menarik nafas dalam, memang terasa cukup melelahkan.
" Dimata orangtua semua anaknya itu akan tetap menjadi bayiz meskipun kamu sudah tua. Kesehatan itu penting, bagaimana jika kamu sakit? Jangankan bekerja untuk makan aja sulit, jangan abaikan kekhawatiran Mama dan Papa dong". Ratna memang sedikit posesif jika tentang kesehatan anak dan suaminya.
Raka hanya bisa diam dengan terus melanjutkan aktifitas makanya, memang benar ucapan sang Mama dan jika di jawab mama sudah dipastikan akan berlanjut sampai besok lagi.
“ Papa dan Mama selalu bangga atas pencapaian yang kamu dapatkan, jangan pernah merasa sendiri berbagi dengan orangtua itu bukan sebuah kesalan Son". Bagas seolah memahami isi pikiran anaknya saat ini.
Ratna yang seolah paham arah ucapan sang suami, kini menghela nafasnya dengan menyimpan alat makan dan menatap wajah sang anak dihadapannya.
“ Bagi Mama dan Papa sejak kamu hadir ke dunia sampai saat ini, kamu selalu membuat kami bangga. Kamu selalu melakukan yang terbaik Raka".
" Kalaupun ada sesuatu hal yang tidak tercapai dalam waktu yang telah kamu rencanakan, itu adalah sebuah proses kehidupan yang harus dijalani karena tidak semua apa yang kita inginkan harus selalu tercapai Tuhan tetap sang pemilik Kuasa".
Suasana cukup dingin namun masih terasa canggung, ada gelombang emosi kekhawatiran seorang Ibu untuk anaknya.
“ Orangtua hanya khawatir Son, Mama dan Papa hanya ingin kamu tetap menjadi diri sendiri tanpa perlu mengorbankan kesehatan tidak bermaksud buruk, bisa dipahami?".
Raka menganggukkan kepala, seolah hatinya kini hatinya menghangat bersyukur memiliki orangtua yang sangat menyayangi dan tidak egois.
" Terimakasih banyak Mah, Pah selalu menjadi penopang dalam setiap proses perjalanan kehidupan ku... Jadi, apakah ada seorang gadis yang akan dijodohkan denganku? Sepertinya aku perlu seorang kekasih namun karena aku sibuk jadi aku tidak sempat mencari hehehe..." gurau Raka.
" Memangnya kamu mau dijodohkan? Nanti kabur terus mengancam tidak mau menjadi anak Mama dan Papa lagi jika dipaksakan untuk tetap menerima perjodohan...". Ratna sempat kaget hanya saja masih bisa mengontrol wajahnya kali ini.
" Aku tau pilihan Mama dan Papa tidak akan salah, sepertinya aku memang perlu kekasih agar hidupku lebih berwarna dan tidak menjadi nyamuk Mama dan Papa". Raka kini seolah tegas menyetujui ucapannya.
" Awas saja nanti Papa jodohkan dan kamu menolak, Papa buang kamu di pinggiran Jalan Tol". Bagas menimpali candaan sang anak.
" Tapi aku serius Pah..."
Seketika Ratna dan Bagas saling pandang seolah sedang memahami ucapan anaknya, meminta jodoh sudah seperti meminta pergi berlibur mudah sekali.
" Yasudah nanti Mama dan Papa akan atur waktunya, dan kamu tidak boleh menolak untuk ikut hadir bukankah ini permintaan kamu sendiri jadi tidak ada alasan apapun bagaimana?". Ratna akhirnya menyanggupi permintaan sang anak.
Raka menganggukkan kepalanya dengan semangat " Siap Mamaku sayang...".
" Itu istri Papa, gak perlu sayang-sayang cari istri sendiri sana..." begitulah love hate relationship antara Bagas dan Raka jika sedang dekat.
" Istri papa itu Mama ku yang melahirkan dan membawa Aku kedunia, tenang saja sebentar lagi Raka akan memiliki istri makannya dipercepat waktu bertemu nya Pah". Paksa Raka yang seolah tanpa ada beban.
" Kamu yaa, minta istri minta dijodohkan udah kaya orang ngantuk langsung tidur saja. Belum tentu anak orang ini mau sama kamu, kalau gak sabaran cari sendiri sana". Mama Ratna seolah gemas sekali dengan ucapan anaknya.
" Hehe, bercanda Ma...".
Malam ini akhirnya Ratna dan Bagas menyusun rencana dan sudah menghubungi seseorang untuk merealisasikan rencana mereka dulu, untuk menjodohkan kedua anak mereka.
Waktu dan tempat sudah disetujui tinggal kehadiran kedua keluarga untuk membicarakan perjodohan yang sudah disepakati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!