Eps. 1. Kamis sore.. Di sebuah pedesaan.
Di sebuah desa yang terkenal dengan ke angkeran dan kemistisan nya, saat ini sedang ramai oleh anak - anak kecil yang sedang bermain. Mengapa di juluki demikian? Karena di sana, ada banyak warga nya yang menggunakan pesugihan.
Sore itu di pekarangan yang luas sedang ramai oleh anak - anak dari penduduk setempat yang sedang bermain, mereka tertawa ceria, lari kesana kemari, termasuk satu anak kecil berusia sekitar 4 tahunan berambut model mangkok yang sedang fokus bermain dengan tanah, dia tidak memakai baju hanya celana saja.
"Hompima.. Alaihom.. Gambreng!"
"Gambreng!"
"Gambreng!"
"Yeee kamu kalah.."
Ada juga anak - anak lain yang sedang bermain petak umpet di sana. Di pekarangan itu ada banyak rumpunan bambu yang tersebar di beberapa titik, ada juga pohon - pohon besar di sana juga ada banyak pohon jati, tempat yang sangat pas untuk bermain petak umpet.
"Lea.." Sebuah suara perempuan terdengar memanggil salah satu anak itu.
"Dalem (ya).."
Yang menyahut adalah anak kecil yang rambut nya membentuk mangkok, yang tidak menggunakan baju.
"Balik, wes (sudah) sore." Panggil perempuan paruh baya itu.
Tapi anak kecil bernama Lea itu masih fokus bermain, selayak nya anak kecil yang tak mau selesai dengan permainan nya. Lalu datang anak perempuan lain yang berusia sekitar 10 tahun menghampiri Lea.
"Thalea, koe di cari bapakmu." Ucap nya.
"Mba Indi, Lea titip lumah - lumahan nya Lea ya, sesok lea mau main lagi." Ujar Lea, dia masih cadel.
Anak kecil bernama Lea itu ternyata seorang anak perempuan, tapi penampilan nya seperti anak laki - laki. Rambut mangkok nya yang khas membuat nya begitu lucu, dia lalu berlari menyeberangi jembatan kecil dan pulang ke rumah nya.
Rumah nya rumah yang sangat sederhana, masih bangunan lama dengan jendela - jendela besar di depan nya, tapi di depan pintu masuk nya di pasangi tanggul, sebab rumah Lea sering terendam banjir.
"Lea, mrene nduk." Panggil seorang pria yang kira - kira masih berusia di bawah 30 tahun, ayah Lea.
Lea kecil berjalan dan masuk kedalam pangkuan ayah nya, lalu sang ayah mengusap keringat Lea kecil dan mengelap ingus Lea dengan tangan nya.
"Bapak mau kemana?" Tanya Lea, karena ayah nya itu berpakaian rapi.
"Bapak mau ke laut yo, nduk. Kamu jangan nakal di rumah sama mama sama uti." Ujar ayah Lea.
"Bapak lama, ndak?" Tanya Lea kecil.
"Ndak, bapak paling nanti sebulan sudah balik lagi." Ujar ayah Lea.
"Sebulan itu belapa, pak? Bulan yang di langit?" Tanya Lea kecil, ayah nya terkekeh.
"Lea mau beli telpon - telponan pak, seng bisa nyanyi aselehe.. nanti bapak bawa acis (uang) yang banyak, yo pak." Uajr Lea kecil.
"Yo.. Nanti bapak bawa uang yang banyak, tapi Lea jangan nakal yo." Ucap ayah Lea, dan Lea kecil manggut - manggut lucu.
Lea kecil lalu pergi kedalam dimana ibunya sedang menyiapkan makan malam, sementara nenek nya sedang berada di rumah kayu, tempat biasanya mengerjakan pembuatan kandang dari bambu untuk di jual.
Di dalam satu rumah kecil itu, ada Lea, ayah nya, ibunya, nenek nya, dan pak lek nya yaitu adik dari ibunya, yang lea panggil mamang. Tapi pak lek Lea jarang pulang sebab merantau di luar kota, dan kakek Lea sudah meninggal dua tahun yang lalu.
"Lea papung, nduk." Ucap ibunya Lea.
Lea diam berdiri menatap ibunya.. Di mata Lea ibunya berdiri tapi ada orang lain juga di belakang ibunya. Lea tidak mengenal yang di sebelah ibunya tapi wajah nya jelek.. Melihat Lea diam hanya menatap nya, ibu Lea akhir nya mengusap wajah Lea.
"Kok malah ngelamun, ayo papung sek." Ujar ibunya Lea.
Lea kecil berjalan melewati ibunya, tapi dia masih menatap ke perempuan yang berdiri di dekat ibunya.. Perempuan itu juga menatap Lea dengan mata tajam nya. Karena Lea kecil takut dia akhir nya berlari menuju ke arah nenek nya.
"Uti, Lea mau papung." Ucap nya, tapi Lea tidak menceritakan apa yang di lihat nya.
"Iyo, papung o.. Ojo sue - sue, meh maghrib." Ucap nenek Lea.
Lalu setelah Lea selesai mandi, ayah nya berpamitan selepas maghrib. Ayah Lea memeluk Lea dan kemudian pergi membawa tas ransel usang milik nya.. tapi setelah ayah nya pergi, Lea mendengar suara ibunya menangis di dalam kamar.
"Lea, ngaji nduk." Panggil nenek nya.
"Iya uti." Sahut Lea kecil.
Lea masuk kedalam kamar nya, kamar orang tua nya. Dia melihat ibunya sedang meringkuk dan menangis, memegangi perut nya, dan Lea juga masih melihat perempuan jelek yang Lea lihat sore tadi, dia berdiri di ujung ranjang sedang menatap ibunya.
"Mama, Lea ngaji yo.." Pamit Lea dan ibunya mengangguk saja.
"Assalamualaikum, ma." Lea lalu mengecup pipi ibunya karena tidak bisa salim tangan, tangan ibunya terus memegangi perut.
Lea berangkat mengaji bersama teman - teman nya dan anak yang usia nya lebih besar dari nya, di desa itu belum banyak yang memakai listrik.. Ada.. Tapi tidak semua mampu menggunakan listrik, dan keluarga Lea adalah salah satu yang tidak menggunakan listrik.
Jalanan masih sepi tidak banyak orang yang punya kendaraan bermobil, sepeda motor pun jarang yang punya. Kebanyakan mereka masih berjalan kaki dan pakai sepeda jika ingin kemana - mana, atau kalau berpergian jauh, mereka pakai ojek.
"Mba Indi, tadi Lea liat mbak aneh di lumah Lea." Ucap Lea kecil pada teman nya yang dia panggil mbak Indi.
Rumah Indi tepat berada di depan rumah Lea sebenar nya, hanya saja rumah Lea menghadap ke utara tapi rumah Indi menghadap ke barat.
"Mbak aneh apa, Lea?" Tanya Indi, sambil menggandeng Lea kecil.
"Aneh mbak, selem." Ucap Lea kecil. Tapi setelah nya Lea lari mengejar teman - teman nya..
Sepulang mengaji, Lea kebingungan di rumah nya banyak orang dan mereka semua menangis. Entah apa yang di tangisi, Lea yang baru pulang mengaji langsung di peluk - peluk oleh beberapa orang, yang mengucapkan kata..
"Cah ayu.. Ya Allah nduk, bocah iseh cilik ngene di tinggal mboke.." Ujar orang yang memeluk Lea kecil.
Mereka menyayangkan Lea yang masih kecil itu sudah di tinggal oleh ibunya. Tapi di tinggal yang seperti apa maksud mereka Lea tidak mengerti, Lea bingung sebab orang - orang begitu ramai dan mereka semua terus menangis terisak - isak saat menatap Lea kecil.
Suasana rumah Lea yang biasanya gelap dan hanya remang - remang kini terang sebab menggunakan lampu petromaks, dan di ruang tengah Lea melihat uti nya sedang menangis sedih duduk di depan seseorang yang tidur di tutup kain jarik.
"Bu lek, Uti kok nangis?" Tanya Lea kecil polos.
Yang di tanya bukan nya menjawab malah makin menangis, akhir nya Lea melepaskan pelukan mereka dan berlari dengan riang nya menuju nenek dan kakek nya.
"Uti, lumah kita telang ya." Ucap nya dengan riang menunjukan gigi ompong nya.
Nenek nya yang melihat Lea langsung memeluk Lea dan semakin meraung - raung, Lea heran kenapa semua orang menangis memeluk nya, sampai dia menoleh pada orang yang tidur di atas tikar cokelat.. Lea mengenali nya, itu.. Ibunya..
"Mama, Lea wes muleh ngaji.." Ujar nya polos, Lea lalu melepaskan pelukan nya dari sang nenek.
Lea naik ke atas tubuh ibunya dan memeluknya, karena biasanya dia melakukan itu. Orang - orang yang melihat itu tidak bisa menahan sesak dan air mata mereka, Lea kecil tidak tahu bahwa ibunya sudah meninggal.
"Mama ga peluk Lea, salim dulu mama." Ujar Lea kecil, dia menyalimi tangan kaku ibunya.
"Ti, mama kenapa ndak bangun toh? Mama bobok nya nyenyak banget. Padahal lumah kita telang, Lea seneng lumah kita telang, ti." Ujar Lea, lalu kembali memeluk jasad ibunya.
"Mbak, Lea ne ojo di olihke manjat - manjat mamane." Salah satu tetangga, mengingatkan nenek Lea.
"Lea, mrene nduk." Ujar nenek Lea, tapi Lea enggan beranjak.
"Lea bobok sini sama mama aja, ti. Lea seneng lumah kita telang." Ujar Lea, dia dengan santai nya mengusap - usap pipi ibunya.
"Ssshh.. uti jangan belisik, nanti mama bangun." Ujar Lea dengan polos nya.
Tapi karena tidak kuat melihat ke sesakan itu, akhir nya salah satu sodara nenek Lea mengangkat Lea dengan paksa. Al hasil Lea menangis menjerit - jerit, Lea tidak pernah di perlakukan begitu, di pisahkan dari ibunya..
"Ndak mau, Lea mau bobok sama mama! hiks.. hiks.. Mama.." Tangis Lea kecil.
Yang menggendong paksa Lea juga sebenar nya menangis, dia juga tidak tega melihat anak sekecil Lea sudah kehilangan ibunya. Lea memberontak hendak turun, tapi tubuh kecil nya tidak memiliki tenaga untuk lepas dari dekapan orang yang mengendong nya.
"Ikut mamang yo, nduk." Ujar yang menggendong Lea.
"Moohhhh.. Lea mau sama mama.." Tangis Lea.
Tapi tak peduli seberapa lama Lea memberontak, dia tidak berhasil lepas.. Dan karena kelelahan, akhir nya Lea tertidur masih sambil sesenggukan memanggil mama nya.
"Pie iki, ya Allah." Gumam yang menggendong Lea, dia menangis memeluk Lea.
Akhir nya Lea di rebahkan di kamar tempat biasa nya dia tidur bersama ibunya, di temani oleh kerabat nenek nya. Lea terus sesenggukan, bahkan di tengah tidur nya Lea kecil tiba - tiba menangis memanggil ibunya..
"Mungkin Rianti lagi pamitan karo Lea, ya Allah melaske cah cilik ngene di tinggal ibune." Ucap kerabat nenek Lea, Rianti adalah nama ibunya Lea.
"Mama.." Lea kecil terus menggumam memanggil ibunya.
"Rianti, seng ikhlas yo.. Lea di sini, akan di jaga banyak orang. Banyak yang sayang Lea, koe ndak usah dateng ke mimpi anakmu, nduk.. melaske Lea." Gumam kerabat nenek Lea.
Lea kecil terus sesenggukan, terus menangis dalam tidur nya. Padahal sebelum nya dia suka rumah nya terang.. Dengan suara lucu dan cadel dia terus bilang suka rumah nya terang, tanpa tahu bahwa rumah terang itu.. membawa duka.
"Mama.."
BERSAMBUNG!
Eps. 2. Esok harinya, Lea bangun saat semua orang sudah ramai. Lea mencium bau aroma wewangian aneh, yang tidak pernah dia cium sebelum nya. Lea kecil dengan wajah sembab turun dari ranjang yang lumayan tinggi dan kemudian berjalan keluar dari kamar ibunya..
Banyak orang lalu lalang, banyak suara orang mengaji, dan ada juga yang membawa tampah berisi bunga - bunga. Kerabat nenek Lea yang melihat Lea bangun langsung menggendong Lea dan membawa nya keluar dari pintu belakang..
"Nduk, main dulu yo.. sama mbak Indi." Ujar nya.
Dan seketika Lea ingat, rumah - rumahan nya yang terbuat dari tanah masih ada di pekarangan kemarin saat dia bermain.
"Iya." Sahut Lea polos.
Lea di beri satu pisang, pisang ambon berwarna hijau dan satu minuman air mineral gelas. Lea bingung, biasanya dia hanya makan itu saat ada orang yang melakukan selametan atau pengajian, dan dia baru lihat di rumah kayu banyak sekali pisang ambon hijau.
"Di maem yo nduk, maen dulu nanti bu lek bawain nasi." Ujar kerabat nenek Lea, dan Lea mengangguk.
Lea tidak curiga apapun, dia pergi ke pekarangan tempat nya biasa bermain, tapi teman - teman nya menatap nya aneh. Lea kecil tidak tahu kenapa dirinya di tatap aneh dia juga tidak peduli, Lea terus berjalan menuju ke rumah - rumahan yang di buat nya dengan tanah liat kemarin, tapi..
"Yahh.. Kok lusak.." Ucap nya.
Lea menjatuhkan pisang dan air di tangan nya, lalu mencoba memperbaiki rumah - rumahan dari tanah itu, tapi bukan nya kembali berbentuk.. Rumah - rumahan itu makin hancur sebab Lea kecil tidak pandai membuat.
"Yahh, nanti mama sedih.. iki bikinan mama." Gumam Lea kecil, dia sedih.
"Allahumma sholli ala Muhammad.. ya Robbi sholli alaihi wasallaim.." Lea menoleh ke arah rumah nya saat dia mendengar nyanyian itu.
Itu adalah sholawat yang pernah Lea dengar, saat orang meninggal sedang di mandikan. Lea bingung kenapa di depan rumah nya ada tenda dan penutup warna hijau, dia tahu ciri itu adalah tanda seseorang pasti meninggal, karena dia melihat beberapa kali saat tetangga di desa itu meninggal.
"Lea, mamakmu mati lho." Tiba - tiba seorang anak laki - laki datang menghampiri Lea dan berkata demikian.
"Ndak!!" Bentak Lea, dia marah.
"Katanya mamaku, mamak mu mati kok." Ucap anak itu lagi.
"Ndak!! Mamaku di lumah." Ujar Lea kecil, dia mulai berkaca - kaca.
"Iku sing lagi di adusi (di mandikan) iku mamak mu, Le." Ujar anak kecil itu lagi.
"Hueee!! Ndak! Iku bukan mamaku, mamak ku lagi bobo." Lea menangis.
"Mamaku ndak mati! hiks.. hiks.." Lea lalu berlari pulang, dia melihat rok kesayangan ibunya ada di dekat kamar mandi.
Sebagai informasi, kamar mandi jaman dulu terletak terpisah dari rumah, dan kamar mandi Lea terletak di sisi kiri belakang rumah. Lea dengan jelas melihat rok merah bermotif polkadot, ada di jemuran dekat kamar mandi.
"Mamaaaa.." Lea menangis.
Semua orang lalu riuh saat Lea mendekat, Lea di gendong dan di bawa pergi. Semua orang bilang Lea jangan sampai melihat jasad ibunya yang sedang di mandikan, nanti Lea takut.
"Ojo sampe weruh, melaske mundhak ke gowo ngimpi." Ujar beberapa orang.
"Lek, supaya Lea ndak inget wajah ibunya, Lea harus memutari kolong kantil (keranda) ibunya sebelum di makamke." Ucap seorang pria.
"Yo nanti, kalo sudah siap baru bawa Lea ke sini." Ujar pria yang merupakan kerabat nenek Lea.
"Iki Ruslan kok belum sampe, bojo ne ninggal kok yo.. Ya Allah." Ujar yang lain. Ruslan adalah nama ayah Lea.
"Lagi du susuli, lek." Ucap yang lain.
Kembali di sisi Lea, dia sedang menangis meruang - raung di depan rumah Indi, teman Lea yang usianya 10 tahun itu. Ibunya Indi ikut menangis saat mencoba menenangkan Lea, Lea di beri apapun tidak mau.. Di bujuk dengan cara apapun juga tidak mau, Lea bersikeras ingin pulang.
"Ning kene (di sini) wae, nduk." Ujar ibunya Indi.
Tapi Lea terus menangis meraung - raung, dia ingin mencari ibunya. Dia ingin buktikan ucapan teman nya salah, ibunya tidak mati..
Sampai akhir nya ayah Lea datang dengan wajah sembab, dia berlari tergopoh - gopoh dan melewati Lea yang mengangkat kedua tangan nya, minta di gendong. Ayah Lea tidak melihat putrinya di depan nya, dia melewati Lea begitu saja.
"RIANTI!" Teriak ayah Lea.
Ayah Lea menerjang kerumunan orang dan melihat istri tercinta nya sedang di mandikan, Ruslan menangis meraung - raung memeluk jasad istri nya.
"Rianti.. Hiks.. Hiks." Ayah Lea sampai mengamuk di tempat, tak rela istri nya meninggal.
Orang - orang yang ada di sana langsung berusaha menenangkan ayah Lea, Lea yang melihat ayah nya menangis histeris dari kejauhan jadi ikut makin menangis.
"Wes, Lan. Anakmu melaske, sedari semalam dia nangis. Dia ndak ngerti ibunya meninggal." Ujar salah satu tetangga.
Ayah Lea menoleh menatap Lea, hatinya makin hancur melihat putrinya yang masih kecil itu sudah tidak memiliki ibu. Tapi Ruslan tidak kuat lagi berdiri, kaki nya lemas selemas - lemas nya, dia melihat Lea di gendong tetangga nya dan pergi dari lingkungan itu.
"Kok iso Rianti ninggal, mas?" Tanya ayah Lea ke kerabat nya.
"Koe bojo ne meriang kok di tinggal? Rianti lho punya riwayat asam lambung, yo iki musti penyakite kumat." Ucap tetangga nya.
"Aku yo kerja buat Rianti, mas." Ujar ayah Lea.
"Wes toh.. Ojo nyalah - nyalah ke gitu, iki lho takdir. Ruslan yo biasa pulang pergi ke laut, Rianti ninggal iki takdir.. Nggak enek sing tau kapan maut teko." Ujar kerabat ibunya Lea.
Jasad ibu nya Lea di mandikan, selesai di mandikan akhir nya di kafan kan. Ayah Lea tak henti - henti nya menangis saat melihat istrinya di kafan kan, wajah cantik nya yang biasa tersenyum kini pucat dan dingin..
Ruslan menoleh menatap ibu mertua nya yang sejak tadi juga terus - terusan pingsan, dia ingin bertanya mengapa bisa istri nya sampai meninggal. Seingat Ruslan sebelum dia berangkat memang Rianti sudah mengeluh sakit perut, tapi Rianti juga bilang tidak apa - apa, itu sakit perut biasa mungkin mau datang bulan ucap Rianti kemarin sore.
"Bu, Rianti kenapa toh?" Tanya ayah Lea.
Mendengar pertanyaan menantunya, nenek Lea kemabli menangis dan menyalahkan dirinya..
"Salahe ibu, Lan. Iki salahe ibu." Ucap nenek Lea.
"Pie bu?" Tanya ayah Lea.
"Rianti kemaren sore ngeluh perut nya sakit, dada nya sakit, kata nya kayak pengen sendawa ndak iso. Ibu sudah kerokin barang kali masuk angin, tapi yo masih ngeluh loro." Ucap nenek Lea.
"Ndase loro, wetenge loro. Ibu inget nek wong susah sendawa iku minum sprite supaya iso sendawa, jadi ibu beli sprite. Rianti minum dan iso sendawa tapi setelah nya mulute Rianti muruh - muruh (berbusa)." Ujar nenek Lea.
"Kok iso bu??" Tanya Ruslan keheranan.
"Ibu lupa, Rianti baru minum obat sakit kepala.. Hiks.. Hiks.. Rianti ninggal goro - goro kui." Ujar nenek Lea sesenggukan.
"Astagfirullah.." Ayah Lea kembali menangis.
Sebab lalai, nyawa istri nya hilang. Ruslan sangat ingin marah tapi perempuan itu merupakan ibu mertua nya, yang mana adalah ibu kandung Rianti sendiri.
"Ibu yang bikin Rianti ninggal.. Hiks.. Hiks.." Ujar nenek Lea, beliau merasa bersalah.
"Ndak mak - ndak mak, iki takdir. Wes toh.. yang sudah terjadi ndak akan bisa di ulang, Rianti yo wes ninggal, ndak iso urip maneh." Ujar anak tiri nenek Lea.
"Huuhuhu.. hiks.. hiks.." Nene Lea terus meraung - raung.
Tapi pada akhir nya ayah Lea hanya bisa diam, istri nya toh sudah meninggal, dia mau apakan juga tidak akan bisa kembali hidup lagi. Dia hanya bisa duduk termenung menatap jasad istrinya yang sudah pergi meninggalkan dirinya dan putri mereka.
Akhir nya prosesi sudah selesai, jasad ibunya Lea akan di kebumikan di pemakaman setempat. Saat itu Lea di bawa pulang ke rumah dan Lea melihat keranda yang sudah di hias bunga di atas nya, tentu saja Lea menangis, dia takut melihat keranda hijau yang saat ini ada di depan rumah nya.
"Mrene Lea di gowo mrene, masuk ke kolong kantil." Ujar salah seorang warga.
"Mooh!! Mooohhh!! Lea takut mohh!!" Teriak Lea histeris.
Tapi Lea lalu di ambil alih oleh bude nya, lalu di bawa melewati kolong keranda ibunya. Masyarakat di sana percaya saat ada seorang ibu yang meninggal dan memiliki anak masih kecil, harus di lewatkan di kolong keranda ibunya, agar supaya anak itu lupa dan tidak terus menangis mencari ibunya.
Tiga kali Lea di gendong memutari keranda ibunya, dia menangis menjerit sekeras - keras nya sebab takut. Lea masih tidak tahu siapa yang ada di dalam keranda itu, setelah sudah melewati kolong kemudian Lea kecil di bawa pergi bude nya, dan jasad ibunya Lea kemudian berangkat untuk di makamkan.
"Laailaha ilallah!"
"Laailaha ilallah!"
"Laailaha ilallah!!"
Lea yang masih menangis di gendongan budenya baru sadar, dia belum melihat ibunya sejak pagi. Lea kecil yang semula menangis ketakutan oleh keranda, kini mencari keberadaan ibunya.
"Mama.."
"Mama.. Hiks.. Hiks.."
"Lea mau sama mama.. Hiks.. Hiks.."
Semua orang yang mendengar itu, tidak bisa tidak menangis. Mereka ikut menangisi anak kecil malang yang di tinggal ibunya.
Sampai akhir nya hari berganti malam, Lea duduk di pojokan rumah nya yang ramai oleh orang - orang yang baru saja melakukan tahlilan. Tapi tatapan nya seperti orang kebingungan, dia mencari ibunya yang sejak pagi tidak di lihat nya..
Dengan mata terkantuk - kantuk Lea memegangi dot nya, dia menatap satu persatu otang yang keluar masuk di rumah nya, berharap itu ibunya.. Ayah Lea juga terlihat seperti tidak benyawa, dia terus duduk di luar, tidak sama sekali mengurus Lea.
Sampai tiba - tiba Lea sadar dari kantuk nya saat dia melihat perempuan yang memakai rok merah polkadot berdiri di ambang pintu, dan menatap nya..
"Mama.."
BERSAMBUNG!!
Eps. 3. "Mama.."
Semua orang terkejut saat mendengar Lea kecil berteriak memanggil ibunya, mereka melihat Lea kecil berlari ke arah pintu tapi dengan sigap seseorang menahan Lea, itu pakde nya.
"Nduk, mau kemana?" Tanya pakde nya Lea.
"Pakde, itu mama.. Lea mau ke mama." Ujar Lea, wajah nya sumringah.
Lea masih melihat perempuan yang wajah nya persis ibunya, masih berdiri di ambang pintu dan tersenyum padanya. Tapi itu hanya Lea yang lihat, orang lain tidak ada yang melihat itu..
"Nduk, ndak ada mamamu di sana." Ujar pakde.
"Itu mama pakde." Lea kukuh, bahwa ibunya ada di sana.
Semua orang panik jadinya, itu artinya Lea melihat arwah ibunya. Padahal jelas - jelas ayah Lea sendiri yang duduk di teras rumah tetap diam menatap langit dengan tatapan kosong, dia tidak melihat istrinya. Lea melihat siapa?
"Astagfirullah, comot Lea bawa masuk mas, Rianti gentayangan iki." Ujar salah seorang tetangga.
Mendengar nama istrinya di sebut, ayah Lea menolah ke orang yang mengatakan istrinya gentayangan. Wajah ayah Lea langsung tidak santai setelah nya..
"Opo maksude ngomong koyo ngono mas?! Rianti ndak gentayangan!" Ujar ayah Lea.
"Anakmu sendiri yang liat kok! Ojo ngelamun, mas!" Ujar tetangga nya itu.
"Wes toh.. Wes.." Beberapa melerai.
Lea kecil di gendong dan di bawa masuk pakde nya, di serahkan pada bude nya yang menemani nenek Lea di kamar, nenek Lea seperti nya sakit. Tapi Lea kecil masih bisa mendengar keributan di luar, bahkan sepertinya ada perkelahian karena ada suara tangis perempuan yang melerai ayah Lea dengan tetangga nya itu.
"Nek sampean gak ikhlas, Rianti gak bakal iso pergi dengan tenang mas!" Lea mendengar ucapan itu, sebelum akhir nya kuping nya di tutup oleh bude nya.
Tapi setelah kuping Lea di tutup, Lea langsung tidak mendengar suara apapun.. Hanya suara "Nging" yang panjang seolah Lea kehilangan daya dengar nya. Tapi tiba - tiba, Lea mendengar suara yang sangat di kenal nya.. suara ibunya.
"Cah ayu.. Ojo nangis yo nduk, mama ndak akan pergi kemana - mana, mama bakal selalu menemani Lea."
Itu yang Lea dengar, lalu suara ibunya itu menyanyi.. Menyanyikan lagu tidur yang biasa di nyanyikan nya saat menidurkan Lea kecil, dan akhir nya Lea kecil pun terlelap..
Ke esokan harinya..
Lea kecil sudah duduk di depan rumah nya, tapi hari ini.. Lea tidak seperti kemarin. Lea hari ini tampak biasa saja, hanya.. dia menjadi pendiam. Lea di tawari makan pun menggeleng, di tanya juga hanya menggeleng. Seolah Lea yang biasa itu hilang, yang ada hanya Lea yang pendiam.
"Nduk, maem yo?" Tanya bude nya Lea.
Lagi dan lagi, Lea menggeleng. Dan tanpa bicara Lea pergi ke pekarangan tempat biasa dia dan teman - teman nya bermain bersama, Lea mulai mengumpulkan tanah, untuk dia bermain rumah - rumahan.
"Kok Lea meneng wae, yo?" Bude nya bertanya - tanya.
"Mungkin sudah lupa, kan bagus.. jadi Lea ndak nangisin mama nya terus." Ujar tetangga nya.
"Tapi kok koyo ada yang aneh.." Gumam bude Lea.
"Wes toh, mungkin itu efek kemarin Lea nyebrangi keranda mama nya." Ucap tetangga nya.
Bude nya diam, dia menatap Lea yang sama sekali tidak peduli dengan teman - teman lain nya yang mengajak bicara, Lea tetap diam dan asik sendiri.
...•••...
Beberapa hari setelah nya, di hari ke 7 kematian ibunya Lea..
Hari ini hari terakhir tahlilan untuk mendoakan ibunya Lea, tapi ayah Lea masih saja terus murung. Beda dengan Lea yang sudah bersikap biasa saja tanpa sebab.. Lea benar - benar tidak mencari keberadaan ibunya, banyak yang curiga arwah Rianti menemani Lea sebab Lea terus menangis hari itu tapi sekarang sudah anteng.
Ada yang mencoba memberi tahu ayah Lea, tapi ayah Lea tidak percaya. Sebenar nya ayah Lea ini juga orang yang paham agama, tapi sejak istrinya meninggal, ayah Lea seolah kehilangan semangat hidup nya. Bahkan sejak hari itu ayah Lea belum sama sekali menggendong Lea, atau bahkan memeluk Lea.. anak kecil itu, terus sendiri.
"Mas, sampean bener ndak curiga sama anakmu? Aku sering lihat Lea ngomong dhewe." Ujar salah satu tetangga yang ikut tahlilan.
"Ngomong apa toh mas, Lea meneng - meneng ae ngono kue loh. Biasa nya juga kan Lea main rumah - rumahan dan ngomong sama boneka nya, ya wajar lah wong masih bocah." Ujar ayah Lea.
Ayah Lea lalu pergi keluar dan duduk di teras, entahlah.. Ayah Lea seperti tak peduli dengan putrinya, seolah hidup nya berhenti setelah kematian Rianti.
Hingga tiba orang - orang yang melakukan tahlilan selesai, Lea duduk dengan tenang di tikar bersama bude nya dan memakan kacang rebus. Bude nya sangat curiga dengan sikap Lea yang mendadak menjadi pendiam itu, Lea dulu anak yang cerewet dan suka bertanya, hal kecil apapun akan di tanyakan Lea tapi sekarang dia diam..
"Lea ndak bobo?" Tanya bude nya.
"Nanti bude." Sahut Lea.
'Opo perasaanku tok, opo memang enek yang ganjil sama anak iki..' Batin bude nya Lea.
Lea tiba - tiba bangun, dan dia dengan mandiri merangkak naik ke atas ranjang tidur nya, lalu dia bersiap tidur sambil tengkurap. Bude nya yang melihat itu heran..
"Lea tidur nya masih posisi gitu ae, padahal mama nya wes gak ono." Tiba - tiba nenek Lea muncul melihat cucu nya yang tidur sendirian.
"Memang nya iku posisi tidur Lea, bu?" Tanya bude nya Lea.
"Iyo, Lea biasa tidur di atas badan mama nya, meluk mama nya." Ujar nenek Lea.
Mendengar itu, bude nya Lea langsung merinding dan kembali menoleh ke arah Lea. Dan entah apa yang terjadi, bude nya Lea tiba - tiba melihat Lea kecil menang tidur tengkurap di atas perut seorang perempuan.
Bude nya yang melihat itu langsung memalingkan wajah nya, dia yakin perempuan yang di lihat nya itu adalah Rianti, ibunya Lea.
'Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah..' Bude nya sampai istigfar berkali kali.
Ke esokan harinya..
Karena 7 hari sudah selesai, akhir nya rumah nenek Lea sudah kembali sepi. Lampu - lampu petromaks sudah kembali di lepas, yang artinya Lea dan nenek nya akan kembali menggunakan lampu teplok yang lebih kecil..
Dan Lea.. Dia masih sama, menjadi pendiam. Indi datang utuk mengajak main, ibunya Indi mengira Lea masih murung dan sedih sebab di tinggal ibunya, dia minta anak nya untuk mengajak Lea main supaya lupa.. Tapi Lea hanya mau bermain di teras rumah nya saja.
"Bu, aku berangkat yo." Ucap ayah Lea.
Lea menoleh mendengar itu, dia sedih.. Sejak hari terakhir dia mengulurkan tangan nya meminta gendong pada sang ayah, ayah nya tidak menggubris.. Dan bahkan sampai detik ini, ayah nya belum sama sekali memeluk nya.
"Koe ndak pamitan sama Lea, melas no anakmu meneng wae." Ujar nenek Lea.
"Ibu saja bantu jelaskan ke Lea, Assalamualaikum bu." Ujar ayah Lea dan pergi tanpa menoleh.
Lea melihat ayah nya semakin pergi menjauh, bahkan berjalan pergi pun ayah nya tidak sedikitpun menoleh menatap nya. Lea kecil kebingungan tentu saja, kenapa ayah nya tidak memeluk nya lagi? Kenapa ayah nya tidak menggendong nya lagi? Kenapa ayah nya.. Pergi?
"Nduk, bapak pergi cari uang dulu yo." Ucap nenek Lea, sepelan mungkin nenek Lea bicara supaya Lea tidak menangis.
"Bapak ndak peluk Lea, ti. Lea ndak salim.." Ucap Lea.
Dan malah nenek Lea yang langsung menangis mendengar kalimat yang keluar dari mulut cucu nya, nenek nya juga merasa, ayah Lea seperti menjauhi Lea.
"Mungkin bapak buru - buru.. Wes, Lea sama uti saja di rumah." Ujar nenek Lea.
Lea hanya diam, dia masih menatap ayah nya yang semakin menjauh dan akhir nya tidak kelihatan lagi. Setelah nya Lea kembali bermain dengan mainan nya, dan tidak mempermasalahkan ayah nya yang pergi.
Sampai akhir nya sore hari, Lea bingung karena rumah nya gelap, tidak terang dan ramai seperti kemarin.
"Ti, kok lumah kita gelap lagi?" Tanya Lea kecil pada nenek nya yang sedang menyalakan lampu minyak kecil di meja.
"Kan wis selesai pengajian, jadi nya sudah ndak pasang lampu terang lagi." Sahut utinya dengan lembut.
"Tapi Lea takut, ti. Lea suka yang telang." Ucap Lea.
Lea kecil mengikuti pergerakan utinya, kemanapun utinya pergi bahkan ke kamar mandi sekalipun, dia ikut. Padahal sebelumnya Lea tidak penakut, tapi setelah selesai 7 hari ibunya Lea malah jadi penakut.
"Ndak usah takut, toh.. Kan ini di rumah, takut nya sama Allah saja, nduk." Ujar nenek Lea.
"Uti.. Itu ada bibi jelek, liatin Lea telus." Ucap Lea berbisik.
Nenek nya tertegun, ia langsung menatap Lea dan memeluk nya sambil melihat kesana kemari. Tapi nenek nya tidak melihat apa yang Lea lihat, selain hanya suasana rumah yang entah kenapa rasanya berbeda dari biasanya.
"Uti.. Mama mana?" Tanya Lea polos.
Utinya kebingungan, sejak beberapa hari yang lalu Lea tidak sama sekali mencari ibunya, dia juga banyak diam, tapi sekarang.. Baru hari ini dia mencari ibunya.
"Mama.. Mama lagi cari uang buat Lea." Ucap nenek nya, akhir nya dia berbohong.
"Buat beli telpon - telponan ya, ti?" Tanya Lea polos, dan nenek nya mengangguk menahan tangis.
"Uti mau pipis dulu, Lea di sini saja ya?" Ujar nenek Lea.
"Lea ikut, ada olang selem di sana." bisik Lea menunjuk ke arah pintu masuk rumah.
Akhir nya nenek Lea membawa Lea ke kamar mandi yang letak nya di luar rumah, dan saat Lea keluar.. di pandangan nya saat ini dia melihat banyak mata berwarna merah dari tengah kegelapan. Selain mata - mata itu Lea juga mendengar suara yang memanggil nya..
"Lea.."
Saat nenek nya sedang buang air, tiba - tiba Lea kecil pergi dari sana membuat nenek nya terburu - buru.
"Nduk, sek tungguin uti. Kamu mau kemana?" Panggil nenek Lea.
Nenek Lea buru - buru menyelesaikan hajat nya dan dia celingukan mencari Lea, tapi kemudian nenek Lea mendengar suara Lea berceloteh di dalam rumah.
"Wes masuk, katanya takut." Gumam nenek Lea.
Nenek Lea kemudian masuk kedalam rumah, dan saat dia mencari Lea rupanya Lea sudah tengkurap tidur di ranjang orang tua nya, nenek Lea heran secepat itu Lea tidur.
'Tumben anak iki ndak nangis, ya Allah.. kasihan cucuku, masih cilik di tinggal ibu nya, ayah nya juga berubah.
BERSAMBUNG!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!