NovelToon NovelToon

Dicampakkan Duda Dinikahi Berondong Tajir

Part #01

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Braaak...

Kedua kaki Erica seolah tak menapak saat ia berhasil membuka pintu kamar di sebuah Hotel bintang 3, tentu saja dengan perdebatan dan Permohonan Lebih dulu dengan pihak yang terkait demi meminta kunci serta izin mendobrak paksa.

Tangannya yang masih memegang Kenop pintu seolah menjadi tumpuan tubuhnya yang kian melemas.

Bagaimana tidak, pria yang selama dua tahun ini menjalin kasih dengannya tengah mengerang menahan nikmat diatas tubuh seorang wanita lain.

Pakaian yang berantakan di lantai dan pinggiran ranjang membuat dua manusia tak punya malu itu kini dalam keadaan tanpa benang sehelai pun di tubuh mereka.

"Menjijikan!"

Sungguh, kali ini Erica sudah habis sabar, ia tak akan tinggal diam mengingat sumpah yang selalu ia lontarkan.

"Apapun itu aku maafkan, kecuali aku melihat sendiri dengan kedua mataku kamu berselingkuh."

Dan malam ini, tepat nya jam dua pagi Erica membuktikannya. Ia datangi bangunan bertingkat lima belas lantai tersebut seorang diri tak perduli meski hanya memakai piyama tidur bergambar Hello Kitty.

"Ya ampun, Erica!" seru Irham kaget, ia langsung turun dari atas tubuh lawan mainvnya, lalu menarik selimut untuk menutupi bagian sensitif nya itu.

"Jadi ini yang di bilang ada urusan kerjaan? lembur karena Deadline, iya?" teriak Erica dengan tatapan mematickan.

"Gak gitu, Sayang. Kamu salah paham," balas Irham, ia yang berusaha menenangkan justru terus di tepis

"Jangan sentuh!"

Pandangan Erica kini beralih ke ranjang, wanita yang sama polosnya itu berusaha menutupi tubuhnya dengan bantal sebab selimut sudah lebih dulu di ambil oleh Irham. Sama halnya dengan pria itu, wajahnya panik diam dalam kebingungan. Ia berjalan dengan langkag pasti, lalu..

Plak

"Dasar Jalang!" satu tamparan mendarat sempurna di pipi si wanita yang beberapa menit lalu masih mendesah bersama dengan kekasihnya.

"Er, kamu apa apaan sih?!" protes Irham,

Erica yang masih berdiri di tepi ranjang pun menoleh sebab Irham sudah ada dibelakangnya, "Apa? kamu gak Terima jalangmu ini aku tampar, Iya? kamu mau belain dia, gitu?" teriak Erica lagi.

"Kita bisa loh bicara baik baik, Sayang. Gak harus kaya gini. Kamu tunggu sebentar ya, aku antar kamu pulang," Ujar Irham dan itu semakin membuat Erica memanas hati dan segala isi kepalanya.

"Aw---,sakit.Tolong sakit." wanita itu memohon dan tak bisa kemana mana saat Erica menjambak rambutnya sambil ia cengkram juga wajahnya.

"Gimana? enak ngangKanG di bawah calon suami orang?" tanya penuh penekanan lalu satu tamparan kembali mendarat.

Irham tentu tak tinggal diam, ia berusaha melerai dan mengangkat tubuh kekasihnya itu dari atas tubuh selingkuhannya yang kini tengah menangis histeris, untungnya pintu kamar sudah ia tutup, jika masih terbuka, mungkin mereka akan jadi tontonan para keamanan Hotel.

"Cukup, Er, cukup!" Irham benar-benar merasa frustasi sendiri melihat dua wanita bertengkar di hadapannya.

"Kenapa? kamu gak suka? kamu marah?" tanya Erica dengan nada tinggi.

"Sudah ku bilang, kita bisa bicara baik baik, Er."

"Gak usah, kita PUTUS!" tolak Erica dengan suara lantang dan jelas tepat di hadapan wajah Irham.

Keputusannya tentu mendapat penolakan keras, Irham berusaha menahan dan mencegah Erica untuk keluar dulu, setidaknya ia ingin mengantar wanita itu pulang lalu memberi penjelasan, biasanya Erica akan luluh dengan segala rayuan dan janji manisnya.

"Apa harus, aku ulangi?" Erica yang sebenarnya sudah tak kuat pun kembali menantang, ia berusaha keras untuk tidak sama sekali meneteskan air mata di depan Irham, pria yang menjadi tujuan akhir di kisah cintanya.

"Aku gak mau, Er, kita sudah serius loh, masa iya jadi kaya gini?" tanya Irham.

"Kalau tau mau serius, kenapa selingkuh?!" tanya balik Erica.

Irham diam, ia tentu punya jawaban dan alasan tapi jika itu ia katakan semua yang ada justru akan memperburuk suasa dan hubungan mereka, sedangkan Irham memang tak ingin melepas Erica.

"Sekali lagi, aku tegaskan kita PUTUS!"

Erica menatap nanar wajah Arhan yang jika sedang emosi seperti ini ternyata tak cukup tampan, kulitnya hitam dengan tinggi badan standar pria lokal,

"Baik, kalau itu maumu, Er. Aku turuti!" balas Irham tiba-tiba padahal beberapa detik barusan pria itu masih menahannya.

Erica mengangguk pasti, jantungnya berdegup kencang dengan tangan yang bergetar cukup hebat. Meski bersikeras tapi dalam hatinya yang paling dalam ia tak menyangka jika Irham akhirnya mengiyakan ajakan nya untuk berpisah setelah dua tahun bersama, perjalanan kisah cinta yang tak mudah karna harus berjuang melawan restu orang tua dan juga mati matian mengambil perhatian sang buah hati agar bisa di anggap dan diterima sebagai ibu sambung terbaik.

"Oke, Fine, kita masing-masing. Terima kasih untuk semuanya. Aku harap ini pertemuan terakhir kita. Asing lah untuk selamabnya, jangan pernah menegur ku lagi dalam kesempatan lain," Tegas Erica.

Tak ada jawaban dari Irham, tatapannya pun sulit di artikan dan memang Erica sudah enggan mau tahu lagi selepas ini.

Irham yang masih tertegun seolah sedang mengumpul kan kesadarannya, di buat kaget dan meringis menahan sakit luar biasa dibagian inti miliknya saat kaki Erica menendang dengan sangat kuat, Bugh .

.

.

.

Dasar DUDA gak tahu diri, aku pastikan penggantimu nanti adalah BERONDONG TAJIR

Part #02

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Hiks...

Bohong rasanya jika hati Erica tak hancur, karna terbukti saat ini ia sedang menangis tersedu sedu sambil memeluk boneka kodok hijaunya cukup erat, tubuhnya masih saja lemas jika ia ingat apa yang dilihatnya saat pertama membuka pintu kamar Hotel.

"Udah, Er, nanti Mama denger, kasihan loh lagi sakit," ucap Cita, kakak dari Erica.

Gadis itu masih bergeming, apapun yang di dengarnya semua masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Ia hanya ingin menangis meluapkan segala rasa, mulai dari sedih, marah, benci dan pastinya kecewa.

Tentu saja, dua tahun bukan waktu yang sebentar baginya untuk menjalin sebuah hubungan, apalagi di usianya yang cukup matang dan sudah sangat siap untuk menikah. Tapi apa yang terjadi?

"Habis ini gimana, Kak?" tanyanya lirih.

"Habis ini mending kamu mandi terus makan," Sahut Cita yang gemas sendiri dengan adiknya saat ini.

Erica menggeleng kan kepalanya cepat, ada yang harus ia pikirkan dan itu bukan mandi dan makan, "Nasib ku malang, Kak" keluh nya lagi masih dengan derai air mata yang deras seolah tak ada habisnya padahal sudah berjam jam.

"Enggak, Er. Kamu gak Malang, kita ada di ibu kota," Kekeh Cita. Dan, satu pukulan daru si kodok mendarat sempurna di atas Kepalanya.

Tawa wanita itu benar benar kencang, sampai akhir ia di usir oleh si pemilik kamar, nyatanya sang kakak tak bisa menenangkan hatinya yang kacau dan bingung akan masa depannya setelah ini.

"Ya Tuhan, bulan depan umurku sudah dua puluh delapan tahun! Tolong berikan jodoh express untukku. jangan sampai sebutan Perawan Tua tersemat lagi sampai lebaran tahun ini, Hiks--," doanya penuh harapan meminta keajaiban hadirnya seorang jodoh dalam waktu dekat.

Erica ingat pada sang Mama, wanita baya itu sangat ingin melihatnya menikah di tengah penyakit yang menggerogoti tubuhnya yang kian tak berdaya. Tapi, bukan dengan Irham.

Ya, sampai detik ini hubungan dua tahun itu belum mendapat restu sama sekali, ada saja alasan Mama yang kadang berujung perdebatan. Erica cukup tahu diri dan tak ingin membuang banyak waktu. Seorang Duda pilihan yang tepat meski harus bersaing dengan si calon anak sambung.

Tantangan cintanya memang bukan hanya dari Malaikat tak bersayapnya saja, melainkan juga dari buah hati sang kekasih, di usia Pra Remaja, Avika memang sulit sekali di dekati, ada saja salah dan kurangnya hingga tak jarang Erica di banding bandingkan.

"Tolong, Tuhan. Tolong berikan laki laki yang bisa menerimaku apa adanya, bukan yang ada apanya, karna aku tak punya apa-apa, napas saja masih pemberianmu, Tuhan."

Erica mengusap pipinya yang basah oleh cairan bening yang terus turun tanpa permisi. Kedua matanya sudah sangat lelah, bengkak dan merah, akan butuh waktu satu hingga dua hari agar bisa kembali normal seperti biasa.

.

.

.

.

Tok.. tok... tok..

Pintu kamar yang di ketuk Erica berulang kali akhirnya mendapat jawaban dari dalam, ia di persilahkan masuk oleh Mama yang memang jauh lebih banyak menghabiskan waktu di atas ranjang.

Benda bercat coklat itu di dorong cukup pelan, tatapan anak dan Ibu itupun bertemu dengan senyum Terulas di ujung bibir masing-masing.

"Maaf, Mah, baru lihat kondisi Mama," ucap Erica merasa bersalah, ia yang terlalu sibuk dengan hatinya seharian penuh kemarin baru sanggup keluar dari kamarnya.

"Kamu kenapa, Nak? ada masalah?" tanya Mama setelah ia memastikan dengan jelas ada yang lain dari wajah cantik putri keduanya itu.

Meski tak semerah kemarin, tapi tetap saja sembab dan bengkak, dan Mama peka akan hal itu.

Erica menggelengkan kepalanya, ia yang tetap berusaha untuk baik baik saja di depan Mama nyatanya sia sia, wanita baya itu memang sangat sensitif pada anak anaknya.

"Er gak apa-apa, Mah. Mama udah minum obat? makannya kok gak abis sih? mau Er suapin?" Tawarnya mengalihkan pembicaraan tapi Mama malah ikut menggeleng kan kepala pelan, ia masih menyelidik apa yang tengah terjadi pada Erica.

"Er, sudah Mama bilang sudahi, tapi kenapa tak mau menurut. Sebaik apa pria itu sampai kamu bersikeras hanya ingin dengannya. Kamu itu cantik, pintar, pekerjaanmu Oke. Tak bisa kah mencari yang lain? bukan Duda anak satu itu?" tanya Mama yang rasanya sudah ribuan kali.

"Mama malu ya, kalau Er dinikahi Duda anak satu?" tanya balik Erica.

"Jika ada yang lebih baik, jangan dengannya, Er. Cari yang statusnya setara denganmu, masih banyak Pria Lajang bujangan diluaran sana, Nak."

.

.

.

"Masalahnya, emang bujangan itu mau sama, Er? "

part #03

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Baik, Tuan. Akan saya siapkan semuanya untuk meeting siang ini," ucap Cita di depan sang PresDir serta Asisten Pribadinya.

Ia yang bekerja sebagai Sekertaris di salah satu perusahaan besar dan kenamaan tentu saja menjadi kebanggaan tersendiri. Tak mudah untuk mencapai di titik ini, jadi apapun itu Cita selalu bersyukur sekali pun harus berhadapan dengan tumpukan pekerjaan yang tak ada habisnya setiap hari dari pagi hingga sore bahkan malam jika lembur. Namun, semua rasa lelah dan mumet di kepalanya itu selalu terbayar di awal bulan. Kantor di tempatnya bekerja ini memang terkenal selalu memanusiakan semua karyawannya tanpa terkecuali, gaji tinggi, bonus fantasis, uang lembur di atas rata rata serta fasilitas lainnya yang membuat nyaman dan betah, dari semua itu, tentu ada hal lain yang jauh lebih penting yaitu keramahan dan kebaikan sang pemilik Perusahan.

Baru saja Cita keluar dari ruang PresDir, ponselnya yang berada di saku blazer berbunyi, ada nama sang adik tertera di layar benda pipih tersebut.

"Iya, Er, ada apa?" tanya Cita.

"Hem, aku bikin soto ayam nih. Makan siang bareng yuk," ajak Erica.

Dahi wanita berambut sebahu itupun mengernyit, ia tak lantas menjawab sampai namanya kembali di panggil.

"Ayo, aku bikin banyak loh. Memang kakak gak kasihan sama adikmu ini, hem?" rayu Erica dengan nada memelas, begitu pun dengan ekspresi wajahnya padahal itu percuma sebab Cita tak bisa melihatnya.

"Ish, ya sudah. Tapi aku gak bisa makan diluar ya," sahutnya pasrah.

"Aku juga gak mau, Kak. Malu di liatin orang kalau di luar, hahaha," balasnya tak mau kalah

Cita menghela napas kasar, ia turuti maunya sang Adik dengan memintanya datang ke Kantor. Pekerjaan yang masih menumpuk membuat Cita tak bisa keluar, dan beruntungnya Erica tak keberatan.

"Wokeh! Er melucur sekarang!"'

.

.

.

Erica melempar asal ponselnya setelah panggilan teleponnya di akhiri oleh Cita. Wanita yang dua tahun sebulan lagi menginjak usia kepala tiga itu tentu senang bukan main.

" Yes, bisa main ke kantor kakak tercintaaah," Kekehnya, Erica selalu bangga saat menceritakan tentang sang Kakak yang bisa bekerja sebagai Sekretaris di perusahaan besar yang semua orang tahu.

Dulu, itu adalah impiannya, tapi keberuntungan justru berpihak pada Cita. Namun, ia tak pernah merasa hidupnya tak adil, sebab tak pernah ada kata saingan antara adik kakak tersebut.

Dua porsi soto ayam lengkap bersama nasinya sudah siap di bawa Erica, kini ia hanya tinggal pamit pada Mama di kamar.

Ceklek

"Mah--, Er mau ke kantor Kak Cita dulu ya," izin Erica yang kini duduk di tepi ranjang.

"Ke kantor Cita? ada apa, Nak?" tanya Mama.

"Mau makan siang bareng. Tadi kan Er masak banyak, Mah. Nunggu kak Cita pulang lama, takutnya lembur lagi," jawab Erica.

Mama tertawa kecil, lalu mengangguk sebagai tanda ia mengizinkan anak keduanya itu pergi, tak ada alasan pula bagi Mama melarangnya. Ia biarkan saja punggung tangannya di raih lalu di cium oleh Erica sebelum bergegas berangkat.

"Hati hati, Er."

"Siap, Mah," sahut Erica. Ia yang sudah tak sabar langsung keluar dari kamar, kaki nya berjalan cukup cepat menuju pintu utama.

"Bi, titip Mama ya. Aku mau ke kantor Kak Cita," Pesan Erica pada ART rumahnya yang sedang menyiram tanaman.

"Iya, Kak Er. Hati hati."

Erica hanya mengangguk, ia yang sudah bersiap bergegas menyalakan mesin sepeda motor matic nya. Percuma saja ada mobil di garasi karna ia tak bisa mengendarainya.

Jalanan yang belum terlalu macet namun susah ramai membuat Erica harus piawai menyalip kendaraan lainnya, karna jika tak begitu tentu ia akan lama di jalan. Dan kini terbukti sudah, hanya butuh dua puluh menit ia akhirnya sampai di parkiran motor perusahaan besar tersebut.

"Alhamdulillah nyampe, Ini kantor bau duitnya kenceng banget ih," Kekeh Erica sambil membuka helm berwarna Hijau kodok itu.

Senyum terus terukir di ujung bibirnya, termasuk saat ia berhadapan dengan seorang wanita cantik di meja Resepsionis.

"Selamat siang, Nona. Ada yang bisa kami bantu?"

"Siang, Mbak," sahut Erica sama ramahnya, ia lalu mengutarakan maksud kedatangannya tersebut.

"Baik, Nona. Anda sudah ditunggu di ruangan Sekertaris Cita."

"Terima kasih." Tak mau berlama lama, Erica bergegas keruangan sang Kakak yang berada di lantai 21 gedung tinggi bak pencakar langit tersebut.

"Eh, bener gak sih kesini?" gumam Erica bingung, ia berhenti di lorong sepi yang ujungnya terdapat Lift.

Kebiasaan yang tak bisa lepas dari seorang Erica, selalu memainkan ponsel di manapun dan kapanpun, jadilah ia kini tak sadar ada dimana.

"Lift--," gumamnya sambil menoleh kanan dan kiri mencari seseorang untuk bertanya tapi sayangnya tak ada siapapun.

Tak ada pilihan lain, Erica mau tak mau masuk ke dalam lift tersebut, terlihat nampak aneh sebab kotak besi itu lebih bagus dan mewah dari Lift pada umumnya.

"Tunggu!" teriak seorang pria yang sedikit berlari ikut masuk, Erica yang kaget sontak tak jadi menekan tombol.

Pria itu tersenyum simpul "Terima kasih," ucapnya pelan namun masih bisa di dengar oleh Erica.

Tombol di dalam Lift hanya di tekan oleh Pria itu sebab ternyata mereka akan ke lantai yang sama.

Dan hanya dalam hitungan menit, Pintu Lift terbuka lebar. Erica keluar lebih dulu di susul oleh pria barusan. Tak ada yang di perhatikan oleh wanita itu. Sama seperti para pengguna lift biasa mereka pun berpisah begitu saja.

"Kak Cita--," panggil Erica sambil terus berjalan ke arah kakak perempuannya itu.

"Hey, kok cepet banget?" tanya Cita.

"Iya, naik lift ekspres," Sahutnya sambil duduk di Samping Cita.

Dahi sang Sekertaris itu pun kembali mengernyit, ia tak paham dengan yang di katakan adiknya barusan.

"Lift ekspres? apaan tuh?" tanya Cita.

Erica terkekeh, rasanya tak mungkin Cita tak tahu terlebih ia sudah bekerja kurang lebih empat tahun. Dan disaat adiknya bercerita itulah, kedua mata Cita membelalak besar.

"Kamu--, tadi naik lift khusus para petinggi perusahaan?" tanya Cita tak habis pikir, dan adiknya itu malah menggeleng kan kepala.

"Kamu naik sendiri, atau ada orang lain?" tanya nya lagi.

"Hem, berdua kak," Jawab Erica.

"Sama siapa?" selidik Cita penasaran.

.

.

.

Hem, Bocil anak kuliahan...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!