NovelToon NovelToon

My Bastard Mahapatih

Tidak Takut

Langit jingga melukis senja di lereng Gunung Slamet, membalut Dukuh Seti dengan kehangatan. Di tengah riuhnya persiapan malam, Kirana, gadis berusia delapan belas tahun dengan tatapan mata selembut embun pagi, mematut diri di depan cermin usang.

Jemarinya yang lentik membelai kebaya hijau lumut yang baru selesai dijahit Mak Tun dan kini melekat di tubuhnya yang ramping, namun memiliki lekukan yang mampu menghipnotis mata semua kaum adam.

Perias sekaligus sesepuh desa bersiap diri menyambut upacara pelantikan ronggeng baru.

Malam ini adalah malam yang Kirana nantikan sekaligus gentarkan, yakni malam pelantikan dirinya sebagai ronggeng sekaligus malam yang memberinya kesempatan untuk membalaskan dendam keluarganya.

Semua itu terjadi saat tiga bulan yang lalu Kirana turun gunung setelah ayahnya difitnah dan dibantai habis beserta seluruh keluarganya. Dia langsung menuju ke Dukuh Seti karena laki-laki yang dia cari, laki-laki yang sudah bersaksi dusta dan membuat seluruh keluarganya dibantai habis. Laki-laki itu adalah Tumenggung Jayadi. Dia dibayar untuk memberikan saksi dusta bahwa ayahnya Kirana sudah menahan surat permintaan bala bantuan sehingga membuat selir kesayangannya raja meninggal di medan perang bersama ratusan pasukan terhebat kerajaan. Kirana mendapatkan semua informasi tersebut dari orang yang pernah dia selamatkan.

Begitu tiba di Dukuh Seti, Kirana secara tidak sengaja melihat seorang perempuan tergeletak di jalan. Kirana yang menguasai ilmu pengobatan karena gurunya adalah tabib kerajaan kepercayaannya ibu suri, tabib yang mumpuni, berhasil menyembuhkan perempuan itu. Perempuan itu lalu mengajak Kirana tinggal di rumahnya. Kirana dan dayang kesayangannya yang bernama dayang Sumi akhirnya tinggal di rumah ronggeng yang hampir purna masa jayanya itu.

Ronggeng Dukuh Seti itu memiliki satu anak laki-laki yang masih berumur tujuh tahun yang bernama Sapto dan perempuan itu bernama Mbok Patmini. Mbok Patmini akan berhenti menjadi ronggeng karena tubuhnya sudah mulai sakit-sakitan dan lemah. Pengajuan lereh perempuan itu disetujui dengan syarat perempuan cantik yang berada di rumahnya harus menggantikan dirinya dan perempuan cantik yang dimaksud oleh para warga desa dan pengampu adat setempat, juga para tetua itu adalah Kirana.

Lengkingan kendang dan gemulai lembut harmonisasi gamelan membuat Kirana menari dengan gemulai dan Kirana dinilai pantas untuk menggantikan Mbok Patmini setelah Kirana menjalani ujian pertamanya menari di depan para tetua dan pengampu adat.

Mbok Patmini, adalah seorang ronggeng kondang di masa lalu, yang kini hanya mampu tersenyum tipis menyaksikan Kirana hendak mengikuti jejaknya. Mbok Patmini tahu benar, di balik gemerlapnya panggung, ada beban dan pandangan yang tak selalu ramah. Namun, Kirana punya tekad baja. Cara satu-satunya agar dia bisa masuk ke pendopo Agung ke tempat di mana orang yang pertama kali memfitnah ayahnya hidup nyaman selama ini. Dengan cara menari ia percaya, menari adalah cara untuk berkomunikasi dengan semesta, menerjemahkan suka duka desa ke dalam setiap gerak tubuhnya dan dengan cara menari dia ingin segera bisa bertemu dengan pemfitnah yang kejam itu.

Di rumahnya Mbok Patmini yang sederhana, aroma dupa bercampur wangi melati menusuk hidung. Mbah Karto, juru kunci sekaligus pemangku adat desa, duduk bersila di sudut ruangan, memejamkan mata, merapalkan doa-doa kuno. Beberapa sesepuh lain, dengan wajah penuh kerut dan kebijaksanaan, turut hadir. Mereka semua menjadi saksi bisu awal perjalanan Kirana menjadi ronggeng.

"Apakah kamu sudah siap, Nduk?" suara Mbah Karto memecah keheningan, matanya kini menatap Kirana lurus.

Kirana mengangguk mantap, meskipun jantungnya berdegup seperti tabuhan kendang paling cepat, karena gugup. "Siap, Mbah."

Prosesi pun dimulai. Mbah Karto menaburkan kembang setaman ke ubun-ubun Kirana, melafalkan mantra penolak bala dan pemberi restu. Lalu, ia menyematkan selendang kuning keemasan, simbol keagungan dan pesona seorang ronggeng, melingkari pinggang Kirana. Udara terasa bergetar, seolah para leluhur ikut menyaksikan momen sakral ini.

"Ingat, Nduk," Mbah Karto berujar, suaranya berat dan penuh wibawa, "Seorang ronggeng bukan sekadar penari. Kamu adalah penjaga tradisi, penghibur lara, dan pembawa kebahagiaan. Setiap gerakmu adalah doa, setiap senyummu adalah berkat. Jagalah keelokanmu, jagalah kehormatan desa."

Kirana mendengarkan setiap kata dengan khidmat. Ia tahu, di pundaknya kini ada tanggung jawab besar meskipun di awalnya dia hanya berniat membalas dendam. Ternyata tugas dan tanggung jawab seorang Ronggeng sangatlah besar. Bukan hanya sekadar menghibur, melainkan juga menjaga marwah seni dan budaya yang telah diwariskan turun-temurun, dan menjadi tulang punggung keluarga menggantikan peran Mbok Patmini selama ini.

Kirana mengerjap penuh tanya ketika Mbah Karto berujar, "Setelah menari dan menyelesaikan semua prosesi, kamu harus menjalani prosesi puncak, yakni prosesi buka kelambu"

Kirana mundur selangkah sembari bertanya dengan kedua alis ia tarik ke atas, "Bu....bukankah prosesi buka kelambu i....itu pro-se-si penye-rah-an se-gel kesucian se....se.....seorang gadis?"

"Kamu benar sekali, Nduk Cah Ayu"

"Ke......kenapa harus seperti itu, Mbah?" Wajah Kirana mulai pucat.

Memang brengsek pria yang bernama Jayadi itu. Aku akan langsung menancapkan tusuk kondeku ke lehernya nanti sebelum dia menjamah tubuhku, cih! Batin Kirana dengan kedua tangan mengepal erat.

"Kamu benar, Nduk cah ayu. Buka Kelambu itu adalah prosesi di mana kamu harus menyerahkan kesucian kamu ke Tumenggung selaku sesepuh yang paling dihormati di dukuh sini. Kamu harus menyerahkan kesucian kamu ke Ki Jayadi"

Kirana menutup mulutnya yang ternganga dengan telapak tangan. "Saya masuk ke pendopo Agung, Mbah?"

"Iya dan jangan lupa di sana nanti, di malam ini, kamu harus menyerahkan segel kesucian kamu ke Ki Jayadi barulah kamu bisa dinobatkan menjadi ronggeng di Dukuh Seti keesokan harinya. Ronggeng sejati"

"Lalu, untuk apa saya menari malam ini kalau pelantikannya masih besok, Mbah?"

"Kamu menari malam ini untuk mendatangkan berkah bagi warga dukuh sini, Nduk"

"A.....apakah Mbok Patmini dulunya juga begitu?"

"Iya, dia ronggeng tercantik kala itu dan sekarang dia sudah menua dan kamu lebih cantik dari dia, Nduk Cah Ayu"

"Untuk apa menjadi lebih cantik daripada ronggeng yang sebelumnya kalau toh harus menyerahkan segel kesucian ke pria yang bukan suaminya, Mbah?"

"Memang harus seperti itu, Nduk"

"Kenapa bukan Demang yang mengambil segel kesucian di dalam pelantikan seorang ronggeng? Kenapa Tumenggung? Kenapa aneh? Apa di semua Dukuh yang mengambil kesucian adalah Tumenggung bukannya Demang?"

Mbah Karto melompat dan membungkam mulut Kirana dengan telapak tangan. "Ssttttt! Jangan banyak bertanya lagi, Nduk! Itu berbahaya. Kamu bisa kena tembakan panah jika ada yang mendengar pertanyaan kamu tadi"

Kirana hanya bisa menganggukkan kepalanya pasrah karena dia tidak ingin mati sebelum dia menancapkan tusuk kondenya ke leher Tumenggung Jayadi.

Setelah Mbah Karto menarik telapak tangannya dari mulut Kirana, Kirana mematung dan merapatkan bibirnya dengan kedua tangan mengepal keras. Dasar biadab Jayadi! Dia memanfaatkan jabatannya untuk menikmati kesucian para gadis dengan dalih pelantikan ronggeng baru di sebuah dukuh.

Beberapa menit kemudian, Kirana sudah berdiri di tengah panggung.

Ketika tabuhan gamelan mulai mengalun lembut, Kirana melangkah ke panggung yang telah disiapkan di balai desa. Cahaya obor menyorot wajahnya, membuatnya tampak berkilau. Para warga, tua muda, berjejal ingin menyaksikan penampilan perdana Kirana sebagai ronggeng. Mereka tahu, malam ini mereka bukan hanya akan melihat pertunjukan, melainkan juga menyaksikan lahirnya kembali jiwa seni di desa mereka.

Kirana menarik napas dalam-dalam. Matanya terpejam sejenak, membayangkan ibunya, ayahnya yang dibantai dan para pendahulu ronggeng lainnya. Ketika ia membuka mata, ada kilatan tekad dan gairah yang membara. Kakinya mulai menjejak lantai panggung, tangannya meliuk anggun, mengikuti irama gamelan yang semakin cepat. Gerakannya luwes, penuh penghayatan, seolah ia telah menari seumur hidupnya.

Desa Dukuh Seti malam itu diselimuti pesona. Kirana,sang ronggeng baru, menari seperti langit yang menumpahkan bintangnya. Ia bukan hanya menari dengan tubuhnya, melainkan dengan seluruh jiwanya. Senyumnya mengembang, bukan lagi senyum gentar, melainkan senyum kebahagiaan. Malam itu, bukan hanya seorang ronggeng yang dilantik, melainkan sebuah harapan baru yang kembali bersemi di tengah desa. Kirana, dengan Tari Langit-nya, siap membawa cahaya dan kegembiraan bagi sesamanya, menjaga api tradisi agar tak pernah padam.

Kirana untuk sejenak lupa akan prosesi Buka Kelambu, prosesi terakhir nanti yang harus ia jalani.

Dengan iringan gamelan yang semakin cepat dan rancak, Kirana mulai menari. Lenggak-lenggok tubuhnya begitu memukau, memadukan keanggunan dan sensualitas. Setiap gerakannya adalah sebuah cerita, setiap lirikannya harus mengandung rayuan. Ia bukan lagi Kirana yang pandai ilmu pengobatan. Malam ini, ia adalah ronggeng, tetapi belum sepenuhnya dilantik menjadi ronggeng.

Orang-orang yang hadir, para tetua desa dan para penabuh gamelan, menyaksikan dengan takjub. Mereka tahu, malam ini mereka telah menyaksikan kelahiran seorang ronggeng dan esok pagi mereka akan menemukan ronggeng sejati.

Akhirnya tiba saatnya bagi Kirana masuk ke pendopo agung. Tangan Kirana gemetar bukan karena takut, tapi karena dendam membara yang membakar hatinya. "Pria itu harus mati di tanganku malam ini juga" Gumam Kirana sambil menggenggam tusuk konde di tangan kanannya.

Duduk di tepi ranjang mewah, Kirana duduk tegak dengan kedua tangan tergenggam di atas pangkuannya.

Tiba-tiba, brak! Pintu kamar terbuka lebar dan seorang pria berjalan terhuyung-huyung dengan wajah menyeringai senang.

"Menjijikkan!" Gumam Kirana lirih.

Saat pria itu berdiri di depannya Kirana, tusuk konde di tangan kanan Kirana langsung melayang ke leher pria itu dan grab! Tangan Kirana tercekal erat dan tusuk konde jatuh ke lantai, mengeluarkan bunyi emas beradu lantai marmer, klonthang! Yang memekakkan telinga dan membuat Kirana membeliak kaget.

"Lepaskan aku!" Geram Kirana.

Plak! Tamparan mendarat keras di mulut Kirana lalu, breeetttt!!!!! Kebaya Kirana dirobek paksa dan menampakkan kemben warna merah yang memamerkan pundak putih mulusnya Kirana.

"Aaaaaa!!!!!" Kirana berteriak kencang saat tubuhnya terlempar ke lantai. Pantat dan punggung Kirana membentur lantai marmer. Kirana meringis kesakitan. Kepala dan sudut bibirnya Kirana berdenyut nyeri. Sangat sakit.

Kirana langsung duduk lalu menggeser pantatnya dengan cepat ke belakang sambil berteriak, "Berhenti! Jangan dekati aku!" Namun, pria penghuni pendopo agung yang pertama kali memfitnah ayahnya Kirana, terus melangkah maju dengan terhuyung-huyung dan wajahnya menyeringai penuh semangat.

"Kamu ayu banget, Nduk! Luwih ayu tinimbang ronggeng sing mbiyen, Nduk. Kulitmu putih banget, menggoda sekali, Nduk. Aku sangat beruntung bisa membuka segel kesucianmu malam ini, hahahahaha!" Pria paruh baya itu menubruk tubuh rampingnya Kirana.

Kirana menahan dada pria paruh baya itu, tapi dia kalah kuat. Bibir pria itu meluncur hendak memagut bibir Kirana dan dengan cepat gadis cantik itu memalingkan muka dan lehernya langsung kena gigit pria paruh baya itu. "Aaaaaa!!!!" Kirana berteriak histeris dan dengan sekuat tenaga dia mendorong dada pria itu sambil mendesis penuh jijik, "B*j*ng*n!"

Pria paruh baya yang bergelar Tumenggung dan bernama Jayadi itu meringis lalu meremas dada ranum gadis cantik yang berada di bawah tubuhnya sambil menggeram, "Kamu milikku malam ini jadi jangan bertingkah sok suci, Nduk cah ayu!"

Kirana menggigit lengan yang telapak tangannya sedang meremas dadanya dan pria paruh baya itu berteriak kesakitan sambil menarik tangannya dari dada ranum gadis cantik yang sudah menyalakan gairah bejatnya.

Pria itu menegakkan badannya lalu plak! Dia menampar gadis cantik itu dengan sekuat tenaga.

Wajah Kirana terlempar ke samping dan seketika itu juga darah mengalir di sudut bibirnya. Kirana dengan cepat mengarahkan pandangannya ke pria paruh baya berhati busuk dan kejam itu lalu berteriak, "Aku tidak takut padamu b*j*ng*n!"

Lalu, crash!!!!!! Darah terciprat deras ke wajahnya Kirana ketika pedang yang sangat tajam memangkas kepala pria paruh baya itu dari arah belakang pria paruh baya brengsek itu.

...♥️♥️♥️♥️...

Luwih ayu tinimbang ronggeng sing mbiyen, Nduk \= Lebih cantik daripada ronggeng terdahulu, Nduk.

Nduk \= Panggilan untuk anak perempuan.

Kemben adalah pakaian tradisional suku Jawa dan Bali yang berupa kain pembungkus tubuh wanita yang secara historis umum ditemui di daerah Jawa dan Bali, Indonesia.

Dingin

Saat tubuh pria paruh baya yang sudah tidak berkepala itu jatuh di tubuh Kirana, gadis itu jatuh pingsan dan sayup-sayup Kirana mendengar suara bass nan seksi dari seorang pria, "Bunuh semuanya kecuali wanita dan anak-anak!!!!"

Lingga berdecak kesal saat dia menemukan ada gadis hanya dibalut kemben merah jatuh pingsan.

Lingga menendang tubuh Tumenggung Jayadi yang sudah dia tebas kepalanya ke arah samping lalu berjongkok untuk melihat gadis yang terkulai pingsan dengan wajah penuh cipratan darahnya Tumenggung Jayadi. Lingga mengusap kasar darah di wajah gadis itu dengan punggung tangan dan terkesiap kaget, "Dia cantik sekali dan kalungnya......" Lingga melepas jubahnya lalu melilit tubuh gadis berkemben merah itu dengan jubahnya.

"Dia tidak dibunuh, Mahapatih?" Tanya pria gagah perkasa yang selalu setia menemani Mahapatih yang bernama Lingga itu.

Lingga membopong Kirana sambil berucap, "Kamu tahu kalau aku tidak pernah membunuh wanita"

"Tapi, dia wanita rendahan dan menjijikkan"

"Maksud kamu?" Lingga menghentikan langkahnya tanpa menoleh ke anak buahnya itu.

"Dia ronggeng yang dilantik malam ini, Mahapatih. Dia kemungkinan besar sudah tidak suci" Sahut pria gagah perkasa yang selalu setia dan menjunjung tinggi Mahapatih Lingga.

Lingga tersenyum kecil lalu bergumam, "Menarik" Dan melanjutkan langkahnya untuk membawa Kirana masuk ke dalam kereta kudanya.

Setelah membaringkan perempuan itu di atas bangku panjang yang berada di sisi kanan kereta kudanya, Lingga menatapnya. Dia ronggeng yang dilantik malam ini. Seharusnya dia memasrahkan diri untuk prosesi buka kelambu. Tapi, kenapa dia terus melawan dan hendak menusuk Jayadi dengan tusuk kondenya? Lalu, kenapa dia memakai kalung keluarga Sanjaya? Siapa dia sebenarnya? Apa hubungannya dengan Tabib Harsa Sanjaya? Dan apa hubungannya dengan Adipati Arkan Nitiyoga?

Mahapatih Lingga adalah putra Raja, tapi bukan pewaris sah. Ia adalah putra dari garwa ampil kesayangannya sang Raja, tapi yang paling dibenci oleh semua garwa ampil terkhusus permaisuri sah. Lingga seorang anak yang kehadirannya di istana adalah bim waktu yang tak terhindarkan bagi permaisuri. Untuk itulah sejak Lingga kecil, ia dipisahkan dengan raja dan ibunya. Lingga dibesarkan di sayap istana yang paling gelap, jauh dari tawa dan nyanyian. Seluruh penduduk istana dan seluruh penjuru kerajaan memberinya julukan, "Pangeran Bastard/B*j*ng*n" setelah Lingga beranjak remaja. Sebuah julukan yang melekat seperti bayangan.

Julukan yang melekat seperti bayangan dan tersebar menjadi rumor di seluruh kerajaan itu timbul karena Lingga sedang mencari perhatian orangtuanya. Dia ingin menjadi seperti anak yang lainnya, ditemani orangtua dan disayangi. Lingga mencari perhatian orangtuanya dengan cara yang salah, dengan cara mendekati putri para bangsawan lalu mencampakkan mereka dengan kejam. Lingga melakukan itu karena ayahnya adalah raja dan pasti akan memedulikan masalah yang terjadi di keluarga bangsawan, dia berpikiran jika dia membuat onar di keluarga bangsawan, maka dia akan mendapatkan perhatian orangtuanya dengan cepat.Namun, bukan perhatian dari orangtua yang dia dapatkan melainkan julukan, "Bastard/B*j*ng*n"

Untuk meredam gejolak di kalangan bangsawan akibat ulah putra kesayangannya, raja Damar Kertarajasa menikahkan Lingga Kertarajasa dengan putri bangsawan tertinggi yang bernama Jingga dan memberikan garwa ampil yang diambil dari putri Mahapatih Mada, Mahapatih yang selalu berada di sisi kanan raja Damar Kertarajasa. Nama putri Mahapatih Mada itu adalah Kamboja. Sejak terpaksa menerima dua pernikahannya itu, Lingga tidak pernah mencari perhatian orangtuanya dengan cara yang sama. Dia berubah dingin, kejam, dan suka berperang, dan tidak pernah menyentuh wanita. Dia mencari perhatian orangtuanya dengan cara menunjukan prestasinya dan ketika tidak kunjung mendapatkan perhatian ayahnya, ia ingin mati di medan perang. Namun, di saat dia ingin mati di medan perang takdir justru membuatnya tertawa konyol. Dia sering mendapatkan kemenangan yang gemilang, menjadi semakin hebat, dan akhirnya mendapatkan gelar Mahapatih. Namun, perhatian dan kasih sayang orangtuanya yang dia rindukan sejak dia lahir, belum kunjung ia dapatkan jua.

...♥️♥️♥️♥️...

​"Sudah bangun?"

Kirana refleks duduk tegak dan langsung mencengkeram kedua ujung selimut.

Dia siapa? Ganteng dan gagah banget. Mata Kirana membulat sempurna menatap wajah tampan yang duduk di bangku kayu kecil tanpa sandaran.

"Aku tahu aku memiliki paras rupawan jadi biasakan mata kamu tidak terbelalak kurang ajar dan bibir kamu ternganga menjijikkan seperti itu, cih!" Ujung bibir kanan pria ganteng dan gagah itu tertarik ke atas di saat Kirana menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Sebelum Kirana mencerna dengan sempurna keterkejutannya, ada seorang pria gagah dan ganteng meskipun tidak seganteng dan segagah pria yang duduk di depannya, masuk lalu membungkukkan badan di depan pria ganteng gagah yang masih duduk di bangku kecil tanpa sandaran itu.

"Lapor Mahapatih Lingga, semua antek-anteknya Tumenggung Jayadi yang kita pilih untuk tidak kita tebas kepalanya semalam, sudah memberikan kesaksian dan kita bisa berangkat ke ibukota malam ini juga"

Kirana sontak merosot dari tempat tidur lalu bersimpuh di depan Mahapatih Lingga. Saat kening Kirana menyentuh lantai, gadis cantik itu bergegas berucap, "Terima kasih Anda sudah membunuh Jayadi brengsek itu, Mahapatih dan terima kasih Anda sudah menyelamatkan saya semalam"

Lingga dan anak buah kepercayaannya saling melempar pandang. Lingga kemudian mengibaskan tangan dan anak buah kepercayaannya bergegas keluar dari tenda junjungannya.

Orang kepercayaannya Lingga yang memiliki jabatan Rakryan dan bernama Dimas itu bergumam sambil menggaruk-garuk pelipisnya, "Kenapa Mahapatih sangat peduli dengan gadis itu? Biasanya Mahapatih tidak pernah memperdulikan wanita secantik apapun wanita itu. Yeeaahhh gadis tadi sangat cantik dan pantas dilantik menjadi ronggeng, tapi dia wanita rendahan, kan? Kenapa Mahapatih peduli padanya?"

Lingga mengeraskan gerahamnya dan mengepalkan kedua tangannya erat lalu menyemburkan, "Angkat wajah kamu dan tatap aku!"

Kirana sontak mengikat wajahnya saya dia mendengar suara dalam yang terdengar sangat tegas dan.......sangat dingin.

Kirana sontak membeku ketika tangan besar berotot menangkup dagu lancip di wajah tirus mungilnya.

Lingga mencengkeram dagu gadis cantik di depannya dan menatap lekat mata indah nan lentik gadis itu lalu bertanya dengan wajah dingin yang mengintimidasi, "Apa hubungan kamu dengan Adipati Arkan Nitiyoga?"

Kirana membeliak kaget lalu berucap dengan bibir mengerucutkan karena dagunya dicengkeram oleh pria tampan gagah perkasa itu, "Saya putri pertama beliau"

"Apakah nama kamu Kirana Nitiyoga?"

Kirana hanya bisa mengangguk karena pria tampan dan gagah itu semakin keras mencengkeram dagunya.

Lingga menghempaskan wajah mungil nan cantik itu dengan kasar lalu membopong tubuh ramping Kirana.

Belum puas Kirana meringis kesakitan karena dagunya tergores cincin pria tampan itu Kirana tersentak kaget dan sontak menyemburkan, "Anda mau apa?!"

"Mau menguji kesucian kamu" Lingga menaikkan sudut kanan bibirnya.

Kirana memekik, "Aahhhhh!" Ketika tubuhnya dibanting di ranjang.

Kirana membeliak lebar dengan mulut ternganga dan kedua alis terangkat ke atas saat pria tampan itu menghimpit tubuhnya sambil menaikkan kedua tangannya ke atas.

"Aku akan membuatmu menderita karena pengkhianatan ayah kamu, ibukku dan sahabat-sahabat terbaikku meninggal di pertempuran Kediri" Lingga berkata sembari menyusurkan telapak tangan kanannya ke paha gadis cantik itu.

Pria itu menyusupkan wajahnya di dada Kirana sebelum gadis itu sempat menyemburkan protes.

Lingga mengecap kulit putih dan membuat kulit putih di dada gadis cantik itu ternoda tanda merah. Kirana menggoyangkan pinggulnya sambil berteriak, "Lepas! Lepaskan aku b*j*ng*n!!!!!"

Mendengar kata b*j*ng*n, Lingga menggeram kesal lalu merobek kemben gadis cantik itu. Gundukan putih menggoda langsung menyembul keluar dan sontak jakun Lingga naik turun, jantung Lingga berdebar keras, badan Lingga memanas karena gairah. Lingga belum pernah melihat pemandangan indah seperti itu sebelumnya. Dia memang udah menikah, sudah memiliki dua istri, tapi dia tidak pernah menyentuh semua istrinya, dia juga belum pernah menyentuh wanita manapun meskipun dulu, dia sering mempermainkan perasaan wanita.

Kirana berusaha menarik kedua tangannya dari cengkeraman tangan pria itu karena dia ingin menutupi dadanya yang terekspos, tapi gagal. Tenaga pria itu sangat kuat.

Kirana meneteskan airmata saat bibir pria itu memagut bibirnya dengan kasar...............

Kirana adalah putri dari seorang bangsawan yang setia. Adipati kepercayaannya raja. Ia tumbuh dalam lingkungan penuh tata krama dan etiket, dan ia dijodohkan dengan Pangeran Mahkota, yang baik hati dan dihormati. Namun, takdir memiliki selera humor yang kejam. Suatu malam, seluruh keluarganya dibantai, di saat dia berada jauh dari kediaman ayahnya, di saat dia masih menempuh ilmu pengobatan. Dan dia hampir kehilangan kesuciannya hanya karena ingin membalaskan dendam keluarganya, dan ia sekarang menjadi tawanannya Mahapatih Lingga yang sangat dingin dan kejam. Ia kembali dilecehkan.

Bibir Kirana digigit oleh Lingga dan saat bibir Kirana terbuka, lidah Lingga menyusup masuk. Kirana meronta dengan isak tangis. Dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menggigit bibir pria itu karena gerakan bibir dan lidah pria itu sangatlah lincah. Kirana mengernyit jijik karena dia sudah berbagi air liur dengan pria asing di umurnya yang masih delapan belas tahun, dia dipaksa berbagi air liur dengan pria asing dalam keadaan masih suci. Kirana belum pernah melakukan hal menjijikan seperti itu sebelumnya.

Setelah puas mengecap manisnya bibir gadis cantik itu, Lingga menurunkan wajahnya ke dada gadis itu. Dia mengecup pucuk merah muda yang ranum dan itu membuat Lingga menggila. Ketika gigitan Kirana rasakan di pucuk ranumnya, Kirana mendesiskan kata, "Tolong jangan lakukan itu, Mahapatih"

Lingga yang sudah dirasuki gairah yang begitu membara, mengabaikan desisannya Kirana.

Kirana mendongak dan berteriak lirih penuh frustasi, "Aaahhhhh!!!!" Lalu gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan isak tangis di saat pria itu mencium perutnya lalu menyusurkan bibir sampai ke lembah kenikmatan. Cengkeraman tangan pria itu di kedua pergelangan tangan Kirana mengendur saat asyik memainkan bibir dan lidah di lembah kenikmatan. Di saat itulah tanpa sengaja Kirana menyentuh nadi pria itu dan Kirana sontak menyemburkan, "Saya bisa mengobati Anda!"

Lingga terkejut mendengar semburan teriakan gadis itu. Lalu, pria tampan dan gagah perkasa itu mendongak dari lembah favoritnya untuk memastikan, "Kamu bilang apa?" Dan tangan pria itu kembali mencengkram kedua pergelangan tangan Kirana lalu menaikannya ke atas kepalanya Kirana.

Kirana berkata di sela isak tangisnya, "Anda terkena racun bunga kecubung jingga. Anda sering demam, merasakan dingin yang menggerogoti tulang, dan kepala Anda terasa seperti ditusuk ribuan harum, bukan? Selama ini tabib Anda hanya menekan efek racun itu, karena nadi Anda masih memberikan sinyal bahwa racun itu masih ada di tubuh Anda. Saya bisa menghilangkan racun itu" Kirana berkata dengan sangat cepat dan hampir tanpa jeda.

Lingga mengusap bibir basah akibat ulah liarnya dengan ibu jari tangan kanannya sambil menggeram, "Kalau kamu berbohong hanya demi bisa lepas dari cengkeramanku, maka aku akan menggorok langsung leher kamu yang sangat putih dan cantik ini"

Kirana menarik ingusnya lalu bergegas berkata, "Saya tidak akan pernah berani membohongi Anda, Mahapatih"

Lingga lalu melepaskan tangan Kirana, bangun, duduk di tepi ranjang dan melemparkan selimut ke Kirana sambil berkata, "Pakai selimut itu dan segera obati aku!"

Kirana tergagap menangkap selimut itu dan bergegas melilitkan selimut itu ke tubuhnya yang hampir polos sampai ke bawah. Lalu, gadis itu merosot turun dari ranjang, bersimpuh di depan Lingga untuk bertanya dengan kedua tangan tertangkap di depan pucuk hidungnya, "Apakah ada kotak tusuk jarum dan bahan herbal di sini? Saya membutuhkan jahe dan pucuk mawar"

"Kebetulan aku selalu menaruh mawar di tendaku ini karena mendiang ibundaku sangat menyukai mawar" Lingga menunjuk ke meja di dekat pintu keluar tenda.

Kepala Kirana berputar mengikuti arah tunjuk Mahapatih Lingga sedangkan Lingga terus menatap Kirana tak berkedip dengan debaran jantung yang belum sepenuhnya normal.

Lingga mengusap dadanya yang telanjang, dia benar-benar membuatku gila tadi. Hampir saja aku.......

"Lalu, di mana saya bisa mendapatkan jahe dan kotak tusuk jarum?" Kirana menatap Lingga.

Lingga mengerjap kaget dan sontak berteriak, "Dimas masuk!!!!!" Sambil memakaikan bajunya ke Kirana. "Aku tidak suka tubuh kamu dilihat pria lain" Geram Lingga dan itu membuat Kirana mengernyit penuh tanya.

Dia sebenarnya orang yang seperti apa? Sebentar baik, peduli, sebentar galak, dan tadi dia hampir saja merenggut kesucianku. Batin Kirana.

Dimas bergegas masuk dan langsung menangkupkan kedua tangan di depan pucuk hidungnya, "Apa titah Anda, Mahapatih?"

"Katakan ke Dimas apa yang ingin kamu buat dengan jahe dan bunga mawar"

Kirana menelan air liurnya sendiri karena kaget lalu dia bergegas menoleh ke pria yang dipanggil Dimas oleh Mahapatih Lingga itu, "Tolong rebus dua kelopak mawar dan satu ruas jari seukuran jari telunjuk Anda. Rebus dengan gula batu dan dua ruas serai"

Dimas menatap junjungannya dan Lingga langsung berkata, "Turuti semua ucapannya!"

"Baik, Mahapatih" Sahut Dimas sambil menundukkan kepalanya.

Saat Dimas keluar dari tendanya, Lingga menyerahkan kotak berisi jarum ke Kirana. "Ini kotak tusuk jarumnya"

Kirana menerima kotak itu sambil bertanya, "Apakah saya boleh duduk di samping Anda?"

"Apa kamu masih belum cukup mendapatkan kehangatan dariku?"

Kehangatan gundulmu! Aku ingin mengobati kamu brengsek! Batin Kirana.

"Kenapa diam?"

Kirana mengerjap kaget dan langsung berkata, "Sa....saya hanya ingin menusukkan jarum ini di leher, pundak, dan punggung Anda"

Lingga tersenyum tipis lalu menganggukkan kepalanya, "Duduklah di sampingku"

Kirana bergegas duduk di sebelah kiri Lingga dan membatin, dia baru saja tersenyum, ya? Tampan banget kalau tersenyum, ya, tapi sayangnya dia kejam, dingin, dan brengsek.

...♥️♥️♥️♥️...

Garwa ampil \= Selir.

Rakryan \= Jabatan wakil Mahapatih

Adipati \= Jabatan Gubernur untuk jaman sekarang

Syarat

"Maaf Mahapatih, saya akan mulai melakukan pengobatan tusuk jarum"

"Hmm" Sahut Lingga tanpa menoleh ke Kirana.

Kirana menusuk pelan titik akupunktur di leher Lingga sambil berkata, "Akan terasa sedikit sa......."

Lingga mengangkat kedua pundaknya kaget, "Kamu mau membunuhku, hah?!" Lingga mencekal keras pergelangan tangan Kirana dengan mata mendelik tajam

Kirana meringis kesakitan dan bergegas berkata, "Ma....maaf, Mahapatih. Saya baru saja mau memberitahu Anda, a....akan terasa sedikit sakit"

Lingga menghempaskan kasar tangan Kirana sambil berucap dingin, "Jangan macam-macam! Aku bisa tebas kepala kamu seperti Jayadi semalam"

Tangan Kirana sontak gemetar dan itu membuat Lingga melepaskan tangan gadis itu. "Tzk! Kalau tangan kamu gemetar, apakah kamu bisa mengobati aku?"

"Sa....saya tidak gemetar" Kirana langsung menangkap tangannya yang gemetar lalu mengusapnya dengan cepat sambil berkata, "Saya tidak gemetar"

Tentu saja aku gemetar. Kamu mengingatkan aku peristiwa semalam yang sangat mengerikan. Melihat seseorang kepalanya ditebas di depan mata, itu sangat mengerikan, tahu. Dasar iblis tak punya perasaan, ish! Umpat Kirana dalam hati.

"Cepat obati! Aku tidak punya banyak waktu" Geram Lingga.

"Ba.....baik, Mahapatih"

"Dan ingat! Jangan macam-macam! Aku masih belum buat perhitungan dengan kamu karena kamu itu anaknya Adipati Arkan"

Kirana menusukkan jarum ke titik akupunktur yang ada di pundak Lingga sambil berkata dengan sangat hati-hati, "Ayah saya difitnah dan Jayadi adalah orang pertama yang memfitnah ayah saya. Itulah kenapa saya berterima kasih kepada Anda karena Anda sudah membunuh tua bangka brengsek itu. Ayah saya tidak bersalah dan......."

Lingga mencengkeram dagu gadis cantik itu sambil menggeram, "Apa kamu punya buktinya?"

Kirana berkata dengan bibir mengerucut, "Sa......saya akan berusaha mati-matian mencari buktinya. Saya akan membersihkan nama baik ayah dan keluarga saya"

Lingga menghempaskan wajah Kirana dengan kasar, "Aku tidak brengsek seperti Jayadi. Jangan takut!"

Padahal kamu juga sama brengseknya dengan si tua bangka Jayadi. Cuma bedanya kamu sangat tampan dan gagah perkasa. Dan aku menyesal berterima kasih padamu, Semoga kamu tersedak makanan lalu mati, cih! Batin Kirana sambil meringis kesakitan. Sudut bibirnya semalam terluka karena tamparan Jayadi dan beberapa kali Lingga mencengkeram dagunya.

"Kamu kenapa mengerutkan kening? Apakah kamu menyumpahi aku di hati kamu?" Geram Lingga.

Kirana mengerjap kaget dan langsung menuju ke punggung Lingga sambil berkata, "Ti-tidak Mahapatih. Saya tidak berani menyumpahi Anda"

"Dalam hati sekalipun?" Lingga mendelik ke Kirana.

"Dalam hati sekalipun" Sahut Kirana sambil mengarahkan pandangannya ke punggung Lingga.

Kenapa dia bisa tahu kalau aku menyumpahinya dari tadi? Apa dia bisa membaca isi hatiku? Batin Kirana sambil bergegas menusukkan jarum ke titik-titik akupuntur yang ada di punggung Lingga.

Lingga diam seribu bahasa saat Kirana sedang fokus melakukan pengobatan tusuk jarum.

Saat Kirana kembali duduk di sebelahnya untuk mengambil jarum di leher dan pundaknya Lingga, pria itu melirik leher Kirana lalu turun ke pundak Kirana.

Sial! Aku sudah memberinya tanda merah sebanyak itu. Batin Lingga dengan wajah merona. Pria tampan dan gagah itu memalingkan wajahnya dengan cepat di saat dirinya ingin mencumbu gadis cantik itu lagi dan sepertinya sekali lagi saja tidaklah cukup.

Lingga memejamkan mata dan bergumam dalam hatinya sambil.membayangkan keelokan paras dan tubuh Kirana Nitiyoga. Bibirnya tipis di atas dan penuh di bawah, ranum memesona dengan sangat pas berada di dalam pagutanku tadi. Mulutnya manis seperti gulali. Kulitnya putih mulus seperti sutera. Lalu, pucuk dadanya merah jambu menggoda, dan.......dan.....jantung Lingga berdentum kencang saat angan pria berumur dua puluh sembilan tahun itu membayangkan gerakan lidahnya di lembah kenikmatan.........

"Hentikan!" Lingga berteriak kepada dirinya sendiri agar dirinya berhenti untuk terus memikirkan hal tidak senonoh pada gadis cantik yang sedang mengobatinya itu.

Klonthang! Baskom berisi jarum yang dipegang Kirana terjatuh ke lantai dan gadis cantik itu sontak bersimpuh dengan kepala menunduk dan kedua tangan tertangkup di atas kepalanya, "Maafkan saya, Mahapatih. Saya tidak mencelakai Anda. Racun di tubuh Anda sudah hilang sepenuhnya dan Anda tinggal meminum ramuan yang sedang dibuat oleh wakil Anda tadi untuk memulihkan stamina Anda. Setelah itu Anda bisa meminta tabib kepercayaan Anda saat ini untuk memeriksa kondisi Anda kalau Anda tidak percaya kepada saya"

"Ehem!" Lingga berdeham untuk mengusir pikiran kotornya lalu dia menatap Kirana yang sedang menunjuk ke jarum-jarum perak yang berserakan di lantai, "Lihatlah jarum-jarum itu, Mahapatih. Di titik akupunktur yang tepat, jarum-jarum itu menghisap racun. Lihatlah! Jarum-jarumnya berubah menghitam di ujungnya, bukan?"

Lingga meraup wajah tampannya lalu berteriak, "Dimas masuk!"

Dimas masuk sambil membawa nampan dan tabib yang selalu menemani Lingga dalam bertugas dan berperang tampak berjalan tergesa-gesa dengan wajah panik di samping kanannya Dimas.

"Berdiri!" Perintah Lingga ke Kirana sambil menendang lutut Kirana.

Kirana bergegas bangkit berdiri lalu melangkah ke jarum-jarum yang berserakan di lantai.

"Biar Dimas yang memungutnya!" Bentakan Lingga membuat Kirana menghentikan langkahnya dan langsung berbalik badan ke depan dengan wajah menunduk.

Lingga meminum ramuan yang dibawa oleh Dimas sambil memberikan kode mata ke tabib kepercayaannya untuk memeriksa kondisinya.

Tabib kepercayaannya Lingga langsung berkata, "Maaf saya akan memeriksa nadi Anda, Mahapatih"

Lingga meletakkan cangkir bliriknya ke meja kecil di dekat ranjangnya lalu memberikan tangan kanannya ke tabib kepercayaannya.

Tabib itu memeriksa nadi Mahapatih Lingga sambil melirik gadis cantik yang tubuhnya dililit selimut dan di atas pundak gadis cantik itu tersampir jubahnya Mahapatih Lingga.

"Ehem!" Lingga berdeham keras karena dia tidak menyukai ada pria lain melirik Kirana.

Tabib kepercayaannya Lingga yang bernama Ki Kusumo langsung mengarahkan matanya ke pergelangan tangan junjungannya dan beberapa detik kemudian matanya membeliak lebar.

"Ada apa?" Tanya Lingga.

Suara Lingga membuat Kirana mengangkat wajahnya karena penasaran.

Saat tabib kepercayaannya Lingga berucap, "Racun di tubuh Anda sudah bersih," Kirana tersenyum lega.

Tabib kepercayaannya Lingga langsung menoleh ke Kirana, "Kamu memakai kalung dari lembah Merpati Putih, apa hubungan kamu dengan tabib besar Harsa Sanjaya dan gelang kamu........."

"Saya muridnya Tabib Harsa Sanjaya dan saya putrinya Adipati Arkan Nitiyoga"

"A-apa?!" Ki Kusumo membeliak kaget.

Lingga mengibaskan tangannya. Dimas langsung menarik Ki Kusumo untuk keluar dari tenda militernya Mahapatih Lingga.

Setelah Dimas dan Ki Kusumo sudah tidak terlihat lagi punggungnya, Lingga menoleh ke Kirana, "Karena kehebatan kamu, aku akan beri kamu hadiah. Apa yang kamu inginkan? Emas, uang, tanah atau......."

"Saya ingin Anda mengabulkan lima permintaan saya"

"Hah?!" Kening Lingga berkerut dan pria tampan itu berdiri tegap di depan Kirana.

"Saya tidak menginginkan emas, uang, ataupun tanah. Saya hanya ingin, emm, Anda mengabulkan lima permintaan saya"

Lingga tersenyum tipis lalu berucap, "Coba sebutkan apa permintaan kamu!"

"Pertama, Anda harus meminta maaf karena Anda sudah memfitnah Ayah saya tanpa bukti. Ayah saya belum terbukti bersalah. Dia difitnah lalu......."

"Kamu benar-benar berani meminta aku melakukan itu, hah?!"

"Saya belum selesai bicara" Kirana bersedekap dengan wajah kesal tanpa ia sadari dan itu membuat Lingga kembali tersenyum tipis.

"Baiklah. Selesaikan!" Lingga menatap tajam Kirana dengan wajah dinginnya.

"Lalu, Anda melecehkan saya. Anda harus meminta maaf kepada saya untuk dua hal itu dan ini permintaan pertama saya"

"Kalau aku tidak mau?"

"Saya tidak akan menusuk titik akupunktur Anda yang terakhir dan jika hal itu tidak saya lakukan, maka Anda tidak akan bisa memejamkan mata Anda"

"A-apa?!" Lingga melotot kaget.

Sial! Cerdas juga gadis ini. Batin Lingga dengan tatapan kagum.

"Baiklah" Lingga mengusap celana kainnya dan hendak bersimpuh. Tindakan Lingga itu membuat Kirana refleks berteriak, "Anda mau apa, Mahapatih?"

"Tentu saja bersimpuh. Bukankah meminta maaf yang tulus itu harus dengan bersimpuh" Ucap Lingga sambil bersimpuh dan menempelkan keningnya di lantai.

Kirana mundur selangkah karena kaget.

"Saya meminta maaf kepada tuan putri Adipati Arkan Nitiyoga yang bernama putri Kirana Nitiyoga karena saya sudah memfitnah mendiang ayahnya tanpa bukti dan saya sudah melecehkan Putri Kirana Nitiyoga"

Karena merasa tidak enak dan canggung ada seorang Mahapatih bersimpuh di depannya, Kirana bergegas membungkuk lalu menyentuh lengan bawah Mahapatih sambil berkata, "Saya sudah memaafkan Anda, Mahapatih"

Lingga terus menatap tangan mungil cantiknya Kirana yang masih menggenggam lembut lengan bawahnya.

"Lenganku nyaman buat pegangan, ya?" Lingga mengangkat wajahnya pelan dan Kirana langsung menarik tangannya sambil berkata, "Maaf kalau saya lancang menyentuh Anda, Mahapatih"

"Ehem!" Lingga berdeham untuk mengusir detak jantungnya yang kembali berdebar lancang saat dia melihat rona merah nan mempesona menyembul di pipi cantiknya Kirana.

"A.....apakah saya boleh mengatakan permintaan kedua saya?"

"Hmm"

Kirana bergegas berkata, "Permintaan kedua saya, saya ingin bertemu dengan dayang saya yang bernama Sumi dan Mbok Patmini juga anaknya"

"Hmm" Sahut Lingga. Pria itu hanya bisa ber-hmm, hmm, karena dirinya masih berusaha membuat jantungnya berdebar lebih tenang.

Kirana tersenyum senang, "Terima kasih, Mahapatih"

Lingga mengalihkan pandangannya ke arah lain karena senyum cantiknya Kirana membuat jantungnya semakin berdebar tidak karuan.

"Dan permintaan ketiga saya, jangan sentuh saya tanpa seijin saya!"

Lingga menoleh cepat ke Kirana lalu menyemburkan, "Apa yang kamu bilang barusan?"

"Permintaan ketiga saya, jangan sentuh saya tanpa seijin saya!"

Lingga menarik sudut bibir atasnya lalu berkata, "Kamu pikir aku akan menyentuh kamu lagi, hah?! Kamu pikir wajah kamu yang......yang....Se-sedikit ayu bisa menggoda saya?"

"Tapi, bukankah tadi Anda mencium saya, menyentuh, saya, dan......"

"Cukup!" Lingga mencengkeram dagu Kirana.

"Aku melakukannya karena aku ingin balas dendam. Kecantikan kamu masih kalah jika dibandingkan dengan istri-istri di kediamanku, cih!"

Kenapa aku berkata seperti itu? Jelas-jelas gadis ini jauh lebih cantik jika dibandingkan dengan istri-istriku. Batin Lingga dengan kening berkerut.

Lingga lalu menghempaskan wajah mungil gadis cantik itu dan bergegas berkata, "Aku akan kabulkan tiga permintaan kamu tadi! Sekarang cepat katakan permintaan keempat dan kelima kamu!"

Kirana mengusap dagunya sambil berkata, "Saya akan katakan permintaan keempat dan kelima saya nanti setelah saya menusukkan jarum ini ke titik akupunktur Anda yang terakhir"

"Baiklah" Lingga menuju ke ranjangnya lalu duduk dengan wajah dingin.

"Anda harus merebahkan diri, Mahapatih"

"Apa?!" Lingga melotot kaget.

"Iya, harus rebahan. Anda harus tidur rileks saat saya menusuk titik di tengah-tengah alis Anda agar efek racun benar-benar hilang dari tubuh Anda"

Lingga mengembuskan napas kesal lalu merebahkan diri dengan wajah ditekuk.

"Anda harus memejamkan kedua mata Anda, Mahapatih"

"Cerewet!" Bentak Lingga. Dia belum pernah disuruh-suruh oleh wanita sebelumnya dan Kirana sejak tadi menyuruhnya melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, seperti bersimpuh dan selama ini dia hanya bersimpuh kepada raja, lalu meminta maaf, dan menuruti semua permintaan gadis itu. Dia belum pernah melakukan semua itu ke orang yang baru dia kenal.

"Kalau mau melek terus seumur hidup Anda dan Anda berubah menjadi ikan, maka bangun dan pergi saja!" Kirana mengentak kesal dengan mulut mengerucut lancip.

Sial! Kenapa dia sangat menggemaskan seperti itu. Lingga meraup wajah tampannya dengan kasar lalu memejamkan kedua matanya dengan cepat dan berteriak kesal, "Lakukan!"

Kirana tersenyum senang lalu duduk di tepi ranjang untuk menusuk titik di tengah kedua alisnya Mahapatih Lingga.

Napas Kirana yang hangat mengenai bibir Lingga dan itu membuat Lingga meremas kedua pahanya sambil membatin, gila! Aku sangat ingin memagut bibirnya saat ini juga........

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!