NovelToon NovelToon

CINTA DI UJUNG PERPISAHAN

Ep 1

"Aku tidak akan pulang, jangan menungguku!"

Ucapan Aric yang dingin bahkan tanpa menoleh ke arah nya membuat hati Faza semakin di rundung pilu. Setelah menikah lebih dari satu tahun yang lalu, sikap Aric masih saja sama, tak pernah menganggap nya ada.

Faza memandang pintu kamar yang sudah tertutup rapat, meninggalkan hening yang menyelimuti duka.

Tok..Tok..Tok..

Pintu kamar Faza di ketuk dari luar..

"Nyonya, nona kecil terus menangis, tuan meminta anda untuk datang ke kamar nona sekarang juga."

Suara di balik pintu membuyarkan lamunan Faza. Faza pun segera keluar dari kamar nya.

Dengan langkah tergesa, Faza masuk ke dalam kamar putri sambungnya yang sudah dia anggap seperti putrinya sendiri.

Putri Alena Sagara, nama gadis kecil berusia hampir 5tahunan itu.

Faza langsung mengambil Alena dari gendongan Aric. Faza merutuk diri, bisa bisanya dia tidak mendengar tangisan Alena padahal kamar mereka bersebelahan.

"Apa kau tuli hingga tidak mendengar suara tangisan Alena ?"

Kata kata sarkas sudah biasa Faza dengar dari mulut Aric, bahkan terkadang Aric melampiaskan amarahnya pada Faza jika sedikit saja Faza melakukan kesalahan.

Faza tidak menjawab, dia terlalu sibuk untuk menenangkan Alena yang sepertinya terbangun karena mimpi buruk.

"Aku mau pergi keluar kota selama dua hari, jaga Alena dan jangan membuat kesalahan!" ucap Aric memberi peringatan..

"Sayang, papa pergi dulu ya, kita bertemu 2hari lagi.." seketika suara Aric berubah lembut saat bicara dengan putri nya, berbeda sekali pada Faza..

Setelah itu Aric pun keluar dari kamar Alena.

Faza menghembuskan nafas berat, lalu kembali pada kesadaran nya..

"Sayang, kenapa kamu menangis ?" tanya Faza setelah Alena lebih tenang..

"Aku mimpi buruk, ada monster jahat yang mau memakan aku.." celoteh anak itu yang membuat Faza sedikit terhibur..

"Apa kamu lupa berdoa saat tidur tadi malam ?"

Alena menggeleng "Nggak, Alena nggak lupa berdoa. Kan tante selalu mengajarkan Alena untuk berdoa sebelum tidur.."

Tante ? Ya. Faza menyebut diri nya dengan sebutan Tante pada Alena alih alih Mama atau Bunda..

Faza tersenyum dan menjawil hidung mungil Alena, "Yasudah, nanti malam kita tidur bersama, ya, mumpung papa kamu sedang pergi dinas.."

"Hore.... Alena mau tidur sama Tante.."

Anak itu melompat kegirangan.

Berbeda dengan Aric, Alena justru sangat dekat dengan Faza. Bahkan jauh sebelum Faza menikah dengan Aric, Faza sudah lebih dulu menjadi sosok ibu bagi Alena.

Faza yang saat itu juga berduka atas meninggalnya sepupu sekaligus sahabatnya pun sering mengunjungi rumah Aric untuk membantu Aric mengurus Alena. Namun saat itu Faza tidak menyangka bahwa orang tua Aric maupun orang tua Selena mendiang istri Aric memiliki niat untuk menjodohkan Aric dan dirinya.

Hingga akhirnya pernikahan mereka pun diadakan setahun yang lalu tepat setelah 3tahun Selena pergi.

"Sekarang ayo kita mandi.." Faza mengajak Alena mandi. Seperti memiliki kedekatan batin, sejak awal Alena tak pernah menolak Faza.

Setelah selesai mandi, Faza membantu Alena memakai baju sekolah nya. Di usia Alena yang hampir menginjak 5tahun, Aric sudah memasukkan Faza ke sekolah.

Meski Faza sudah menjadi ibu pengganti untuk Alena, namun Faza tak pernah mengambil keputusan besar untuk urusan Alena. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Alena, Aric pasti langsung turun tangan sendiri.

Boleh di bilang status Faza di rumah itu bukanlah sebagai Nyonya, melainkan hanya seorang baby sitter.

"Tante, Alena nggak mau sekolah.." ucap Alena sambil tertunduk

"Kenapa, sayang ?" tanya Faza dengan lembut

"Alena mau seharian sama tante, mau main sama tante.."

Faza tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Alena, "Besok kan Sabtu, Alena libur sekolah. Bagaimana kalau kita pergi ke taman bermain ?"

Mata Alena yang semula sendu berubah cerah, "Asiikkkk, tante terbaik.. Alena sayang tante..." Alena berhambur kepelukan Faza.

Faza benar benar memberi Alena cinta yang utuh selayaknya ibu terhadap putri kandung nya. Meskipun Faza belum pernah hamil dan melahirkan, namun bagi Faza Alena adalah nafasnya, hidupnya.

Setelah mengantarkan Alena ke sekolah, seperti biasanya Faza langsung bergegas menuju galery nya. Faza adalah seorang pelukis, dia memiliki galery lukisnya sendiri.

Faza bukan terlahir dari keluarga miskin, dia adalah anak dari pasangan Seniman, Ayahnya adalah seorang Ilustrator dan memiliki perusahaan nya sendiri, sementara sang Bunda adalah seorang produser di bidang seni Pertunjukkan dalam hal ini adalah Teater.

Jiwa seni nya sudah mendarah daging. Sejak kecil Faza sudah di kenalkan dengan berbagai jenis seni. Namun ternyata ketertarikan nya lebih menonjol di bidang Seni Rupa. Di dunia seni rupa, nama Faza cukup di kenal. Beberapa kali karya Faza di pamerkan dalam acara acara amal. Dan tentu saja Faza sangat bangga atas pencapaian nya tersebut.

Sesampainya di galery, Faza langsung masuk ke ruangannya. Disinilah Faza bisa menjadi diri nya sendiri. Faza yang berbakat, Faza yang tak kenal lelah, serta Faza yang penuh Ambisi.

Faza meletakkan tasnya di atas meja. Kemudian mengambil Apron lalu memakainya. Setelah itu Faza menyiapkan cat serta kuas yang akan dia gunakan untuk melukis.

Setelah semua siap, Faza kemudian duduk berhadapan dengan kanvas. Lalu tangannya mulai bergerak membuat sketsa.

Tanpa terasa alarm di ponselnya berdering. Sudah 2 jam Faza berada di galery, waktunya dia kembali ke sekolah untuk menjemput Alena.

Faza mencuci kedua tangan nya, lalu meletakkan Apron nya kembali.

Di galery itu Faza memperkerjakan beberapa orang. Setelah memberi pengarahan, Faza pun pamit pulang. Para staf sangat menyukai Faza, mereka suka dengan kepribadian Faza yang ramah dan tidak Bossy. Bagi mereka, bekerja dengan Faza adalah sebuah keberuntungan yang tidak di sangka sangka.

Faza mengendarai mobilnya sendiri, namun jantung Faza seakan berhenti berdetak saat di lampu merah Faza melihat Aric suaminya bersama dengan seorang wanita di sebuah Coffee shop. Aric tertawa. Dia tertawa begitu lepas.

Wanita itu, dia siapa ?

Berbagai pertanyaan muncul di benak Faza. Pertama kalinya setelah kepergian Selena, Faza melihat Aric tertawa lagi. Tapi bukan dengan dia, Aric tertawa bersama wanita lain.

Cantik, meskipun jarak mereka cukup jauh namun Faza yakin wanita itu memiliki paras yang cantik.

Tiiinnnnnn!!!

Klakson panjang menyadarkan Faza, buru buru Faza menginjak pedal gas karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.

Mobil yang di kendarai Faza pun sudah sampai di sekolah Alena. Faza turun dan menunggu Alena keluar dari gerbang sekolah.

"Hai...." Seseorang menyapa Faza.

Faza menoleh tanpa membuka kaca mata hitamnya. Faza memperhatikan wajah seseorang itu dengan dahi berkerut..

"Kamu Faza, kan ? Fakultas seni rupa ?"

Mendengar pertanyaan itu, otomatis Faza membuka kaca matanya.

"Kamu pasti lupa, Aku Raka, sahabat Aric."

Ah, Faza baru ingat. Pria di hadapan nya adalah Rakana yang biasa di panggil Raka. Dia sahabat suaminya, satu fakultas dengan Aric semasa kuliah dulu.

"Oh, Hai Raka.. Maaf aku sempat tak mengenali mu." ucap Faza tulus.

Raka tersenyum, "Tak apa. Omong-omong bagaimana kabar mu ? Sudah lama kita tidak berjumpa.."

Faza membalas senyuman Raka, "Aku baik, seperti kelihatan nya." Jawab Faza sekenanya

"Benarkah ? Tapi aku tidak melihat itu di mata mu.."

Kedua alis Faza nyaris bertaut "Apa maksudmu ?" tanya Faza tak memahami maksud ucapan Raka

"Tante...."

Suara nyaring Alena terpaksa menghentikan percakapan Faza dan Raka. Seketika itu pula Faza merubah mimik wajahnya jadi penuh senyum.

"Hai, cantik.." Ucap Faza pada Alena sambil berjongkok mensejajarkan tubuh dengan gadis kecil itu.

"Tante, ayo pulang. Aku mau makan cemilan buatan tante.." Kata Alena yang selalu menagih camilan yang di buat Faza setiap dia pulang sekolah

Faza tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Alena, "Baiklah, hari ini tante akan membuat camilan yang berbeda dari biasanya. Ayo.." Faza mengulurkan tangan nya pada Alena, anak itu langsung bersorak gembira.

Setiap interaksi antara Faza dan Alena tidak luput dari penglihatan Raka.

"Raka, kamu kesini untuk menjemput siapa ?" tanya Faza sebelum berpamitan

"Itu..." Raka menunjuk ke arah gerbang, ada seorang anak lelaki yang berjalan ke arah mereka.

"Daren.." ucap Alena dengan suara cempreng.

"Daren ?" beo Faza

"Iya, itu teman sekelas Alena. Namanya Daren, tante.."

"Kamu sudah menikah ?" tanya Faza, "Sudah punya anak juga kenapa tidak memberi kabar ?!"

Raka tersenyum, "Daren itu...."

Belum sempat Raka menjawab, Alena sudah menarik lengan Faza,

"Tante, ayo, aku mau pulang sekarang."

Faza pun segera berpamitan pada Raka. Dan dengan langkahnya yang di tarik paksa oleh Alena, Faza tak sempat mendengar Raka bicara lagi..

"Sayang, lain kali jika tante sedang bicara dengan seseorang kamu tidak boleh seperti tadi, ya. Itu tidak sopan.." Di dalam mobil yang sudah melaju, Faza memberikan pengertian pada Alena dengan suara rendah namun penuh penekanan.

"Maaf..." Kata gadis itu sambil menunduk.

Meskipun Faza sangat menyayangi Alena, namun jika Alena berbuat salah Faza tidak segan segan untuk langsung menegurnya.

Faza mengusap kepala Alena, "Anak pintar.." ucap Faza memberi apresiasi pada Alena karena anak itu langsung meminta maaf..

Sesampainya di rumah, Faza meminta Alena untuk berganti baju. Sementara Faza sendiri langsung berjalan ke arah dapur.

Tak hanya pandai melukis, tangan Faza pun lihai dalam membuat suatu hidangan. Setiap hari nya Faza selalu memasak untuk Alena karena Alena sendiri hanya mau makan masakan Faza.

Taraaa.....

Faza menyajikan pancake dengan ice cream strawberry serta buah buahan sebagai topping nya.

"Waaahhh.."

Kedua mata Alena langsung berbinar cerah..

"Terimakasih, tante. Alena sayang tante.." Ucap gadis itu sambil memeluk Faza

Setelah itu, Faza menemani Alena makan.

Dan begitulah Faza menghabiskan hari hari nya setahun kebelakang bersama Alena..

Ep 2

Hari ini Alena libur sekolah, Faza sudah berjanji untuk membawanya ke taman bermain.

Pagi pagi sekali Faza menyiapkan bekal untuk mereka berdua.

"Nyonya, semalam tuan menghubungi, katanya nanti akan ada yang menjemput nona kecil." ucap salah seorang ART di rumah itu.

Faza menghentikan tangannya yang sedang memasukkan makanan ke kotak bekal.

Jangan tanyakan kenapa Aric tidak langsung menghubungi Faza, karena sejak awal ART itu sudah menjadi jembatan komunikasi antara Aric dan Faza.

Sungguh tragis kisah hidupnya, Aric benar benar kejam. Membuat harga diri Faza jatuh ke lubang terdalam.

Meskipun hati nya sakit bagai di tusuk duri, namun di depan semua orang Faza harus terlihat biasa saja.

"Siapa yang akan menjemput Alena ?" tanya Faza tanpa menoleh dan tetap fokus pada kotak bekal di hadapan nya.

"Pak Diman, nyonya."

Pak Diman adalah supir keluarga mereka.

"Oh, baiklah."

"Kalau begitu saya permisi kembali ke belakang, nyonya"

Faza mengangguk, tangannya mencengkram kuat kotak bekal itu.

"Aric, apa harus begini ?" tanya Faza dalam benak nya.

"Tante, Alena sudah siap." Alena datang dengan ransel kecil di punggungnya, rambut nya di kepang dua dengan pita lucu di kiri dan kanan nya. Tentu saja Faza yang mendandani Alena.

"Sayang, sepertinya hari ini kita tidak jadi pergi."

Wajah Alena berubah sedih..

"Kenapa ? Kan bekal nya sudah siap.." protes Alena

"Tadi papa menghubungi, katanya papa mau menjemput Alena. Sepertinya Papa ingin menghabiskan akhir pekan ini hanya dengan Alena.." kata Faza memberi pengertian.

"Tapi Alena maunya sama tante Faza. Papa nggak seru, papa selalu sibuk bekerja."

Faza membawa alena dalam gendongan nya, kalau sudah begini pasti Alena akan sulit untuk di bujuk.

"Sayang, dengarkan tante.. Papa bekerja kan untuk Alena, untuk sekola Alena dan untuk membeli mainan Alena. Hari ini papa ada waktu untuk Alena, masa Alena tidak mau main bersama Papa ?!"

Alena terdiam sesaat, kemudian berkata lagi "Tapi Alena nggak mau kalau tante nggak ikut." Alena ngambek,

"Tante nggak bisa ikut, karena ada sesuatu yang harus tante selesaikan." Faza terpaksa berbohong, padahal sesungguhnya Aric tak akan pernah membiarkan Faza untuk ikut pergi bersama mereka.

"Pokoknya Alena nggak mau kalau tante Faza nggak ikut!" Ulang Alena lagi sambil melipat tangan di depan dada..

"Nyonya, pak dirman sudah datang." Kata bi erna menyampaikan..

Faza mengangguk,

"Pokoknya Alena nggak mau pergi." Alena berusaha turun dari gendongan Faza lalu berlari naik ke atas tangga menuju kamarnya, tapi karena lari nya yang terburu buru, di tengah tengah tangga Alena pun terpleset dan jatuh ke bawah dengan cepat..

"Tanteeee...." suara Alena berteriak,

"Astaga Alenaaa...." Faza dan bi erna langsung berlari

"Sayang, Alena, bangun nak... Astaga.." Darah dari pelipis Alena mengalir mengenai tangan dan baju Faza,

Faza langsung menggendong Alena yang sudah tak sadarkan diri untuk segera di bawa nya ke rumah sakit.

"Bibi menyusul saja, bawakan keperluan Alena.." perintah Faza pada bi Erna dengan suara bergetar

Tentu saja Faza panik, bukan karena takut di marahi Aric namun takut Alena kenapa-napa..

Faza langsung masuk ke mobil Pak Dirman sambil menggendong Alena, dan meminta Pak Dirman untuk segera membawa mereka ke rumah sakit.

"Sayang, bangun sayang.." Faza mencoba membangunkan Faza dari pingsan nya, namun usahanya sama sekali tak membuahkan hasil.

Sesampainya di rumah sakit, Alena langsung di tangani oleh dokter.

Setelah memarkirkan kendaraan, Pak Dirman datang tergopoh gopoh membawa ponsel nya pada Alena.

"Nyonya, tuan ingin bicara.." Kata Pak Dirman membuyarkan fokus Faza yang sedang panik menunggu kabar keadaan Alena.

Dengan tangan gemetar dan masih berlumur darah, Alena menerima ponsel pak Dirman..

"Halo.." Suara Faza bergetar menahan tangis.

"Dasar nggak becus! Kenapa Alena bisa sampai terluka ? Apa yang terjadi pada putri ku ?" Suara Aric yang berteriak keras menyakiti telinga Faza, namun makian nya jauh lebih menyakitkan.

"Aku akan menceraikan mu jika sampai Alena kenapa-napa, aku tidak segan segan!!"

Tut..Tut...

Belum sempat Faza mengucapkan sepatah katapun, Aric sudah mematikan sambungan itu. Faza yakin sebentar lagi Aric akan tiba di rumah sakit.

Dan benar saja, Aric tiba di rumah sakit hanya selang satu jam setelah Alena di pindahkan ke ruang perawatan.

Aric membuka pintu ruangan itu dengan kasar, membuat Faza terlonjak kaget dan langsung bangun dari duduknya.

PLAK!

Tiba tiba tangan Aric sudah melayang menyentuh pipi mulusnya.

Faza terhuyung kebelakang, hampir jatuh kalau saja tangannya tidak memegangi pinggiran ranjang rawat Alena.

"Ya Allah, nyonya.." Belum sempat Aric melayangkan cacian, bertepatan dengan itu Bi Erna masuk sambil membawa jinjingan berisi pakaian, Bi Erna terkejut bukan main mendapati Nyonya nya mendapatkan perlakuan tidak baik dari sang tuan.

Bi erna langsung memeluk Faza dari samping..

"Bawa dia keluar, bik. Saya tidak mau melihat wajah nya ada disini!!" Titah Aric dengan suara tegas penuh kemarahan.

Faza yang masih shock tak mampu berucap apapun,

"ayo, nyonya, kita di luar dulu.." Bi erna membawa Faza keluar ruangan, sementara Aric langsung membuang pandangan ketika Faza berjalan melewatinya..

"Nyonya, sudut bibir nyonya berdarah.." Kata Bi erna khawatir,

Faza menyentuh bibirnya, ya, benar, ada darah segar mengalir disana, bahkan sekarang mulai terasa perih.

"Tuan sangat keterlaluan," rutuk bi erna sambil menyeka darah itu dengan sapu tangan nya.

"Bi, saya mau ganti baju dulu.." Kata Faza sambil membawa paper bag berisi pakaian nya yang tadi di bawa oleh Bi erna ke arah toilet di ujung koridor rumah sakit.

"Mau saya bantu, nyonya ?"

Faza tersenyum tipis, lalu menggeleng pelan "Terimakasih." ucap Faza dengan suara menahan tangis

Sekuat apapun Faza menutupi, Bi erna yang sudah mengenal nya sejak lama sangat tahu bahwa Faza saat ini sangat sedih dan terluka.

Bi erna sudah menjadi ART bahkan jauh sebelum Faza dan Aric menikah.

Setelah Faza pergi bi erna pun masuk kembali ke ruang perawatan Alena. Bi erna ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Apa wanita itu sudah pergi ?" tanya Aric sesaat setelah bi erna masuk ke dalam ruangan.

"Saat ini Nyonya sedang berganti pakaian, tuan. Baju Nyonya kotor terkena darah dari Nona Alena."

Mendengar itu, tangan Aric kembali mengepal kuat hingga urat urat di punggung tangannya terlihat dengan sangat jelas. Sepertinya kemarahan Aric belum mereda meski telah menyalurkannya lewat tamparan keras di pipi Faza.

Pandangan Aric kembali terfokus pada gadis kecilnya, luka di pelipisnya sudah dijait oleh dokter. Menurut dokter, Alena hanya Shock dan luka nya tidak terlalu parah. Beruntung juga gadis itu tak mengalami cedera dalam, dan secara garis besar kondisi Alena baik baik saja.

Namun Aric masih tak terima. Karena kecerobohan Faza, Alena bisa sampai terjatuh dari tangga.

"Tuan, sebenarnya Nona Alena bukan jatuh karena Nyonya Faza, tapi...." Kata Bi erna dengan hati hati.

"Bibi jangan membelanya, Wanita itu memang patut di persalahkan! Karena kecerobohan nya sudah membuat putri saya terluka!"

"Maaf, tuan. Tapi saya melihat sendiri bagaimana Non Ale...."

"CUKUP, BIK!!" Dengan nada tinggi Aric menyela ucapan bi Erna. "Saya tidak mau mendengar apa apa lagi. Sekarang sebaiknya bibi bawa wanita itu pulang."

Bi Erna tak mampu bicara lagi untuk sekedar menjelaskan, yang keluar dari mulut wanita itu akhirnya hanya kata pamit untuk segera pulang kerumah.

"Nyonya, tuan meminta saya untuk membawa nyonya pulang."

Faza bangun dari duduknya, sejak tadi faza memang duduk di kursi tunggu di koridor rumah sakit.

"Bibi saja pulang, saya mau menunggu Alena disini. Saya takut jika sudah siuman Alena akan mencari saya."

"Nyonya, tuan sedang emosi. Saya takut nyonya kembali kena sasaran seperti tadi." Bi erna menggenggam tangan Faza

Faza mengusap punggung tangan bi erna seraya berkata "Bibi nggak usah khawatir, saya akan baik baik saja. Lagi pula ini tidak terlalu menyakitkan." Faza mengusap sebelah pipi nya yang tadi di tampar Aric

"Kenapa tuan bisa memperlakukan nyonya seperti ini, padahal nyonya sangat baik.."

Faza tersenyum, "Sssttt.... sudah sekarang bibi pulang saja. Saya akan tetap disini menunggu Alena." Faza tak mau membahas lebih dalam mengenai sikap Aric terhadapnya.

Ep 3

Faza merenung, memikirkan nasib nya setelah ini. Apakah Aric akan benar benar menceraikan nya atau itu hanya sebuah ancaman saja..

Dalam hening dan dingin nya ruang tunggu di koridor itu, Faza kembali mengingat awal mula mimpi buruknya menjadi istri seorang Alaric Sagara.

Awal perkenalan mereka di mulai saat keduanya kuliah di kampus yang sama. Selena, sepupunya itulah yang mengenalkan Aric pada Faza.

Menurut penuturan Selena, dia dan Aric kenal karena masuk di Klub yang sama. Yaitu Klub Pecinta Alam.

Mungkin dari sana jugalah Selena dan Aric menjadi semakin dekat.

Namun, sebelum Aric dan Selena menjadi sepasang kekasih, justru Faza lah yang lebih dulu secara diam diam menyukai Aric. Faza jatuh cinta pada Aric sejak pertama kali mereka berjumpa.

Saat itu bahkan Selena masih memiliki kekasih. Namun Faza tidak yakin Aric mengetahuinya.

Di kampus, Aric yang berparas tampan dengan postur tubuh ideal menjadi idola para mahasiswi. Berbeda dengan Idola idola lain yang biasanya terkenal dingin, arogan dan terkesan cuek, justru Aric memiliki kepribadian yang berlawanan.

Aric adalah idaman semua kaum wanita di kampus. Dia hangat, baik, ramah dan supel. Terkadang Faza juga sulit untuk mengartikan kebaikan Aric.

Dulu mereka sering hangout bersama, Faza, Aric, Selena dan Raka. Namun semua berubah saat Selena mengatakan bahwa dia telah berpacaran dengan Aric. Hati Faza hancur, namun Faza tak bisa berbuat apapun. Dengan tegar Faza mengucapkan selamat pada sepupunya tersebut.

Perlahan Faza pun mulai menjauh, baik dengan Selena maupun dengan Aric dan Raka.

Karena menyakitkan setiap hari melihat mereka berdua bermesraan.

Setelah lulus kuliah, Faza langsung bekerja di kantor sang ayah, sementara Selena dan Aric memutuskan untuk bertunangan.

Faza semakin terpukul mendengar kabar itu, namun sekali lagi, tak ada yang bisa Faza lakukan selain menangis seorang diri.

Bahkan Faza sengaja tidak datang di acara itu. Faza memilih berlibur ke Bandung, ke rumah masa kecilnya.

Hanya selang beberapa bulan setelah pertunangan, pernikahan Aric dan Selena pun di gelar dengan sangat mewah.

Apakah Faza datang ? Tentu saja Faza datang. Itu pun karena Selena yang memaksanya.

Selena mengatakan akan kabur dari acara jika Faza tidak menampakkan diri nya.

Faza ingat betul, pada hari itu terpancar jelas kebahagiaan di wajah Aric. Dalam tangis yang terpendam, Faza masih sanggup untuk mendoakan kebahagiaan Aric dan Selena.

Perasaan cinta nya yang begitu dalam pada Aric membuat Faza tak lagi mampu membuka hati nya untuk lelaki lain. Hanya nama Aric yang terukir di hati Faza sekarang dan mungkin untuk selamanya.

Akhirnya Faza memutuskan untuk tinggal dan menetap di Bandung, memulai karir nya dari sana. Sejak saat itu pula Faza tak tahu lagi bagaimana kabar Selena dan Aric.

Namun, mendadak kabar buruk datang. Selena jatuh di kamar mandi hingga membuat seluruh keluarga besar mereka berbondong-bondong datang kerumah sakit, termasuk Faza.

Melihat Aric yang terus menangis di depan ruang operasi membuat hati Faza ikut terluka. Terlihat jelas betapa Aric sangat mencintai Selena.

Faza pun ingat, saat dokter keluar dari ruang operasi dan mengabarkan bahwa bayi mereka telah lahir dengan selamat, wajah Aric sama sekali tidak tampak bahagia. Justru Aric langsung bertanya tentang keadaan Selena.

Sesaat setelah berhasil melahirkan bayinya, dokter mengatakan Selena telah menghembuskan nafas terakhirnya, Selena meninggal. Tanpa pesan, tanpa pelukan, dan tanpa sempat melihat wajah putri kecilnya.

Tanpa bermaksud apapun, saat itu Faza mencoba menenangkan Aric yang histeris karena kepergian Selena yang mendadak. Faza terus memeluk tubuh Aric yang rapuh.

Tentu selain Aric dan Faza keluarga besar mereka pun merasa sangat kehilangan. Namun, tanpa Aric tahu Selena sempat menitipkan surat pada Mamanya untuk di berikan pada Faza.

Surat itu masih Faza simpan sampai sekarang.

"Faza...."

Faza di kejutkan dengan seseorang yang memanggil namanya. Lamunan Faza pun berakhir disana..

"Mama ?" Faza langsung berdiri saat melihat orang tua Aric sudah ada di hadapan nya.

Mama Dian langsung memeluk Faza..

"Maafkan Faza, mah.."

"Sssttt, kamu tidak salah. Mama sudah tau apa yang sebenarnya terjadi. Bi Erna sudah memberitahu mama semuanya."

Mama Dian melihat bekas merah di pipi Faza, "Dasar anak itu, berani berani nya berbuat kasar pada putri Mama.." Mama Dian mencak mencak sambil menyingsingkan lengan bajunya, "Kamu ikut mama, mama akan balas 2 kali lipat perbuatan Aric padamu. Ayo..."

"Mah, nggak usah, mah.. Faza gak apa apa.. Mas Aric cuma salah paham." Faza menahan tangan mama Dian agar mama mertua nya itu tidak masuk ke dalam ruangan dalam keadaan marah..

"Sudah, Faza. Biarkan mama mu berbuat yang seharusnya! Ayo kita masuk." Papa Surya pun menimpali. Faza akhirnya menyerah, terpaksa ikut masuk kedalam ruangan.

Saat Papa Surya membuka pintu, Aric langsung menyambut. Namun tatapannya berubah sinis ketika di samping Mama Dian ada Faza.

Mama Dian melepaskan tangan Faza lalu berjalan menghampiri Aric, dan...

PLAK!

PLAK!

"awsshh..." Aric meringis sambil memegang kedua pipi nya..

"MAMA! Kenapa mama nampar Aric ?" tanya Aric tak terima.

Mama Dian menyeringai, "Kamu pantas mendapatkan!!"

"Apa maksud mama ?"

Mama Dian menarik kembali lengan Faza, membuat Faza kini berada tepat di hadapan Aric..

"Kamu lihat, hah ? Lihat pake mata kamu!" Mama Dian menunjuk pipi Faza yang memerah, sudut bibirnya pun sobek karena tamparan Aric. "Apa pantas seorang lelaki menyakiti seorang wanita seperti ini, apalagi wanita itu istri kamu sendiri, apa pantas ? Jawab!" Mama Dian hilang kesabaran. Aric sudah membuatnya kecewa.

"Percuma mama sekolahkan kamu tinggi tinggi, untuk sekedar mencari kebenaran yang ada di depan mata saja kamu tidak mampu!!"

Aric terdiam.

"Apa kamu lupa mama mu juga seorang Wanita, bagaimana kalau mama yang mengalami ini, Apa kamu rela ?"

Lagi lagi Aric hanya bisa diam seribu bahasa.

"Jika kamu berani membuat Faza terluka lagi, mama tidak segan segan melaporkan kamu ke polisi atas tuduhan KDRT! PAHAM KAMU ?!"

Papa Surya menertawakan kecerobohan Aric.

"Aric, ikut Papa keluar!"

Papa surya keluar lebih dulu, dan saat Aric hendak mengekor di belakang, mama Dian kembali bicara "Mama akan membawa Alena dan Faza untuk tinggal di rumah mama sementara waktu."

Aric langsung menoleh, tidak terima. "Kalau mama mau membawa Faza silahkan saja, asal jangan Alena!" ucap Aric membuat mama Dian kembali tersulut emosinya.

Bugh!

"Aw...."

Aric kembali mengaduh saat kotak tisu berhasil mengenai kepalanya..

"Mama apa apaan sih ? Aric ini anak mama, bukan dia!!" tunjuk Aric pada Faza dengan tatapan marah.

"Mama lebih baik tidak punya anak seperti kamu, dari pada mama harus melepas bidadari seperti Faza."

"Sudah sana kamu pergi! Mama malas bicara sama kamu!" Mama Dian mengusir Aric sambil mengibaskan tangannya.

Sementara Aric langsung membanting pintu..

Eughhhh...

Terdengar suara lembut Alena melenguh, gadis itu sudah siuman..

"Tante...." Suara Alena memanggil Faza. Faza dan Mama Dian pun segera menghampiri Alena.

"Sayang, ini tante, nak.." kata Faza sambil menggenggam lembut tangan Alena..

"Tante, ayo kita ke taman bermain, Alena nggak mau pergi sama papa, Alena mau nya sama Tante.."

Mama Dian menatap Faza dengan tatapan yang sulit di artikan.

Faza mengangguk dan tersenyum, "Iya, sayang. Ayo kita ke taman bermain.." ucap Faza seraya mengecup kening Alena..

"Oma, ko oma ada disini ?" tanya gadis kecil itu

Mama Dian tersenyum lalu mengusap kepala Alena "Iya, Oma kangen sama Alena. Oma mau ikut ke taman bermain bersama Alena, boleh ?" tanya Mama Dian,

"Boleh dong, Alena seneng kalau Oma ikut. Opa juga ya, opa juga harus ikut. Tapi papa jangan di ajak.." Kata Alena membuat Mama Dian tercenung sejenak.

"Memang nya kenapa Alena nggak mau kalau papa ikut ?"

"Soalnya papa jahat sama Tante Faza. Kata Bi Erna, Tante Faza itu istri papa. Tapi Papa nggak kaya Papa nya temen temen aku.."

Faza menoleh pada Mama Dian, Faza takut jika Mama Dian mengetahui hal yang seharusnya tetap menjadi rahasia..

"Alena, sudah ya, Alena istirahat lagi. Nanti kalau kepala Alena sudah nggak sakit lagi, kita ke taman bermain."

Mama Dian menghentikan Faza dengan memegang tangan Faza sebagai isyarat..

"Alena, Oma boleh tanya sesuatu ? Tapi Oma ingin Alena jawab dengan jujur, ya.."

Alena mengangguk..

"memang nya apa yang membedakan papa nya teman teman Alena sama papa Aric ?" tanya Mama Dian

"Kalau papa nya temen temen Alena di sekolah, mereka selalu bersama. Kadang temen temen Alena menunjukkan foto foto liburan mereka bareng papa mama nya. Tapi Tante dan Papa nggak pernah liburan bersama. Alena nggak suka sama papa. Papa nggak pernah bicara sama Tante Faza. Papa cuma bicara sama Alena dan Bik Erna. Papa Jahat.." Panjang lebar Alena menjelaskan, hingga Faza menjadi miris sendiri. Ternyata selama ini Alena memperhatikan nya. Padahal Faza pikir Alena yang masih kecil tak akan paham perihal masalah orang dewasa. Faza salah, dia lupa Alena itu anak yang cerdas.

Mama Dian shock mendengar semua itu, pantas saja Aric selalu melarang Mama dan Papa nya untuk berkunjung dengan alasan mereka semua sibuk, ternyata ini lah alasan sebenarnya.

"Yasudah, sekarang Alena istirahat dulu ya, Oma mau bicara sama Tante Faza." Kata Mama Dian pada cucu nya, Alena menurut, dia pun kembali tertidur karena memang kepalanya masih terasa pusing.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!