Alkisah pada jaman dahulu sekitar seribu tahun yang lalu ada sebuah bukit yang dinamai Bukit Cinta karena di percaya merupakan tempat tinggal Sepasang Dewa dan Dewi Cinta. Bukit Cinta adalah bukit terindah di antara semua bukit-bukit yang pernah ada di muka bumi. Di malam hari yang penuh bintang, dari atas bukit akan terdengar suara suling dari Dewa cinta dan alunan musik merdu dari Harpa Dewi Cinta. Lembah di bawah bukit juga merupakan lembah terindah di antara lembah-lembah yang ada di muka bumi. Penduduk di lembah saling menjaga lingkungan tempat mereka tinggal. Mereka bahagia tinggal di dekat Bukit Cinta karena mereka percaya barang siapa yang tinggal di dekat dengan Dewa atau Dewi, seumur hidup akan di berkati dan tidak pernah kekurangan.
Buktinya, mereka punya tanah pertanian yang subur, tidak pernah mengalami kemarau panjang atau musim hujan yang berkepanjangan. Penduduk yang menikah semua di karuniai anak yang lucu dan sehat. Orang-orang berusia lanjut juga kuat untuk bekerja hingga akhir hayatnya. Tidak ada yang meninggal karena sakit parah atau penyakit menular. Karena penduduk hidup berkecukupan dan bahagia, jarang sekali ada kriminalitas yang terjadi di lingkungan mereka.
Setiap minggu ada sekelompok tabib dan asistennya pergi ke bukit untuk mencari tanaman obat selalu hendak sekalian mencari tempat tinggal Dewa dan Dewi cinta. Bertahun-tahun lamanya mereka mencari, tapi tetap tidak pernah menemukannya. Satu-satunya orang yang memberikan kesaksian tentang adanya Dewi adalah seorang tabib Xu yang paling terkenal di lembah tersebut.
Suatu hari, tabib Xu terpencar dari kelompoknya, tersesat hingga di tiga hari dan hampir mati karena kehabisan air minum. Tabib Xu duduk di bawah salah satu pohon yang rindang sambil mendengar nadi di tangannya sendiri. Dia mendiagnosis dirinya sendiri mengalami dehidrasi akut dan hidupnya tidak akan lama lagi. Tabib Xu berdoa semoga saat dia meninggal nanti, ada seseorang yang menemukan jasad nya dan mengambil keranjangnya yang berisi daun-daun langka untuk mengobati pasien batuk berdahak. Selesai berdoa, Tabib Xu merasakan kehadiran seseorang yang menghalangi matanya dari cahaya matahari yang terik di siang hari itu. Tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa itu karena sudah terlalu lemah untuk membuka mata dengan lebar. Lalu tiba-tiba dia merasakan ada aliran air yang rasanya sangat manis dan punya wangi yang spesial mengalir masuk kedalam mulutnya kemudian kerongkongannya lalu memenuhi perutnya. Tabib Xu merasa aliran energi kembali memenuhi sel-sel dan saraf-sarafnya. Tabib Xu menyentuh nadi tangannya lagi, detak jantung yang berirama dan kuat, aliran darah di urat juga lancar. Tabib Xu mencoba membuka matanya untuk melihat siapakah yang menolongnya, tapi begitu matanya di buka, sinar matahari sudah tidak terhalang lagi dan langsung menyilaukan matanya. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Hanya ada hamparan padang rumput yang indah dan segerombol domba dengan gembalanya, bukan lagi tempat dia tersesat tadi. Tabib Xu sudah berada di lembah. Sebagai gantinya, dia menemukan sebuah tusuk konde perak yang sangat indah dan berkilau dengan hiasan bunga Peony terletak di atas pangkuannya. Tabib Xu percaya tusuk konde yang indah ini adalah milik Dewi Cinta. Dia juga percaya Dewi cinta lah yang menyelamatkan hidupnya.
Tabib Xu kemudian menceritakan kisahnya dan menunjukkan bukti tusuk konde tersebut kepada penduduk. Akhirnya kabar pun beredar ke seluruh penduduk di lembah. Mereka semua percaya dan setiap dua minggu sekali mereka akan memberikan persembahan bunga, buah dan kue-kue di bawah pohon tempat tabib Xu membuka matanya. Di ranting-ranting pohon tersebut juga akhirnya banyak terikat tali merah yang berisikan permohonan dan doa.
Lalu, siapakah Dewa dan Dewi Cinta yang dipercaya penduduk di lembah ?
Dewa Cinta yang gagah, berwibawa dan mempunyai wujud yang tampan bernama Lu Feng. Lu Feng adalah keturunan dari Dewa Phoenix dan Dewi Angin. Lu Feng mendalami seni peperangan dan pernah mengikuti beberapa pertempuran sebelum bertemu dengan Dewi Cinta.
Dewi Cinta bernama Fei Yi. Fei Yi adalah keturunan dari Dewa Air dan Peri bunga. Fei Yi di karuniai kekuatan sihir untuk pengobatan, kesuburan, dan asmara. Tugas mereka adalah tinggal di Dunia Fana bersama manusia dan mensejahterahkan penduduk lembah. Karena penduduk di lembah adalah orang-orang yang reinkarnasi dengan kehidupan lampau dari orang yang baik dan sering berdana. Dewa Langit memutuskan orang-orang kehidupan lampau yang memiliki kebaikan yang tinggi akan di lahirkan kembali di lembah ini dan di jaga oleh Lu Feng dan Fei yi.
Lu Feng dan Fei Yi adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, mereka tidak keberatan mau tinggal di mana, asal tetap bersama dan tidak terpisahkan. Mereka bahagia bisa membantu orang dan membantu orang-orang menemukan pasangan mereka dan mengkaruniai keturunan yang sehat. Sebagai ganti, Lu Feng dan Fei Yi selamanya tidak akan mempunyai keturunan karena mereka mengemban tugas menyangkut kesejahteraan dan keturunan penduduk lembah.
Lu Feng dan Fei Yi tinggal di sebuah puri yang sederhana dan tidak terlalu besar tapi punya halaman yang besar dan luar biasa indah. Fei Yi selalu punya akal untuk membuat halaman mereka menjadi sangat enak di pandang. Dia membuat kolam menyerupai sungai kecil dengan jembatan di atasnya. Di sisi sepanjang kolam di tanami bunga poeni warna warni kesukaannya. Di sisi kanan kolam ada pohon sakura yang mekar sepanjang tahun. Dia juga menanam sebuah pohon kesemek di bawah tempat duduk batu di depan puri. Di situlah mereka sering duduk saling berbalas puisi cinta sambil menikmati bulan dan bintang pada malam hari.
"Sejuta kali matahari terbit dan tenggelam, kita selalu melihat bersama. Sejuta kali sudah kita nikmati bulan dan bintang bersama, kamu masih saja menawan bagiku." Lu Feng menatap Fei Yi dengan penuh cinta di taman mereka.
"Sejuta kali cangkir kita terisi, kita selalu tak lupa untuk bersulang. Sejuta kali aku tertawa akan candaanmu, kamu tetap gagah bagiku." Balas Fei Yi sambil mengisi cangkir keramik dengan teh dari teko lalu di berikan kepada Lu Feng.
"Kamu cantik sekali malam ini." Ucap Lu Feng.
"Aku juga sudah mendengarnya sejuta kali." Fei Yi tertawa kecil
"Aku akan mengatakannya sejuta kali lagi."
"Sebegitu cantiknya kah aku?" tanya Fei Yi sambil mengelus jari Lu Feng yang sedang memegang cangkir.
"Mata besarmu yang selalu berkilau, bibir merah mu seperti warna bunga peoni yang mekar sempurna. Kulit mu yang putih dan bersih, rambut mu yang hitam dan sehalus sutra. Bagaimana aku bisa bosan mengatakannya jika setiap hari aku melihat diri mu."
Fei Yi tersenyum, memamerkan deretan gigi putihnya dan lesung pipit di pipinya yang menambah kecantikannya.
"Kalau aku bagaimana? Apakah aku tampan bagimu?" tanya Lu Feng
"Tentu saja. Kamu adalah pria paling sempurna bagi aku. Di Dunia langit dan di dunia fana, tidak ada yang bisa menandingi ketampanan mu dan kegagahanmu."
Lu Feng bahagia mendengar sanjungan dari Dewi yang di cintainya. Lu Feng berdiri di hadapan Fei Yi dan menggengam tangannya.
"Mau kemana?" tanya Fei Yi
"Terbang."
Lu Feng dan Fei Yi terbang dan menari-nari di bawah cahaya bulan dan bintang. Sungguh indah pemandangan di atas. Sayang sekali penduduk di bawah lembah tidak ada satu orang pun yang bisa melihatnya karena sihir penutup membuat tempat tinggal Lu feng dan Fei Yi dan sekitarnya sejauh dua ratus meter tidak akan terlihat. Itulah alasan mengapa tidak ada orang yang bisa menemukan tempat tinggal mereka. Padahal selama ini Lu Feng dan Fei yi selalu berbaur di pasar bersama penduduk. Tentu saja dengan wujud manusia biasa dan pakaian yang tidak mencolok.
Keesokan harinya, Fei Yi turun ke lembah dan berbaur di pasar yang menjual ikan. Seorang Ibu yang menggendong bayi berusia delapan bulan di punggungnya dan harus mengangkat keranjang besar berisi ikan untuk di jualn. Fei Yi membantu Ibu tersebut mengangkatnya.
"Terima kasih Nona. Mau beli ikan?" Tanya Ibu itu penuh harap.
"Iya. Mau seekor yang ukuran sedang saja." Fei Yi menyerahkan keranjang tangannya beserta beberapa uang perak. "Dimana suami Ibu? Biasanya dia yang jualan."
"Ah. Dia pergi melaut. Pamannya yang biasanya melaut hari ini harus pergi merawat Ibu nya yang sakit. Jadi sementara suami saya yang pergi biar setiap hari ada ikan yang bisa di jual." Jelas Ibu itu bersemangat walaupun Fei Yi bisa melihat peluh telah membanjiri keningnya.
"Ibu yang sakit tinggal dimana? Apakah sakitnya parah?" Tanya Fei Yi
"Tidak jauh dari sini, masuk dari hutan sebelah timur dan rumahnya ada di sebelah kanan hutan bambu. Aku tidak tahu dia sakit apa. Sepertinya tidak begitu parah." Ibu tersebut menunjuk ke arah yang di maksud lalu menyerahkan keranjang tangan berisi ikan kepada Fei Yi.
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Fei Yi langsung berangkat ke hutan di sebelah timur dan mencari hutan bambu. Tidak susah mencarinya karena ada jalan setapak di sepanjang hutan sampai di hutan bambu. Di sebelah kanan ada sebuah rumah yang jerami di atapnya hampir botak dan tiang penyangganya tampaknya sudah tidak kokoh karena di makan rayap. Fei Yi mengibas tangannya, melakukan sedikit sihir pada rumah tersebut. Sekejap, jerami di atap terisi kembali, tiang-tiang yang hampir patah dan di makan rayap kini sudah tampak baru dan kokoh lagi.
Fei Yi memutar tubuhnya dan melakukan sihir penghilang diri. Dia masuk ke dalam rumah dan seorang pria berkumis dan jenggot sedang memeras kain yang berserat kasar kemudian di letakkan di dahi seorang wanita tua yang tampak lemah dan nafasnya yang sudah tidak teratur.
"Anda tidak boleh menolongnya." Ucap sebuah suara gaib yang hanya bisa di dengar oleh Fei Yi.
"Siapa?" Tanya Fei Yi kaget.
"Saya, Dewi." Seorang Dewa berjenggot hitam panjang dan alis mata yang panjang dengan pakaian jirah hitam memberi hormat pada Fei Yi.
"Ah, Dewa Penjemput Arwah rupanya." Fei Yi kembali memberi salam.
"Nenek ini sejak kehilangan suaminya menjadi sakit-sakitan. Namanya sudah tertulis di buku saya dan sejam lagi akan saya jemput arwahnya. Saya menunggu di sini karena saya tahu mungkin saja Anda akan datang kesini menolongnya."
"Oh, baiklah. Kalau begitu saya tinggal." Fei Yi membungkuk sedikit dan hendak pamit.
"Tadi perjalanan kemari, ada seorang Ibu muda akan segera melahirkan di tengah-tengah hutan bambu. Mungkin sebaiknya Anda segera kesana."
"Oh baiklah. Terima kasih sudah memberitahu. Saya pamit dulu yah." Fei Yi melakukan teleportasi dan sampai di tengah hutan bambu. Seorang wanita hamil sedang memanggul keranjang berisi potongan bambu. Di sebelah tangannya memegang curut untuk memotong bambu dan sebelahnya lagi memegang tongkat dari ranting untuk membantunya berjalan.
Fei Yi bisa melihat Janin di perutnya sudah mendorong-dorong jalan keluar dan akan segera lahir. Fei Yi membiarkan dirinya terlihat dan memapah wanita itu untuk duduk.
"Kakak, apakah perut kakak sakit? Saya melihat kakak sedang hamil besar dan tampaknya akan segera melahirkan."
"Iya, dek. Perut saya dari pagi terasa sakit. Berputar-putar seperti sedang mengalami diare." Ngaku wanita tersebut yang kini sudah duduk bersandar di pohon bambu yang tumbuh berkelompok.
"Kakak akan segera melahirkan. Kalau tidak keberatan, biar saya yang membantu kakak melahirkan di sini." Pintanya
"Benarkah? Baiklah. Kurasa saya tidak kuat untuk naik. Rumah saya ada di atas gunung ini. Tidak jauh, tapi saya tidak sanggup lagi." Wanita ini kini tampak ngos-ngosan. Keringat sudah membasahi kening dan bajunya.
Fei Yi mengelus perut wanita tersebut sambil melakukan sedikit sihir agar bayi tersebut keluar sendiri berbalut air ketuban. Wanita tersebut berbaring sambil meringis pasrah pada nasib dia dan bayinya kepada Fei Yi. Beberapa menit kemudian, seorang bayi laki-laki yang gemuk lahir dan masih berbalut air ketuban. Fei Yi membungkus bayi tersebut dengan kain bersih dan di serahkan pada wanita yang saat ini sedang tersenyum bahagia.
"Selamat yah, Bayi Anda tampan sekali. Dia pasti akan tumbuh menjadi pemuda yang cerdas. Sampai di rumah nanti, pelan-pelan lah menyobek air ketuban tersebut lalu di mandikan."
Fei Yi memapah Wanita tersebut dan berjalan ke atas gunung menuju rumahnya. Tentu saja Fei Yi juga melakukan sihir agar perjalanan menuju sampai ke rumahnya menjadi lebih cepat sampai. Wanita tersebut di sambut gembira oleh Ibu dan Ayah mertuanya. Wanita tersebut hendak berterima kasih pada Fei Yi, tapi Fei Yi sudah tidak menampakkan dirinya lagi.
Cuaca sangat cerah di siang hari ini. Langit berwarna biru muda, angin bertiup lembut membuat daun-daun di pohon tempat Fei Yi duduk menyulam menari-nari dengan gemulai. Suasana di padang menjadi begitu menyenangkan mendengar suara nyanyian Fei Yi yang merdu. Konon, nyanyian seorang Dewi bisa terdengar sampai berpuluh-puluh kilometer jauhnya dalam suasana hening. Tentu saja orang-orang di pasar yang hiruk pikuk tidak dapat mendengarnya. Orang tua yang berbaring sakit terhibur mendengar suara nyanyiannya, hewan-hewan di hutan berhenti sejenak, burung-burung yang sedang terbang turun dan beristirahat di pohon tempat Fei Yi duduk. Kelinci-kelinci keluar dari liangnya menghampiri dan mengendus-ngendus selendang Fei Yi. Anak-anak kelinci tanpa merasa takut meloncat ke pangkuan Fei Yi dan mengendus tangan Fei Yi yang sedang menyulam bunga Peony berwarna kuning emas.
Suara seekor kerbau yang melenguh kesakitan terdengar menghampiri di balik pohon. Kerbau yang bertubuh kekar itu tadinya sedang beristirahat di sisi padang sehabis melakukan pekerjaannya di sawah. Dia mencari rumput yang hijau dan memakannya, tanpa sadar sudah masuk ke dalam hutan dan kakinya terjepit oleh jebakan besi. Kerbau tersebut menyeret kakinya dengan susah payah mengikuti suara nyanyian Fei Yi untuk meminta pertolongan.
Fei Yi terkejut mendengar lenguhan yang menderita itu dan berbalik. Kelinci-kelinci dan burung kabur seketika.
"Yah ampun Tuan Kerbau. Kaki mu terluka parah. Kamu pasti kesakitan sekali." Fei Yi menyentuh kakinya yang berlumuran darah dan masih terjepit jebakan besi bergigi tajam. "Aku akan menolong mu."
Fei Yi membuat jebakan besi tersebut terbelah dua menggunakan sihirnya. Seketika kerbau tersebut roboh dan mengayun-ayunkan kepalanya seperti hendak berterima kasih pada Fei Yi. Fei Yi mengelus kepalanya dengan lembut, kemudian memeriksa kakinya dengan hati-hati.
"Kaki kamu patah, Tuan Kerbau. Tapi tenang saja, aku akan merawat mu, dalam beberapa hari saja kamu akan sudah bisa berlari lagi."
Fei Yi melihat ke sekeliling dan menemukan seekor kelinci jantan sedang mengintip dari liangnya.
"Ayah kelinci, maukah kamu mengambilkan sepotong ranting untukku?" Ucap Fei Yi
Ayah kelinci mengerti apa yang dikatakan Fei Yi dah menurutinya. Setelah keluar dari liangnya, Ayah kelinci berbulu abu-abu meloncat-loncat menggigit sepotong ranting kemudian memberikan kepada Fei Yi. Seekor anak kelinci mengikuti Ayahnya juga ikut-ikutan menggigit ranting yang lebih kecil dan memberikannya kepada Fei Yi.
"Terima kasih Ayah Kelinci dan kamu juga si imut." Fei Yi mengelus kepala dua kelinci tersebut yang lalu duduk diam di sisi Fei Yi melihatnya bekerja merawat Tuan Kerbau yang tampak pasrah.
Fei Yi menarik dua helai rumput dan mengubahnya menjadi dua buah kain yang lebar dan panjang. Pertama-tama, Fei Yi membersihkan kaki Tuan Kerbau dengan air yang keluar dari jari telunjuknya. Tuan Kerbau melenguh kesakitan. Fei Yi mengelus punggungnya lembut.
"Tuan Kerbau tidurlah sebentar. Setelah bangun, kakimu tidak sakit lagi." Tuan Kerbau mulai ngantuk dan tertidur.
Fei Yi mengeluarkan botol keramik kecil berisi bubuk putih dan menuangkannya ke atas luka Tuan Kerbau, lalu menggunakan ranting untuk menyangga sisi kiri kanan kaki dan membungkusnya dengan kain lebar kemudian di ikat kuat-kuat.
"Dengan begini, selesai. Kita biarkan Tuan Kerbau tidur sebentar yah. Dia pasti kelelahan setelah berjalan jauh sambil kesakitan." Kata Fei Yi pada dua kelinci yang masih menungguinya.
Kedua kelinci itu mendadak pergi dan sembunyi di liangnya.
"Maaf, apa yang terjadi dengan kerbau saya?" Suara seorang laki-laki menghampiri dengan setengah berlari.
Fei Yi berbalik dan melihat seorang laki-laki dengan pakaian lusuh dan keringat yang membasahi keningnya.
"Ini kerbau milik kamu?" Tanya Fei Yi curiga "Bagaimana kamu bisa yakin ini adalah kerbau milik mu."
"Lihatlah tali yang melingkar di lehernya. Aku menggantung sebuah ukiran aksara Meng di sana. Itu adalah nama saya." Ucapnya yakin sambil mengelus punggung Tuan Kerbau dengan tatapan khawatir.
Ternyata yang di ucapkan laki-laki itu benar. Fei Yi menemukan sebuah ukiran yang indah di tali yang tergantung di leher Tuan Kerbau. Kemudian dia juga yakin setelah melihat raut wajah khawatir dan mata yang berkaca-kaca melihat nasib Tuan Kerbau yang tidak bergerak.
"Tidak usah khawatir, kakinya terluka terkena jebakan besi dan kini sedang tertidur karena kelelahan. Sejam lagi dia akan bangun dan kakinya tidak akan terlalu sakit lagi."
"Maaf kelancangan saya, Nona. Dan terima kasih karena telah menolong kerbau saya. Saya pasti akan membalas budi Nona." Ucap laki-laki tersebut sopan
"Tidak apa-apa. Saya senang membantu. Lagi pula tadi Ayah dan anak kelinci juga ikut membantu." Fei Yi mengedipkan mata pada Ayah kelinci yang masih mengintip penasaran dari liangnya. Lelaki itu juga turut melihat ke arah liang.
"Nona bisa berbicara dengan hewan?" Laki-laki itu kini takjub melihat wanita cantik di depannya. Bukan hanya cantik, tapi juga anggun, suaranya merdu, dan tercium wangi bunga yang memabukkan di tambah kemampuan berbicara dengan hewan.
"Bisa." Ngaku Fei Yi sambil tertawa.
"Luar biasa sekali. Baru kali ini saya bertemu dengan gadis yang begitu menakjubkan. Perkenalkan, nama saya Meng Hao. Saya dari keluarga petani yang tinggal di lembah sebelah utara. Saya adalah satu-satunya anak laki-laki yang mengurus tujuh petak sawah di keluarga saya. Saya punya tiga adik perempuan yang masih kecil. Ayah dan Ibu saya juga masih sangat sehat." Lelaki yang bernama Meng Hao memperkenalkan diri dengan mantap
"Oh.. Ya.. Kamu adalah anak yang berbakti. Bisa saya lihat dari mata kamu."
"Apakah Nona juga seorang peramal?"
"Tentu bukan. Saya hanya menebaknya." Fei Yi hampir membocorkan sihirnya yang bisa melihat sifat seseorang dari matanya.
Sore hari tiba dengan cepat. Tuan kerbau sudah bangun dari tidurnya dan sedang memakan rumput yang di bawakan Menghao dari hutan, selagi Tuan Kerbau masih tidur. Luka di kakinya sudah tidak begitu menyiksa lagi walau masih pincang. Menghao senang melihat Tuan kerbau sudah bangun dan lahap memakan rumput-rumput yang di bawakannya. Fei Yi juga sedari tadi duduk di dekat Tuan Kerbau sambil menyelesaikan sulamannya di temani sekelompok anak-anak kelinci yang bermain di dekatnya.
"Sulaman Nona indah sekali. Nona sangat berbakat." Menghao tiba-tiba muncul dari belakang Fei Yi dan membuatnya tersentak
"Terima kasih pujiannya. Sapu tangan ini untuk ku hadiahkan kepada orang yang penting. Jadi sangat mengerahkan kemampuan saya untuk membuatnya." Jawab Fei Yi. Sapu tangan ini akan di berikan kepada Ratu di Kerajaan Langit sebagai hadiah ulang tahun yang akan di adakan tidak lama lagi.
"Sungguh beruntung sekali orang yang menerima sapu tangan ini. Aku menjadi rendah hati."
"Kenapa Anda menjadi rendah hati?" Tanya Fei Yi bingung
"Karena aku juga punya sesuatu untuk Nona sebagai tanda terima kasih telah menolong kerbau saya." Malu-malu Menghao menyerahkan sebuah pahatan kayu berbentuk sisir kepada Fei yi.
"Ini untuk saya?" Fei Yi tercengang. Sebelumnya belum pernah ada manusia yang memberikan hadiah untuknya.
"Semoga Nona tidak keberatan untuk menerimanya."
Fei Yi menerimanya dengan suka cita. Senang sekali rasanya. "Ini sisir yang sangat berarti buat ku."
Jika di bandingkan sisir-sisir Fei Yi yang berkilau, dilapisi emas, sisir kayu buatan Meng Hao kalah jauh. Tapi di hati Fei Yi, ini merupakan hadiah satu-satunya yang pernah di berikan manusia padanya. Dia sangat senang dan sangat menghargainya.
"Terima kasih sudah menerimanya." Ucap Meng Hao juga tidak kalah senangnya melihat ekspresi Fei Yi tulus.
Hari semakin petang, Meng Hao hendak mengantar Fei Yi pulang ke rumahnya. Tentu saja Fei Yi menolak dan berjalan memasuki hutan sampai memastikan sudah hilang dari pandangan Meng Hao lalu terbang menuju bukit.
Sepanjang jalan pulang ke rumah bersama Tuan Kerbau, Meng Hao terus menerus memikirkan Fei Yi. Kecantikan seorang Dewi memang susah di lupakan oleh manusia biasa. Meng Hao telah jatuh cinta pada Fei Yi dan dia menyadarinya. Meng Hao bahkan memikirkan untuk mencari Fei Yi dan akan menyatakan perasaan padanya.
Malam itu di bukit cinta, Lu Feng baru saja kembali minum-minum bersama Dewa Bumi di bukit yang lumayan jauh dari sana. Lu Feng mendapati Fei Yi sedang duduk termenung memandangi taman bunga crysan di pekarangan rumah. Fei Yi bahkan tidak menyadari kehadiran Lu feng yang sudah berdiri di belakangnya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan ?" Lu Feng Memeluk Fei Yi dari belakang. Sontak Fei Yi langsung kaget dan tersadar dari lamunannya.
"Kamu sudah pulang ?" Tanya Fei Yi canggung.
"Jarang-jarang kamu melamun sampai gak sadar kehadiran ku. Ada masalah di lembah?" Lu Feng menatap lekat-lekat wajah Fei Yi sambil menebak apa yang telah di alaminya hari ini.
"Tidak ada. Tidak ada kejadian spesial yang terjadi di lembah. Semua normal." Fei Yi menjawab dengan gugup.
"Jadi apa yang membuat wajah dewi cantik ku tampak berkerut?" Lu Feng menempel bibirnya ke dahi Fei Yi.
"Tidak ada." Dusta Fei Yi "Jadi apa yang kamu rapatkan dengan Dewa Bumi?" Fei Yi membalikkan topik.
"Dewa bumi meminta kita kembali ke langit beberapa hari sebelum penjamuan buah persik di laksanakan." Ucap Meng Hao.
"Kenapa begitu? Bukankah kamu masih ada tugas yang harus kamu selesaikan di lembah?" Fei Yi sedikit resah karena waktu kembali ke langit menjadi semakin dekat.
"Masalah di lembah akan aku selesaikan besok. Aku akan memastikan peternakan tidak terkena penyakit menular sebelum kita ke langit."
"Apa yang mengharuskan kita ke langit lebih cepat? tanya Fei Yi
"Dewi bintang telah mendapatkan sebuah peramalan tentang bukit dan lembah kita kepada Dewa Bumi. Dewa Bumi ingin memastikan dan mengajak kita berangkat bersama menemui Dewi Bintang tentang ramalan ini."
"Ramalam seperti apa? Apa hal yang buruk akan menimpa lembah dan bukit ini?" Fei Yi semakin gelisah.
"Entahlah. Sepertinya memang hal yang buruk akan terjadi. Bukan sekedar penyakit menular tapi tentang keseluruhan dari lembah sampai ke bukit tempat kita tinggal saat ini."
Ramalan seorang Dewi Bintang tidak pernah sekalipun meleset. Yang Fei Yi pikirkan adalah bagaimana nasib Meng Hao jika benar terjadi sesuatu pada lembah. Fei Yi bertekad, besok dia akan ke sawah tempat Meng Hao bekerja dan memperingati dia agar pergi dari lembah ini. Fei Yi belum menyadari kalau sedari tadi dia juga memikirkan Meng Hao. Sesekali Fei Yi mengeluarkan sisir kayu hasil pahatan Meng Hao sambil memikirkan wajah laki-laki itu serius saat membuat sisir ini. Memikirkan Meng Hao pasti akan kesulitan membajak sawahnya karena Tuan Kerbau saat ini tidak bisa membantunya. Fei Yi juga memikirkan apakah Meng Hao sudah makan malam bersama keluarganya ? Apa yang biasanya di makan oleh mereka ? Apakah Meng Hao tidak kecapean setelah lelah bekerja di sawah tapi harus memahat sisir kemudian membawa Tuan Kerbau pulang. Bagaimana kalau besok ternyata Meng Hao tidak bisa bekerja karena hari ini sudah kelelahan ? Fei Yi belum menyadari kalau ada percikan api asmara terhadap Meng Hao telah muncul di hatinya.
Fei Yi hampir tidak bisa tidur semalaman dan fajar menyongsong terasa lebih cepat dari biasanya. Pagi-Pagi Lu Feng sudah turun ke lembah untuk mengatasi hewan-hewan ternak yang terancam terkena penyakit menular. Fei Yi turun ke persawahan membawa sekeranjang buah-buahan untuk di berikan kepada Meng Hao. Dari telinga magis Fei Yi, di kejauhan terdengar suara nyanyian merdu yang berasal dari suara laki-laki di tengah sawah. Syair dan lagu yang disenandungkan sama dengan yang disenandungkan Fei Yi kemarin. Fei Yi langsung tahu kalau pemilik suara itu adalah Meng Hao. Fei Yi mempercepat langkahnya menghampiri pinggiran sawah tempat Meng Hao sedang menanam padi.
"Meng Hao!!" Seru Fei Yi dari kejauhan sambil melambai-lambai tangannya senang. Kain sutranya melambai, ikut mencari perhatian.
Orang yang di panggil menoleh, tersentak dan membalas lambaiannya. Meng Hao tampak panik, antara hendak melanjutkan pekerjaannya atau menghampiri Fei Yi yang lumayan jauh darinya. Karena Meng Hao sedang berada di tengah-tengah sawah.
"Lanjutkan saja kerjamu! Aku akan menunggumu di dangau sebelah sana!" Suara seruan Fei Yi mulus terdengar oleh Meng Hao. Kalau orang biasa, walau sudah berteriak pasti tetap akan sulit terdengar.
Meng Hao menyelesaikan pekerjaannya secepat kilat dengan semangat dan senang sampai-sampai tidak peduli lagi oleh keringat yang sudah mengucur deras. Tengah hari tiba, matahari sudah tepat berada di atas langit. Saatnya makan siang, Meng Hao mencuci dirinya di telaga terdekat lalu pergi mencari Fei Yi di tempat janjian mereka.
"Maaf, sudah membuatmu menunggu lama. Kamu pasti bosan sendirian di sini." Meng Hao tersenyum seri. Fei Yi menengadah melihat Meng Hao yang sudah berdiri di depannya lalu naik ke dalam dangau.
"Sama sekali tidak bosan. Aku sedang mengobrol dengan burung-burung yang bersarang di dekat sini. Mereka sedang menanti padi kamu panen untuk berkembang biak." Fei Yi baru saja selesai menyuruh burung-burung tersebut untuk tidak memakan padi yang di tanam Meng Hao jika sudah hampir panen. Burung-burung tersebut protes karena padi yang di tanam Meng Hao adalah yang paling enak. Fei Yi melakukan negosiasi kepada pasangan burung jika mereka tidak memakan padi Meng Hao, mereka di beri ijin untuk berkembang biak di pekarangan tempat tinggal Fei Yi. Dia juga berjanji akan memberi makan mereka setiap hari. Akhirnya negosiasi selesai tepat di saat Meng Hao tiba.
"Kalau begitu beri tahu burung-burung tersebut, mereka boleh tinggal di pohon sakura depan rumah ku. Aku akan membuat rumah di pohon tersebut dan memberi makan anak-anaknya setiap hari." Meng Hao menanggapi perkataan Fei Yi yang di anggapnya lelucon.
"Aku sudah duluan meminta mereka untuk tinggal di pekaranganku dan aku akan memberi makan mereka setiap hari." Ucap Fei Yi sedikit takjub, tidak menyangka dia dan Meng Hao punya ide yang sama.
"Baiklah kalau begitu, biarlah burung-burung tersebut menemanimu sebagai pengganti aku. Kuharap mereka bisa mengantarkan surat-suratku kepadamu juga." Nada bicara Meng Hao kali ini jauh dari sebuah lelucon.
"Surat tentang apa?" Fei Yi penasaran. Dia belum sadar kalau pipinya memerah dan jantungnya berdegup kencang.
"Aku ingin membuat syair tentang kerinduan, kecantikan dan percintaan untukmu." Ucap Meng Hao sambil menatap lekat mata Fei Yi yang sudah tampak sedikit salah tingkah.
"Sungguh?" Ucap Fei Yi.
"Sebenarnya aku jatuh cinta padamu sejak pertama bertemu. Aku jatuh pada kecantikanmu, suaramu, kebaikanmu. Aku penasaran terhadap segala hal tentang dirimu." Meng Hao menyatakan cinta dengan jantan.
Fei Yi masih tidak percaya terhadap apa yang baru saja dia dengar. Seorang manusia menyatakan cinta padanya. Padahal setiap hari dia menerima cinta dari Lu Feng, tapi mengapa saat ini dia merasa haus pada cinta dari Meng Hao. Dia bahagia, terharu dan bersemangat.
Alam di sekitar juga turut merasakan perasaan Fei Yi. Padi yang barusan di tanam Lu Feng mendadak tinggi dan menguning. Anak-anak di pinggir sawah yang sedang bermain-main mengelilingi pohon bersorak riang karena buah alpukat yang ada di pohon mendadak berbuah, matang dan jatuh.
"Maaf aku telah membuat mu bingung. Kamu tidak perlu langsung menjawabku." Meng Hao panik dan mengusap telinganya yang tidak gatal melihat Fei Yi terdiam dan memandangnya lekat. Jantung Meng Hao berdegup teramat sangat kencang, tidak tahan dengan tatapan Fei Yi yang semakin membuatnya hampir hilang kontrol. Kalau bisa, detik itu juga dia ingin memeluk gadis itu.
"Maaf, aku hanya terkejut. Baru kali ini ada manusia yang menyatakan cinta padaku." Fei Yi menenangkan dirinya karena dia bisa merasakan alam di sekitarnya telah berubah gara-gara suasana hatinya.
"Benarkah? Aku hampir tidak percaya. Gadis yang begitu mempesona seperti kamu pasti banyak pria tampan dan mapan di lembah yang datang melamar." Meng Hao memperbaiki duduknya, menyilakan kaki di depan Fei Yi.
"Tidak ada satupun pria di lembah yang bisa mempersuntingku." Ucap Fei Yi.
"Termasuk aku?" Tanya Meng Hao berusaha menyembunyikan wajah frustasinya.
"Iya. Termasuk kamu." Hati Fei Yi mendadak sakit setelah mengucapkan kenyataan ini. Dewi dan manusia tidak akan pernah bisa bersatu. Dewi bahkan tidak bisa memilih jodohnya sendiri. Semuanya sudah di atur Dewa jodoh atas persetujuan Kaisar Langit. Termasuk Fei Yi dan Lu Feng yang sudah di jodohkan dan ditugaskan menjaga seluruh lembah dan bukit.
Awan hitam bergulung-gulung, hujan turun serintik demi serintik kemudian turun dengan sederas-derasnya.
Dangau yang mereka duduki lumayan kokoh dan terlindung. Meng Hao dan Fei Yi duduk memandangi hujan yang membasahi sawah.
Perasaan Fei Yi sedikit tidak enak karena hujan yang turun secara mendadak ini. Hujan ini bukan karena Fei Yi. Tapi dia teringat ramalan yang di bilang Dewi Bintang tentang bencana di lembah dan bukit.
"Meng Hao, adakah kemungkinan kamu membawa keluargamu untuk pindah dari lembah?"
"Maksudmu?" Meng Hao menebak-nebak maksud dari ucapan Fei Yi.
"Apakah kamu bisa membawa keluargamu pergi dari lembah?" Ucap Fei Yi lagi. Dia tidak berani menjelaskan padanya kalau akan ada bencana di lembah. Karena merupakan rahasia langit yang tidak boleh di bocorkan kepada manusia.
"Tidak mungkin. Orang tuaku pasti tidak mau. Begitu juga dengan aku." Suara Meng Hao terdengar berat dan serius "Kecuali kamu mengatakan alasannya."
"Aku tidak bisa mengatakannya." Fei Yi mengeluh.dalam penyesalan.
"Kalau aku pindah, maukah kamu ikut denganku?" Tanya Meng Hao menatap lekat bola mata Fei Yi sambil menebak arti pandangan mata yang tampak frustasi itu.
"Aku tidak tahu." Fei Yi ragu. Ingin sekali mengatakan dia bisa ikut Meng Hao kemanapun dia pergi.
FEI YI !! LIMA ORANG ANAK SEDANG TERSERET SUNGAI DI TENGAH HUJAN !! KITA HARUS MENEMUKAN MEREKA SECEPATNYA !!
Fei Yi menerima pesan batin dari Meng Hao. Fei Yi langsung terperanjat bangkit dan hendak lari ke tengah hujan, tapi Meng Hao dengan cepat menariknya.
"Aku tidak bisa melupakan matamu ketika sedang menatapku. Aku tahu kamu juga suka padaku. Aku akan menunggu sampai kamu siap, tapi tolong jangan mengusirku atau jauh dariku." Meng Hao tampak panik menahan Fei Yi yang tiba-tiba saja mau pergi di tengah hujan lebat. Rambut, wajah dan seluruh tubuhnya basah oleh hujan, membuat Fei Yi semakin terpuruk.
"Aku janji ini bukan pertemuan terakhir kita. Tapi aku ada keperluan mendesak saat ini. Maafkan aku, ada hal yang tidak bisa kuabaikan." Fei Yi melepaskan tangannya dari gengaman Meng Hao dan berlari lima langkah kemudian menghilang dari pandangan Meng Hao.
Syukurlah kelima anak tersebut belum terseret terlalu jauh karena mereka memeluk balok kayu besar dan mengapung membuat Lu Feng dan Fei Yi lebih cepat menemukan mereka. Hujan belum berhenti saat anak-anak terselamatkan dan pulang ke rumah masing-masing.
"Kondisi sepertinya tidak terlalu baik. Lebih baik kita segera naik ke langit untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi." Ujar Lu Feng serius.
"Baiklah. Kita berangkat setelah hujan berhenti dan memastikan tidak ada orang atau hewan yang terseret lagi." Ucap Fei Yi.
Pergi ke langit sudah tidak terelakkan. Dia juga ingin cepat-cepat memastikan ramalan dewa bintang tentang lembah dan bukit. Siapa tahu ada solusi untuk menangkal dari hal yang tidak diinginkan.
Keesokan paginya, langit kembali cerah, memperlihatkan warna biru jernih tanpa gangguan awan kelabu. Lu Feng dan Fei Yi berangkat ke langit dari bukit tempat tinggal mereka. Tidak lupa membawa sulaman untuk Ratu langit dan sisir kayu dari Meng Hao.
Begitu tiba di langit, pertama sekali mereka harus ke istana untuk memberi salam kepada Raja dan Ratu langit. Saat itu Raja dan Ratu sedang bergembira menyambut pesta buah persik yang akan diadakan beberapa hari lagi, maka Lu Feng memutuskan untuk tidak melaporkan ramalan tersebut pada Raja sebelum dia memastikan sendiri pada Dewi Bintang.
Setelah urusan di istana selesai, mereka kemudian berangkat ke kediaman Dewi Bintang. Kebetulan Dewi Bintang sedang membuka lingkaran tabir surya di halamannya. Dari langit-langit halaman kediaman Dewi Bintang tampak gelap, memunculkan rasi-rasi bintang yang terlihat berantakan. Sementar Dewi Bintang sedang mengamati dan hendak membetulkan rasi bintang menggunakan sihirnya, Lu Feng dan Fei Yi datang menyapa.
"Hai, Lu Feng, Fei Yi. Duduklah sebentar, aku akan bereskan ini dulu sebentar."
Lu Feng dan Fei Yi duduk di kursi batu di dekatnya. Mereka berdua mengamati bagaimana Dewi Bintang memindah-mindahkan bintang ke tempat yang sebagaimana mestinya. Walaupun tidak mengerti tentang rasi bintang, tapi Fei Yi takjub mengamati Dewi Bintang bekerja.
"Biasanya kita hanya menikmati bintang dari halaman. Sebenarnya itu berkat Dewi Bintang." Bisik Lu Feng ketika melihat mata Fei Yi yang berbinar-binar.
"Apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh Dewi Bintang?" Bisik Fei Yi.
"Lihat! Ekor bintang ke dua sedang berada di tempat lain. Dewi Bintang sedang memindahkan bintang ke dua ke tempat kepala bintang.. " Jelas Lu Feng singkat.
"Apa yang akan terjadi kalau tidak di pindahkan?"
"Maka dapat mempengaruhi nasib seseorang yang lahir jika bintang tersebut tidak berada di tempatnya." Ucap Lu Feng. "Selain itu....."
"Selain itu?" tanya Fei Yi. Tidak sabar menunggu jawaban Lu Feng.
Mata Lu Feng berubah nakal "Bisa membuat kita tidak bisa menikmati bintang yang indah lagi sepanjang malam."
Alih-alih merasa malu atau termakan gombal Lu Feng. Fei Yi malah memalingkan wajahnya. Sekilas terlintas wajah Meng Hao di dalam pikirannya.
Apa yang sedang di lakukan Meng Hao? Apakah dia sedang berusaha mencarinya? Apakah dia bekerja dengan baik?
Selagi Fei Yi melamun, Dewi bintang sudah menutup lingkaran tabir suryanya dan seisi taman menjadi terang. Ternyata tamannya sangat indah sekali. Banyak ditanami ratusan jenis tanaman dan bunga-bunga. Beberapa menit kemudian, kelinci-kelinci spirit bermunculan meloncat-loncat hendak menangkap kupu-kupu.
"Nah, jadi tujuan kalian ke sini adalah untuk menanyakan ramalan tentang lembah di bawah bukit cinta, benar?" Dewi Bintang membuka pembicaraan seketika dia duduk.
"Betul. Setelah mendengar dari Dewa Bumi, perasaan ku menjadi tidak enak sampai sekarang." Ujar Lu Feng "Di tambah banjir kemarin yang hampir membuat anak-anak di lembah hampir tenggelam karena terseret arus sungai."
"Jadi banjir kemarin sudah surut? Apakah ada korban jiwa?" tanya Dewi Bintang sambil menyeruput teh yang baru saja di hidangkan pelayannya.
"Tidak ada. Semua manusia dan hewan selamat." Sambung Lu Feng.
"Tapi ramalan yang kulihat, tidak ada manusia maupun hewan yang selamat. Bahkan air menutupi sampai ke Bukit yang kalian tinggali." Cangkir porselen Dewi Bintang mendadak bergetar di atas meja batu. "Lihat lah."
Fei Yi dan Lu Feng bergerak ke depan untuk melihat isi di dalam cangkir yang masih bergetar itu.
Begitu mengerikan, Bukit tenggelam walaupun tidak ada hujan deras dan langit tampak cerah saat itu.
"Tidak ada hujan." Ucap Fei Yi, mulutnya bergetar. Dia terduduk lemas.
"Iya. Bukan disebabkan oleh hujan atau bendungan yang roboh." Dewi bintang menyentuh cangkirnya lalu seketika berhenti bergetar.
"Kalau begitu, apa penyebabnya? Mohon petunjuknya, Dewi." Lu Feng melipat jari kedua tangan di depan dada dengan tegas.
"Tidak ada yang bisa ku katakan selain, hindari area persawahan." Ucap Dewi Bintang menatap mereka berdua bergantian.
"Bagaimana bisa penyebabnya hanya sawah?" Tanya Lu Feng tidak percaya. Ingin meminta petunjuk yang lebih jelas.
Fei Yi tampak pucat. Tubuhnya membeku dan tatapannya kosong.
"Kurasa musibah ini tidak bisa dihindari. Ramalanku tidak pernah meleset." Ucap Dewi Bintang untuk yang terakhir kalinya sebelum mereka meninggalkan tempat kediaman Dewi Bintang.
"Mungkin lebih baik kita tidak usah pulang ke bukit dulu." Usul Lu Feng. Fei Yi tersentak mendengarnya dan hampir menangis.
Fei Yi ingin protes, yang ada di dalam pikirannya semua tentang Meng Hao. Dia tidak tahu apa yang harus diutarakan agar bisa kembali ke bukit. Dia hanya bisa nangis dalam hati.
"Aku akan mengunjungi Dewa Jodoh. Maukah kamu ikut denganku?" Ajak Lu Feng
"Ada perlu apa dengan Dewa Jodoh?" Tanya Fei Yi.
"Hanya berkunjung sambil minum dua gelas." Gelak Lu Feng.
"Aku tidak ikut. Aku ingin pergi ke kebun persik bersama dewi-dewi yang lain."
"Baiklah, pergilah bersenang-senang bersama saudarimu." Lu Feng mengusap kepala Fei Yi sebelum pisah jalan.
Alih-alih ke kebun persik, Fei Yi malah pergi ke gerbang selatan dan masuk ke dalam ruangan penyimpanan benda pusaka. Dia tidak bermaksud membohongi Lu Feng. Dia hanya ingin memastikan kalau Meng Hao baik-baik saja, lalu sebelum pergi ke kebun persik.
Fei Yi pergi ke ruangan tempat Cermin sihir di letakkan dan langsung menggunakan sihirnya pada cermin tersebut. Sekejab saja, cermin tersebut menampilkan lokasi tempat Meng Hao berada. Terlihat laki-laki yang dirindukannya sedang bekerja di sawah bersama kerbau kesayangannya. Sang Kerbau akhirnya sudah bisa kembali bekerja lagi. Luka di kakinya sudah sembuh total. Setidaknya kini Meng Hao ditemani sang kerbau di kala Fei Yi tidak ada.
Fei Yi lega setelah memastikan Meng Hao baik-baik saja, tanpa sadar air matanya menetes. Segala kerinduan dan kepedihan di hati berkumpul di setiap tetes air matanya. Fei Yi menutup cermin dengan berat hati. Rasanya ingin terus menerus mengawasi Meng Hao. Dia takut jika sewaktu-waktu musibah yang diramalkan Dewi Bintang terjadi dan dia harus kehilangan Meng Hao.
Fei Yi sampai di Kebun Persik dan menemukan saudari-saudarinya sedang sibuk menghitung-hitung buah persik yang sudah siap di panen. Seisi kebun dipenuhi suara ketawa dan candaan. Hanya Fei Yi yang wajahnya lesu dan pucat.
"Lama tak berjumpa, kenapa wajahmu seperti ini? Apa yang terjadi padamu?" Tanya Dewi bunga padanya.
"Aku tidak apa-apa. Mungkin hanya lelah." Elak Fei Yi. Dia tidak sanggup bercerita tentang musibah yang mungkin akan terjadi di bukit dan lembah. Terlalu menyakitkan untuk diceritakan.
"Ahhh... Mungkin Fei Yi sedang hamil. Makanya kelelahan dan pucat." Ujar Dewi Buah dan akhirnya menimbulkan gelak tawa dewi-dewi yang ada di sana.
Fei Yi menangis di saat saudari-saudarinya sedang menertawakannya.
"Sudah cukup bercandanya. Lihat Fei Yi menangis." Seru Dewi Kupu-Kupu yang kasihan melihat Fei Yi.
"Kamikan hanya bercanda. Di saat suasana sedang bahagia menyambut pesta buah persik, kami gak mau Fei Yi jadi perusak suasana." Ujar Dewi Buah ketus.
"Maafkan aku. Lebih baik aku pamit duluan. Maaf aku tidak bisa bantu apa-apa." Fei Yi segera beranjak dari sana tapi tangannya ditahan oleh Dewi Kupu-Kupu.
"Tidak apa-apa. Datanglah bersama Dewa Lu Feng saat pesta nanti." Ujar Dewi Kupu-Kupu. Fei Yi hanya mengangguk lalu meninggalkan Kebun Persik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!