Malam hari di negeri Ryalyn yang dingin dan sunyi, tidak ada satupun orang yang berani keluar karena malam di sana selalu menjadi malam kematian sejak puluhan tahun terakhir.
Dan malam itu, pecah sudah kesunyian malam itu saat terdengar suara jeritan panjang yang diakhiri dengan suara tangisan bayi yang baru lahir, di salah satu rumah warga desa. Maka hancurlah ketenangan dan kenyamanan malam itu, saat terdengar suara teriakan yang mengerikan dari dalam hutan kegelapan, di lanjut dengan sulur-sulur hidup dari dalam tanah mulai menghancurkan rumah-rumah penduduk.
Diiringi oleh kemunculan tentara hitam yang sudah di ramalkan dalam sejarah yang menjelaskan bahwa akan muncul Mala petaka bagi negeri Ryalyn berupa tentara hitam dari hutan kegelapan dan akan menghancurkan setengah dari kejayaan negeri ini.
"Yang mulia? Aku mohon jangan pergi!" ujar ratu Diana, ratu negeri Ryalyn itu mencoba mencegah sang raja agar tidak pergi.
Namun, bukannya berhenti raja justru semakin mempercepat langkah besarnya, setelah mengenakan jubah perangnya ia segera meninggalkan istana untuk memimpin pasukannya melawan tentara hitam yang muncul.
Sang ratu pun harus berlari untuk mengejarnya.
"Yang mulia aku mohon jangan pergi! Aku mohon yang mulia, aku merasa akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi padamu"
Demi melihat istrinya yang kesusahan untuk mengejarnya, raja pun menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap sang ratu
"Bukankah sudah puluhan tahun sesuatu yang buruk itu selalu terjadi? Dan malam ini adalah malam anak yang kita nantikan lahir" ucap sang raja menatap dengan mata sayu sang ratu yang sudah di banjiri air mata.
"Lalu kenapa anak itu baru lahir sekarang! Kenapa tidak dari dulu saja dia lahir! Aku sudah cukup menderita menyaksikan mu dan rakyat tersiksa..."
"Ratuku..."
sang raja pun meraih tubuh istrinya untuk dipeluk dan mencoba sedikit lebih tegar.
Sudah ribuan tahun sejak ramalan itu muncul dan akhirnya tiba juga hari dimana semua ramalan itu benar-benar terwujud. Seorang pahlawan yang akan mengakhiri penderitaan negeri Ryalyn dengan ketulusan hati dan cinta.
"Semua akan baik-baik saja, percaya padaku. Anak itu pasti akan membawa negeri ini kembali ke kejayaannya lagi" ucap raja berusaha membuat ratu lebih baik.
Setelah merasa cukup, sang raja pun melepas pelukannya dan segera pergi meninggalkan satu kecupan hangat di bibir kecil sang ratu
"Yang mulia! Yang mulia jangan pergi!! Aku mohon... YANG MULIA AAA!!!..."
***
17 tahun pun berlalu dengan sangat cepat, setelah kejadian malam pembantaian yang menghancurkan setengah negeri termasuk gugurnya sang raja dalam mempertahankan negeri dan rakyatnya, kini hutan kegelapan akhirnya menjadi tenang kembali, dan kerjaan di pimpin oleh sang ratu sendiri.
Demi mempertahankan negeri yang suaminya tinggalkan dengan gagah berani sang ratu harus berdiri dengan tegak untuk memimpin negerinya.
"Sudah 17 tahun berlalu dan apakah ini jawaban dari ramalan itu? Anak itu pergi di bawa entah oleh siapa dan kemana, apakah kau masih percaya dengan ramalan kuno itu?" ucap sang ratu menatap figura besar suaminya dengan tatapan tajam.
"akankah negeri ini kembali ke masa kejayaannya? Akankah kau bisa membuktikan ucapanmu itu?"
Sang ratu pun mengambil nafas panjang untuk membuatnya lebih tenang, lalu kembali menatap figura suaminya.
"Baiklah... Aku akan menunggu... Untuk anda dan untuk kejayaan negeri ini"
***
Pagi hari, di sebuah kamar hotel, seorang perempuan terbaring tengkurap tanpa busana dan hanya diselimuti selimut tebal terbangun saat sinar matahari menembus kaca jendela yang terbuka, tidak ada gerakan tubuh yang menyegarkan saat bangun tidur, tidak ada uapan mengantuk.
Vira, begitulah ia dipanggil, demi melunasi hutang ayahnya ia dipaksa jadi wanita malam diusianya yang masih muda. Ia tidak pernah mengenyam bangku pendidikan manapun, keluarganya terlalu miskin untuk menyekolahkannya, karena bagi mereka dari pada menyekolahkan anak lebih baik membuatnya jadi penghasil uang.
Pagi hari itu pula ayahnya datang hanya untuk mengambil uang yang diperolehnya tadi malam.
"Aku ambil uang ini... Kau memang anak yang berguna Vira..." ucapnya masih dalam pengaruh alkohol, dengan tubuh yang terhuyung-huyung laki-laki dengan perut buncit itu pergi dari kamar itu tanpa berkata apapun lagi.
Dan sepanjang hari itu pun Vira hanya berbaring di ranjangnya saja, bahkan makan pun ia tidak berselera.
Vira pun hanya bisa tidur untuk menggantikan tidur malamnya yang selalu terlewat hingga tidak sadar kalau hari mulai menjelang malam.
Saat itulah bel pintu kamarnya terdengar
"pelanggan ya" batinnya sedikit sakit karena harus terus-menerus seperti ini sepanjang hidupnya.
Namun bukannya langsung masuk, orang yang menekan bel itu pun hanya diam menunggu di depan pintu, padahal Vira pikir semua pelanggannya selalu datang tak terduga dengan langsung masuk tanpa basa-basi menerkamnya.
Menunggu orang itu yang tak kunjung membuka pintu kamarnya yang memang tidak terkunci, Vira pun akhirnya bangkit dari tidurnya, masih tanpa busana dan hanya menutup tubuhnya dengan selimut.
Dengan sedikit sempoyongan Vira pun membuka pintunya dan sedikit melihat siapa orang yang ada di balik pintu sana.
Seorang laki-laki tinggi dengan paras yang cukup gagah, menatap Vira dengan ramah. Cukup lama mereka hanya bertatapan dan saling mengagumi satu sama lain di celah kecil pintu yang sengaja Vira buka sedikit.
Vira pun akhirnya membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan laki-laki itu masuk.
"Maaf mengganggu malam-malam, apa benar nama anda Vira?" tanya laki-laki itu dengan sopan dan ramah.
Vira pun menjawab dengan anggukan kepala.
"Ah, benar, perkenalkan nama saya Sen, seorang petualang biasa, anda bisa memanggil Sen saja" ucapnya memperkenalkan diri.
Vira tidak merespon dan hanya diam saja menatap Sen dengan wajah datarnya.
"Sepertinya anda belum membersihkan diri, anda bisa mandi dulu, saya akan menunggu" ucapnya penuh kelembutan, menyapa gendang telinga Vira yang seperti tengah mendengar nyanyian burung di pagi hari.
sangat mendamaikan...
Selang beberapa menit kemudian, Vira pun muncul dari kamar mandi hanya dengan handuk yang menutupi sebagian tubuhnya.
Sen yang melihat hal itu pun hanya tersenyum lalu berjalan mendekatinya.
"Rambut anda masih basah, biar saya bantu anda mengeringkannya" ucapnya lagi-lagi dengan penuh kasih dan lemah lembut.
Vira pikir laki-laki yang ada di depannya itu akan mengeringkan rambutnya dengan handuk atau hairdryer, tapi di luar ekspektasinya laki-laki itu justru memetikan jarinya
Maka muncullah serbuk-serbuk Kerlip emas yang kemudian berubah menjadi manusia-manusia sekecil kelingking dengan sayap di punggung kecil mereka yang saat terbang menciptakan jalur kerlip emas lainnya.
Sekitar ada 4 peri kecil terbang langsung mengarah ke Vira yang masih terkejut dengan apa yang ia lihat, menatap ke empat peri kecil itu dengan penuh tanya.
Bagaimana bisa ada peri di dunia ini? Bukankah peri hanya dongeng anak kecil?
Pertanyaan-pertanyaan itu pun terus terngiang di pikirannya.
Dan sepertinya peri-peri itu menyukai Vira, karena mereka terbang dengan antusias sambil tertawa mengelilingi Vira dengan serbuk peri mereka terus menyelimutinya.
Dan tanpa disadari Vira sudah berpakaian rapi dengan rambut yang juga sudah kering dan tersisir rapi, bahkan wajahnya pun juga sedikit di poles tipis, membuatnya tidak terlihat pucat lagi.
Sen yang melihat hasil polesan peri-peri itu pun terlihat sangat senang dan sedikit terpesona dengan wujudnya yang sangat berbeda saat pertama kali ia melihatnya di balik pintu.
"Cantik..."
Vira yang mendengar itu pun langsung merona merah pipinya, walaupun tidak menunjukkan ekspresi apapun. ,Ia baru pertama kali mendengar seseorang memujinya seperti itu.
Peri-peri yang masih mengelilingi Vira pun juga ikut merasa senang dan memeluk wajah Vira dengan sayang.
Sen pun tidak tahan untuk tidak tertawa melihat peri-peri itu sangat menyukai Vira.
"Baiklah kalau anda sudah siap, mari ikut dengan saya" ucap Sen sembari menjulurkan tangannya untuk diraih Vira seperti yang dilakukan oleh para pangeran pada seorang putri.
Vira yang masih bingung dan tidak mengerti maksud Sen pun hanya diam saja menatap Sen penuh tanya.
"Anda akan tahu setelah kita sampai" ucap Sen mengerti kebingungan Vira
"Asalkan anda mempercayai saya, saya juga percaya bahwa anda adalah orang yang selama ini saya cari"
Demi mendengar hal itu Vira pun meraih tangan Sen dengan sedikit ragu.
Mendapat jabatan dari Vira, Sen kemudian meletakan satu lututnya diatas lantai dan memberi hormat pada Vira seperti yang biasa pangeran dunia dongeng lakukan.
Seketika peri-peri itu pun mulai mengelilingi mereka dengan menyebarkan lebih banyak debu peri berwarna emas membentuk lingkaran di atas lantai.
Semakin bersinar dan membentuk sebuah gambar spiral seperti sihir cahaya itu terus naik hingga menutupi mereka sepenuhnya. Di lanjut dengan akar tumbuhan yang ikut muncul dari lingkaran itu yang kemudian seperti menelan mereka berdua.
Tik...
Sekejap ruangan itu pun seketika kosong tanpa seorang pun disana.
***
Clik!
Terdengar seperti jepretan foto, dan mereka pun sudah berpindah tempat. Tidak lagi berada di kamar hotel, tapi juga bukan di luar hotel.
Vira melihat dengan jelas pemandangan di depannya sangat berbeda dan asing, ia tidak pernah melihat pemandangan seperti itu sebelumnya, atau mungkin ia hanya melihatnya di televisi dan di buku-buku bergambar.
Seperti berada di belahan dunia lain, sejauh mata memandang, seperti lukisan yang dipoles dengan indah, pegunungan menjulang tinggi, langit biru yang membentang jauh, dan permadani rumput yang dipenuhi berbagai jenis bunga, bergoyang mengikuti irama angin yang berhembus lembut mendamaikan setiap entitas.
"Kita sudah sampai" ucap Sen melihat Vira yang masih takjub dengan pemandangan di depannya, walaupun tanpa ekspresi apapun terukir di wajahnya. Namun matanya jelas mengekspresikannya dengan baik.
Namun tanpa Vira sadari Sen justru tengah berusaha untuk menahan sakit di sekujur tubuhnya.
"Saya akan mengantar anda ke rumah seseorang untuk beristirahat, baru saya akan menjelaskannya pada anda"
Sen pun menuntun jalan dan diikuti oleh Vira dengan patuh, menyusuri jalan setapak yang menuntun mereka ke pemukiman di mana mereka melewati pasar yang cukup ramai, Vira pun kembali takjub dengan keramaian pasar yang juga belum pernah ia lihat sebelumnya, sesekali ia melihat-lihat berbagai macam makanan dan benda yang dijual
Ingin rasanya Vira melihat semua itu lebih lama lagi, tapi ia teringat kalau semua yang ia inginkan tidak seharusnya ia penuhi karena tidak akan menghasilkan uang sama sekali.
Entah kemana Sen akan membawa Vira, tapi yang dibawa justru hanya diam dan menurut tanpa keberatan. Karena jelas bagi Vira Sen hanya pelanggan yang harus ia layani dengan baik lalu membayarnya dengan beberapa lembar uang.
Dan seperti itulah yang selalu diajarkan padanya, kemanapun pelanggan membawanya yang harus ia lakukan hanyalah menurut dan membuatnya puas.
"Kita sudah sampai"
Setelah beberapa jalan mereka susuri sampailah di sebuah pemukiman yang cukup luas dengan beberapa rumah yang berjarak cukup berjauhan. Dan di depan mereka salah satu dari rumah itu, dibangun dari kayu dengan beberapa tanaman menghiasinya, membuatnya tampak sangat asri dan elegan walau dengan ukuran yang cukup kecil.
Saat tiba-tiba pintu rumah itu terbuka dan menampakkan seorang anak perempuan sekitar umur 8 tahun, dengan topi jerami dan keranjang buah yang cukup berat untuk dibawanya.
Anak perempuan itu pun langsung bisa melihat Sen dan Vira yang tak jauh dari rumahnya, ekspresi wajahnya pun langsung berubah, seperti melihat seorang ayah yang pulang dan membawakannya mainan baru
"Ibu! Ibu! Paman Sen sudah pulang!!" teriaknya penuh antusias lalu menghampiri ibunya untuk ia bawa ke depan rumah.
"Elsen... Ibu sedang masak sayang... Pelan-pelan" ucap sang ibu yang terus di paksa oleh putrinya untuk keluar.
"Ayo Bu paman Sen sudah kembali!"
Terlihat ibu dari anak perempuan itu keluar dari balik pintu dengan baju panjang polos dan celemek yang juga sedikit kotor, dan rambut panjangnya yang di kepang, walau wajahnya yang terlihat kotor tapi tidak mengurangi kecantikannya saat ia tersenyum ramah pada Sen dan Vira.
Elsen, anak perempuan itu pun langsung menghampiri mereka berdua dengan penuh semangat.
"Paman Sen...!!"
Sen pun menyambut Elsen dengan pelikan lebar yang langsung di tangkap oleh Elsen tanpa keraguan dan berhasil membuat Sen terjatuh keatas tanah dengan Elsen di atas tubuhnya.
Walaupun sebenarnya saat itu Sen benar-benar merasa sangat kesakitan saat Elsen menabrak tubuhnya, tapi ia juga tidak bisa menampakkan nya pada Elsen maupun yang lain.
"Selamat datang kembali Sen" ucap ibu dari Elsen itu menyapa dengan ramah "dan... Anda pasti Vira, benar kan?" tebaknya dengan tepat sasaran menatap Vira yang hanya menjawab dengan anggukan.
"Paman, paman! apa benar paman baru pergi dari tempat yang sangat jauh? Sejauh apa paman?! tempat apa itu?!" dengan antusias tinggi Elsen terus membanjiri Sen dengan pertanyaan-pertanyaannya, dan dengan senang hati Sen menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu.
"Saya memang sudah menunggu kalian datang, mari biar saya antar anda ke dalam, saya kebetulan sedang masak makan malam"
ucap ibu Elsen mengajak Vira dengan lembut.
"Elsen! Ajak paman Sen masuk juga! Hari sudah hampir malam!" titahnya pada putrinya itu yang masih asik bertanya dengan Sen.
"Baik Bu!"
"M... Vira, ada apa?" tanya Ibu Elsen melihat Vira yang hanya diam saja, dengan nafas yang sedikit tersengal Vira sama sekali tidak bisa mendengar apapun.
Sen yang juga menyadari hal itu pun langsung mengalihkan perhatian ke Vira yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Vira...?"
Vira yang tidak tahan lagi dengan tubuhnya yang semakin memberontak kesakitan pun akhirnya pingsan tak sadarkan diri masih dengan tubuh yang terus bergetar kuat.
"Vira!!"
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!