Zhefinca Ariel, seorang penulis yang menyembunyikan identitas aslinya karena tidak ingin kehidupannya baik profesionalisme ataupun personalnya tercampur sehingga mengganggu kenyamanannya.
Siapa sangka, perempuan cantik berambut panjang tersebut ternyata sudah memiliki suami. Namun, bukan kehidupan rumah tangga yang normal yang sedang Zhefinca jalani, melainkan kehidupan pernikahan yang menurutnya begitu aneh.
Selama dua tahun menikah, Zhefinca hanya sekali bertemu suaminya pada saat acara pernikahan. Setelah itu keduanya memilih untuk menjalankan kehidupannya masing-masing tanpa saling mencampuri urusan masing-masing.
Dan hari ini adalah hari jadi pernikahan Zhefinca dengan Giovano. Namun karena tidak ada pesan khusus untuk hari ini, Zhefinca akan datang ke acara peluncuran buku terbarunya.
Toktok!
Kaca mobil Zhefinca di ketuk oleh seseorang yang wajahnya begitu asing, namun ia mengetahui siapa sosok tersebut.
“Turun dan ikut aku” nadanya terdengar seperti memerintah.
Zhefinca turun dari mobil, dan mengikuti Giovano dari belakangnya. Hingga langkah Giovano mendekati arah mobilnya, dan ia segera membuka bagasi tersebut.
“Ambil barang-barang ini” ucap Giovano datar.
Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Zhefinca, bibirnya mengatup begitu saja. Ia hanya menuruti permintaan suaminya tersebut tanpa banyak drama.
Zhefinca membawa semua barang-barang pemberian suaminya sebagai hadiah di hari jadi pernikahan mereka. Bukan tanpa sebab, Giovano sengaja memberikan ini untuk mengelabuhi orangtuanya.
“Dulu anniversary pertama cuma dikirim lewat sopir, tumben yang ini diantar” Batin Zhefinca.
Setelah metelakkan barang dirumahnya, dia segera mengunci pintu dan meninggalkan rumah pemberian Giovano tersebut.
Di dalam mobilnya, Giovano tidak sendirian, dia bersama Rosa kekasihnya. Dan hadiah yang ia berikan tersebut adalah pilihan Rosa. Karena Rosa tidak ingin Giovano memberi barang-barang mewah untuk Zhefinca.
“Penampilannya dari dua tahun lalu tidak berubah, masih kampungan” ujar Rosa dengan sinis.
“Bukannya dia memang dari kampung?” sahut Giovano.
Keduanya meninggalkan rumah tersebut, lalu menuju pusat perbelanjaan dimana Zhefinca sedang berada di tempat tersebut untuk melangsungkan acara peluncuran buku.
Di tempat tersebut, Zhefinca segera merias dirinya, menggunakan pakaian yang sedikit formal, lalu tidak lupa ia menggunakan masker untuk menutupi wajahnya.
Acara berlangsung dengan lancar tanpa ada kendala, para penggemar Zhefinca sedang antri untuk mendapatkan tanda tangan di buku yang sudah mereka beli.
“Gio, bantu aku mendapatkan buku eksklusifnya” ucap Rosa.
“Kamu masih mengikuti karyanya?”
“Masih, semua karyanya menginsipirasi”
“Hmm, kamu tunggu di tempat biasanya, aku akan dapatkan apa yang kamu minta”
“Thanks baby” ucap Rosa lalu mengecup pipi Giovano.
Giovano dan Rosa tidak mengetahui siapa dibalik masker tersebut, yang karyanya begitu Rosa gemari. Dan siang ini Giovano bersama asistennya sedang mengantri untuk mendapatkan buku beserta tanda tangan tersebut.
“Zhe, CEO dari Veleura Corp menyela antrian. Tanda tangani dulu” ucap seorang di samping Zhefinca.
“Suamiku ternyata begitu menginginkan tanda tanganku” Batin Zhefinca lalu meraih buku tersebut dan menandatanganinya.
Tanda tangan dengan symbol ZA yang tidak diketahui oleh Giovano dan Rosa jika itu adalah inisial dari nama Zhefinca.
“Pak Gio, ini buku yang Bapak minta” ucap Arka.
“Hmm”
Giovano memegang buku tersebut lalu berjalan menuju tempat dimana Rosa telah menunggu. Berbeda dengan Giovano, Arka sedikit curiga dengan penulis tersebut, dia beberapa kali memperhatikan jika penulis itu begitu mirip dengan seseorang.
“Buku yang kamu minta” ucap Gio dengan memberikan buku itu kepada Rosa.
“Baby, kamu cepat sekali dapatnya?”
“Untuk kamu, aku bisa melalui jalan pintas”
“Thank you so much”
Rosa yang tidak sabar segera membuka buku tersebut, buku yang berisi tentang inspirasi wanita yang sering Rosa praktekkan di dunia nyata dan berhasil membuat Giovano merasa bangga dengan pola pikir Rosa.
Sementara di tempat lain, Zhefinca sedang mengemasi beberapa barang miliknya lalu segera meninggalkan pusat perbelanjaan tersebut.
Dalam perjalanannya Zhefinca sudah kembali menggunakan pakaian awal yang tadi ia gunakan sebelum acara berlangsung. Tidak terburu-buru untuk kembali kerumah, Zhefinca berhenti di sebuah kafe lalu membeli kopi dan sepotong roti untuk mengisi perutnya.
Zhefinca melihat beberapa pengunjung kafe tersebut tengah membaca bukunya, dia hanya tersenyum bangga melihat karyanya begitu diminati.
Tidak hanya itu, Zhefinca juga bisa menikmati hidupnya tanpa dikejar-kejar penggemar, karena saat dia maju sebagai penulis, orang lebih mengenalnya sebagai ‘Ariel’.
Setelah pesanannya ia terima, Zhefinca segera meningalkan tempat tersebut dan melanjutkan perjalanannya hingga kerumah.
.
.
Sore itu, Rosa meninggalkan Giovano di restoran dan memilih untuk menjemput sahabat lamanya di bandara. Mereka saling mengenal satu sama lain ketika Rosa tengah mengejar pendidikannya di luar negeri.
Lukas adalah seorang pria yang kehadirannya tidak diinginkan oleh Giovano, karena Rosa pasti akan fokus dengan Lukas dibandingkan dengan dirinya.
Ting! Ponsel Giovano berdering.
“Mama telepon Zhefinca tidak diangkat, apa weekend begini kalian masih sibuk?”
“Damn”
Giovano segera memberi kode kepada Arka untuk meninggalkan restoran tersebut, dan menuju kerumah Zhefinca.
Merasa diabaikan oleh Rosa, tangan Giovano mengepal. Dia menghubungi Rosa hingga dua kali dan tidak ada jawaban dari perempuan yang ia cintai tersebut.
Tiba dirumah Zhefinca, Giovano yang hendak masuk terhalang oleh pintu yang terkunci rapat.
Giovano segera menghubungi Zhefinca namun hasilnya nihil, perempuan yang usianya terpaut begitu jauh tersebut tidak mengangkat teleponnya.
“Arka, dobrak” ucap Gio dengan memerintah.
Tidak menunggu lama, Arka mendobrak pintu rumah Zhefinca lalu mempersilahkan Giovano untuk masuk.
“Zhefinca!” Panggil Gio denga suara baritonnya yang terdengar menggelegar.
Giovano masuk kedalam kamar Zhefinca, dan melihatnya tengah tertidur pulas. Tanpa menunggu aba-aba Giovano menarik dan membuat Zhefinca duduk begitu saja, sehingga membuat Zhefinca bangun dalam keadaan terkejut.
“Telepon balik mama, sekarang” ucap Gio dingin.
Sedangan Zhefinca yang masih terkejut dia berusaha mencerna kalimat Giovano. Zhefinca mengambil ponselnya diatas nakas, kemudian menghubungi ibu mertuanya.
“Zhefinca, selamat ya. Hari ini anniversary kalian” – Ibu mertua
“Terimakasih Ma” – Zhefinca
“Dimana suami mu?” – Ibu mertua
“Ada ma” – Zhefinca
Zhefinca menyerahkan ponsel kepada Giovano, lalu dia duduk dengan menunduk karena kepalanya begitu pusing akibat terkejut saat bangun.
Giovano melemparkan ponsel Zhefinca di sebelahnya, lalu kakinya melangkah keluar kamar namun sampai di ambang pintu, Langkah tersebut berhenti. Giovano menoleh kearah Zhefinca yang masih duduk dengan menunduk.
“Pintu depan akan segera di perbaiki” ucap Gio dengan nada yang dingin.
Zhefinca tidak merespon sedikitpun, dia hanya diam. Lalu Giovano meninggalkan kamar tersebut dan melenggang keluar.
Mereka memang di paksa untuk menikah, meski keduanya pernah menolak, tapi pada akhirnya mereka tetap menikah juga. Namun Giovano tidak pernah mengakui Zhefinca sebagai istrinya, sedangkan Zhefinca dia sudah tidak peduli dengan apapun yang berhubungan dengan Giovano.
Zhefinca yang menunduk ternyata tertidur, dan tubuhnya tiba-tiba ambruk begitu saja dengan posisi kaki masih menggantung.
Malam ini Zhefinca kembali membuka satu per satu karyanya, dari halaman pertama hingga halaman berikutnya. Karya milik Zhefinca benar-benar memberi inspirasi untuk wanita-wanita diluar sana. Bahkan ulasan pada laman media sosialnya juga bertabur pujian.
Satu akun milik seseorang, yang membuat mata Zhefinca terbelalak, yaitu Rosa. Dia memberikan apresiasinya untuk karya Zhefinca yang menurut Rosa sangat mudah di lakukan di kehidupannya sehari-hari.
Zhefinca mengernyitkan dahi, kepalanya sedikit mundur ketika membaca apresiasi dari Rosa di laman media sosialnya.
“Kalau dia tahu, aku Zhefinca istri Giovano. Apa dia masih bisa memuji seperti ini” gumam Zhefinca lirih disertai tawa kecil.
Zhefinca terdiam, dia kembali teringat dengan sikap kasar Giovano. Yang mendobrak pintu rumahnya, lalu melempar ponselnya.
“Hm, hari ini pintu, besok apa lagi.” Batin Zhefinca.
“Memang lebih baik kita tidak perlu bertemu sama sekali sampai tahun depan di pengadilan” ucap Zhefinca.
Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, dia segera menarik selimutnya dan bergegas untuk tidur, karena esok hari jadwal Zhefinca begitu padat.
.
.
Zhefina membuka matanya, dia meraih ponsel untuk melihat jam lalu kembali meletakkannya.
‘Thanks Ariel, karya kamu memberi inspirasi, bahkan pasanganku begitu memujiku ketika aku mencoba berperan seperti karya yang kamu tulis’. Bayangan tentang pujian dari Rosa benar-benar tidak bisa hilang begitu saja dari benaknya.
“Apa iya, sampai begitu” batin Zhefinca.
Zhefinca segera berdiri dan menuju ke kaca besar yang ada di dalam kamarnya. Dia bercermin dan menatap dirinya.
“Selama ini aku yang membuat tulisan itu, tapi kehidupanku justru berbanding terbalik dengan karya-karyaku” ujarnya sambil menggigit jari dan dengan tetap memandangi penampilannya yang menyedihkan.
Ia berjalan lesu menuju meja dan kembali membuka bukunya, membaca dengan baik dan menimbangnya penuh dengan kepastian.
“Oke, aku akan coba menjadi wanita seperti ini” batin Zhefinca.
Selama ini Zhefinca hanya gadis berusia 22th dengan tampilan seadanya, rambut hanya dibiarkan lurus begitu saja, tidak pernah ia merubah warna apalagi gaya rambutnya. Wajahnya hanya polos tanpa riasan sedikitpun, dan pakaian sehari-hari Zhefinca hanya menggunakan kaos beserta celana panjang.
“Apa karena ini suamiku jijik” ucap Zhefinca lalu ia tergelak karena merasa jika dirinya terlihat menyedihkan.
“Oke, lebih baik aku bersiap, dan maaf Gio aku akan pakai uang bulananmu untuk merubah penampilanku”
Zhefinca begitu bersemangat, dia segera menuju kamar mandi lalu bersiap untuk menuju pusat perbelanjaan.
Dalam perjalanannya, Zhefinca hanya fokus dengan cara ia mengemudi, dan sesekali bibirnya mengucap lirik karena telinganya tengah mendengarkan lagu favoritnya yang ia putar untuk menemani perjalanannya.
Tempat pertama yang Zhefinca kunjungi adalah salon, ia ingin merubah gaya rambut dan warna rambutya. Petugas salon segera menangani Zhefinca, dari mengecat rambutnya dengan warna yang tidak terlalu terang, lalu kemudian mereka memotong rambut Zhefinca yang sudah terlalu panjang.
Dengan rambut yang sudah di curly, Zhefinca menatap dirinya di cermin salon dengan begitu terkejut. Hanya berganti model rambut saja sudah membuatnya seperti orang lain. Zhefinca yang kampungan perlahan sirna.
Setelah dari salon, Zhefinca masuk kedalam toko peralatan rias, dia membeli semua yang ia butuhkan.
“Permisi mbak, mungkin mau kami bantu riaskan tipis untuk menunjang penampilan hari ini” ucap pegawai toko tersebut.
Dengan mata berbinar, Zhefinca mengangguk cepat. Ia duduk disebuah kursi tinggi, lalu tangan terampil petugas toko tersebut mulai mengaplikasikan di wajah Zhefinca dan sesekali mengajari Zhefinca cara menggunakannya.
“Cantik sekali” ucap pegawai toko dengan menatap kagum kearah Zhefinca.
Setelah selesai, Zhefinca segera keluar dari toko tersebut dan mengarah menuju toko baju. Dia memilih beberapa baju yang bisa membuatnya terlihat sedikit dewasa. Beberapa dress sudah berada dalam genggamannya, lalu ia segera membayarnya, dan meenggunakan salah satu pakaian yang sudah ia beli untuk digunakan.
Zhefinca mengambil rok pendek berwarna kuning, dan atasan tanpa lengan berwarna putih. Lalu dia juga membeli sepatu untuk menunjang penampilannya. Pegawai toko memberikan Zhefinca sepatu hak tinggi yang menyerupai kaca, terlihat bening dan akan begitu cantik jikadi pakai di kakinya yang begitu putih dan mulus.
Dengan banyaknya tas belanja ditangannya, Zhefinca merasa kesusahan untuk membawa. Dia berhenti pada sebuah kursi yang berada di pusat perbelanjaan tersebut lalu duduk untuk meletakkan semua barang-barangnya.
Dia mengambil beberapa barang yang akan dia pakai tentunya, masuk ke dalam tas barunya. Setelah itu Zhefinca hanya duduk sambil beristirahat.
Pengunjung pusat perbelanjaan begitu memperhatikan Zhefinca, banyak yang memujinya begitu cantik hingga membuat Zhefinca merasa malu.
“Jadi begini rasanya jadi cantik dan menjadi pusat perhatian” Batinnya.
“Zhefinca” panggil seseorang yang suaranya begitu ia kenali.
“Pak Kevin?”
“Zhe, ini kamu?”
“Iya Pak”
“Cantik sekali Zhefinca”
“Terimakasih Pak”
Kevin masih setia menatap Zhefinca dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Sedangkan Zhefinca berusaha menyadarkan Kevin dari tatapan anehnya.
Ditempat yang sama, Giovano sedang melintas disamping Zhefinca dan Kevin, ia melirik sekilas kearah Zhefinca lalu kembali fokus dengan jalan yang ada di hadapannya.
Bahkan Giovano tidak menyadari jika wanita yang baru saja ia lirik adalah istrinya sendiri.
“Zhe, penampilan kamu hari ini begitu luar biasa. Bahkan lebih dari ketika kamu sedang mengadakan acara seperti biasanya. Pertahankan penampilan ini Zhe” ucap Kevin dengan tulus.
“Ini hanya iseng kok Pak”
“Gak Zhe, ini harus di patenkan”
“Baik Pak”
Kevin adalah pemilik dari penerbit buku yang membantu Zhefinca selama ini, tadinya Zhefinca hanya membantu orang mengerjakan karyanya, karena ia tidak percaya diri jika harus membuat karya dengan menggunakan namanya sendiri.
Sampai akhirnya Kevin membujuk agar Zhefinca berhenti menjadi ‘ghostwriter’ dan fokus dengan karyanya sendiri.
Kevin melihat potensi itu dari diri Zhefinca, dia bertekad untuk membuat gadis berusia 19th kala itu akan menjadi penulis yang terkenal. Hingga akhirnya Zhefinca berada di titik ini, hanya saja Zhefinca belum ingin membuka jati dirinya di hadapan publik.
“Ayo kita ke kafe ujung sana, bahas market kamu” uvap Kevin dengan membantu Zhefinca membawa barang belanjaannya.
Mereka memilih kursi diujung yang sedikit jauh dari keramaian karena Kevin tidak ingin jika wanita yang dia bawa kali ini diketahui adalah sebagai ‘Ariel’ yang begitu mereka gandrungi.
Tatapan Kevin benar-benar tidak pernah lepas, matanya terus mengikuti gerak tubuh Zhefinca, dari tangan Zhefinca bahkan ketika helai rambut itu sedikit mengganggu diwajahnya.
Sementara di tempat lain, Giovano tengah mengadakan pertemuan dengan investornyauntuk membahas proyek barunya. Gedung kantor milik Giovano menjadi satu dengan pusat perbelanjaan dimana Zhefinca tengah menghabiskan waktunya bersama pemilik penerbit buku.
Mata Giovano tidak sengaja melirik kearah luar, hingga tatapannya fokus dengan Rosa dan Lukas yang berjalan bersama dengan begitu mesranya. Rahang Giovano mengeras, dia segera meraih ponselnya lalu menghubungi Rosa, namun Rosa tidak menjawabnya, membuat Giovano mengepalkan tangannya dan terlihat sedang menahan emosinya.
Dirumahnya, Zhefinca tengah mencoba beberapa pakaian yang sudah ia beli dengan menggunakan uang bulanan dari suaminya. Dua tahun menikah, baru kali ini Zhefinca meggunakan uang tersebut untuk kebutuhannya. Karena biasanya, ia menggunakan uang pribadinya untuk memenuhi segala kebutuhan itu.
“Kenapa tidak dari dulu aku pakai uangnya” batinnya dengan senyum kecil.
Zhefinca telah mencoba lima belas pakaian, yang membuatnya begitu lelah. Namun Zhefinca tidak berhenti sampai disana, ia membuka tas yang berisi riasan wajah dan beberapa rangkaian perawatan wajah.
Mengingat kemarin ia mendapat banyak pemberian dari Giovano, Zhefinca segera membukanya. Ia menemukan beberapa potong pakaian, tas, sepatu dan juga parfum. Dia mencoba barang pemberian dari suaminya, lalu segera menyimpan dalam lemari.
Ting! Ponsel Zhefinca berderin.
“Zhe, karyamu meledak. Sudah melebihi target setelah 4 hari rilis” – Kevin
“Wah, terimakasih Pak sudah membantu sampai sejauh ini” – Zhefinca
“Tidak ada traktiran?” – Kevin
“Besok malam saya akan traktir Pak Kevin” – Zhefinca
“Hahaha” – Kevin
Zhefinca menatap layar ponselnya, dia membaca pesan dari Kevin dan tersipu malu. Sudah lama Zhefinca begitu mengagumi sosok Kevin, hanya saja selama ini dia tidak berani mengungkapkan.
Dan parahnya, kevin tidak mengetahui jika Zhefinca telah menikah, meskipun dalam pernikahan tersebut mereka tidak berperan layaknya sebagai suami dan istri.
“Kalau nanti Pak Kevin tahu bagaimana?” batin Zhefinca dengan wajah yang sudah muram.
Zhefinca segera menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin memikirkan hal yang seharusnya tidak ia pikirkan. Meskipun setelah perpisahan nanti, Zhefinca yakin akan tetap ada yang menerimanya meskipun dengan status, bekas istri orang.
.
.
Dikantornya, Giovano begitu hilang fokus karena Rosa sudah dua hari ini tidak ada kabar. Bahkan ia berjalan bersama Lukas dengan begitu mesranya, yang memantik api cemburu dari dalam diri Giovano.
“Rosa, berani sekali kamu mengabaikan” Batin Giovano.
“Kalau kamu tidak menghubungiku dalam 10 menit. Aku tidak akan pernah memberi kamu kebebasan menggunakan fasilitas dariku” – Giovano
Kemudian ia meletakkan ponselnya, dan kembali bekerja. Hingga di menit ke delapan, ada panggilan masuk di ponselnya.
“Baby, kamu kenapa marah-marah terus?” – Rosa
“Menurut kamu?” – Giovano
“Kamu tahu kan Lukas baru saja datang, dia disini hanya beberapa hari. Aku hanya menemaninya” – Rosa
“Dengan mesra?” – Giovano
“Baby, please. Aku tahu kamu cemburu, tapi ini bukan saatnya” – Rosa
“Rosa, sepertinya aku terlalu memanjakan kamu sampai kamu lupa diri” – Giovano
“B-aby” – Rosa
“Take your time. Dan mala mini temui aku di tempat biasanya” – Giovano
Tut! Sambungan telepon terputus.
Giovano tersenyum tipis penuh arti, senyuman yanga akan membuat Rosa pastinya tidak sanggup melawan Giovano.
Hingga malam tiba, saat Giovano tengah membuka pintu, diatas ranjang dengan ukuran king tersebut sudah berbaring wanita dengan gaun tipis berwarna merah menggoda.
“Baby” panggilnya dengan nada menggoda.
Giovano berdiri di tepi ranjang menarik dasi yang saat ini terasa begitu mencekiknya, dia mencondongkan tubuhnya di dekat kaki Rosa.
Bibir Giovano menyentuh lutut milik perempuan itu, yang membuatnya menggigit bibir bawahnya.
“Nyalakan lampunya, akum au melihat wajah cantik kamu” ucap Giovano dengan nada memerintah.
“Baby, aku bosan bermain dengan terang, kali ini akum au menantang kamu dalam suasana gelap ini, apa kamu masih bisa menghafal setiap incinya”
Giovano tersenyum smirk, ia melepas kemeja putihnya, lalu merangkak diatas tubuh Rosa.
Sementara dirumahnya, Zhefinca tengah membersihkan beberapa barang pemberian dari Giovano yang belum ia sentuh sama sekali. Setelah membereskan semuanya, Zhefinca berjalan keluar rumah untuk membuang sampah dari beberapa pakaiannya yang lama, karena ia sudah menggantikan dengan pakaian barunya.
“Bye Zhefinca culun. Sekarang aku adalah Ariel” gumamnya.
Suasana malam itu begitu damai, Zhefinca kembali menulis untuk karya fiksinya pada sebuah balkon di depan kamarnya.
Malam ini Zhefinca menggunakan gaun tidur satin, berwarna hitam panjang, lalu dengan rambut yang di gerai ia duduk di kursi balkon sambil fokus dengan laptopnya.
Sementara dari jauh ada seseorang yang tengah mengamati Zhefinca, memotretnya beberapa kali lalu meninggalkan rumah tersebut.
Ting! Ponsel Giovano berdering.
“Zhefinca berada dirumah Pak, dia hanya keluar saat siang dan kembali sore” – Arka
“Oke” – Giovano
Giovano tidak mengunduh beberapa gambar yang sudah dikirimkan oleh asistennya, melainkan membiarkannya begitu saja. Karena menurut Giovano, sangat tidak penting jika ia harus menyimpan foto-foto Zhefinca di dalam ponselnya.
Selama ini Giovano hanya berusaha menjaga Zhefinca dari jauh, agar ketika terjadi sesuatu, orangtuanya tidak menyalahkan dirinya atas kelalaian tersebut. Bukan karena ingin menjaga istrinya, hanya saja Giovano tidak ingin berurusan dengan orangtuanya.
Malam ini, Rosa tidak menginap bersamanya. Ia kembali untuk menemani Lukas. Sedangkan Giovano berada di kamar hotel miliknya, kembali fokus dengan beberapa pekerjaan yang harus ia siapkan dengan segera.
Sementara Arka, sedikit terkejut dengan penampilan Zhefinca yang begitu berubah. Dia memandangi beberapa foto yang sudah ia ambil, saat Zhefinca berada di balkon kamarnya.
“Sejak kapan Zhefi berubah?” batin Arka
Namun perubahan Zhefinca itu ternyata tetap saja tidak mendapat respon dari Giovano. Arka menyandarkan kepalanya pada kursi mobil, ia berfikir dalam, kenapa Giovano tidak melirik istrinya yang sudah berubah itu.
.
.
Pagi hari ini Zhefinca bangun lebih awal, dia segera mandi dan bersiap karena harus ke kantor kevin untuk membahas karya berikutnya.
Pagi ini dengan menggunakan dress hitam tanpa lengan, dan dengan gaya rambur curve tergerai indah. Zhefinca juga menggunakan sepatuh hak tinggi yang senada dengan tas yang ia kenakan.
Sampai di kantor Kevin, Zhefinca segera menuju lift untuk naik ke lantai 20 dimana kantor Kevin berada. Semua staff dari kantor tersebut begitu kagum melihat penampilan Zhefinca yang berubah 100%.
“Zhefi cantik sekali”
“Iya, kamu begini terus ya”
“Zhee gila! Pertahankan ini semua”
Banyak kalimat pujian yang mendarat untuknya, dan senyum Zhefinca begitu mengembang ketika mendengar banyak pujian untuknya.
Toktoktok!
“Masuk” ucap Kevin.
“Pagi Pak” ucap Zhefinca.
“Duduk Zhe, dan kita tunggu tim distribusi”
“Baik Pak, terimakasih”
“Sudah makan?”
“Sudah Pak, tadi berhenti di minimarket untuk makan roti”
“Hanya roti?”
“Iya Pak, itu sudah cukup mengenyangkan”
“Oke, nanti siang ikut saya makan”
“Dan malam, Pak Kevin yang ikut saya”
“Hahaha” Kevin tergelak mendengar pernyataan tersebut.
Kevin memeperhatikan Zhefinca dengan lekat, bagaiaman ia dulu menemukan Zhefinca sebagai ‘ghostwriter’ disaat usianya masih begitu muda dia sudah terjun ke dunia penulis. Dan sekarang Zhefinca yang dulu dia temui saat masih belia, sudah menjadi Zhefinca yang dewasa, bahkan penampilannya pun terlihat menggoda.
“Untuk buku fiksi ini kamu mau menggunakan nama Ariel, atau bagaimana Zhe?” tanya Kevin.
“Kalau untuk fiksi, menggunakan inisial saja Pak”
“ZA?” “Iya”
“Oke, kita bahas setelah ini”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!