NovelToon NovelToon

Aku Dinikahi Untuk Balas Dendam

Bab 1

Suasana pernikahan yang begitu megah menghiasi gedung pernikahan indira Arvelia Brata. Para tamu sudah datang tapi suasana terlihat suram. Dira meremas tangan nya, merasa gelisah. Begitu juga orang tuanya terlihat panik. 

"Bagaimana ini pa?" Sang Ibu sangat terlihat panik mencari solusi. Ia menatap sang suami. 

"Tenang ma. Kita bakalan cari solusi," ucap sang Suami mencoba menenangkan. 

Suasana yang seharusnya membahagiakan malah menjadi sangat suram akibat mempelai pria dan keluarganya tidak kunjung datang. Sudah puluhan kali telpon tapi tak ada yang mengangkat, bahkan mereka mematikan ponsel mereka membuat Dira dan keluarga nya merasa dipermainkan. 

Dira menunduk, merasa kecewa sekaligus marah. Ia duduk di kasur mencoba menenangkan dirinya. 

Sang ibu melihat putrinya mendekat, memeluk putrinya. Ia menatap putrinya sendu, kasihan dengan nasib sang anak. Keluarga mereka juga akan menanggung malu. 

"Ma... " ucap Dira dengan air mata yang mengalir, membuat sang ibu merasakan sakitnya. 

Setelah 30 menit tak kunjung ada berita dari sang mempelai pria.  

"Papa akan umumkan dengan para tamu," ujar sang ayah menunduk tak tega tapi ini satu-satunya hal yang bisa dia lakukan. Para tamu sudah menunggu bahkan penghulu sudah memanggil sedari tadi. 

Ibu Dira memegang tangan putrinya. "Nak, maaf mama ga bisa apa-apa, semua ini diluar kendali kita." kata sang ibu

Dengan perasaan pilu, kecewa serta marah Dira mencoba berdiri mengikuti Ayah dan Ibunya untuk mengumumkan pembatalan pernikahan. Dengan langkah pelan mereka berjalan, Dira meremas gaunnya. 

Tapi saat di depan kamar, seseorang tiba-tiba memanggil. "Tunggu... " ucapnya membuat Dira dan orang tuanya berbalik. 

"Saya bisa jadi mempelai prianya," ujar Laki-laki itu dengan sangat yakin dan terlihat tanpa keraguan. 

Dira memandang orang tuanya, seolah bertanya dan dia mendapat anggukan dan senyuman lega. 

-------

Pernikahan berlangsung dengan mempelai pria yang tiba-tiba menawarkan diri. Meski mereka tidak saling kenal tapi ini salah satunya solusi membuat keluarga Dira tidak malu. 

Pernikahan berlangsung lancar. Memang ada beberapa tamu yang bertanya-tanya kenapa mempelai prianya berbeda tapi masih lebih baik dari pada pengumuman pembatalan pernikahan anaknya. 

Setelah acara selesai, Dira dan suaminya berpamitan. Dira akan pergi ke rumah suaminya. Suasana haru terasa malam itu, wanita itu memeluk kedua orang tuanya berpamitan. 

------

Mobil melaju pelan, Dira duduk bersama suaminya di kursi belakang, sopir membawa mobilnya di depan. 

Dira melirik sang suami, wajahnya terlihat tenang. Ia bingung kenapa laki-laki ini mau membantunya bahkan menikah dengannya, mereka bahkan tidak saling kenal. Dan yang Dira tahu kini hanya nama sang suami  Denzo Artala Gritama. Laki-laki itu juga memiliki cincin mas kawin nya, sebuah perhiasan berlian yang katanya milik ibunya , dan sejumlah uang 200 juta yang entah kenapa bisa dia bawa. 

Dira berpikir pasti suaminya adalah orang yang sangat kaya, karena membawa uang yang begitu banyak. 

Perjalan terasa lama bagi Dira, tidak ada pembicaraan dengan Denzo suaminya, perilaku laki-laki itu berbeda sekarang. Tapi dia tidak mau berpikir negatif jadi dia tidak terlalu memperdulikannya mungkin saja dia capek makanya diam saja pikirnya. 

Mobil itu memasuki sebuah rumah besar dengan nuansa yang megah, hitam dan emas perpaduan yang sangat indah. 

Mobil terparkir didepan rumah, Dira perlahan turun mengikuti suaminya. 

"Mas," panggil Dira saat melihat Denzo berjalan lebih dulu tanpa melihatnya. 

Seorang pelayan  paruh bayah datang menyambutnya. 

"Biar saya bantu, Non." Pelayan itu mengambil koper Dira dan menuntunnya. 

Dira dibawa ke kamar yang sangat luas nuansa hitam dan putih serta warna emas, rapi, bersih dan wangi. 

"Ini kamar Nona dan Tuan," ucap pelayan itu. 

"Kalau begitu saya permisi Non, jika perlu sesuatu panggil saya saja, Bi Nina," lanjut pelayan itu. 

"Baik Bi, terima kasih." Diara tersenyum. Bi Nina menunduk sebelum keluar. 

Dira berjalan menelusuri kamar itu, memperhatikan setiap furniturnya, hiasan, serta lukisan yang ada di kamar itu, terkesan misterius. 

Suara langkah kaki mendekat terdengar, Denzo masuk dengan ekspresi dinginnya. 

Dira mendekat, menatap Denzo yang kini jadi suaminya."Mas, terima kasih sudah membantu keluarga aku," ucapnya tulus. 

"Saya membantu karena saya ingin sesuatu darimu," ucap Denzo menatap Dira. 

"Jangan mengharapkan pernikahan yang bahagia, Saya tidak sebaik itu." lanjutnya dengan seringai. 

Dira tersentak, hatinya merasa sakit mendengar perkataan suaminya. 

"Mulai sekarang kamu akan mengerjakan pekerjaan rumah, dan harus menuruti semua perintahku," ucap Denzo dengan memegang pipi Dira keras dan melepasnya dengan kasar. 

Denzo meninggalkan Dira di kamar itu. Dira duduk dengan perasaan sedih. Pernikahan yang dia dambakan tidak akan pernah terjadi, dia terisak membayangkan kehidupan nya kedepannya. Suaminya ternyata tidak menerima nya dengan tulus. 

Bab 2

Hari pertama Dira berada dirumah suaminya, ia terbangun dengan badan yang terasa sakit. Semalaman dia menangis hingga membuatnya tertidur di sofa. 

Dira melihat sekeliling kamar, Denzo belum juga kembali. Ia tidak tahu kemana suami barunya itu pergi. Dira berusaha sabar dan ikhlas, bagaimanapun sifat dan sikap laki-laki itu, dia harus terima dan berharap Denzo bisa mencintainya. 

"Aku harus sabar, ini hari pertama setelah menikah. Aku harus bisa buat mas Denzo menerimaku. Semangat Dira!" gumamnya pada diri sendiri. 

Dira melangkah ke kamar mandi dengan semangat memulai hari. 

***

Di ruang makan terlihat beberapa pelayan tengah menjalankan tugasnya. Makanan juga sudah tersedia di meja makan.

Denzo dilayani oleh pelayan, ia duduk memulai  makan nya tanpa menunggu Dira. 

"Tuan tidak menunggu Nona?" tanya Bi Nina saat melayani Denzo. Bi Nina sudah sejak kecil melayani dan bersama Denzo. Ia sudah seperti Ibunya. 

"Tidak perlu, saya buru-buru," jawabnya singkat dan tidak peduli. 

"Oh iya, Bi Nina jangan lupa berikan List pekerjaan yang harus dikerjakannya nanti. Dan sebelum saya pulang semua harus selesai." lanjutnya dengan tegas dan tanpa bantahan. 

Setelah sarapan Denzo berangkat ke kantornya tanpa berpamitan pada Dira. Ia berjalan keluar dan sudah ada Rei Sekretarisnya menunggunya. 

"Ayo," ucap Denzo masuk ke mobilnya. 

Rei masih berdiri di tempatnya sambil berusaha melihat ke arah dalam rumah. 

"Aku ingin lihat Nona baru ku," ucapnya tanpa sadar bahwa mata Denzo menatapnya tajam. 

"Rei!" Suara tegas itu membuat Sekretaris Rei tersadar. 

"Baiklah, sungguh pelit sekali bahkan kau tidak mengijinkan ku melihatnya," gerutu Sekretaris Rei sambil masuk ke mobil mengikuti perintah Tuan nya. Rei sebenarnya adalah teman Denzo, mereka cukup dekat, itu lah mengapa Rei terkadang terlihat sangat berani pada Denzo. 

Rei mengemudikan mobil keluar dari pekarangan rumah menuju kantor. Rei melirik ke kursi belakang melihat wajah dingin Tuan nya. 

Rei cemberut, ia tidak melihat wajah nona barunya. Padahal Rei penasaran sekali melihat istri Denzo. Bagaimana wajah wanita itu, yang telah membuat Denzo ingin menikah. Rei ingin kembali bertanya tapi aura Denzo terasa menyeramkan dan ia bisa merasakannya dibalik punggungnya. 

***

Dira berjalan menuruni tangga, ia melihat Bi Nina serta beberapa pelayan yang bekerja di rumah itu. 

"Nona Dira, sebaiknya Nona sarapan dulu," kata Bi Nina saat Dira menghampirinya. 

Dira tidak merespon. Matanya sibuk mencari seseorang. "Mas Denzo, mana Bi?" 

"Oh Tuan Denzo sudah berangkat ke kantor, Non," jawab Bi Nina. 

Dada Dira terasa tercekat, suaminya tidak menunggu nya. Ia berusaha mempertahankan senyumnya. 

Bi Nina menuntun Dira duduk di kursi makan. "Non makan dulu." Bi nina melayani Dira dengan mengambilkan makanan. 

"Makasih Bi. Kita makan bareng aja Bi." ajak Dira menyuruh Bi nina ikut makan bersamanya. 

"Tidak non, saya nggak enak cuma pelayan disini." tolak Bi Nina

"Non makan saja, oh iya setelah makan  ada perintah dari tuan yang akan saya sampaikan sama, Non," ungkap Bi Nina merasa tidak enak. 

"Baik, Bi. Saya makan dulu." Dira tersenyum sambil memulai makan. 

Bi Nina masih berdiri disamping meja makan. Ia memandang Dira kasihan. Padahal mereka baru menikah tapi Denzo sudah bersikap buruk dan menyuruh nya bekerja seperti pelayan. 

Sehabis makan kini Dira dan Bi Nina duduk disofa. Bi Nina terlihat ragu dan tidak tega menyampaikan pesan Denzo. 

"Ada apa Bi? Katakan saja." Dira memegang tangan Bi Nina. 

"Maaf Non." Bi Nina menunduk. 

"Kenapa Bibi minta maaf?" tanya Dira bingung. 

Bi Nina menatap Dira dengan sendu. "Tuan Denzo memerintahkan Bibi, memberikan tugas untuk Nona." Bi Nina memberikan Kertas yang berisi pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Dira. 

Dira tertegun melihat kertas itu. 

Pekerjaan yang harus dia kerjakan, membersihkan ruang tamu, ruang tengah, membersihkan kolam renang, membersihkan halaman belakang, menyiram tanaman dan terakhir melepas gorden besar di ruang tengah, dan menggantinya. Dira menatap tak percaya isi kertas itu. 

"Ini... "

"Maaf Non, Bibi tidak tahu apa yang dipikirkan Tuan sampai memperlakukan Nona seperti ini." Bi nina menangis merasa bersalah. 

"Bibi jangan nangis, mungkin 

mas Denzo mau mengetes ku saja," ujar Dira dengan tenang meski hatinya merasa sakit diperlakukan seperti itu. 

Dira berasal dari keluarga yang berada, jarang mengerjakan pekerjaan rumah karena sudah ada pelayan. Tapi meski begitu bukan berarti Dira tidak tahu pekerjaan rumah, bahkan Dira pintar memasak karena sejak kecil dia suka membantu mama dan Bi Arsi pelayanannya di rumah saat memasak. 

"Non yang sabar ya." Bi Nina mengelus punggung Dira. 

"Iya bi, gapapa kok. Yaudah aku kerjain pekerjaan aku dulu." Dira tersenyum menyakinkan. Ia berdiri memulai pekerjaannya. 

Pekerjaan pertama Dira membersihkan ruang tamu, ia melap dan membersihkan debu di semua barang yang ada di lemari, lalu menyapu lantai dan kemudian mengepelnya. Dira mengerjakan pekerjaannya dengan serius. 

Kini Dira sudah sampai ke pekerjaan membersihkan kolam. Ia duduk sejenak, beristirahat. Pandangan matanya sendu dan sangat lelah. 

"Aku ga tau apa salahku hingga membuat mas mempermalukan ku seperti ini, aku bahkan baru bertemu dengan mas Denzo di pernikahan," gumam Dira menatap lurus kolam renang. Ia mengelap keringatnya di dahinya. 

"Mas terlihat punya dendam padaku," lanjutnya 

"Stop berpikir yang tidak-tidak Dira, mas Denzo tidak mungkin seperti itu," ucapnya menyanggah kembali ucapannya. Ia menghela napas lalu berdiri kembali melanjutkan pekerjaan nya. Ia tidak mau bersangka buruk pada suaminya, meski perlakuan suaminya buruk padanya. 

Para pelayan merasa prihatin melihat Nona barunya. "Kasian sekali Nona Dira," ucap salah satu pelayan

"Nona bahkan baru datang kerumah ini, tapi sudah diperlakukan buruk oleh Tuan"

"Tuan Denzo memang sangat kejam"

Beberapa pelayan mengomentari perilaku Tuan Denzo tapi dengan suara bisik-bisik, takut akan didengar Tuan Denzo karena rumah ini memiliki banyak Cctv. 

Bi Nina menghampiri pelayan yang memperhatikan Dira. "Kembali bekerja, jangan bergosip atau kalian mau tuan Denzo marah?" ucap Bu Nina membuat para pelayan itu takut dan kembali ke tempatnya bekerja. 

Bi nina menggeleng pelan. Ia menatap Dira dari jauh. Bi nina mengambil minuman dan Cemilan lalu berjalan menghampiri Dira. 

"Non."

Dira berbalik. "Iya Bi, kenapa?" tanya nya menghentikan aktivitasnya. 

"Istirahat dulu, Non." Bi Nina menyimpan nampan nya di meja. 

"Aku selesaikan semua dulu, Bi." Dira menolak istirahat memilih menyelesaikan pekerjaan nya. 

Tanpa Dira tahu semua yang dia lakukan diawasi langsung oleh Denzo melalui cctv rumahnya. 

Denzo terlihat serius menatap layar laptopnya. Ia tertegun melihat Dira yang bekerja, tidak menyangka wanita seperti Dira yang berasal dari keluarga kaya akan menerima dengan sabar perintahnya dan melakukan nya dengan baik. 

Wanita yang cukup berbeda.

Tapi meski begitu, dendam Denzo tidak akan hilang karena melihat Dira yang berbeda dari kebanyakan wanita. Karena di pikiran Denzo, Dira adalah wanita jahat dan munafik, yang bersikap seolah tidak pernah melakukan kejahatan. Dendamnya tidak akan hilang sampai Dira benar-benar menderita.

Bab 3

Beberapa jam berlalu Dira masih mengerjakan tugasnya. Kini ia sedang menganti gorden terakhir. Tubuhnya berkeringat, rambutnya berantakan dan tangannya sedikit gemetar karena lelah. 

Suara mesin mobil terdengar di halaman, beberapa pelayan menyambut Tuan Denzo. 

Langkah kaki Denzo terdengar. Ia menghentikan langkahnya saat melihat Dira masih sibuk berdiri di atas kursi, mengganti gorden tinggi itu sendirian.

"Sedang apa kau?" tanyanya datar.

Dira menoleh pelan, kaget tapi berusaha tersenyum. “Mengganti gorden, Mas. Ini yang terakhir.”

Denzo hanya menatapnya tanpa ekspresi, lalu melangkah pergi tanpa berkata apapun lagi. Tapi dalam hatinya, dia tak bisa membohongi rasa terkejutnya. Dira menyelesaikan semua pekerjaannya.

Dira memandang Denzo yang berjalan menjauh dengan sendu. Suaminya sangat dingin padanya. 

Setelah semua pekerjaannya selesai, Dira beristirahat di sofa. Denzo menghampirinya  dengan ekspresi datar. Ia memegang map biru. "Siapkan makan malam ku nanti," ucapnya lalu pergi tanpa menunggu Dira bicara. 

Dira menatap punggung suaminya yang berjalan keluar. Ada perasaan senang saat Denzo menyuruhnya menyiapkan makan malam. 

Bi Nina datang membawa Minuman dan cemilan lalu menyimpannya di meja. "Non terlihat senang. Apa yang Tuan katakan?" tanya Bi Nina duduk di samping Dira. 

"Mas Denzo... Ingin aku masakin makan malam," ucap Dira pelan, senyum kecil tergambar di wajahnya. 

Bi Nina ikut tersenyum. Nonanya sangat sabar sekali menghadapi sifat Tuannya. 

"Tuan memang memberikan pesan, bahwa mulai sekarang Nona yang harus memasakkan untuk Tuan, baik sarapan, dan juga Makan malam," ungkap Bi Nina. 

"Aku senang kalau ternyata mas Denzo masih mau, makan masakan ku." 

"Non minum dulu." Bi Nina memberikan segelas jus jeruk untuk Dira. 

"Makasih, Bi." Dira menerima minuman itu dan meminumnya hingga habis setengah. 

Bi Nina memandang Dira dengan senyum kecil. Ia merasa lega Nonanya tidak keberatan dengan tambahan perintah yang Denzo berikan, justru dia terlihat senang. 

"Oh iya, kapan mas Denzo pulang Bi?" tanya Dira. Denzo tadi pulang hanya untuk mengambil berkasnya yang tertinggal. 

"Sekitar jam 7 malam Non," jawab Bi Nina. 

Dira mengangguk paham. Ia lalu memutar badannya menghadap Bi Nina. "Bibi tau ngga makanan kesukaan Mas Denzo?" 

"Tuan suka sekali makan ayam goreng mentega, Non." 

Dira kembali bertanya dengan antusias. "Apa lagi Bi?"

"Sup ayam, Tempe kecap, ayam goreng dan udang goreng tepung."

Dira mengangguk paham. "Kalau yang tidak Tuan sukai?" 

"Tuan tidak suka makanan pedas, dan makanan yang terlalu manis seperti cake, dan sayur pun Tuan hanya suka kentang, wortel, bayam dan kangkung."

Dira berusaha menghafal semua makanan yang Denzo sukai. "Baiklah aku akan buatkan makanan kesukaan mas Denzo nanti malam."

Denzo kini sudah berada di perusahaannya. Ia duduk di kursi kerjanya dengan menatap foto sang ibu di mejanya. 

"Maaf Ma... Aku akan membuat dia mendapatkan balasan atas perbuatannya."

Denzo meraih bingkai foto itu. Perasaan rindu dan sakit akan kehilangan ibunya membuatnya sangat membenci Dira. Nafasnya mulai memburu, jarinya menekan bingkai foto dengan gemetar. 

"Aku akan buat dia mengakui kesalahannya dan berlutut meminta maaf." 

***

Jam sudah menunjukkan jam 6, Dira sudah berada di dapur dan akan memasak makanan kesukaan Denzo. Ia membuatkan ayam goreng mentega, udang goreng tepung dan sup ayam untuk denzo. 

Para pelayan yang berada di sana hanya bisa melihat Nona mereka memasak. 

"Nona bisa memasak?" tanya salah satu pelayan berkomentar, ia heran jarang wanita kaya bisa memasak seperti itu. 

"Nona seperti nya bukan wanita manja seperti wanita kaya uang yang lain," timpal pelayan lain ikut bersuara. 

Para pelayan hanya bisa melihat dari jauh dan saat Bi Nina masuk ke dapur, pelayan itu langsung bubar takut ditegur lagi oleh Bi Nina. 

Bi Nina menghampiri Dira yang masak memasak. Dira terlihat telaten memasak. Mungkin karena sudah terbiasa, makanan nya pun selesai dengan cepat. 

"Sudah selesai Non?" Bi Nina berdiri disamping Dira. Ia melihat makanan yang Dira buat. 

Dira mengangguk. Ia mengangkat makanan yang dia buat ke meja makan. 

"Saya bantu Nona." Bi Nia menawarkan diri dan mengambil beberapa piring membawanya ke meja makan. 

"Makasih, Bi," ucap Dira. 

Dira lalu menyusun makanannya, ia cukup puas dengan masakan nya dan berharap Denzo akan suka. Dira lalu duduk sambil menunggu Denzo pulang. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!