NovelToon NovelToon

Menjadi Ibu Susu Bayi Bayi Gaib

Bab. 1.

Matahari mulai terbenam, warna jingga keemasan memenuhi langit di atas sebuah pemakaman umum.

Angin berembus menerpa kelopak kelopak bunga mawar, yang ada di atas makam kecil yang masih basah tanahnya.

Sebagian kelopak bunga mawar itu terbang, berpindah ke tanah kosong di sekitar makam kecil. Bahkan berpindah ke makam makam di dekatnya.

Seorang perempuan cantik, memakai pakaian hitam hitam, dan kerudung warna hitam. Duduk bersimpuh di dekat pusara kecil itu dengan wajah yang basah oleh air mata.

Air mata terus meleleh membasahi wajah cantiknya. Baru saja dia kehilangan bayi yang baru saja dilahirkan. Sudah mendapat talak tiga dari suaminya.

Widowati, perempuan cantik itu berusia 26 tahun. Dia telah 6 tahun menikah dengan Aditya. Mereka berdua sangat mengharapkan hadirnya momongan. Namun sayang setelah bertahun tahun menanti sang buah hati. Anak yang dilahirkan oleh Widowati meninggal.

Kesalahan dijatuhkan pada Widowati seorang. Dia dianggap tidak bisa menjaga bayi itu. Aditya pun langsung menceraikan Widowati sore hari setelah upacara pemakaman selesai.

“Ibu akan keluar kota Nak, tapi Ibu pasti akan mengunjungi kamu lagi.” Ucap lirih Widowati sambil menepuk nepuk tanah basah makam kecil itu.

Widowati merasa sangat berat meninggalkan makam kecil itu. Akan tetapi dia harus meninggalkan kota itu. Meninggalkan rumah suaminya yang juga ditempati oleh mertuanya.

Sesaat ada tangan yang menepuk pundak Widowati dengan pelan pelan..

“Ayo Wid, keburu malam agak jauh rumahku.” Ucap seorang perempuan cantik bernama Retno, yang usia nya lebih tua dari Widowati.

“Iya Mbak.” Ucap lirih Widowati sambil menghapus air mata yang membasahi wajahnya.

Dengan dibantu oleh Retno tubuh lemah Widowati pun pelan pelan bangkit berdiri.

Dua perempuan cantik beda usia itu, melangkah meninggalkan makam kecil itu. Mereka melangkah di jalan setapak di antara makam makam.

Retno adalah kakak sepupu Widowati dari Ibu kandungnya yang telah meninggal. Retno dan suaminya tadi datang untuk mengikuti acara pemakaman bayi yang baru saja dilahirkan oleh Widowati.

“Suami, mertua kamu dan juga ibu tiri kamu itu sangat keterlaluan. Memangnya hanya mereka yang merasa kehilangan bayi itu. Kamu sebagai Ibu nya pasti lebih sedih dan merasa kehilangan..” ucap Retno sambil melangkah di depan Widowati.

“Kok tega teganya Aditya langsung mencerai dan mengusir kamu.” Ucap Retno dengan nada kesal.

Widowati tidak berucap hanya terdengar suara isakan tangis nya. Tangan Widowati berkali kali menghapus air mata di pipinya.

“Untung aku dan suamiku belum pulang. Jadi bisa sekalian mengajak kamu.” Ucap Retno lagi, sambil terus melangkah menuju ke mobil yang berparkir di depan tempat pemakaman umum.

“Terima kasih Mbak, sudah mau memberiku tumpangan.” Ucap lirih Widowati.

“Sama sama Wid, saat aku kecil dulu. Aku ingat Bu Lik Laras dulu selalu membantu keluargaku.” Ucap Retno yang teringat akan kebaikan hati Ibu kandung Widowati.

Widowati dulu anak orang kaya. Akan tetapi saat Widowati masih kecil ibu kandungnya meninggal dunia. Bapak nya menikah lagi dan punya satu anak dengan istri barunya. Sejak saat itu Widowati diabaikan oleh orang tuanya.

Apalagi di saat Widowati duduk di bangku SMA, Bapak nya Widowati meninggal dunia. Dan sejak saat itu Widowati semakin sengsara hidupnya.

“Aku tidak menyangka Wid, kalau Aditya bisa sejahat itu. Aku kira kehidupan kamu membaik setelah menikah dengan Aditya.” Ucap Retno lagi.

“Mungkin dia sangat kecewa Mbak, dan dapat pengaruh dari Ibu...” ucap lirih Widowati.

“Iya sudah pasti itu, tapi sangat keterlaluan mereka itu.” ucap Retno yang terdengar sangat kesal nada bicaranya. Bukan kesal karena harus memberi tumpangan pada Widowati tapi kesal dengan sikap suami Widowati.

“Eh Mbak, tetapi aku mau cari kontrakan rumah yang murah murah Mbak. Aku tidak enak sama suami kamu Mbak..” ucap Widowati lirih sambil terus melangkah di samping Retno.

Tangan Widowati masih terus sibuk menghapus air mata yang terus meleleh di wajahnya.

“Ya terserah kamu sih Wid. Tapi sebaiknya malam ini kamu menginap di rumahku dulu. Mas Sigit sudah mengizinkan kok.”

“Besok besok baru cari kontrakan, kalau di desa memang banyak kontrakan rumah yang murah. Aku pernah dengar ada rumah di komplek di pinggir sungai dikontrakkan cuma tiga juta per tahun. Tapi cuma kamar 1.” Ucap Retno yang kini melangkah di samping Widowati, karena mereka berdua sudah keluar dari pintu gerbang makam.

“Wah mau aku itu Mbak, tabungan ku juga cuma lima juta. Sisanya kan bisa buat beli keperluan lainnya dan untuk modal jualan.” Ucap Widowati agak lega hatinya.

“Kamu santai saja Wid, kalau perlu apa apa bilang aku saja.” Ucap Retno dan segera membuka pintu mobil di bagian belakang untuk Widowati dan pintu depan untuk dirinya sendiri.

Mereka berdua pun segera masuk ke dalam mobil. Dan mobil yang dikemudikan oleh suaminya Retno segera melaju meninggalkan lokasi makam menuju ke dusun Argo Pura.

✨✨✨

Dua hari kemudian Widowati sudah menempati sebuah rumah kecil di komplek perumahan yang lokasinya berada di pinggir kali.

Rumah yang dikontrak oleh Widowati itu posisinya tepat yang paling pojok dan paling ujung. Benar benar sebelah kiri rumah itu sudah ada sungai.

Suara gemericik air sungai yang mengalir membentur batu batu terdengar di telinga Widowati. Semilir angin yang menerpa pohon pohon di pinggir sungai membelai kulit mulus Widowati.

“Wid, benar kamu berani tinggal sendirian di sini?” tanya Retno setelah selesai membantu Widowati beres beres rumah.

“Berani Mbak.” Ucap Widowati sambil tersenyum.

“Baiklah, aku pulang ya. Kalau ada apa apa hubungi aku atau Mas Sigit ya...” ucap Retno sambil menatap wajah Widowati .

“Iya Mbak, terima kasih..” ucap Widowati sambil tersenyum.

Mereka berdua melangkah keluar dari rumah. Retno melangkah menuju ke motor matic yang terparkir di pinggir jalan komplek.

“Hati hati ya Wid..” ucap Retno dan motor pun segera berlalu meninggalkan Widowati yang berdiri di depan pintu pagar.

Sesaat Widowati merasa payudara nya sakit, terasa keras dan penuh. Baju di bagian dadanya pun sudah basah oleh air asi yang menetes.

“Haduh bengkak, nyeri dan sudah basah ini..” gumam Widowati di dalam hati sambil kedua tangannya memegang payu dara nya yang bengkak.

Akan tetapi tiba tiba Widowati merasa ada sepasang mata yang melibatkan.

Widowati menoleh ke arah pohon besar yang tumbuh di pinggir sungai di samping rumah nya. Karena perasaan Wido wati sepasang mata yang menatap dari arah sana.

“Apa ada orang di atas pohon itu.” Gumam Wido Widowati di dalam hati. Namun bersamaan dengan itu bulu kuduk Widowati meremang..

“Hiii padahal sepertinya tidak ada orang.” Gumam Widowati dan segera berlari masuk ke dalam rumah.

Widowati menutup pintu rumah rapat rapat dan dia melangkah menuju ke kamar untuk berganti baju. Namun baru saja dia selesai berganti baju. Terdengar suara pintu diketuk ketuk.

TOK

TOK

TOK

Bab. 2.

“Siapa?” tanya Widowati dengan suara keras, sambil melangkah keluar dari kamar menuju ke pintu depan yang diketuk ketuk.

“Saya.” Suara seorang perempuan.

Widowati cepat cepat membuka pintu rumahnya yang terbuat dari double tripleks. Tampak seorang perempuan setengah baya, memakai baju daster tersenyum ke arahnya sambil mengulurkan tangan nya.

“Mbak yang mau menempati rumah ini ya? Kenalkan nama saya Bu Edi. Saya senang rumah di samping saya sudah dihuni Mbak. Saya janda, punya dua anak tetapi anak saya kerja berangkat pagi pulang malam.. sepi di rumah sendiri di dekat kali. Jadi saya senang kalau ada yang menempati rumah ini. Saya ada teman.” Ucap perempuan setengah baya itu yang merupakan tetangga sebelah Widowati.

“Ooo kenalkan Bu, nama saya Widowati , biasa dipanggil Wiwid. Saya juga janda Bu.. senang saya jadi tetangga Ibu Edi. Maaf malah saya yang orang baru belum mengenalkan diri.” Ucap Widowati sambil berjabat tangan dengan Bu Edi.

“Iya Mbak, tidak apa mana yang lebih dulu saja. Saya sangat senang punya teman. Sepi di sini. Rumah rumah kosong. Katanya takut mereka menempati rumah di sekitar sungai ini..” ucap Bu Edi sambil menoleh menatap sungai.

Di lokasi dekat rumah yang dikontrak Widowati memang banyak rumah yang kosong tidak dihuni oleh manusia.

“Memang ada cerita apa Bu? Mbak Retno saudara saya juga bilang katanya sungai ini agak angker maka rumah dikontrakkan murah. Saya terpaksa Bu mencari kontrakan yang murah murah. Karena uang saya tidak banyak.” Ucap Widowati sambil mengusap tengkuknya yang kembali berdiri.

Sesungguhnya dia juga takut akan tetapi keadaan memaksa dia harus berani dan harus melawan rasa takut itu.

“Ya katanya ada macam macam Mbak. Tapi tenang saja. Lha saya sudah bertahun tahun di sini juga aman aman saja kok... Cuma hati hati saja Mbak kadang ada ular..” ucap Bu Edi dan sesaat dia mengernyitkan keningnya menatap dada Widowati yang besar dan baju kembali basah tepat di payu dara nya.

Widowati yang merasa ditatap dadanya langsung memegang dadanya sendiri yang memang terasa sangat sakit.

“Maaf Bu, saya sebenarnya harus menyusui tapi anak saya meninggal. Sakit sekali ini..” ucap Widowati terus terang..

“Owalah turut berduka cita mbak Wiwid. Saya paham pasti sakit banget itu. Dipompa saja Mbak, bisa disumbangkan ke pos yandu, siapa tahu ada yang butuh. Mbak Wiwid jadi tidak sakit lagi pa yu dara nya dan bisa menjadi berkah dapat pahala Mbak..” ucap Bu Edi tampak bisa berempati merasakan sakitnya Widowati.

“Iya Bu terima kasih.”

“Ya sudah saya pamit dan saya minta nomor hand phone Mbak Wiwid ya, nanti saya bilang ke Bu Yandu, kalau ada yang butuh Asi bisa menemui Mbak Wiwid. Waktu itu Bu Yandu bilang banyak ibu ibu muda mengeluh Asi tidak keluar .” Ucap Bu Edi sambil meraih hand phone dari saku daster nya.

Setelah Widowati menyebutkan nomor hand phone nya dan sudah dimasukkan ke dalam kontak di hand phone Bu Edi. Perempuan setengah baya itu segera pamit pulang.

Dia yang sebenarnya juga sering mendengar suara suara gaib, dan melihat penampakan penampakan tidak terus terang mengatakan pada Widowati. Agar Widowati tidak takut dan tidak pindah.

Sudah banyak orang mengontrak rumah itu, namun hanya bertahan beberapa hari saja, lalu pergi.

Widowati segera menutup pintu rumah nya. Dan kembali menuju ke kamarnya..

“Untung peralatan itu aku bawa.” Gumam Widowati sambil melangkah masuk ke dalam kamarnya.

Widowati segera mengambil tas berwarna biru muda bermotif kartun. Tas yang berisi peralatan pompa asi dan botol botol dot, juga kantung kantung tempat Asi, yang sedianya untuk keperluan anaknya.

“Semoga saja Asi ku bisa berguna bagi bayi bayi yang membutuhkan.” Gumam Widowati sambil memompa pa yu da ra nya.

Akan tetapi tiba tiba bulu kuduk Widowati kembali meremang. Dia kembali merasa ada mata yang memperhatikan nya..

Widowati menoleh ke arah jendela kaca kamarnya..

“Kok macam ada yang mengintip. Jadi tidak nyaman saja aku memompa.” Gumam Widowati lalu melepas pompa dan menangkupkan baju yang kancingnya tadi dibuka.

Widowati melangkah menuju ke jendela kaca kamarnya.

“Padahal ya tidak ada orang.” Gumam Widowati yang tidak melihat satu orang pun lewat di jalan depan rumahnya. Jalan itu benar benar sepi.

Agar Widowati merasa tenang dan aman, dia menutup gorden jendela kaca itu.

Widowati kembali memompa pa yu da ra nya. Asi yang keluar dari pa yu da ra Widowati sangat banyak. Dia waktu hamil sampai melahirkan sudah minum banyak vitamin untuk produksi Asi. Selain itu dia pun juga makan sayur daun katuk dan daun adas yang bisa melancarkan dan meningkatkan produksi Asi.

Widowati menaruh Asi pada botol botol.

“Biar aku taruh di botol botol dulu. Nanti kalau ada yang minta biar aku pindah ke kantung kantung.” Ucap Widowati sambil mengambil botol botol yang penuh Asi. Akan dia taruh ke dalam kulkas sambil menunggu orang orang yang membutuhkan.

“Untung dapat hibah kulkas bekas dari Mbak Retno, bisa aku gunakan untuk menyimpan Asi.” Gumam Widowati sambil melangkah keluar dari kamar.

Widowati pun menaruh botol botol berisi Asi itu ke dalam kulkas.

“Sudah mendingan sekarang tidak begitu sakit dan tidak mengucur.” Ucap Widowati sambil menutup pintu kulkas.

Widowati lalu melangkah menuju ke kamar mandi,, untuk membersihkan tubuhnya.

Beberapa menit kemudian Widowati keluar dari kamar mandi sudah dalam keadaan segar. Widowati yang memakai bath robe warna biru itu segera melangkah menuju ke kamarnya.

Sesaat terdengar bunyi dering di hand phone miliknya. Dengan cepat Widowati meraih hand phone yang berada di atas meja.

“Siapa ya?” gumam Widowati saat melihat sederet angka melakukan panggilkan suara.

Dengan hatI hati Widowati menggeser tombol hijau..

“Hallo Mbak Wiwid, ini sudah ada yang butuh Asi. Dia sudah di rumahku. Katanya tadi baru saja ke rumah Mbak Wiwid tapi sepi.” Suara Bu Edi di balik hand phone milik Widowati.

“Ini Bu Edi ya, maaf tadi saya baru mandi Bu. Baiklah sekarang boleh ke sini atau saya antar ke rumah Bu Edi.”

“Terserah Mbak Wiwid, mau diantar ke sini juga boleh Mbak. Sambil menemani saya minum teh. Ini Mbak Erni menunggu di sini.” Suara Bu Edi lagi.

“Baik Bu, tunggu ya saya ganti baju dulu.” Ucap Widowati dan setelah Bu Edi mengiyakan sambungan telepon pun berakhir.

Widowati cepat cepat berganti baju dan mengolesi wajah dengan krim tipis tipis.

“Syukur alhamdulillah jika ada yang membutuhkan.” Gumam Widowati sambil melangkah ke luar dari kamar menuju ke kulkas.

Akan tetapi kedua mata Widowati melebar dan jantung berdebar debar lebih kencang, saat membuka pintu kulkas...

“Kok tidak ada? Tadi aku taruh di kulkas bawah.” Gumam Widowati saat tidak melihat botol-botol yang berisi Asi.

Tangan Widowati segera membuka penutup freezer. Namun sama saja tidak ada botol botol yang dia cari.

Keringat dingin Widowati pun mulai keluar dari pori pori kulitnya..

Bab. 3.

“Kok bisa hilang ya. Padahal yakin benar tadi sudah aku taruh di dalam kulkas.” Gumam Widowati masih mencari cari botol botol Asi di dalam kulkas.

Dia buka rak paling bawah di dalam kulkas itu. Hanya ada sayur sayuran dan buah pemberian Retno. Tetap tidak ada botol botol Asi yang dia cari.

Widowati menutup pintu kulkas itu sambil menoleh noleh ke meja kecil yang ada di ruang itu. Menoleh ke karpet yang terhampar di ruang tamu. Tidak ada set meja kursi di ruang tamu kecil itu. Hanya terhampar karpet kecil itu pun karena dapat hibah barang bekas milik Retno.

“Apa iya ada pencuri Asi. Tapi pintu aku kunci saat aku mandi tadi.” Gumam Widowati lalu melangkah menuju ke kamarnya.

“Aku pompakan lagi saja, kasihan Mbak yang sudah datang menunggu.” Gumam Widowati lalu kembali memompa pa yu da ra nya.

Di saat Widowati baru saja selesai memompa Asi dan menaruh asi itu ke dalam kantong. Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu rumah dan suara Bu Edi yang memanggil manggil nya.

“Mbak Wiwid... Ini Mbak Erni tergesa gesa mau pulang, sudah ditelpon katanya anaknya di rumah menangis.”

“Dia mau mengambil ASI, tapi kalau Mbak Wiwid mau dolan ke rumah ku ya silakan.” Suara Bu Edi lagi dari balik pintu rumah kontrakan.

“Iya Bu, maaf sudah lama menunggu.” Ucap Widowati sambil bangkit berdiri dan membawa satu kantung Asi.

Widowati cepat cepat melangkah keluar dari kamar dan terus membuka pintu rumah. Tampak sosok Bu Edi dan seorang perempuan muda yang kurus tubuhnya.

“Maaf ya Mbak, Cuma ini. Tadi sudah ada dua botol, saya taruh kulkas tapi kok tidak ada ya. Padahal saya tidak lupa naruh.” Ucap Widowati sambil mengulurkan satu kantung Asi pada perempuan kurus itu.

Bu Edi dan perempuan muda kurus itu, tampak kaget mendengar botol botol Asi milik Widowati hilang. Dan bersamaan dengan itu bulu kuduk keduanya meremang

Di dusun itu, berita tentang bayi bayi gaib yang sering terdengar menangis sudah tersebar.

Bu Edi dan perempuan muda kurus itu saling pandang. Tampak perempuan muda kurus itu takut takut menerima kantung Asi yang sudah dia pegang.

“Bu, gimana ini, saya takut ada yang marah.” Gumam lirih perempuan kurus itu. Dia takut didatangi bayi bayi gaib dan bapaknya karena membawa Asi dari pinggir sungai.

“Tak apa Mbak, bawa saja. Nanti malam pasti keluar banyak lagi Asi saya. Mbak makan sayur sayuran dan kacang kacangan agar Asi keluar banyak Mbak.” Ucap Widowati sambil tersenyum.

Widowati belum mendapat cerita dari Retno tentang bayi bayi gaib yang sering terdengar suara tangisnya oleh beberapa warga.

“Iya Mbak Erni dibawa saja. Taruh di kulkas dulu kalau kamu takut. Kalau hilang ya sudah kalau tidak hilang baru diberikan pada anak kamu.” Ucap Bu Edi sambil menoleh ke arah perempuan kurus yang bernama Erni itu.

“Iya Bu, kalau begitu saya langsung pulang ya. Terima kasih Mbak Wiwid.” Ucap Erni segera menjabat tangan Widowati, dan tergopoh gopoh pergi dari rumah kontrakan Widowati.

Widowati mengernyitkan keningnya menatap Erni yang terlihat sangat ketakutan.

“Takut apa dia Bu? Siapa yang marah?” tanya Widowati pada Bu Edi yang masih berdiri di depan pintu.

“Mbak Wiwid kan sudah mendapat cerita dari Bu Retno kalau sungai ini angker. Mbak Erni takut pada penunggu sungai ini Mbak. Takut kalau diikuti dan direbut asi yang dia bawa tadi. Atau kalau diminumkan ke anaknya anaknya malah jadi sakit.” Ucap Bu Edi lirih dan bulu kuduknya berdiri.

Widowati yang mendengar ucapan Bu Edi pun meremang bulu kuduknya.. hingga tangan Widowati gemetar sambil memegang dua lengan Bu Edi yang berdiri di depannya.

“Bu, penunggu sungai itu doyan asi?” tanya lirih Widowati bagai tidak ingin ada yang mendengarnya selain Bu Edi.

“Cerita nya panjang Mbak Wiwid. Yang penting Mbak Wiwid sembahyang minta perlindungan pada Allah. Jujur saya juga sering mendapat gangguan dari makhluk makhluk gaib Mbak. Kadang barang barang saya juga hilang tapi nanti ketemu lagi. Hanya disembunyikan saja Mbak..”

“Mungkin mereka iseng, untuk menunjukkan eksistensi mereka. Mereka itu memang ada Mbak. Percaya atau tidak percaya..” ucap Bu Edi lagi dengan nada serius.

“Iya Bu, saya juga percaya mereka itu juga ada di alam semesta ini.” Ucap lirih Widowati dengan kedua mata yang berkaca kaca. Dia berusaha untuk menguatkan hati agar berani.

Tidak lama kemudian terdengar suara adzan berkumandang. Hari pun sudah mulai remang remang. Matahari sudah sembunyi di perpaduan. Lokasi sungai yang masih rimbun oleh dahan dahan pohon yang besar besar. Membuat tempat itu semakin lebih gelap dari lokasi lainnya pada waktu yang sama.

“Sudah adzan, saya pulang ya Mbak mau sembahyang dan menyalakan lampu. Tolong lampu depan rumah dinyalakan ya Mbak, agar terang.”

“Iya Bu, terima kasih.” Ucap Widowati yang segera menekan saklar lampu depan.

Setelah Bu Edi pulang, Widowati segera menutup pintu rumah. Dia pun menyalakan lampu lampu di dalam rumah. Termasuk juga lampu di belakang rumah. Pak Sigit suami Retno sudah membelikan bolam bolam lampu dengan watt besar. Agar rumah pinggir sungai itu terang benderang.

Setelah melakukan wudu, Widowati pun segera melangkah menuju ke kamar untuk sembahyang..

Akan tetapi di saat Widowati masuk ke dalam kamar dan menyalakan lampu kamar. Kedua mata Widowati melebar dan jantung berdetak sangat keras.

Mulut Widowati pun langsung spontan berteriak..

“BU EDDIIIIIIII...” teriak Widowati sangat keras. Bayi nya saat ini Bu Edi lah orang yang pertama kali bisa menolong dirinya.

Kedua mata Widowati melihat ada dua bayi berada di atas tempat tidur kecilnya. Dua bayi yang terbungkus oleh daun pisang dari dada hingga paha nya. Kedua tangan dan kaki kaki mungil itu bergerak gerak. Hingga daun pisang pembungkus tubuhnya ada robek.

“Anak siapa itu?” ucap lirih Widowati dengan perasaan yang sangat campur aduk. Antara takut, kasihan juga haru.

Kedua mata Widowati kini memerah menatap bayi bayi yang tampak lucu itu. Dia terharu dan merasa kasihan karena bayi bayi itu hanya terbungkus oleh daun pisang.

“Kasihan kenapa hanya dibungkus daun pisang anak anak ini.” Gumam Widowati di dalam hati pelan pelan dia melangkah mendekati bayi bayi itu. Apa lagi dua bayi itu menatap dirinya bagai ingin disentuh dan dipeluk oleh Widowati.

Air bening mulai meleleh dari kedua ujung mata Widowati, saat melihat bibir Bibir mungil itu tersenyum pada Widowati yang semakin mendekat.

“Siapa yang menaruh bayi bayi ini? Apa dia lewat dari pintu belakang ya? Apa dia muncul dari kebun belakang atau dari sungai.” Gumam Widowati di dalam hati.

Di belakang rumah kontrakan itu memang ada kebun tanaman keras yang sangat luas. Bahkan seluruh blok komplek yang ditempati oleh Widowati berbatasan dengan kebun tanaman keras.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!