NovelToon NovelToon

Misteri Cinta Sang Pewaris Kembar

Awal Pertemuan

Dor

Dor

Dor

Seorang pria tampan dengan sorot mata tajam, tengah berlari karena kejaran musuh. Hari sial baginya karena telah lengah pergi tanpa membawa senjata.

Lucas Alistair Eezar seorang King Mafia dari Klan Shadowy Angel. Generasi keempat yang kini berumur 33 tahun, setelah pemimpin sebelumnya Dominic Naftali meninggal karena sakit.

Maximiliano tangan kanan Dom pun sudah meninggal setelah bertempur untuk terakhir kali di sisa umurnya.

"Hah... Hah... Hah... Breng sek." Umpat Lucas terseok-seok menyeret sebelah kakinya yang tertembus peluru. Belum lagi pundak dan lengannya yang juga terluka karena tembakan.

"Andai aku mendengar pesan mama untuk selalu waspada." Gumam Lucas.

Menyusuri gang sempit dan berbelok-belok. Lucas sengaja ingin mengecoh musuhnya supaya tidak bisa menemukannya.

Sudah sangat jauh pelarian Lucas, hingga tubuhnya yang kehilangan banyak darah akhirnya tumbang di depan pintu cafe yang telah tutup.

Bruukkk

Suara benda jatuh membuat atensi seorang wanita yang bersiap untuk pulang lantas menghentikan aktifitasnya.

"Suara apa itu, bukankah sudah tidak ada orang di sini. Lampu-lampu sudah aku matikan semua, dan aku yakin tidak ada yang tertinggal di dalam." Gumam wanita cantik berbola mata indah bernama Laura Vince Claudia.

Sudah sejak 5 tahun yang lalu, Laura dipercaya sebagai pemegang kunci kafe oleh pemiliknya sendiri.

Umur Laura saat ini menginjak 25 tahun, dia hanya tamatan SMA. Bukan karena bodoh atau tidak punya biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Tapi karena Laura MALAS BELAJAR.

Alasan mantan Queen Mafia itu lebih memilih bekerja sebagai pelayan. Bukan karena miskin, nyatanya kekayaannya bisa untuk hidup tujuh turunan.

Tapi, karena dia lelah hidup dalam bayang-bayang orang yang selalu mendekatinya karena harta semata. Laura ingin merasakan cinta sejati dan tulus dari seorang pria.

Sejak menjalani hidup sebagai Queen, Laura tidak memiliki teman setia. Tidak ada kekasih atau keluarga. Dia hanya bekerja untuk menumpuk harta kekayaan yang membuatnya bahagia.

Laura kembali memastikan seluruh pintu dan jendela sudah terkunci rapat. Lalu lampu-lampu dan semua aliran listrik apa sudah tercabut. Laura hanya menyisakan aliran listrik lemari pendingin yang masih menyala. Bahkan tabung gas pada semua kompor dia lepas dari regulatornya. Kewaspadaan dan ketelitian Laura ini yang membuat pemilik kafe mempercayainya.

Setelah dirasa semua sudah aman, Laura akhirnya keluar dari kafe melalui pintu belakang yang temboknya langsung menempel pada rumah kontrakannya.

"Kenapa orang tiduran di sini? Bukankah sudah diberi tulisan peringatan supaya para tunawisma tidak boleh ada yang tidur di sini." Gumam Laura sambil membangunkan seorang pria yang disangkanya tidur itu.

"Bang... Bang... Bangun, gak boleh tidur di sini." Ucapnya lagi.

Karena tidak juga kunjung bangun, Laura pun mendekati sosok pria yang sedang menutup rapat matanya.

"Bang... Kamu sebenarnya masih hidup atau sudah almarhum." Ucap Laura.

Kemudian Laura mencari denyut nadi dan hembusan nafas yang memang sudah terasa lemah ketika disentuh.

Laura coba mencari sesuatu yang mungkin membuat pria ini sekarat.

Deg

"Ternyata dia sudah kehilangan banyak darah akibat tiga peluru. Aku harus segera membawanya pulang, sebelum orang lain melihat keberadaannya. Atau sebelum orang yang melukainya menemukan dia berada di sini." Dengan sekuat tenaga Laura menyeret tubuh itu hingga rumah kontrakannya.

Laura memiliki postur tubuh tinggi, pinggang langsing dan dada besar. Sangat cocok jika menjadi model. Siapa yang tidak akan terpesona. Tapi, itu hanya tampilan luarnya saja, nyatanya Laura memiliki kekuatan besar di balik tubuh indahnya. Laura ahli bela diri, menembak dan memainkan pedang juga memanah. Hanya satu saja kekurangan Laura.

Yaitu, dia tidak pandai merayu seorang pria. Wajah cantiknya itu jarang tersenyum, selalu menatap datar, dingin, kaku, dan cenderung jutek.

Tapi, entah mengapa di kafe tidak ada yang berani mengganggunya. Semua pekerja lainnya bahkan pengunjung terkesan segan jika Laura bekerja. Meskipun dengan tatapan datarnya, tapi Laura tetap bisa berbicara ramah.

Di dalam rumah kontrakan kecil, Laura membantu Lucas mengobati lukanya. Pria itu pingsan karena kehilangan banyak darah, tapi Laura tidak berani membawanya ke Rumah Sakit. Sebagai mantan mafia, Laura paham apa yang mungkin telah terjadi pada pria bertubuh kekar itu. Laura menanggalkan semua pakaian Lucas menyisakan segitiga bermuda berwarna hitam.

Tidak ada tatapan mesum dari Laura, justru wanita cantik bertubuh sexy itu prihatin dengan banyaknya luka di sekujur tubuh Lucas. Laura mengambil sebilah pisau dapur, kemudian membakarnya di atas kompor. Lalu menuangkan minuman ber alkohol hadiah terakhir saat ulang tahunnya setahun yang lalu dari anggota mafia yang pernah dipimpinnya dulu.

Tanpa ada rasa jijik atau ngilu, Laura mencongkel satu persatu peluru dari dalam tubuh Lucas yang berada di tiga titik.

Lengan atas tangan kanan, bahu sebelah kiri dan di betis kaki kiri Lucas ada peluru yang Laura tahu milik siapa.

"Bukankah ini milik Klan Dead Forest? Ada hubungan apa dengannya?"

Setelah memastikan luka itu tertutup rapat dan steril meskipun tanpa jahit. Laura yakin, luka Lucas akan cepat mengering karena Laura menggunakan ramuan tradisional sebagai obatnya.

Setelah tiga hari berlalu, akhirnya Lucas perlahan membuka kedua mata. Meskipun dalam keadaan tak berdaya, tapi insting kuat Lucas langsung peka merasakan tempat yang asing.

"Di mana ini?" Gumam Lucas berusaha bangkit dari tempat tidur.

Krieettt...

Laura nampak masuk kamar membawa baskom berisi air hangat. Ya, rutinitas Laura setiap pagi bertambah yaitu membersihkan tubuh Lucas.

"Kamu sudah bangun? Aku baru saja merebus air untuk membersihkanmu." Ucap Laura tanpa ada rasa canggung seperti gadis pada umumnya.

"Kamu yang mengobatiku?" Tanya Lucas dengan tatapan tajam penuh selidik.

"Tentu saja, siapa lagi. Maaf karena aku tidak membawamu ke Rumah Sakit. Selain tidak punya kendaraan, aku juga tidak punya uang untuk biaya pengobatanmu. Jadi, hanya dengan ramuan tradisional ini aku mengobatimu." Ucap datar Laura.

"Terima kasih." Ucap dingin Lucas.

Laura mengambil handuk kecil yang sudah direndam dengan air hangat. Kemudian mulai membersihkan tubuh Lucas. Mulai dari kedua kaki, perut hingga dada bidang Lucas yang membuat Laura terpesona dalam diamnya.

Ya, Laura jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pria itu. Cinta pertama dalam hidup Laura.

Lucas hanya diam tapi memperhatikan.

Deg

Kedua bola mata itu saling tatap satu sama lain. Meskipun sorot mata Lucas tajam, tapi Laura tidak takut padanya. Laura semakin merasakan jantungnya berdebar.

"Aku akan bersihkan wajahmu juga." Ucap Laura dengan wajah datar.

Greebbb

"Tidak perlu, terima kasih." Ucap Lucas mencekal pergerakan tangan Laura yang ingin mengelap wajahnya.

Setelah seminggu berlalu, akhirnya Lucas pamit pergi dari rumah Laura. Mereka berdua tidak sempat berkenalan. Lucas kembali ke markas mafianya. Sedangkan Laura kembali pada kesibukannya.

Hari terus berganti, sebulan setelah perpisahan itu menyisakan ruang rindu bagi seorang Laura. Tapi tidak tahu dengan Lucas, apakah pria dingin itu juga merindukan Laura.

Selama 5 tahun bekerja, Laura tidak pernah meminta hari libur. Tapi sekarang entah karena apa, Laura ingin sekali me time.

"Akhirnya aku bisa menikmati hidup, tanpa harus bekerja beberapa hari. Mungkin jalan-jalan ke mall adalah pilihan yang bagus untukku." Gumam Laura, berjalan keluar dari rumah kontrakan menuju jalan raya.

Saking bahagianya, Laura menyeberang jalan raya dengan tidak hati-hati. Hingga sebuah mobil hampir menabraknya.

Ckiittt...

Beruntung pengendara mobil itu mampu menginjak rem tepat waktu.

"Astaga... Hampir saja aku tertabrak. Apa yang sedang aku pikirkan hingga ceroboh seperti ini." Gumamnya. Kemudian Laura berjalan menghampiri mobil yang hampir membuat nyawanya melayang.

Baru saja Laura ingin mengetuk jendela, seorang pria sudah keluar.

Deg

"Pria itu?" Gumam Laura terpana.

"Kamu baik-baik saja kan?" Tanya pria itu yang ternyata adalah Lucius Alaric Eezar.

Laura terpaku menatap dalam Lucius.

"Pria ini, kenapa suaranya berubah. Dan sorot matanya tidak setajam saat pertemuan pertama." Gumam Laura.

"Nona... Apa kamu baik-baik saja? Jika ada yang terluka ayo aku antar ke Rumah Sakit." Ucap Lucius tersenyum ramah.

"Kamu? Kenapa suaramu berubah? Dan kenapa kamu bisa seraman ini." Laura masih bergumam dalam hati.

Dreettt...

"Ya Ma, aku sekarang ada di Jakarta. Maaf tidak memberitahukan pada kalian atas kepergianku."

"Apa kamu sudah menemui Kakak kamu? Bagaimana kabar dia, kenapa akhir-akhir ini susah dihubungi." Suara seorang wanita yang masih cantik di usia tuanya. Siapa lagi kalau bukan Clara Evania. Seorang Ibu dari 5 anak, mantan Queen of Shadowy Angel.

Setelah berbincang-bincang dengan Mamanya, Lucius pamit pergi meninggalkan Laura.

"Ini kartu namaku, kamu boleh menghubungiku jika butuh sesuatu. Maaf aku harus pergi sekarang juga." Ucap Lucius masih dengan senyumannya.

"Jadi namanya Lucius Alaric Eezar. Dan dia seorang CEO di perusahaan Maheswara Grup dari Surabaya. Pasti dia datang ke Jakarta hanya karena ada urusan, dan setelahnya kembali pulang." Gumam Laura.

Laura meneruskan perjalanannya menuju Mall untuk sekedar jalan-jalan saja. Meskipun dulu Laura punya uang, tapi wanita itu jarang berbelanja. Laura tidak suka membeli pernak pernik perempuan seperti tas, sepatu, baju dia hanya beli seperlunya saja. Tapi jangan ditanya koleksi senjatanya, sangat banyak. Dan masih utuh di tempat yang aman.

Setelah puas cuci mata, Laura kini pergi ke sebuah taman. Dia duduk sendirian sambil menikmati segelas es krim rasa coklat. Tidak sengaja netranya menatap di kejauhan ada seorang penembak jitu sedang menargetkan seorang lelaki tua.

Laura bangkit kemudian berlari mendorong lelaki itu hingga tembakannya meleset.

"Kakek, tidak apa-apa?" Tanyanya.

"Aku tidak apa, tapi kenapa kamu mendorongku?" Tanya Kakek itu.

"Apa Kakek punya musuh, kenapa ada orang yang ingin membunuhmu dengan tembakan dari jarak jauh?" Bukannya menjawab pertanyaan Kakek itu. Justru Laura ganti memberinya pertanyaan.

"Padahal aku sudah tua, mungkin juga umurku sudah tidak panjang. Tapi mereka masih menganggapku ancaman."

Lucas Yang Penasaran

Rencana yang telah disusun rapi tentang menghabiskan waktu cuti panjangnya, harus Laura batalkan karena sesuatu.

Sebenarnya bukan urusan Laura, tapi setelah pertemuannya dengan Kakek di Taman Sore itu. Membuat Laura tertarik untuk mengulik kehidupan Kakek.

Pria tua renta tuna wisma menjadi incaran penembak jitu, bukankah hal itu aneh. Pikir Laura.

"Untuk sementara Kakek akan aman tinggal bersamaku." Ucap Laura membawa Kakek pulang ke rumah kontrakannya.

"Apa tidak merepotkan?" Tanya Kakek.

"Tidak sama sekali, aku justru senang ada teman." Jawab Laura.

"Oh ya, kita belum kenalan Kek. Namaku Laura, Kakek siapa?"

"Panggil saja aku, Kakek Jauhar. Laura di mana aku tidur?"

"Astaga, aku sampai lupa. Ayo aku antar Kakek ke kamar. Maaf Kek, ini rumah kontrakan dan kamarnya hanya ada dua. Yang depan sudah aku pakai, Jadi Kakek tidur di kamar belakang. Tak apa kan? Meskipun kecil, tapi setiap hari selalu aku bersihkan." Ucap Laura sungkan.

"Iya, tidak apa." Jawab Kakek.

Sudah sejak 5 tahun yang lalu, Laura sama sekali tidak pernah mengurusi masalah orang lain. Dia bersikap cuek, dingin dan tidak peduli dengan masalah orang. Laura ingin merasakan hidup damai. Oleh sebab itu, dia pergi dari kota tempat asalnya. Pindah ke Jakarta hanya demi menjadi seorang pelayan untuk menutupi identitasnya.

Tapi hari ini, entah mengapa jiwa mafianya kembali berkobar-kobar. Seolah ada yang memanggilnya untuk kembali menjalani kehidupannya yang dulu.

"Ada yang aneh dengan Kakek Jauhar, dia tidak sesederhana yang terlihat. Apakah dia juga sama sepertiku yang sedang menjalani penyamaran? Sayang sekali, semua peralatan mafiaku, aku tinggal di rumah lamaku."

Malam semakin larut, Laura sudah sangat lelah dan mengantuk. Dia tertidur di kursi ruang tamu. Tepat tengah malam, Kakek Jauhar mengendap-endap keluar dari kamar. Mencari keberadaan Laura yang ternyata sudah tertidur di ruang tamu.

"Laura? Wajahmu seperti tak asing. Tapi aku tidak mengingat siapa, kamu juga bukan gadis sembarangan."

Kakek Jauhar menatap heran pada Laura saat masih di taman. Kenapa gadis biasa sepertinya mempunyai kepekaan yang tinggi bisa melihat penembak jitu yang ingin mentargetkannya.

"Tapi, di rumah ini tidak ada barang-barang yang mencurigakan. Apa hanya kebetulan, atau bagaimana. Rasanya aku sudah lelah terus bersembunyi, tapi tetap saja ketahuan."

Keesokan harinya, Laura masih cuti. Tapi saat ini dia tidak menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Laura justru sedang menjalankan peran sebagai seorang cucu yang baik untuk seorang Kakek yang memiliki nasib sama seperti dirinya. Sendirian.

"Kakek, mau makan apa hari ini. Biar aku masakkan, tapi aku perlu belanja ke pasar."

"Makan apa saja yang penting kenyang, tapi kenapa kamu baik padaku yang bukan siapa-siapa."

"Karena aku merindukan sosok keluarga, sudah sejak lama aku hanya hidup sebatang kara. Apa kakek Jauhar keberatan kalau aku menganggap Kakek seperti Kakekku sendiri?" Tanyanya.

"Tidak, aku justru merasa bahagia. Setidaknya aku bisa berguna juga."

"Ngomong-ngomong apa Kakek sudah lama menjadi seorang tuna wisma? Kemana rumah kakek yang sebelumnya? Aku yakin, Kakek tidak mungkin hidup sendiri saja sebelum ini."

"Benar, tapi itu sudah sangat lama sebelum keluargaku mati di tangan musuhku. Semua yang aku punya dihancurkan tanpa ada sisa. Beruntung aku berhasil melarikan diri."

"Jadi Kakek juga melarikan diri, berarti Kakek bukan warga asli?"

"Ya, aku berasal dari jauh. Tapi herannya mereka masih menemukanku dan masih ingin membunuhku juga. Rasanya aku lelah, ingin menyerah."

"Memangnya siapa yang ingin membunuh? Bukankah Kakek hanya pria tua biasa yang bahkan tidak bisa melakukan apa pum untuk melawan."

Obrolan Laura dan Kakek Jauhar harus terhenti, karena hari sudah semakin siang dan Laura harus pergi ke Pasar untuk berbelanja.

Laura pergi hanya dengan berjalan kaki, karena memang itu adalah kebiasaannya. Laura lebih suka menikmati perjalanan yang membuatnya merasa bebas.

Saat di jalan, ada seseorang yang terus memperhatikan dari jauh.

"Siapa kamu sebenarnya, aku yakin kamu menyembunyikan identitasmu yang asli. Tidak mungkin gadis biasa pelayan kafe sepertimu memiliki kemampuan mengobati luka tembak dengan sangat baik. Mengambil peluru dan menutup luka tanpa membuatku mengalami infeksi. Padahal tidak menggunakan alat-alat dokter. Aku sudah mencari informasi, tapi memang identitasmu tidak dapat terlihat."

Lucas dengan penyamarannya membuntuti Laura, entah mengapa pria itu sangat penasaran dengan kehidupan seorang pelayan. Ada ketertarikan yang kuat yang Lucas rasakan di dalam hatinya. Perasaan yang tidak pernah dia rasakan sampai umurnya 33 tahun. Lucas akui dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Laura. Tapi Lucas belum ingin mengakuinya.

Karena tidak ingin ketahuan jika sedang menguntit, akhirnya Lucas pergi. Dia tersenyum tipis, sangat tipis hingga tidak ada yang menyadarinya. Tapi, baru saja hendak berbalik suara keributan sudah masuk telinganya.

"Tolong... Ada copet..." Teriak seorang Ibu hamil yang berjalan terengah.

"Dompetku diambil copet..." Tangis Ibu hamil itu pecah sambil terduduk.

Wanita itu pergi ke pasar lantaran ingin membeli perlengkapan bayi. Dia bukan orang kaya yang bisa beli sesuatu di Mall. Cukup di Pasar semua ada dan dengan harga yang terjangkau. Suaminya baru pulang kerja di Pabrik shift malam, jadinya Ibu hamil itu ke Pasar sendirian.

"Tunggu di sini ya Bu."

Laura berlari dengan cepat mengejar pencopet, bahkan gerakan kaki Laura seolah tak terlihat saking cepatnya.

Bruukkk

Braakkk

Kreekkk

Laura dan pencopet itu adu fisik. Hanya butuh beberapa menit saja, Laura sudah bisa membekuk pencopet itu.

"Jangan berani mencopet di sini, jika aku melihatmu lagi maka aku tak segan mematahkan tanganmu."

Laura dengan tatapan setajam silet, mampu membuat pencopet tak berkutik. Bahkan untuk bernafas saja takut. Decak kagum datang dari orang-orang yang melihat aksi beraninya. Tapi, hanya wajah datar yang Laura tampilkan pada mereka semua.

"Bu, ini dompetnya. Lain kali lebih hati-hati." Ucap Laura, kemudian melanjutkan langkahnya masuk Pasar.

Lucas semakin terpesona menatap Laura, hatinya membuncah dan semakin tertarik.

"Aku pasti akan mendapatkan cintamu." Usai mengatakan itu, Lucas pergi. Kali ini Lucas benar-benar pergi meninggalkan Pasar dengan senyuman.

Setelah dari Pasar, Lucas segera pergi ke Perusahaan untuk bekerja. Ya, Lucas juga seorang CEO perusahaan besar warisan keluarga Eezar.

Ternyata adik kembarnya sudah menunggu.

"Kak kenapa baru sampai kantor, aku sudah menunggumu sejak tadi." Ucap Lucius yang memiliki wajah identik dengan Lucas, hanya keluarga yang bisa membedakan mereka berdua.

"Ada apa, kenapa kamu datang? Apa kamu tidak sedang sibuk? Perusahaan Maheswara masih butuh kamu." Ucap Lucas tanpa ada senyuman.

"Tolong bantu aku, ada seorang wanita telah menjebakku melakukan ONS. Dan kini wanita itu mengaku telah hamil, anak dari benihku. Tapi, aku tak yakin melakukannya. Aku tak ingat apa-apa. Dia setiap hari datang ke kantor membuat keributan dan mempermalukanku."

"Jangan bertele-tele katakan apa yang kamu inginkan dariku, Lucius?"

Gleekkk

Meskipun pernah satu rahim, tapi jika Lucas sudah menatapnya tajam Lucius langsung beringsut takut. Lucas memiliki kepribadian seperti Mamanya. Sedangkan Lucius tak jauh beda seperti Papanya yang bernama Nathan.

"Gantikan aku, kita bertukar posisi tapi dengan identitas tetap. Maksudnya Kakak jadi aku, dan aku jadi Kakak." Ucap Lucius memohon.

"Apa Papa dan Mama sudah tahu?" Tanya Lucas penuh selidik.

"Tidak, aku tidak ingin mengganggu mereka berdua. Biarkan mereka menikmati hari tua tanpa adanya gangguan."

"Apa kamu mencintai perempuan lain?"

"Tidak, aku bahkan belum pernah jatuh cinta terhadap siapa pun. Wanita ini adalah putri dari rekan bisnisku sekaligus teman kuliahku."

"Namanya Lisya Anastasia, sudah bertahun-tahun dia mengejar-ngejar aku. Membuatku risih. Mungkin jika dia berhadapan dengan Kakak yang super dingin, maka dia akan berfikir ribuan kali untuk terus mengejarku."

"Jadi, kamu menumbalkanku untuk dia? Bagaimana jika dia memang hamil? Lantas aku harus menikah dengannya? Sedangkan kamu yang menanam benih."

"Please, hanya untuk 3 bulan. Setelah Kakak yakin dia benar-benar hamil anakku. Maka mau tidak mau aku akan menikahinya. Tolong selidiki dia dan keluarganya. Tentang kejadian hari itu, bisa? Gunakan kekuasaan mafia Kakak untuk mencari info tentangnya." Pinta Lucius.

"Hmm... Hanya 3 bulan saja. Jangan memintaku lebih dari itu."

Bertukar Posisi

Siang hari itu juga, Lucas langsung berangkat ke Surabaya untuk menggantikan Lucius. Perusahaan warisan almarhum Kakek buyutnya memang masih berjaya dan semakin berkembang pesat di bawah kepemimpinan sang adik kembar.

Begitu pula dengan perusahaan yang ada di Jakarta yang sudah 10 tahun menjadi tanggung jawabnya itu kian maju dan berkembang.

Sudah lama sekali, Lucas tidak berkunjung ke Surabaya setelah Kakek Buyutnya yang bernama Hikam meninggal. Lucas hanya datang ke Malang ke rumah kedua orang tuanya. Sementara tiga adik kembar perempuannya memilih tinggal di Luar Negeri.

Dengan mengendarai mobil sport kesayangannya, Lucas membelah jalan dari Jakarta menuju Surabaya. Dia berangkat sendiri.

Setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya Lucas tiba di mansion mewah milik Kakek Hikam.

"Sepi sekali di sini, pantas saja Lucius tidak betah tinggal di mansion mewah milik Kakek. Memang di apartemen lebih nyaman. Sekarang aku di sini saja, sambil mencari informasi gadis yang telah menjebak Lucius." Gumam Lucas.

Gerbang dibuka manual, kemudian Lucas masuk ke mansion milik Kakeknya. Dia butuh istirahat, badannya capek.

Setelah mandi, Lucas pun merebahkan tubuhnya di atas sebuah ranjang. Tapi saat ingin memejamkan kedua bola matanya, bayangan wajah cantik milik Laura melintas di kepalanya.

"Sialan, kenapa aku selalu memikirkan dia yang belum tentu memikirkanku."

Karena tidak bisa tidur, Lucas beranjak bangun lalu membuka laptop khusus miliknya sebagai pemimpin Klan.

"Jika dihitung mundur, kejadian itu sekitar 30 hari yang lalu. Saat Lucius sedang mengadakan meeting di restoran hotel bintang lima. Cckkk... Lucius ini, sudah beberapa kali aku peringatkan untuk tetap hati-hati. Tapi dia abai."

"Jangan sampai kejadian-kejadian di masa lalu yang menimpa Papa pada akhirnya menimpa kami juga. Kenapa banyak sekali kaum hawa yang menghalalkan cara demi ambisinya. Memangnya kami ini terlalu sempurna untuk dijadikan bahan rebutan. Tapi, anehnya Laura tetap menatapku datar. Dia seolah tidak tertarik dengan ketampananku." Gumam Lucas tanpa sadar.

Tangan pria itu lincah di atas keyboard, dia mulai meretas banyak cctv di sekitar lokasi. Tidak sulit baginya, kemampuan meretas dari Mama Clara, Om Dom dan Om Max semua diserap oleh Lucas. Tapi tidak Lucius. Pria itu hanya ahli dalam urusan bisnis, sama sekali tidak punya minat di dunia mafia.

Setelah beberapa menit melakukan peretasan, Lucas akhirnya menemukan rekaman kejadian.

"Dasar gila, dia sangat terobsesi dengan Lucius sehingga mengorbankan keperawanannya demi bisa bersama. Cantik sih, tapi tidak sesexy tubuh Laura." Tiba-tiba Lucas membayangkan tubuh sexy Laura tanpa memakai pakaian.

"Sepertinya aku ikutan gila, kenapa bisa berfikir mesum." Gumam Lucas.

Kemudian Lucas juga mencari informasi tentang wanita itu, bagaimana kesehariannya, pergaulannya, lingkungannya dan juga keluarganya.

"Bersih, dia dari keluarga terhormat yang tidak mempunyai skandal buruk. Tapi kenapa melakukan hal murahan demi Lucius, apa sekarang keluarganya tahu jika dia sudah hamil? Dia juga tidak pernah berhubungan dengan pria mana pun sebelumnya."

"Harusnya Lucius beruntung bisa dicintainya, selain cantik dan berpendidikan dia juga dari keluarga kaya raya. Minusnya cuma satu, dia terlalu agresif dan ambisius." Ucap Lucas.

"Dan memang, sudah seharusnya Lucius menikahinya. Karena dia memang hamil anak Lucius. Cckkk... Aku belum nikah tapi sudah punya keponakan. Gak seru, gak jelas banget."

Sementara itu, di sebuah mansion mewah milik keluarga Lisya Anastasia. Usai makan malam, anggota keluarga itu duduk di ruang keluarga.

"Lisya, umur kamu sudah lebih dari cukup untuk terus melajang. 33 tahun, untuk seorang gadis di lingkungan kampung akan disebut sebagai perawan tua." Ucap Papa Lisya yang bernama Baskara Mahendra.

"Jadi, Papa telah mengatur perjodohan untukmu. Besok kalian akan bertemu, kamu jangan mencoba menolak lagi. Sudah cukup waktu yang Papa berikan untuk kamu terus mengejar cinta dari pewaris keluarga Maheswara. Nyatanya, sudah bertahun-tahun dia bahkan tidak melirik ke arahmu."

"Tidak, aku tetap menolak perjodohan ini. Aku hanya mencintai Lucius."

"CUKUP LISYA...Papa tidak mau mendengar bantahan apa pun darimu. Sekarang juga kembali ke kamarmu, jangan berfikir untuk kabur lagi. Karena mata-mata Papa akan terus mengawasimu." Tegas Tuan Baskara.

Dengan wajah kesal, Lisya meninggalkan ruang keluarga tanpa menatap Papanya.

"Apa kita tidak terlalu memaksa, aku khawatir Lisya semakin berontak."

"Tidak, keputusan ini sudah sangat tepat untuk putri manjamu itu. Aku sudah lelah mendengar cemoohan dari banyak orang tentang Lisya. Mereka menganggap Lisya terlalu pemilih hingga dia tidak laku-laku. Aku heran, kenapa putra keluarga Maheswara menolaknya. Apa kurangnya putriku, dia cantik, berpendidikan dan lembut. Lucius terlalu sombong, aku membencinya."

"Lantas, dengan siapa Papa menjodohkan Lisya? Apa Papa sudah menyelidiki latar belakangnya? Pergaulannya? Dan sifatnya? Aku tidak ingin jika putri tunggal kita justru hidup sengsara karena mempunyai suami yang salah."

"Aku tidak perlu menyelidiki Dimas, karena dia adalah putra sahabatku. Tidak mungkin Dimas akan menyakiti Lisya, karena aku percaya padanya."

"Terserah apa kata kamu Pa. Tapi jika terjadi apa-apa pada Lisya, aku tidak akan tinggal diam. Aku bahkan bisa membencimu seumur hidupku." Ancam Mama Lisya yang bernama Deswita Maharani.

"Kamu mengancamku?" Tanya Tuan Baskara.

"Bukan mengancam, tapi aku memperingatkanmu. Ingat siapa aku, tanpa keluargaku, keluarga Mahendra bukan apa-apa."

Setelah perdebatan itu, Nyonya Deswita masuk ke kamar lalu menguncinya. Sedangkan Tuan Baskara menatap bingung.

"Kenapa jadi begini, aku hanya ingin yang terbaik untuk putriku. Jika perjodohan ini ditolak Lisya, aku yang akan malu dengan kedua orang tua Dimas Saputra. Tapi jika diteruskan, akan terjadi perang ketiga di rumah ini."

Sedangkan Lisya di kamar sedang mematut dirinya di depan sebuah cermin besar tanpa sehelai pakaian.

"Terima kasih sudah tumbuh, dengan begini aku bisa mengikat Lucius." Ucap Lisya sambil mengelus lembut perutnya yang sudah mulai menyembul. Diperkirakan kehamilannya sudah masuk usia 5 minggu. Karena Lisya sudah mengatur dengan baik penjebakan itu.

Lisya sengaja mencari waktu di saat masa suburnya tengah berlangsung. Dengan harapan, dia langsung hamil anak Lucius pria yang dicintainya.Dan yah, perhitungannya tepat sasaran. Apalagi sebelum malam panas itu, Lisya rutin mengkonsumsi pil penyubur.

"Kenapa kamu begitu membenciku, Lucius. Bahkan aku tidak pernah melakukan kesalahan. Aku hanya tahu mencintaimu."

Sementara itu di rumah kontrakannya, Laura sedang berfikir sangat keras. Dia ingin mengambil keputusan besar.

"Apa sudah waktunya aku kembali? Lima tahun berlalu, tapi aku belum mendapatkan yang aku mau."

"Menangnya apa yang kamu inginkan? Apa maksud kembali?" Tanya Kakek Jauhar tidak sengaja mencuri dengar.

"Eh, Kakek belum tidur ternyata."

"Tidak usah mengalihkan pembicaraan ini. Aku tahu kamu menyimpan rahasia, katakan saja aku ingin mendengarnya. Karena aku juga ingin mengatakan kejujuran padamu, mungkin sudah waktunya aku mencari penggantiku." Jawab Kakek.

"Aku tak mengerti Kakek sedang bicara tentang apa, rahasia apa? Aku tidak mempunyai hal yang pantas aku sembunyikan." Ucap Laura.

"Mungkin aku yang akan bicara lebih dulu, apa kamu mengenal Jauhar Zhafran si mata merah? Itulah aku, pemimpin Klan Red Eyes yang legendaris pada masanya. Aku sudah lama membubarkan kelompok mafiaku semenjak istri, anak dan menantuku mati di tangan musuh. Bahkan aku kehilangan cucuku yang baru saja dilahirkan oleh menantuku."

"Aku sudah berpindah-pindah dari kota ke kota untuk bersembunyi, Sekaligus mencari cucuku yang hilang. Tapi setelah bertahun-tahun lamanya hanya lelah yang aku dapatkan. Aku kesulitan mencari keberadaan cucuku yang bahkan aku belum pernah melihat wajahnya ketika masih bayi. Hanya saja, dia adalah perempuan." Ucap Kakek dengan tatapan sedih.

"Jadi, aku tahu kalau kamu juga menyembunyikan identitas aslimu sejak lama. Sekarang katakan siapa dirimu yang sebenarnya?" Tanya Kakek Jauhar.

"Apa buktinya jika Anda Red Eyes?" Ucap Laura tidak percaya.

Detik itu juga mata Kakek Jauhar berubah merah semerah darah. Mata unik dan langka yang hanya dimiliki oleh keluarganya saja.

Laura masih menatap tak percaya, sorot mata itu, warna mata itu sama dengan warna matanya ketika dia sedang sangat marah. Itulah alasannya, kenapa dia hanya menampilkan wajah datar dan dingin. Karena dia tidak ingin ada orang yang akan memancing emosinya. Sehingga mata yang dia sembunyikan bisa muncul dan membuat kehebohan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!