NovelToon NovelToon

Istri Rahasia Dosen Killer

01

Malam itu begitu sunyi. Hanya suara ketikan keyboard yang terdengar dari dalam kamar kos sederhana yang dihuni dua mahasiswi tingkat akhir, Nadia dan Dewi. Di sisi meja, secangkir kopi hitam masih mengepul, menebar aroma pahit yang menenangkan pikiran.

"Nad, sepertinya aku akan pulang agak larut malam ini," ucap Dewi sambil berdiri di depan cermin, membubuhkan lipstik merah muda di bibirnya yang mungil.

Nadia menoleh sejenak. "Kamu mau ke mana malam-malam begini?"

"Ada pesta ulang tahun teman SMA-ku. Aku nggak enak kalau nggak datang."

Nadia hanya mengangguk. "Oke. Hati-hati. Jangan lupa kabari kalau sudah mau pulang."

Dewi tersenyum kecil, lalu mengambil tas tangannya. "Aku pergi dulu. Jangan lupa kunci pintunya ya, Nad."

"Iya, iya," balas Nadia sambil mengangkat tangan, lalu kembali fokus pada tugasnya.

Nadia menarik napas panjang. Ia tahu hidupnya tak seberuntung Dewi. Tubuhnya kurus, kulitnya gelap legam akibat terbakar matahari selama bertahun-tahun di kampung. Wajahnya dipenuhi jerawat meradang, dan rambut ikalnya kasar, tak pernah tersentuh perawatan. Tapi ia tak pernah merasa iri. Ia hanya ingin satu hal. mengangkat derajat orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani di desa terpencil.

Meski berbeda bagai langit dan bumi, Dewi adalah satu-satunya teman yang ia punya. Mereka memutuskan tinggal satu kos untuk menghemat biaya. Dewi dari keluarga terpandang, tunangan seorang dosen kampus yang juga muda dan tampan. Jonathan.

Tok. Tok. Tok.

Nadia menghentikan ketikannya. Ia melirik ke arah jam dinding.

"Baru jam sepuluh. Katanya mau pulang larut malam?" gumamnya, lalu bangkit dan berjalan pelan ke arah pintu.

Ceklek.

Jantungnya mencelos.

Bukan Dewi. Melainkan pria tinggi, berantakan, berbau alkohol, dan wajahnya tak asing. Jonathan.

"Pak Nathan? Ada apa malam-malam datang ke sini?" tanya Nadia kaget, memegang pintu erat-erat.

Mata Jonathan merah. Nafasnya terengah. "Dewi... Dewi tolong aku... seseorang menjebakku..."

Nadia mengerutkan dahi.

"Pak, saya Nadia. Bukan Dewi. Apa Bapak mabuk?"

"Ada yang campur minumanku... obat... aku nggak tahan lagi..." gumamnya, lalu melangkah ke dalam kamar.

"Pak, jangan! Bapak salah orang! Saya Nadia!" teriaknya panik saat Jonathan mendekat, langkahnya goyah tapi matanya mengarah padanya, bukan dengan kesadaran, tapi dengan hasrat.

Tanpa peringatan, Jonathan meraih bahunya dan mencium paksa bibir Nadia. Gadis itu menjerit, mencoba mendorong tubuh pria itu, tapi tenaganya tak sebanding.

"LEPASKAN SAYA! APA YANG BAPAK LAKUKAN?!"

"Aku butuh kamu... siapa pun kamu..." gumam Jonathan sebelum melempar tubuh Nadia ke atas kasur.

Nadia mencoba melawan, menendang, memukul, berteriak. Tapi Jonathan tak peduli. Matanya kosong. Tubuhnya panas. Nafasnya memburu.

Saat Nadia berusaha lari, lengannya ditarik kuat dan kembali dibanting ke atas ranjang. Kali ini, dengan kedua tangannya dikunci di atas kepala dan bajunya mulai disobek. Suara sobekan kain menggema dalam ruangan yang kini terasa seperti neraka.

"Aku minta maaf... aku... nggak bisa tahan..." bisik Jonathan dengan suara serak sebelum ia melakukan hal yang tak bisa dihapus seumur hidup Nadia.

Waktu seakan berhenti.

Jeritan tertahan Nadia bergema dalam kepalanya sendiri. Air matanya jatuh, tubuhnya gemetar, dan hatinya... remuk.

...

“Nadia ini memang kebiasaannya begitu, pintu kamar dibiarkan tak terkunci,” gumam Dewi kesal sambil mendorong pintu yang terbuka begitu saja. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul satu dini hari.

Langkah kakinya masuk ke dalam kamar kos yang tampak lengang.

“Lho, Nadia ke mana? Biasanya dia masih melek jam segini,” ucap Dewi heran, matanya menyapu seluruh ruangan yang sepi.

Namun, suara gemericik air dari arah kamar mandi membuatnya menoleh cepat. Alisnya mengernyit. Tanpa pikir panjang, ia mendekat dan memutar gagang pintu kamar mandi.

Ceklek.

“NADIA!” jerit Dewi histeris saat melihat sahabatnya tergeletak di lantai kamar mandi, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.

“Nadia, bangun! Hei, apa yang terjadi?” Dewi segera berlutut, mengguncang tubuh sahabatnya dengan panik.

Tangannya menyentuh dahi Nadia.

“Ya Tuhan… panas sekali tubuhnya…” bisiknya ketakutan.

Dengan tergesa, Dewi berlari ke dalam kamar, menarik selimut dari atas kasur, lalu kembali membalut tubuh sahabatnya yang menggigil meski air masih menetes dari rambutnya.

Dengan tangan gemetar, ia meraih ponsel dari saku jaket.

Tutt... Tutt... Tutt...

“Halo?” suara pria terdengar di seberang.

“Dika... tolong datang sekarang juga ke kosku! Temanku... dia pingsan di kamar mandi, aku nggak tahu harus gimana... tolong!” suara Dewi terdengar panik dan nyaris menangis.

“Tenang, Dewi. Aku segera ke sana. Jangan panik. Pastikan dia tetap hangat dulu, ya,” balas Dika dengan suara tegas dan menenangkan.

Tak butuh waktu lama, Dika, seorang dokter muda berusia 27 tahun dengan paras tampan dan lesung pipi di pipi kirinya, tiba di kos tersebut membawa perlengkapan medis.

Matanya terbelalak melihat kondisi Nadia yang dibaringkan di atas kasur dengan tubuh lemas dibalut selimut.

Ia segera berjongkok dan memeriksa suhu tubuh, tekanan darah, serta luka-luka yang terlihat jelas di lengan dan paha Nadia.

Setelah memeriksa beberapa menit, Dika menoleh ke arah Dewi yang berdiri dengan wajah pucat.

“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Nadia?” tanyanya serius.

“Aku... aku juga nggak tahu. Aku pulang dan menemukan dia seperti itu... tergeletak, telanjang, tubuhnya panas…,” suara Dewi bergetar.

Dika menghela napas berat, lalu berkata pelan, “Temanmu mengalami demam tinggi, kemungkinan besar karena terlalu lama terguyur air dingin. Tapi bukan cuma itu...”

Dewi menatap Dika dengan sorot mata cemas. “Maksudmu?”

“Ada banyak lebam di tubuhnya, dan dari hasil pemeriksaan... semua mengarah pada satu kemungkinan, dia baru saja mengalami pelecehan seksual... kemungkinan besar diperkosa,” ucap Dika serius.

Dunia seperti runtuh di hadapan Dewi. Napasnya tercekat.

“APA?!”

“Tenang dulu... ini hanya dugaan awal, tapi tanda-tandanya terlalu jelas,” ujar Dika menenangkan.

Dewi menggenggam mulutnya, tubuhnya gemetar. “Siapa yang tega melakukan ini pada Nadia…”

Dika menepuk bahu sepupunya pelan. “Kalau nanti dia sadar, cobalah bicara baik-baik. Tapi jangan dipaksa. Trauma seperti ini sangat rentan... dan bisa menghancurkan mentalnya lebih dalam kalau ditekan.”

Dewi hanya mengangguk pelan, masih terpukul oleh kenyataan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Dika mengeluarkan sebuah resep dari tas kecilnya. “Ini obat untuk menurunkan demam dan meredakan nyeri. Tapi lebih dari itu, dia butuh perhatian, kasih sayang, dan mungkin terapi psikologis.”

“Dika... makasih... maaf aku merepotkanmu di tengah malam begini,” ucap Dewi lirih.

Dika menoleh, tersenyum miring.

“Tumben kamu ramah banget sama aku. Biasanya kan galak.”

Dewi melirik sekilas, sedikit tersenyum hambar. “Kali ini beda. Kamu baru saja menyelamatkan sahabatku.”

Dika menatapnya dalam. “Dan aku akan bantu sebisaku, sampai dia bisa berdiri lagi.”

02

Nadia terbangun dari tidurnya. setelah pingsan selama 2 hari. merasakan kepalanya yang berdenyut hebat,serta tubuhnya yang terasa lemas. Dengan susah payah ia berusaha untuk bangun, menyadari tangan nya yang terpasang selang infus dalam keadaan linglung ia berusaha untuk mengingat kembali apa yang telah terjadi.

" Aaa.... tidakk...bajingannn..". Jerit histeris Nadia saat mengingat kejadian malam itu.

Nadia mengguncang tubuhnya sendiri sambil menarik rambut dengan kasar, air mata tumpah tanpa bisa dikendalikan. Ia menggigil, suara tangisnya menggema di ruangan sempit itu, memecah keheningan.

Dewi yang baru saja kembali dari luar dengan sebungkus makan siang tergopoh masuk ke kamar.

“Nadia?! Astaga, kamu kenapa?” pekik Dewi sambil segera mendekati sahabatnya yang tengah menangis histeris.

Nadia tak menjawab. Ia hanya terus memukul-mukul kakinya sendiri, seolah ingin mengusir semua rasa sakit yang tak kasat mata.

“Tenang, Nad. Aku di sini... aku di sini...” Dewi menarik tubuh sahabatnya ke dalam pelukan erat, membiarkannya menangis sepuas hati. Rasa khawatir dan takut bercampur dalam dada Dewi saat ia merasakan tubuh Nadia yang gemetar tak terkendali.

“Hidupku... hancur, Wi... semuanya sudah hancur... Aku kotor... aku jijik...” bisik Nadia dengan suara parau.

Dewi menarik tubuh Nadia menjauh, menatap matanya penuh iba.

“Nadia, kamu bisa cerita ke aku. Siapa yang melakukan ini padamu?” tanyanya dengan lembut.

Namun, Nadia hanya menggeleng keras. Ia tak sanggup mengucapkan nama itu. Tidak sekarang. Tidak ketika orang itu adalah Jonathan Aditama. tunangan Dewi.

"Nadia, tidak apa-apa jika kamu tidak ingin mengatakannya, aku tahu ini berat untukmu tapi jangan pernah merasa sendiri, apapun yang akan terjadi nanti aku akan selalu ada di samping mu untuk mendukungmu," ucap Dewi sembari mengusap lembut punggung Nadia.

Mendengar ucapan sang sahabat tangis Nadia kembali pecah, ia merasa sangat bersalah pada Dewi karena kejadian ini, jika saja waktu itu ia tak membukakan pintu untuk Jonathan ini semua tidak akan terjadi, namun apalah mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, waktu yang berlalu pun tidak akan berputar kembali. Di dalam hati ia hanya bisa berdoa agar apa yang ia takutkan tidak akan terjadi.

" Sebaiknya kamu istirahat dulu, kondisimu sangat lemah," ucap Dewi sembari membantu Nadia untuk merebahkan diri.

"Kamu tidak sadar selama 2 hari, jadi aku meminta Dika untuk memasangkan infus  agar kamu tidak kekurangan cairan," ujar Dewi.

" Wi,, ". Panggil Nadia.

"Iya,?"

" Maaf" brisik nya pelan.

"Kenapa, minta maaf,?"

Nadia mengeleng lagi, air matanya masih mengalir di pelupuk matanya yang merah. Ia memejamkan mata berharap semua ini hanya mimpi.

...

Sementara itu, di sudut lain kota, Jonathan duduk di sofa apartemen mewahnya. Asap rokok mengepul di udara. Wajahnya terlihat tegang, matanya kosong, dan pikiran kalut. Ia mencoba mengingat malam itu, tapi semuanya kabur.

Ia tahu dirinya mabuk, tapi tak bisa menerima kenyataan bahwa ia... melakukan sesuatu yang mengerikan. Ia tak ingat semua detail, tapi cukup untuk membuatnya jijik pada diri sendiri.

“Kenapa harus dia... gadis itu... Nadia...” gumamnya, seolah mencoba membenarkan pikirannya sendiri. Ia menggertakkan gigi saat rasa bersalah menyeruak, tapi segera ditepis dengan rasa marah, marah karena ia dijebak.

" Sial." jika aku menemukan orang yang telah mencampur obat perangsang di minumku, akan ku pastikan nyawanya akan terpisah dari badannya," ucap Jonathan dengan geram.

Derrtt...derrtt...

Suara dering ponsel yang berada di atas meja sofa membuyarkan lamunan Jonathan, segera ia meraih benda pilih tersebut untuk menjawab panggilan itu.

"Halo mah,," ucap Jonathan saat menjawab panggilan telpon dari sang mama.

" Jo, nanti malam datanglah kerumah bersama Dewi, adikmu baru saja tiba dari luar negeri jadi mama akan mengadakan makan malam bersama," ucap lidya dari sebrang telpon.

" Iya aku akan pulang,".

" Sekalian mama titip belikan brownies di toko kue yang berada di persimpangan jalan, itu toko kue langganan mama rasanya enak jadi jangan lupa ya," ucap lidya wanita paruh baya berusia 55 tahun.

" Iya iya,, baiklah sampai jumpa nanti malam,"ucap Jonathan mengakhiri panggilan telpon.

Derttt...derttt...derttt...

Tak berselang lama ponsel Jonathan pun kembali berdering kali ini yang menelpon ialah anak buah Jonathan yang diperintahkan untuk menyelidiki siapa orang yang brani mencampur obat perangsang pada minumannya.

" Halo, ada kabar apa,".

" Maaf pak, kami telah memeriksa cctv tetapi cctv yang berada di dalam cafe tidak berfungsi," ucap pria dari sebrang telpon.

" APA KALIAN HANYA BERPATOKAN PADA CCTV,SAYA SUDAH MEMBAYAR KALIAN MAHAL , DAN KALIAN HANYA BERPATOKAN PADA CCTV, dasar BODOH," ucap Jonathan dengan suara meninggi.

" PAKSA SELURUH PELAYAN CAFE UNTUK BICARA, SIAPA YANG TELAH MENGANTAR MINUMAN ITU PADAKU, LALU TANYAKAN SIAPA YANG TELAH MENYURUH NYA , JIKA MEREKA BUNGKAM SOBEK MULUT MEREKA SATU PERSATU, SEPERTI ITU SAJA KALIAN TIDAK BISA ,".

" Baik pak,".

Tut..

Jonathan memutus panggilan secara sepihak, ia merasa sangat marah kali ini, ia merasa telah di permalukan oleh seseorang yang telah memberi obat terlarang itu padanya.

" Brengsek,," maki Jonathan sembari membanting ponsel mahal miliknya ke atas sofa.

Jonathan aditama seorang pria berusia 30 tahun yang berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas terkemuka di kota ini, memiliki paras tampan dan karismatik, kulit putih dengan tinggi badan mencapai 185 cm membuat jhonatan menjadi idola para mahasiswi kampus. putra sulung dari pasangan Sigit Aditama dan Lidya Melinda yang merupakan pendiri tambang nikel yang tersebar di beberapa pulau di Indonesian, dan memiliki seorang adik laki-laki berusia 22 tahun bernama Kevin Aditama.

Malam pun tiba waktu menunjukkan pukul 19:00, Jonathan sedang mengendarai mobil mewah kesayangannya melaju membelah jalanan ibukota yang cukup ramai menuju kediaman orang tua nya, tak lupa ia menjemput sang pujaan hati di sebuah rumah kost yang berada tak jauh dari kampus tempat ia mengajar.

Tutt...tutt..tutt...

" Sayang, aku sudah didepan," ucap Jhonatan saat menelpon sang kekasih.

" Iya sayang aku keluar sekarang," ucap Dewi dari sebrang telpon.

Segera Dewi memutus panggilan dari sang kekasih lalu menyambar tas selempang berlogokan huruf D, yang ia letakan di atas kasur. Kini Dewi  tampil anggun dengan mengenakan dress motif bunga selutut dengan lengan panjang, dan rambut hitam panjang yang di beri hiasan bando, membuat penampilan Dewi sangat menawan malam ini.

Tak lupa ia berpamitan pada Nadia sang sahabat sebelum pergi.

"Nadia, aku pergi dulu ya, kamu nggak apa-apa kan aku tinggal sendiri," ucap Dewi pada Nadia yang tengah duduk di meja belajar untuk mengerjakan beberapa tugas kuliah.

" Emmm,, aku nggak apa-apa kok, " ucap Nadia yang membelakangi Dewi, dan tanpa Dewi sadari kini tubuh Nadia sedang gemetar hebat, telapak tangannya berkeringat dan jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya saat mendengar suara Jonathan yang berasal dari panggilan telpon yang Dewi loud speaker.

" Yaa sudah kamu jaga diri baik-baik yaa, aku pergi dulu." ucap Dewi sembari melangkahkan kami menuju tempat Jonathan berada.

03

" yank, udah lama yaa nunggunya,, maaf ya," ucap Dewi saat memasuki mobil mewah milik Jonathan.

" Nggak kok, selama apa pun kamu, aku pasti tetap sabar menunggu," ucap Jonathan seraya mengecup kening sang kekasih penuh sayang.

" Kamu cantik banget malam ini," gombal Jonathan.

" Oh... jadi biasanya aku nggak cantik," ucap Dewi merajuk sembari memajukan berapa centi bibirnya.

" Ihh.. gemesnya kalo liat sayangku lagi ngambek, enggak lah sayang.. kamu itu selalu terlihat cantik di mataku," ucap Jonathan sembari mencubit pipi sang kekasih yang sedikit mengembung.

" Kita jalan sekarang yaa... pasti mama dan papa sudah menunggu,".

Dewi hanya mengangguk  dan Jonathan pun mulai melajukan mobilnya menuju kediaman sang mama. Dewi dan Jonathan telah menjalin hubungan selama 2tahun dan berniat akan membawa hubungan ini kejenjang pernikahan.

Jonathan sangat mencintai Dewi, bukan hanya karena kepribadiannya, tetapi ia juga merasa Dewi mempunyai kemiripan dengan seseorang yang ia cintai 15 tahun lalu .

20 menit berlalu kini mobil yang mereka kendarai telah tiba di sebuah rumah megah berlantai dua bergaya eropa dengan pagar besi yang menjulang tinggi, seorang pria berseragam security melangkah mendekat untuk membukakan gerbang lalu membungkukkan badannya untuk memberi hormat pada sang tuan. Segera Jonathan memarkirkan mobilnya di garasi yang terdapat beberapa mobil mewah terparkir di sana.

" Hai, sayang...apa kabar," sapa lidya, ibu dari Jonathan ,menyambut kedatangan mereka di ambang pintu.

" Baik, Tante. gimana kabarnya,"sahut Dewi sambil memeluk wanita itu.

" Tante baik dong,, ayo..masuk semua menunggu di meja makan," ucap lidya.

Di meja makan telah terhidang beragam jenis menu makanan, dan beberapa anggota keluarga telah menunggu di sana. Makan malam pun berlangsung dengan hikmat di sertai beberapa obrolan ringan di antara mereka.

" Jo, mulai besok Kevin akan berkuliah di kampus tempat kamu mengajar," ucap Sigit menyela keheningan.

" Kenapa pindah,? bukankah universitas di Amerika jauh lebih bagus?".

" Aku sudah memutuskan untuk melanjutkan bisnis papa yang berada di Pulau Sumatra, jadi aku akan berkuliah di sini dan mempelajari cara kerjanya secara langsung," terang Kevin.

" Tapi bukankah kau masih terlalu muda untuk itu?, kau perlu menikmati masa mudamu terlebih dahulu,".

" Aku tidak ingin membuang waktu untuk itu," ujar Kevin sembari terus menyantap makanan nya.

" Ngomong-ngomong kapan kalian akan membawa hubungan kalian ke jenjang pernikahan, papa dan mama sudah tua, sudah saatnya kami menimang cucu," tanya Lidya pada Dewi dan Jonathan.

" Benar, lagi pula kedua keluarga telah setuju, jadi papa rasa tidak perlu menundanya terlalu lama," ujar Sigit menimpali perkataan sang istri.

" Akhir tahun ini. aku akan menikahi Dewi," ujar Jonathan mantap.

" Tapi mas, bukankah itu terlalu cepat ," ucap Dewi.

" Tidak, sayang masih ada waktu 9 bulan lagi, itu cukup untuk kita mempersiapkan semuanya," ujar Lidya.

Waktu sudah menunjukan pukul 10:30 malam, dan kini Jonathan telah mengantarkan Dewi kembali ke kosan miliknya.

" Sayang, kita akan segera menikan, jadi aku minta kau untuk tidak tinggal di kostan sempit itu," ucap Jonathan.

" Tapi tempatnya nyaman kok mas," ucap Dewi.

" Apa papa dan mama mu tau kamu tingal di tempat seperti itu," tanya Jonathan pada sang kekasih dan hanya dijawab dengan gelengan.

" Aku tidak ingin ada bantahan, mulai besok kamu akan pindah di apartemen,".

" Tapi mas, aku tidak bisa meninggalkan Nadia sendiri sekarang,".

" Kenapa, kamu bukan ibunya kan,".

" Tapi dia temanku mas, dia baru saja mengalami pelecehan, dia sangat terpuruk saat ini, aku tidak tega melihatnya," ucap Dewi.

Seketika wajah Jonathan menegang mendengar penuturan dari Dewi, dan dengan cepat ia menormalkan kembali ekspresi wajahnya supaya sang kekasih tidak menaruh curiga padanya. Merupakan pilihan yang tepat untuk memisahkan Dewi dengan Nadia, jika mereka terus bersama bisa saja Nadia membeberkan semua yang telah terjadi pada Dewi,itu yang ada di pikiran Jonathan.

" Tapi kamu masih bisa sering-sering mengunjunginya kan, ini juga demi kebaikan kita sayang," ucap Jonathan sembari menggenggam tangan sang kekasih dengan erat.

" Baiklah mas,".

...

Dua Minggu berlalu dari kejadian malam tragis yang menimpa Nadia kala itu dan sudah seminggu pula ia tingal seorang diri karna sang sahabat telah pindah kesalah satu unit apartemen milik Jonathan. kini ia sedang bersiap untuk pergi ke kampus tempat ia menimba ilmu, saat ia sedang menata rambutnya di depan cermin seketika ia merasa mual pada perutnya, dengan cepat ia berlari menuju kamar mandi dan....

hoekkk...hoekkk...

ia muntah tetapi hanya cairan bening yang keluar, karna memang belum ada makanan yang masuk kedalam perunya.

" Perutku mual sekali, mungkin asam lambungku sedang tinggi karna aku belum makan," ucap Nadia berusaha berpikir positif.

" Aku akan sarapan di kantin saja nanti, tidak ada waktu jika aku harus membuat makanan," ucap Nadia sembari menyeka mulutnya dari sisa muntahan, dan merapikan kembali pakaian yang ia kenakan segera ia meraih tas ranselnya lalu bergegas menuju kampus. Karna kost yang ia tempati tidak jauh dari kampus jadi ia memutuskan untuk berjalan kaki saja.

Dengan mengenakan rok plisket selutut dan blazers rajut bermotif bunga, rambu ikal yang di kuncir kuda, membuat penampilan Nadia semakin menawan jika dilihat secara seksama. ya. walaupun wajahnya masih dihiasi dengan jerawat.

Brumm, , brumm, , ,

Saat akan memasuki gerbang kampus ia berpapasan dengan seorang pria yang mengendarai motor sport dengan helm full face memasuki halaman parkir. Pria itu melepaskan helm yang ia kenakan Lalu berjalan cepat menghampiri Nadia.

" Nadia, kamu Nadia kan," ucap pria berparas tampan itu memangil Nadia. Gadis itu hanya berdiri mematung mencoba mengingat kembali siapa pria tampan yang menyapanya ini.

" Aku Kevin, kakak kelasmu sewaktu SMA dulu, apa kau lupa," ujar Kevin sembari mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

" Kak Kevin yaa, maaf aku sedikit lupa karna sudah lama sekali," ucap Nadia menyambut uluran tangan Kevin.

" Tak apa, bagaimana kabarmu, kau juga berkuliah disini," tanya Kevin.

" Alhamdulillah baik kak, iya aku mengambil jurusan  manajemen perkantoran,".

Tiiinnn. . .

Saat tengah asik berbincang kedua orang tersebut di kagetkan dengan suara nyaring klakson mobil yang hendak memasuki parkiran kampus, karna kedua orang tersebut berbincang ditengah jalan sehingga menghalangi jalan sang pengendara mobil. Dengan reflek Kevin mengenggam pergelangan tangan Nadia dan membawanya menepi.

" Apa kau memilih pindah ke universitas ini hanya untuk mengoda gadis jelek itu," ucapan sang pengendara mobil ketika menuruni mobil mewahnya. Mendengar itu seketika Nadia menundukan kepalanya hatinya terasa sakit, ia tak menyangka bahwa Jonathan bisa melontarkan kalimat hinaan terhadap dirinya yang merupakan mahasiswa nya sendiri.

" Apakah pantas seorang dosen berbicara seperti itu pada mahasiswa nya," jawab Kevin. Jonathan yang tidak menangani jawaban yang di lontarkan sang adik pun memilih berlalu dari hadapan kedua orang yang masih berdiri mematung di tempatnya. Aroma parfum milik Jonatan pun  menyeruak menusuk indra penciuman Nadia, dan seketika rasa mual dan pusing yang ia rasakan tadi pagi pun muncul kembali.

Dengan pelan ia menarik tangannya yang masih di genggam oleh kevin agar pria itu tidak merasa tersinggung.

" Kak maaf aku harus pergi," setelah mengatakan itu Nadia segera menutup mulutnya dan berlari menuju toilet.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!