Gadis cantik 25 tahun yang duduk di depan cermin yang baru saja selesai memasang cadar yang senada dengan pashmina berwarna biru yang menutup auratnya.
Sorot matanya yang begitu indah sudah menggambarkan kebahagiaan di wajahnya, senyum merekah dengan sedikit gugup.
Krekkkk
Pintu ruangan yang terbuka itu membuat wanita bercadar bernama Aliza itu melihat dari bayangan cermin. Wanita memakai dress lengan panjang di atas mata kaki dengan rambutnya yang dibiarkan di gerai yang sedikit bergelombang tersenyum menghampiri Aliza.
"Kamu cantik sekali," puji wanita itu tampak tulus yang memegang kedua bahu Aliza.
"Terima kasih, Arum," ucapnya.
"Bagaimana perasaan kamu. Hari ini adalah pertemuan kamu dengan calon suami kamu?" tanya Arum.
"Aliza sedikit gugup, takut," jawabnya.
"Kenapa harus takut. Ardito adalah pria baik hati yang akan mempersunting kamu menjadi istrinya. Papa tidak mungkin salah pilih suami," ucap Arum.
"Aliza minta doanya, semoga proses taaruf hari ini di berjalan dengan lancar," ucapnya.
"Amin," sahut Arum tersenyum.
"Ayo, keluarga calon suami kamu sudah menunggu!" ajak Arum.
Aliza menganggukkan kepala, keduanya saling melihat satu sama lain dengan tangan mereka bergenggaman.
"Bismillah!" batin Aliza yang memulai sesuatu dengan meminta restu kepada sang Maha Pencipta.
Seperti apa yang di katakan Arum. Jika wanita yang memakai cadar itu akan dipersunting oleh pria yang sekarang berkunjung ke rumah mereka dengan membawa kedua orang tuanya. Suara langkah kaki terdengar menuruni anak tangga yang membuat 4 orang di ruang tamu itu melihat kearah Aliza dan Arum.
Pria tampan berkulit sawo matang itu tersenyum melihat kedatangan calon istrinya itu.
"Apa dia cantik?" tanya wanita sekitar berusia 50 tahunan yang duduk di sampingnya.
Ardito tampak malu-malu mendengar kalimat itu. Dengan cepat dia mengalihkan pandangan yang takut menjadi zina mata ketika melihat calon istrinya itu yang sekarang sudah berada di ruang tamu.
"Duduklah Aliza," ucap wanita bernama Mayang wanita sekitar 50 tahunan yang duduk di samping pria bernama Lucky
Aliza menganggukkan kepala yang duduk di tengah-tengah kedua orang dewasa tersebut dan Arum juga ikut menyusul duduk.
"Alhmdulillah kita diberi kesehatan untuk pertemuan yang sangat indah ini. Langkah yang sangat baik sehingga kalian bisa sampai ke rumah kamu dan memulai proses ta'aruf antara Aliza dan juga Ardito," sahut Ahmad
"Alhamdulillah," sahut semuanya mengucap syukur.
"Pak Ahmad, kita sudah sepakat untuk menjalani proses ta'aruf dan Alhamdulillah proses yang berjalan dengan lancar yang sudah memasuki tiga bulan. Ini saatnya untuk kita menentukan tanggal pernikahan," sahut Sarah.
"Saya sudah membicarakan semuanya dengan keponakan saya dan untuk tanggal pernikahannya maka kita akan ambil tanggal 17 bulan ini," ucap Ahmad.
"Tinggal 2 Minggu lagi," sahut Arum.
"Insyallah semua prosesnya akan dipercepat," sahut Ahmad.
"Kami setuju dengan tanggal itu," sahut Sarah bersama dengan suaminya yang ternyata tidak ada masalah.
"Alhamdulillah," sahut semuanya yang lagi-lagi mengucapkan rasa syukur.
"Nak, Ardito kamu akan menikah dengan Aliza, kalian sedang melakukan proses taaruf dengan lancar dan untuk menjelang pernikahan kamu memiliki hak untuk melihat wajah Aliza sebelum hari pernikahan kalian dilaksanakan. Bagaimanapun ini adalah salah satu proses taaruf yang sangat wajib. Kamu boleh menolak Aliza atau mendatangkan rencana pernikahan kalian jika kamu tidak menyukai," ucap Ahmad.
Aliza menunduk yang semakin gugup untuk pertama kali wajahnya akan diperlihatkan pada calon suami.
"Saya tidak akan mengikuti proses itu. Dari suara Aliza saja sudah sangat meyakini dia adalah wanita yang sangat cantik sesuai dengan kepribadiannya, jadi saya tidak perlu untuk melihat Aliza," jawab Ardito.
"Pak Luky, kemungkinan saja Ardito ingin melihat wajah istrinya di saat mereka sudah telah menjadi suami istri. Jadi biarkan saja jika itu menjadi keputusannya," sahut Sarah.
"Baiklah, kami hanya menyerahkan semuanya kepada Ardito," sahut Lucky.
"Aliza Kamu sangat beruntung sekali memiliki calon suami seperti Ardito," sahut Arum.
Aliza hanya tersenyum menanggapi kata-kata Arum.
Di dalam rumah yang sedang membicarakan pernikahan dan ternyata rumah mewah itu tampak diawasi dengan mobil hitam yang berada di luar. Terlihat seorang pria yang duduk di kursi belakang dan tampak ada supirnya duduk di kursi pengemudi.
"Jadi Luky dan Daniel akan menjadi besan?" tanya pria dengan ekspresi wajah yang sangat dingin itu.
"Benar tuan Dhafian," sahut pria itu.
"Dasar manusia busuk," Dhafian geleng-geleng kepala yang mendengus kasar.
"Tuan Dhafian sepertinya akan ada janji," ucap pria tersebut dengan matanya yang menuju ke arah pagar rumah itu.
Terlihat Arum yang berdiri di depan pagar dengan mengetik pada ponselnya dan kemudian terlihat saksi berhenti tepat di depannya.
Ting.
Dhafian membuka ponselnya ketika terdengar suara notif pesan.
"Dhafian aku sudah jalan," tulisnya.
"Maaf tuan, menurut saya cara tuan sedikit bertele-tele ketika menggunakan putri dari Lucky. Tuan tidak akan bisa masuk kedalam rumah itu," ucap pria tersebut.
"Benarkah apa yang aku lakukan membuang waktu?" tanya Dhafian.
"Saya hanya berpendapat," jawab pria tersebut
"Benar! aku harus bertindak cepat agar bisa masuk ke dalam rumah itu dan mengetahui semua kebusukan Lucky. Dia harus membayar semuanya," batin Dhafian.
Dratt-drattt-drattt.
Supir tersebut tiba-tiba mengangkat telepon.
"Baiklah!" ucapnya secara singkat langsung mematikan panggilan telepon tersebut.
"Tuan terjadi keributan," ucap pria itu.
Dhafian menghela nafas, "jalan!" titahnya.
Supir tersebut menganggukkan kepala dan langsung melajukan mobil tersebut yang meninggalkan kediaman Lucky.
****
Mobil yang membawa Dhafian yang berhenti di sebuah gedung.
Dhafian yang terlihat mengeluarkan pistol dari saku celananya yang mengisi dengan peluru dan bahkan mencoba pistol tersebut dengan memainkan pelatuknya.
"Baiklah! jika memang ingin bermain-main denganku, merusak rencanaku sama saja dengan menantang, jangan salahkan aku akan menghancurkan semuanya," ucapnya dengan mengendus tersenyum miring yang langsung keluar dari mobil tersebut.
Terlihat beberapa penjaga berdiri di depan gedung tersebut dan bahkan menghalangi Dhafian ketika melihat pria tampan itu sudah berdiri di depan mereka.
Belum juga sempat orang-orang berbadan tegap itu bersuara dan bergerak. Dhafian sedang menarik pelatuk dari pistolnya.
Dorr, dorr, dorr, dorr, dorr, dorr
Suara tembakan terdengar yang menembaki orang-orang yang menghalangi jalannya. Dhafian yang memasuki gedung tersebut dan benar saja langsung diserang orang-orang yang juga membawa senjata.
"Aaaaa!"
"Aaaa!"
Suara teriakan wanita yang menjadi pelayan di gedung yang ternyata dijadikan sebagai tempat berjudi di atas meja. Kericuhan terjadi di tempat itu, Dhafian pria tangguh yang harus melawan orang-orang yang memiliki kekuatan yang sama seperti dirinya.
Dhafian dan juga orang-orang tersebut berkelahi begitu hebat yang sekarang tidak menggunakan senjata lagi melainkan menggunakan tangan dengan memukul beberapa pria dan bahkan Dhafian mampu mengangkat pria tersebut dan membanting ke atas meja sehingga meja terbelah dua
Banyak orang-orang di sana yang dapat dia kalahkan dalam suasana yang masih saja terjadi kericuhan dengan para wanita yang menjadi pelayan yang mencoba untuk mencari perlindungan.
Gedung tempat permainan judi itu sudah hancur dengan meja yang berpecahan, botol minuman keras yang berserakan dan bahkan tampak salah satu pria yang hampir saja memukulkan ke kepala Dhafian dan untung saja Dhafian bisa mengelak dan sebagai balasannya laki-laki tersebut langsung dibanting sampai ke dinding.
Bersambung.....
Hay Para pembaca saya kembali membawa cerita baru untuk kalian, semoga kalian semua menyukai cerita ini, semoga laris dan terus membuat penasaran. Sedikit banyaknya yang kalian berikan membuat saya semangat untuk membuat cerita yang lebih menarik lagi . Terima kasih dukungan kalian selama ini, salam cinta dari saya....
Aliza dan Arum yang terlihat berjalan di bawah langit redup yang diterangi lampu-lampu jalanan.
"Kenapa wajah kamu tampak cemberut seperti itu?" tanya Aliza pada wanita yang sejak tadi menggandeng lengannya itu.
"Dia yang membuat janji dan dia yang telah mengingkarinya, benar-benar menyebalkan," jawab Arum.
"Apa ini tentang pria yang kamu ceritakan?" tebak Aliza.
Arum menganggukkan kepala, "dia sangat cuek dan aku tidak bisa menebak bagaimana dirinya, aku benar-benar sangat bahagia saat dia mengajakku untuk makan malam walau terkadang pembicaraan kami sangat sulit untukku mengerti. Entahlah mungkin pria itu adalah pria yang sangat pintar, sehingga pembicaraan kami tidak seperti orang-orang pada umumnya," ucapnya.
"Memang perbedaan pembicaraan orang-orang pada umumnya dan membicarakan kalian seperti apa?" tanya Aliza.
"Kamu tidak pernah pacaran dan kamu tidak akan mengerti. Aliza pasangan yang melakukan PDKT biasanya mereka akan membicarakan tentang apa kesukaan wanita dan juga kesukaan pria. Tetapi dia hanya terus bertanya tentang keluarga. Dia sebenarnya menyukaiku atau menyukai kedua orang tuaku," ucapnya yang terlihat sedikit sangat kesal.
"Mungkin saja cara seorang pria mengekspresikan perasaannya berbeda-beda," sahut Aliza memberikan pendapat.
"Ya mungkin saja. Sudahlah aku tidak ingin memikirkannya untuk saat ini. Aku akan menunggunya menelponku dan meminta maaf karena sudah mengingkari janjinya, walau ...."
"Walau apa?" tanya Aliza.
"Walau aku yakin dia tidak akan melakukan itu," jawabnya tampak pasrah.
"Sudahlah Aliza. Kita sebaiknya pulang saja aku akan menyuruh Papa untuk menjemput kita," ucap Arum yang mengeluarkan ponselnya dari tasnya.
"Kamu sebaiknya pulang duluan saja. Aku mau mengikuti kajian sebentar," ucap Aliza.
"Malam-malam seperti ini?" tanya Arum.
"Tidak jauh, di sana!" Aliza yang terlihat menunjuk mesjid yang memang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Aliza aku benar-benar ingin menemani kamu, tetapi mood ku sedang berantakan. Maafkan aku yang harus pulang terlebih dahulu," ucapnya.
"Tidak apa-apa," jawab Aliza.
"Makasih Aliza sudah mendengarkan curhatku yang membosankan ini," ucap Arum. Aliza hanya tersenyum menanggapinya.
"Ya sudah Arum, aku langsung saja ke kajian," ucap Aliza yang membuat Arum menganggukkan kepala.
Arum melihat wanita anggun yang memakai gamis berwarna coklat Itu tampak menyeberangi jalan.
"Pantas saja Ardito menyukainya secara ugal-ugalan. Aliza wanita yang hanya cantik, lembut, dan agamis," ucapnya menghela nafas.
****
Seperti apa yang dikatakan Aliza jika dia hanya sebentar saja mengikuti pengajian di salah satu masjid yang tidak jauh dari rumahnya. Aliza yang menuruni anak tangga keluar dari masjid tersebut.
Ting.
"Aliza apa kamu sudah selesai pengajian?" Aliza membuka ponselnya dan melihat pesan dari Arum.
"Alhamdulillah baru selesai," jawab Aliza.
"Papa tadi baru saja selesai meeting dengan timnya aku akan minta Papa untuk menjemput kamu," ucap Arum.
"Tidak usah Arum. Paman pasti sangat lelah dan nanti aku mengatakan kepada beliau untuk tidak perlu menjemput ku. Lagi pula masjidnya tidak jauh dari rumah," tulis Aliza yang memang tidak ingin merekatkan siapapun.
"Kamu yakin?"
"Aku yakin,"
"Baiklah!"
Aliza menghela nafas ketika mendapatkan pesan dari Arum yang sudah hidup bersamanya sangat lama dan bahkan mereka saling memahami dan saling pengertian satu sama lain walau hubungan mereka hanya sepupu.
Saat kakinya yang baru saja melangkah tiba-tiba saja mendengar suara lirikan seseorang.
"Ahhhhhh...." suara itu terdengar semakin jelas yang membuat Aliza menoleh ke arah yang sangat dia curigai, di balik tembok yang terdapat di sudut terlihat ada sebuah tangan. Aliza mengerutkan dahinya yang sangat penasaran membuatnya melangkah perlahan melihat apa yang terjadi.
Akhirnya wanita cantik itu sudah pada tempat yang dia curigai dan benar juga hanya ternyata ada orang di sana.
"Astagfirullah....." ucapnya yang benar-benar kaget menutup mulutnya menggunakan kedua tangan saat melihat pria yang sedikit tertunduk itu berlumuran darah dengan tangannya yang memegang perutnya yang sepertinya terkena tusukan.
"Ya Allah bagaimana ini!" ucapnya panik yang langsung berjongkok yang mencoba untuk melihat pria itu.
"Tuan!"
"Tuan!"
Aliza mencoba untuk membangunkan tetapi tidak ada reaksi sama sekali.
"Tolong!"
"Tolong!"
"Ada orang yang terluka di sini?" Aliza berteriak kepanikan yang ternyata suaranya mampu membuat laki-laki itu membuka matanya dan perlahan mengangkat kepalanya yang ternyata itu adalah Dhafian.
"Ya Allah bagaimana ini?" Aliza semakin panik disaat tidak ada satu orang pun yang datang. Mungkin karena mesjid tersebut berada diantara bangunan perusahaan yang membuat tempat itu tampak sepi di malam hari.
"Kenapa wanita ini berisik sekali, bagaimana jika ada Polisi," batin Dhafian menghela nafas.
"Sebaiknya aku telpon paman," ucapnya dengan tangan bergetar dan mencoba untuk merogoh tasnya mengambil ponselnya dan ternyata sangat sial sekali ponselnya tiba-tiba mati yang membuat Aliza sekarang kehabisan idul entah apa yang harus dia lakukan.
"Ya Allah, pria ini bisa kehabisan darah jika tidak langsung ditangani. Apa yang harus hamba lakukan ya Allah," ucapnya.
Ditengah kepanikan itu yang ternyata Aliza memberanikan diri untuk menekan perut Dhafian agar darah tersebut tidak semakin mengalir dan untuk pertama kalinya dia telah menyentuh laki-laki dan ke keadaan dalam darurat seperti itu memang tidak masalah sama sekali.
Aliza mengeluarkan sesuatu dari tasnya mencoba untuk melihat apa yang bisa dia lakukan untuk membantu pria tersebut.
"Bismilah!" ucapnya yang secara tiba-tiba saja membuka cadarnya.
Aliza tidak memiliki alat-alat untuk menutup sesuatu pada luka itu dan mau tidak mau dia harus membuka cadar dan memperlihatkan wajah cantiknya
Dengan sangat cepat Aliza yang langsung menekankan cadar tersebut pada luka itu dan kemudian merobek bagian gamis bawahnya memanjang untuk menjadi pengikat.
Dhafian membuka perlahan matanya dan sangat jelas melihat wanita yang tampak panik sekarang sedang berusaha untuk mengobatinya. Sementara Aliza sama sekali belum melihat laki-laki itu yang masih fokus pada luka Dhafian.
Mata Dhafian tidak berkedip sama sekali di tengah nafasnya yang terdengar naik turun. Sampai Aliza akhirnya melihat marah pria tersebut.
"Kamu sudah sadar?" suara lembut itu terdengar begitu indah.
Tidak ada respon sama sekali dari Dhafian yang hanya melihat Aliza secara terus-menerus tanpa berkedip
****
Rumah sakit.
Dhafian yang sekarang berada di salah satu ranjang rumah sakit. Tubuh itu yang terlihat tidak memakai pakaian dan tampak luka di perutnya sudah diperban dengan sangat rapi dan bukan menggunakan cadar lagi.
Dhafian perlahan membuka matanya dengan mata berkeliling melihat langit-langit kamar kekiri dan ke kanan yang bisa menduga keberadaannya berada di rumah sakit. Dhafian jika menoleh ke lengannya yang terdapat infus.
"Hah!" ucapnya menghela nafas yang mencoba untuk duduk dan sepertinya keadaannya jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Ceklek.
Pintu ruangan itu terbuka yang membuat Dhafian menoleh kearah pintu itu. Arga asisten kepercayaannya melangkah memasuki ruangan tersebut.
"Gadis itu yang membawa tuan kerumah sakit," ucap Arga.
Dhafian mengerutkan dahinya yang mengingatkan kejadian tadi malam di saat mendengar suara wanita yang minta tolong dan wanita itu tiba-tiba saja membantunya untuk menahan perdarahan pada lukanya.
"Ini sangat kebetulan," ucap Arga.
"Maksud kamu?" tanya Dhafian.
Arga yang memberikan amplop berwarna coklat kepada Dhafian dan langsung di lihat Dhafian dengan wajah kaget dengan dahinya mengerutkan dahi.
Bersambung ......
Foto-foto yang di lihat Dhafian ternyata foto-foto pertemuan keluarga Aliza dengan Ardito. Dhafian juga mengingat Aliza yang telah menolongnya.
"Dia calon istri Ardito?" tanya Dhafian memastikan yang membuat Arga menganggukkan kepala.
Wajahnya tampak shock dengan mata Dhafian yang melihat ke arah nakas dan ternyata cadar milik Aliza masih ada di sana dan bahkan masih terlihat ada bekas darah.
"Jadi wanita yang menolong ku semalam memiliki hubungan dengan Arum dan justru wanita itu menjadi tali untuk mengikat hubungan Lucky dan Daniel," batin Dhafian.
"Apa rencana tuan? Dhafian mendengar suara itu yang membuatnya kembali melihat ke arah Arga.
"Ponsel tuan terus saja berdering dan saya melihat panggilan dari Nona Arum," ucap Arga.
"Sudah tidak ada gunanya berurusan dengan wanita itu, ternyata aku salah sasaran yang seharusnya dengannya," ucap Dhafian yang membuat Arga terlihat tidak mengerti.
Dhafian yang tiba-tiba mencabut infus di punggung tangannya yang tiba-tiba saja membuat Arga kaget.
"Apa yang tuan lakukan?"
"Kondisi tuan belum stabil," ucap Arga yang benar-benar terlihat begitu panik.
"Aku tidak memiliki waktu untuk berleha-leha di rumah sakit," jawabnya langsung menyibak selimut tersebut matanya mengarahkan untuk Arga mengambil kemejanya. Arga yang menuruti dan langsung memberikan kepada Dhafian.
"Apa rencana tuan selanjutnya?" tanya Arga yang melihat Dhafian sekarang sedang mengkancing satu persatu kemejanya.
Dhafian memberi jawaban dengan tersenyum miring seperti ada rencana yang tersirat di kepalanya. Arga mengangkat kedua bahunya, suasana hati majikan itu tampak baik-baik senang yang tiba-tiba saja dengan cepat menemukan ide dan entahlah apa yang dia rencanakan sebenarnya.
***
"Lalu kenapa tidak menelpon Papa?" tanya Arum tampak begitu excited saat mendengarkan cerita Aliza ketika keduanya berada di ruang tamu.
"Ponselku mati dan ketika sudah sampai di rumah sakit aku juga berencana ingin menghubungi Paman. Tetapi memilih untuk pulang," jawab Aliza.
"Lalu bagaimana dengan pria yang kamu bawa ke rumah sakit? apa keluarganya sudah datang?" tanya Arum.
"Entahlah, aku meninggalkan nomor ponselku, jika mereka ingin menanyakan sesuatu padaku, tetapi sewaktu beliau sudah ditangani oleh Dokter dan Dokter juga mengatakan kondisinya sudah jauh lebih baik," jawab Aliza.
"Lalu kamu sudah mendapatkan telepon dari rumah sakit?" tanya Arum yang membuat Aliza menggelengkan kepala.
"Aku justru mengharapkan tidak mendapatkan telepon apapun dari rumah sakit," ucap Aliza yang membuat Arum mengerutkan dahi.
"Kenapa seperti itu?" tanya Arum.
"Malam itu aku benar-benar panik dan juga takut terjadi sesuatu pada beliau, jadi aku membuka cadarku untuk menangani beliau agar tidak semakin parah. Aku menggunakannya untuk menahan pendarahan pada luka di perutnya, pada saat itu sepertinya dia juga melihatku dan aku lebih baik tidak bertemu lagi dengannya," ucap Aliza yang ternyata sejak tadi malam tidak berhenti memikirkan semua itu.
"Aliza apa yang kamu lakukan juga karena keadaannya dalam terdesak. Aku tahu kamu tidak menginginkan semua itu terjadi. Allah juga tahu keadaan kamu bagaimana," sahut Arum.
"Iya juga," sahut Aliza.
"Papa, Mama," sahut Arum yang melihat kedua orang tuanya.
"Aliza, Bibi sama Paman benar-benar minta maaf tidak bisa menemani kamu ke kampung untuk ziarah ke makam orang tua kamu," ucap Mayang.
"Benar Aliza. Paman harus menemani Bibi kamu ke Malaysia untuk pertemuan dalam bisnisnya," sahut Lucky.
"Paman sama Bibi tidak mengkhawatirkan Aliza. Aliza hanya pergi sebentar saja dan juga akan baik-baik saja di sana juga ada Paman Toha, jadi kalau ada apa-apa nanti Aliza meminta tolong kepada mereka saja," ucap Aliza.
"Terima kasih Aliza atas pengertian kamu," sahut Lucky.
Aliza menganggukkan kepala dengan tersenyum.
"Sebenarnya, Arum ingin sekali menemani Aliza. Hanya saja waktunya memang tidak keburu karena sangat bentrok dengan pekerjaan Arum," ucap Arum dengan raut wajahnya yang tampak sendu yang benar-benar sangat menyayangkan hal itu.
"Tidak apa-apa Arum, kamu juga jangan ikut-ikutan memikirkan semua ini. Lagi pula kamu akan disibukkan sebentar lagi untuk mengurus pernikahanku. Aku juga tidak ingin terlalu merepotkan kamu, Paman dan juga Bibi," ucapnya dengan tersenyum.
Dratt-drattt-drattt.
Lucky mengangkat telepon yang berdering.
"Ada apa?" tanya Lucky.
"Kalau begitu kalian selidiki lokasinya dan temukan barang bukti sebanyak-banyaknya," ucap Lucky dalam panggilan telepon tersebut, Lucky juga terlihat tidak berbicara banyak dan langsung mematikan telepon itu.
"Dari kantor. Pa?" tanya Arum yang membuat Lucky menganggukkan kepala.
"Pihak kepolisian sedang memeriksa gedung yang ternyata dijadikan sebagai tempat operasi judi," jawab Lucky.
"Huhhh, Papa kapan akan menyelesaikan kasus ini?" tanya Arum.
"Entahlah! Jika dalangnya tertangkap maka semuanya akan selesai," sahut Lucky.
"Semoga semua pekerjaan Paman dipermudah oleh Allah," sahut Aliza.
"Amin. Paman juga ingin menyelesaikan kasus ini secepatnya, karena ini sangat berbahaya," sahut Lucky.
"Papa harus hati-hati dan jangan lupa untuk menjaga kesehatan," sahut Arum yang membuat Lucky menganggukan kepala.
****
Rumah sakit.
Taxi yang ditumpangi Aliza berhenti di parkiran rumah sakit. Aliza yang langsung keluar dari Taxi tersebut.
"Aliza bukankah kamu berharap tidak akan dikabari oleh pihak rumah sakit, lalu kenapa kamu sekarang yang datang?" ucapnya dengan menghela nafas.
"Tidak ada salahnya untuk memeriksa keadaannya dan semoga saja keluarga beliau sudah datang, semoga beliau juga sudah baik-baik saja," batin Aliza menghela nafas.
Aliza memasuki rumah sakit yang berjalan di koridor rumah sakit. Aliza juga sudah berdiri di depan salah satu ruangan perawatan. Aliza menghela nafas yang kemudian membuka secara perlahan pintu ruangan itu.
Ternyata di dalamnya tidak ada siapa-siapa yang membuat Aliza mengerutkan dahi dengan penuh kebingungan.
"Kemana beliau?" tanyanya melihat ruangan Itu tampak rapi dan bersih.
"Aku tidak mungkin salah ruangan dan jelas-jelas orang itu dirawat di sini," ucapnya yang kembali mencoba untuk mengingat-ingat.
"Maaf Nona sedang mencari siapa?" Aliza tiba-tiba kaget mendengar suara itu yang membuatnya menoleh ke belakang dan ternyata seorang Suster yang sedang menyapanya.
"Hmmm, pasien ada di ruangan ini ke mana?" tanya Aliza.
"Maksud Nona tuan Dhafian?" tanya Suster itu.
Entahlah Aliza juga tidak tahu siapa nama laki-laki itu.
"Tuan Dhafian sudah pulang tadi pagi," jawab Suster.
"Lalu bagaimana keadaannya dan luka di perutnya apakah sudah baik-baik saja?" tanya Aliza yang terlihat begitu sangat penasaran.
"Sudah baik-baik saja," jawab Suster tersebut.
"Alhamdulillah, syukurlah jika beliau tidak menghubungiku dan aku sangat berharap dia tidak mengingat kejadian itu," batin Aliza menghela nafas.
"Nona ingin menanyakan apalagi atau membutuhkan sesuatu?" tanya Suster itu.
"Tidak Suster, saya berterima kasih karena sudah diberikan informasi dan terima kasih juga sudah menangani pasien dengan baik. Kalau begitu saya permisi dulu!" ucap Aliza dengan tersenyum.
Suster tersebut menganggukkan kepala dan Aliza juga langsung meninggalkan tempat itu yang berlalu dari hadapan Suster.
"Alhamdulilah jika kondisi beliau baik-baik saja, sepertinya lukanya memang tidak parah, mungkin aku saja yang berpikiran terlalu negatif dan mungkin karena aku sangat panik melihat seseorang pertama kali berlumuran darah seperti itu di hadapanku, tetapi syukur jika keadaannya memang benar-benar jauh lebih baik," batin Aliza menghela nafas.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!