NovelToon NovelToon

Kos Murah Dengan Hutang Nyawa Setiap Malam

Chapter 1 : Awal yang Merupakan Akhir

Universitas J yang kemarin sangat sepi kini begitu ramai dengan tamu asing yang akan menjadi keluarga baru. Gerbang kampus penuh dengan wajah-wajah asing yang ceria dan senyuman yang begitu berharga. Seperti bunga-bunga segar yang siap mekar dan menunjukkan kepada dunia betapa indahnya mereka, itulah hal yang cocok untuk menggambarkan mereka.

Anak SMA yang dulunya selalu memakai seragam kini memakai pakaian biasa memasuki tempat dimana mereka akan memulai perjalanan baru bukan lagi sebagai Siswa tapi Mahasiswa. Pelajaran dasar mereka akan menjadi pondasi yang kuat untuk memulai belajar hal baru untuk mencapai level tertinggi dari sebuah ilmu yang masih belum ditemukan. Jika saat menjadi siswa, mereka hanya ibarat di suapi makanan, kali ini di dunia perkuliahan merekalah yang harus mencari sendiri makanan itu.

Bunga-bunga muda itu memandangi setiap lekukan dan desain gedung kampus yang terlihat begitu besar dan beberapa bulan yang lalu begitu jauh dan mustahil untuk digapai. Sekarang mereka berada disana, di tempat yang sulit digapai itu dan siap untuk tumbuh besar dan indah dengan akar yang kuat.

Calista Maharani, gadis desa yang untuk pertama kalinya ke kota seorang diri tanpa orang tua atau siapapun yang dikenalnya. Terakhir kali dia ke kota hanya untuk study tour dengan mengandalkan tour guide sepenuhnya. Tapi kali ini dia seorang diri di kota asing yang begitu ramai dan tidak ramah atau begitulah menurut pendapatnya.

"Kos-kosan murah? Hanya 100 ribu per bulan?!" Calista membaca selebaran yang tertempel di dinding kampus bersama dengan puluhan selebaran lainnya mengenai kos-kosan. Tapi tentunya biaya yang begitu murah itu menarik mata Calista tanpa harus berusah payah. Padahal selebaran lain desain dan penggunaan warnanya begitu menarik sedangkan yang ditatapnya saat ini hanya selembar kertas putih dengan tulisan hitam dan font kecil.

"Jangan! Kos itu berhantu!" kata seseorang dari belakang Calista yang tentunya mengagetkannya. Bukan hanya karena kalimat dari orang asing itu tapi kemunculannya yang tiba-tiba membuat Calista kesulitan menahan reaksinya untuk tidak panik. Dia tidak mau menjadi orang aneh padahal baru saja beberapa menit resmi menjadi mahasiswa.

Dengan susah payah Calista berhasil mempertahankan wajah datarnya dan berbalik melihat orang asing itu, "Kau siapa? Apa aku mengenalmu?!"

"Tidak, aku ...." laki-laki itu baru mau memperkenalkan diri tapi langsung disela Calista.

"Makanya, aku tidak mengenalmu kan?! Rasanya aku tidak punya kewajiban mendengarkan pendapatmu." Calista hendak pergi dari sana setelah mencatat alamat kos-kosan itu.

"Aku Kalandra ... Kalandra Pramudita ...." sambil berjalan cepat untuk mengimbangi jalan Calista, "Aku tidak bermaksud mengerjaimu atau sok memberimu pendapat, aku benar-benar memberimu ... PERINGATAN ...." kini sambil berteriak karena Calista sudah berlari menjauh, "JANGAN KOS ITU! POKOKNYA TIDAK BOLEH!" setelah berteriak dia menjadi malu karena tiba-tiba menjadi pusat perhatian, "Aku hanya ... Hehe ...." sambil tertawa malu dan mencari keberadaan Calista tapi sudah menghilang.

Kalandra kembali ke tempat selebaran itu ditempel dan menariknya hingga lepas dari dinding dengan kasar. Dengan perasaan campur aduk Kalandra meremas selebaran itu dan membuangnya di tempat sampah, "Dia tidak mungkin kesana kan?!"

Tapi dibelakang Kalandra sudah ada yang mencatat alamat kos-kosan yang sama dilihat Calista tadi sebelum Kalandra menariknya, "Sudah kuduga, karena murah jadi dia melakukannya ... Aku harus cepat-cepat kesana sebelum kehabisan kamar." Elvara Kirana mengikuti Kalandra, memperhatikannya sampai di tempat sampah. Mengira bahwa Kalandra sedang berusaha mengurangi pesaing padahal Kalandra punya maksud yang jauh dari yang dibayangkan Elvara.

"Berhantu?!" Calista menatap kos-kosan yang dikatakan berhantu oleh Kalandra. Penampilan kos itu sangat jauh dari kata berhantu. Sangat besar, mewah dan bersih. Terlebih lagi dengan nuansa serba putih, bahkan setitik noda pun tidak terlihat, "Mustahil hanya 100 ribu per bulan ...." Calista hendak mengurungkan niatnya untuk masuk tapi saat mengingat uang saku yang dia bawa dari rumah, tidak ada salahnya jika dia bertanya dulu, "Tentu saja, mustahil kos-kosan elit seperti ini berhantu." Calista punya penilaian berbeda untuk rumah berhantu berdasarkan film horor yang dinontonnya sejak kecil. Calista sambil membayangkan rumah hantu yang kotor dan tidak terawat.

Calista melangkahkan kakinya masuk ke dalam kos-kosan itu. Sejenak ia mematung, merasakan hal aneh. Seakan waktu berhenti berputar dan dia berada ditempat yang tidak memiliki oksigen.

Suara jam dinding tiba-tiba terdengar begitu keras padahal jaraknya begitu jauh. Tapi berkat itu Calista akhirnya bisa bergerak dan mengambil napas banyak-banyak karena seperti telah menahan napas begitu lama.

Dadanya terasa panas dan dia dipenuhi keringat dingin. Calista belum pernah merasakan hal seperti itu, dia langsung duduk untuk menenangkan dirinya, "Apa aku sakit?" Calista memegang dahinya sambil memikirkan soal ucapan Kalandra tadi, "Tidak, tidak ada yang namanya hantu. Aku mungkin hanya tidak enak badan saja setelah perjalanan jauh dan dengan bodohnya tersugesti perkataan orang asing yang aneh ...." Calista selalu mengutamakan fakta dan memikirkan segalanya secara realistis, "Pasti ada penjelasan ilmiah kenapa aku begini ...." kalau saja dia punya uang banyak pasti dia sudah ke rumah sakit memeriksakan dirinya untuk menghilangkan pikiran hantu yang tidak berdasar memenuhinya saat itu. Sehingga bisa menertawakan dirinya sendiri karena mempercayai perkataan orang asing.

Calista yang masih belum sadar sepenuhnya harus dikagetkan dengan munculnya seorang perempuan yang tiba-tiba saja dari bawah meja. Dengan mata merah, kantung mata hitam, kulit pucat, bibir yang kering dan pecah-pecah, rambut yang diikat sembarangan.

"Kau mau menginap berapa malam?!" kata orang yang lebih cocok jika disebut hantu itu.

Sejenak Calista akhirnya paham kalau mungkin inilah yang dimaksud hantu itu oleh laki-laki aneh tadi, "Saya mau sewa per bulan kak ...." Calista melirik kartu nama perempuan itu, "Kak Nayla Valeska."

Nayla terlihat lebih menyeramkan lagi dengan wajah paniknya, "Bulan? Sebulan? Kau mau menginap sebulan?"

"Sebenarnya saya bisa membayar satu tahun tapi untuk saat ini saya belum tahu perkiraan biaya yang akan datang karena baru disini. Jadi untuk saat ini saya hanya akan menyewa perbulan dulu ...." Calista menjelaskan tapi tidak mengerti kenapa wajah Nayla tidak juga berubah, malahan semakin terlihat panik, "Apa Kak Nayla baik-baik saja?!" Calista merasa tidak enak mengatakan itu, "Apa aku tidak sopan menanyakan itu?"

"Baiklah, kalau begitu akan aku bawakan surat perjanjiannya ...." Nayla bergerak begitu kaku dan terlihat sangat kelelahan. Seakan tidak pernah tidur selama berbulan-bulan.

"Surat perjanjian?! Apa seresmi itu kalau mau menyewa kamar di kota?" Calista merasa itu aneh tapi tidak mau kelihatan kampungan dengan sistem di kota. Tapi perasaannya tidaklah salah saat melihat isi surat perjanjian yang dibawa Nayla, "Tidak akan menuntut jika meninggal dengan cara yang mengenaskan ...." sebenarnya masih banyak poin penting lainnya tapi mata Calista terfokus pada kalimat itu.

"APA-APAAN SURAT ....." Calista berusaha menenangkan dirinya dan memelankan suaranya, "Apa ini semacam lelucon untuk mahasiswa baru? Hanya karena kami baru disini bukan berarti menjadikan kalian superior dan punya hak untuk mempermainkan kami. Lagipula, lucu juga ... kalau kami sudah mati bagaimana kami bisa menuntut?" Calista menganggap semua hal yang ada disana konyol.

"Apa aku terlihat sedang mempermainkanmu?!" Nayla dengan wajah datarnya, sama sekali tidak terpengaruh oleh kalimat emosional Calista sambil menyodorkan materai 10 ribu.

"Lalu apa maksud dari surat ini?! Apa ini semacam tempat dimana kalian akan mengambil organ kami di malam hari saat kami tertidur atau ada psikopat yang akan datang membunuh kami sebagai olahraga tambahan kalau sedang bosan?!" Calista merasa tidak mengenal dirinya sendiri saat itu, ia tidak bisa mengendalikan emosinya dan mengeluarkan apa yang ada dikepalanya begitu saja tanpa di filter terlebih dahulu.

"Kalau anda tidak menyetujui persyaratan ini, anda bisa pergi." Nayla dengan formal dan lebih mirip robot sekarang.

Calista yang perasaannya masih campur aduk langsung pergi meninggalkan Nayla tanpa sopan santun. Dia masih mengira jika sedang dipermainkan. Di pintu masuk dia berpapasan dengan Elvara. Berbeda dengan Calista, Elvara tidak merasakan hal aneh yang dirasakan Calista saat baru masuk. Semuanya berjalan lancar, bahkan saat membaca surat perjanjian.

"Okey, check!" sambil menceklis semua persyaratan dan menandatangani dengan hati senang dan bersenandung, "Mohon untuk segera di proses ya!" dengan buru-buru mengembalikan surat itu.

Nayla menyerahkan kunci kamar, "Yes! Masih ada kamar kosong!" sambil membayar 1 juta 2 ratus ribu untuk sewa setahun. Elvara mengangkat kopernya seakan tidak ada isinya karena terlalu senang tidak sabar untuk cepat masuk ke kamarnya, "Wah, 100 ribu?! Kamar seperti ini seharusnya seharga 5 juta per bulan ...." Elvara menjatuhkan kopernya setelah masuk ke kamarnya, "Apa ini yang punya dosen di kampus ya?! Khusus untuk mahasiswa, dijadikan sebagai tempat untuk berdonasi begitu ya?!" berbeda dengan Calista, Elvara memandang semuanya dari sisi positif.

"Dia tipe yang akan membayar lunas semuanya hanya dalam semalam." Nayla menatap surat perjanjian sewa Elvara sambil menyeringai. Berbeda saat bertemu Calista, kepribadian Nayla berubay saat bertemu Elvara.

...Terkadang tidak semua bunga tahu kalau mereka bisa layu dan mati sebelum mekar....

...-BERSAMBUNG-...

I... am... BACK!!!🔥

Assalamualaikum, selamat malam, salam sejahtera untuk kita semua. Akhirnya setelah lama hiatus karena study S2, saya kembali dengan karya baru😅 Meski saya tahu kalau pasti sudah ditinggal banyak pembaca setia, bahkan saya tidak yakin kalau masih akan ada yang membaca🙂

Setelah penelitian panjang mulai dari bulan mei 2024 sampai februari 2025. Lanjut seminar hasil, menyusun manuskrip dan tesis, ujian akhir, yudisium dan akhirnya wisuda bulan juni. Dengan masa study 3 semester. Akhirnya saya kembali dengan gelar baru. Semoga masih ada yang mau membaca karya saya. Jujur saya rindu untuk menulis fantasi, selama 1 tahun 7 bulan hanya sibuk menulis karya ilmiah yang berdasarkan fakta😭

Rindu banget juga sama FCT3 tapi apa boleh buat, harus mengumpulkan energi untuk berjuang dan semangat berapi-api untuk menulis cerita jangka panjang lagi. Harus juga kembali menemukan feel yang dulu udah terjeda, sekarang UNLUCKY dan THUNDEROUS kayak sayur tanpa garam, iya tahu sayur tapi gak ada rasanya gitu loh. Ngerti kan maksudnya?🤧 pokoknya begitu. Kalaupun nemu garamnya, belum tentu itu garam yang aku cari. Tau deh🙂

Sekarang mau fokus sama cerita jangka pendek dulu untuk pemanasan. Supaya motivasi untuk nulis bisa kembali seperti dulu lagi, seperti biasa supaya ada dorongan kuat harus ikut berkompetisi lagi😎 maka dari itu : Karya ini akan terdaftar dalam kontes You Are A Writer 2025 Periode 3 untuk kategori 4. Wish me luck🥺

...😎MERDEKA🇮🇩🔥...

Chapter 2 : Selamat Datang

Calista berjalan tak tentu arah, hanya mengikuti langkah kakinya dibanding apa yang dikatakan hatinya. Seakan tubuhnya bergerak sendiri untuk melarikan diri, "Bagaimana kalau sekarang kos-kosan itu sudah penuh?" sambil menendang udara tapi hampir saja dia jatuh karena travel bag yang diselempangkan di bahu membuatnya kesulitan untuk menyeimbangkan diri. Calista menyadari bahwa pikirannya ingin pergi jauh dari kos-kosan itu dan ia tahu kalau selama ini pikirannya sudah menyelamatkannya berkali-kali. Tapi hatinya ingin segera kembali kesana, bagaimanapun dia tidak memiliki banyak uang dan itu membuat pilihannya begitu terbatas. Namun selama ini Calista tahu jika lebih memilih mendengarkan hatinya maka ia harus bersiap untuk terluka.

Setelah mengelilingi banyak kos-kosan, Calista menyadari betapa realistis biayanya. Tidak seperti kos-kosan 100 ribu itu, "Kalau dengan biaya semahal ini, aku tidak akan mampu membeli buku tapi makan pun akan kesulitan. Tunggu, sejak kapan aku begitu emosional begini? Kenapa aku begitu percaya pada rasa takutku dibanding fakta yang jelas bahwa kos-kosan itu satu-satunya harapanku." Calista menghentikan diskusi dengan dirinya sendiri setelah mendengar handphone nya berbunyi.

Setelah menutup panggilan itu, Calista berbalik dan mulai berlari dengan sekuat tenaga menuju kos-kosan 100 ribu itu, "Berhantu? Biar saja! Coba saja lawan aku, tidak ada yang bisa mengalahkan seseorang yang sudah putus asa." Calista tidak peduli lagi, setelah mendapat panggilan dari orangtuanya di desa jika tidak akan bisa mengirim uang bulan depan, semuanya merubah pandangan Calista tentang kos-kosan itu. Bukan sebagai tempat berhantu lagi tapi sebagai satu-satunya pilihan.

Bersamaan saat Calista berlari, sedang ada barisan tentara baru juga yang sedang latihan berlari. Tapi Calista berlari lebih cepat dari mereka membuat semua tentara baru itu kaget dan merasa termotivasi untuk berlari lebih cepat. Tapi Calista yang bahkan membawa tas besar dan berat masih jauh lebih cepat.

Malam telah tiba, kos-kosan murah itu masih terlihat indah untuk dikatakan berhantu. Calista panik ketika melihat ada orang lain yang sedang menyerahkan uang pada Nayla.

"Aku datang lebih dulu, aku datang daritadi sebelum dia!" Calista takut jika sudah kehabisan kamar, sambil memohon dengan keringat yang bercucuran di wajahnya seakan habis kehujanan. Bahkan dia sudah lupa ketakutan saat berlari tadi, bagaimana dia bisa memberanikan diri masuk setelah insiden sesak napas yang dialaminya. Tapi karena pesaing yang terlihat, Calista melupakan semua perdebatan di dalam kepalanya.

"Apa-apaan?! Jelas-jelas aku disini lebih dulu! Kau sudah gila ya?" kata laki-laki itu terlihat begitu marah dengan perkataan Calista yang tiba-tiba.

"Aku datang dari tadi siang, hanya saja keluar dulu sebentar ...." saat Calista mencari alasan Nayla menyela mereka berdua untuk melanjutkan perdebatan sia-sia mereka itu.

"Hei, tenang saja. Masih banyak kamar yang kosong! Dan kamar laki-laki dan perempuan ada di bagian yang berbeda. Laki-laki di sebelah kiri dan perempuan di sebelah kanan." Nayla bangun menjelaskan dengan tegas.

"Ah, masih banyak yang kosong ...." Calista dan laki-laki itu merasa malu sendiri. Terlebih lagi tempat laki-laki dan perempuan yang berbeda, membuat mereka lebih malu lagi karena ternyata telah memperdebatkan hal yang tidak perlu.

"Hai Calista, kau berubah pikiran?" sapa Nayla.

Alvarino Dhipta menghentikan langkahnya setelah mengambil kunci kamarnya karena mendengar dan melihat Nayla dengan ekspresi yang berbeda, "Dia menjadi seperti orang lain ...." Alvarino mengira dia sedang diperlakukan berbeda karena dirinya laki-laki.

Calista kembali mematung, "Sepertinya aku tidak ingat kalau aku pernah menyebutkan nama, atau aku sudah memperkenalkan diri ya?!" tapi Calista mengurungkan pikiran buruknya dan segala macam investigasi yang sedang dilakukan oleh otaknya sekarang.

"Kukira sudah penuh ...." Calista sekedar berbasa-basi sambil membaca setiap detail surat perjanjian itu. Tapi tetap saja, Calista tidak bisa menyembunyikan bagaimana tidak wajarnya surat itu. Bahkan menurut Calista, lebih baik jika sebenarnya kos-kosan itu dilaporkan saja ke polisi.

"Kos-kosan ini tidak akan pernah penuh. Tapi akan selalu ramai." Nayla dengan wajah datar.

Calista mencoba memberanikan diri menyebutkan soal rumor tentang kos itu, "Apa karena disini berhantu?" sambil tertawa kecil.

"Kau mendengarnya darimana? Kalandra?" kata Nayla kini sambil tersenyum.

"Kalandra?" Calista mencoba mengingat nama itu, "Aku seperti pernah mendengar nama itu ... Ah, orang aneh tadi ...."

"Kau bertemu dengannya? Bagaimana dia terlihat sekarang?" Nayla terlihat benar-benar penasaran soal itu.

"Jadi, kalian berdua saling kenal?" Calista merasa sangat lega, "Berarti bisa saja orang aneh itu hanya mengada-ada karena bertengkar dengan kakak ini. Mencoba menghancurkan bisnis orang lain karena sebuah urusan pribadi dan menyebut tempat ini berhantu adalah sebuah tindakan yang sangat kekanak-kanakan." tapi Calista kembali menatap surat perjanjian sewa kamar itu dan menurutnya semuanya sangat konyol, "Apa ini semacam prank? Atau hanya karena aku saja yang belum terbiasa hidup di kerasnya kota?"

"Kenal? Ya. Bisa dibilang begitu." kata Nayla kembali dengan wajah datar.

"Dia ... Em, sehat. Maksudku baik-baik saja." Calista mencoba menjawab pertanyaan Nayla yang sebelumnya walau tidak tahu jika itu adalah jawaban yang diinginkan Nayla atau bukan.

Elvara datang dengan banyak tas belanjaan sambil menyapa Nayla dan Calista, "Hai, Kak Nayla dan Hai Teman ... Eh tetangga baru! Salam kenal, aku Elvara di kamar 2013. Aku baru saja membeli seprai baru dan selimut baru, pokoknya segala hal baru untuk kamar baruku yang cantik hahahaha." Elvara sambil berputar-putar layaknya boneka barbie diatas music box yang terlihat begitu bahagia.

Calista dan Nayla hanya terdiam dengan kemunculan tiba-tiba Elvara yang seperti tuan puteri tanpa ada beban sama sekali.

"Hai, akk ...." Calista hendak memperkenalkan diri juga tapi ditahan oleh tangan Nayla yang begitu dingin seperti es batu.

"Lebih baik kau tidak mengenalnya."

"Kak Nayla baik-baik saja?" Calista merasa khawatir. Sementara Elvara sudah naik ke lantai dua seperti memiliki sayap dikakinya karena langkah kakinya begitu ringan melompat-lompat.

Nayla menunjuk AC untuk menjawab pertanyaan Calista, seakan sudah tahu apa yang dipikirkan Calista.

"Aku punya ini!" Calista menyerahkan sepasang kaos tangan rajut buatannya sendiri setelah mencari di dalam tasnya, "Ini tidak aku beli, jadi Kak Nayla tidak perlu sungkan." Calista biasanya tidak menunjukkan kebaikan seperti itu terlebih lagi pada orang yang baru saja dikenalnya.

"Kau punya koin seribu?" tanya Nayla.

"Sepertinya ada ...." Calista yang sudah menerima kunci kamar mengurungkan niatnya untuk berpamitan dan kembali memeriksa dompetnya, "Ini!"

"Ketuk kamarmu terlebih dahulu sebelum kau masuk." Nayla mengambil koin itu tanpa menjelaskan apapun.

"Apa-apaan? Dia mengambil koinku begitu saja?" Calista mengabaikannya saja kerena tidak mau menjadi orang pelit aneh hanya untuk uang seribu, tapi bagi Calista seribu begitu berharga kini. Terutama setelah resmi menjadi mahasiswa yang jauh dari orangtua dan menjadi anak kos-kosan. Seakan dunianya langsung dijungkir-balikkan didepan matanya sendiri tanpa persiapan mental terlebih dahulu.

Saat menaiki tangga, Calista melihat kesegala arah karena gelisah tapi lebih dari itu dia tidak merasa takut sama sekali. Nuansa kos itu terlalu mewah untuk dirinya merasa takut, "Hantu? Menurutku lebih cocok peri yang tinggal disini." Calista memegang pegangan tangga dan mendengar decitan khas sebuah benda yang sangat bersih.

Perasaan Calista menjadi lebih tenang tapi saat memutar kunci kamar, dia teringat perkataan Nayla untuk mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia mengira itu konyol tapi Calista juga berasal dari desa yang penuh dengan banyak budaya dan mitos jadi hal seperti itu tidak terlalu aneh baginya, "Mungkin ini hanya seperti ritual kebiasaan aneh di daerah ini, kukira di kota tidak akan ada yang percaya hal seperti ini ...." meski dengan segala macam keluhan tapi Calista tetap melakukannya. Dia mengetuk pintu sambil menertawakan dirinya sendiri.

"Selamat Datang!" sebuah kumpulan dari banyak suara yang tidak didengar menyambut kedatangan Calista.

...-BERSAMBUNG-...

Chapter 3 : Lorong Tak Berujung

Saat Calista selesai mengetuk, masih sambil tertawa ia mendorong pintu kamarnya. Tapi bersamaan dengan itu sebuah tangan yang bengkok dengan tulang keluar merusak kulit yang pucat menarik pintu untuk Calista dari dalam kamar.

"Selamat Datang ... Selamat Datang ...." Seseorang terus membisikkan kalimat itu tepat di telinga Calista.

Telinga Calista berdenging dan sejenak penglihatannya kabur. Makhluk itu memiliki leher yang panjang sehingga harus memutar-mutar lehernya untuk bisa menyamai ketinggian Calista. Untung saja pemandangan mengerikan itu tidak dilihat oleh Calista.

Tombol untuk menyalakan lampu ditemukan, tapi Makhluk itu masih disana menggesekkan giginya kekiri dan kekanan sambil mengikuti Calista seperti permen karet yang baru saja diinjak dan kini telah menempel kuat.

"Kamar ini bersih sekali, apa benar iya harganya cuma 100 ribu ...." Calista tidak bisa melewatkan pemikiran itu, melihat bagaimana fasilitas kamar yang disediakan didepan matanya saat ini.

Atau begitulah yang bisa dijangkau oleh mata Calista saat ini. Karena yang sebenarnya kamar itu penuh dengan darah. Seakan dinding kamar itu adalah canvas putih dan tintanya adalah darah. Setiap goresan tinta darah memiliki kisah yang memilukan. Calista berjalan kesana-kemari tanpa alas kaki di kamar barunya itu. Tapi di tempat yang sama, Calista menyebabkan suara genangan darah terdengar begitu keras membangunkan seluruh penghuni tidak tercatat dalam kos itu. Di mata Calista, dia hanya menginjak lantai putih bersih tapi dengan penglihatan yang lebih jauh Calista seperti sedang menari-nari diatas lantai yang penuh darah.

Seluruh dinding kamar kemudian dipenuhi dengan banyak kepala yang datang satu per satu saat ini mengamati Calista. Tapi semuanya langsung pergi ketika Makhluk yang menyambut Calista berbicara, "Dia telah berutang padaku."

"Tetap saja, nyawanya belum tentu milikmu ...." Makhluk terakhir yang hendak pergi tapi kembali memasukkan satu mata dan setengah mulutnya kedalam dinding. Seakan dipaksa, mata dan mulut hantu itu seperti akan meledak karena membesar dan cairan merah terus mengalir dari mata dan dari sela-sela giginya yang terlihat ada sisa makanan penuh rambut.

"Dan juga belum tentu milikmu ...." Makhluk sekamar Calista berbicara dengan suara berderit dan kemudian melengking layaknya pintu yang sudah berkarat sambil memanjangkan lehernya untuk memukul dinding mengusir Makhluk dari kamar lain itu.

Calista memasang seprei, selimut dan sarung bantal yang telah disiapkan di dalam lemari. Bukan baru tapi seperti belum terpakai sama sekali karena begitu bersih. Pakaian yang dibawa Calista tidak banyak, seperti hanya akan pergi berlibur seminggu padahal dia akan tinggal disana kurang lebih tiga tahun lamanya. Sepatu yang dibawa hanya satu dan telah dipakai lari marathon tadi sore.

Calista tidak begitu berinvestasi pada penampilannya dan masih sedang berusaha untuk tidak mendengarkan penilaian orang lain. Begitupun sebaliknya, Calista tidak akan menghakimi mereka yang bersungguh-sungguh dan tulus pada penampilannya.

Itulah Calista, gadis yang banyak disalahpahami tapi sebenarnya dia adalah tipe yang semua orang butuhkan sebagai teman.

"Jendela ...." Calista tersenyum memegangi jendela yang katanya akan sulit dimiliki oleh kamar kos di kota. Tapi dia memilikinya, jendela yang besar dengan pemandangan kota yang begitu terang layaknya jutaan kunang-kunang sedang terbang, "Aku ... Cukup beruntung."

Calista menyiapkan segala kebutuhannya untuk besok dan bersiap untuk tidur nyenyak malam ini, melupakan segala macam rintangan pertamanya sebagai orang dewasa hari ini. Sebenarnya dia melakukannya dengan baik lebih dari yang dibayangkannya.

"Hah?!" Calista bangun dengan panik. Dia merasa tidak pernah tidur, hanya menutup mata sebentar tapi matahari sudah masuk ke dalam kamar melewati jendela kamar yang tidak tertutup gorden.

"Aaakkk!!!" Calista meringis merasakan sakit di tangannya, ternyata ada goresan disana. Calista mencoba mencari disekitar tempat tidurnya darimana penyebab lukanya tapi tidak ada hal yang bisa mengakibatkan luka dimanapun.

Calista bergegas menuju kampus di hari pertamanya sebagai mahasiswa. Melupakan gelar siswa yang polos dalam menerima ilmu, kali ini dia siap mencari ilmu itu sendiri.

"Dia sudah berutang nyawa." kata Nayla yang pelan tapi bisa didengar oleh Calista yang punya telinga sensitif. Tapi diabaikan oleh Calista karena tidak ingin terlambat di hari pertamanya. Lagipula Nayla mengatakan itu tanpa melihat Calista seperti hanya sedang berbicara sendiri.

Calista akhirnya memasuki ruang kuliah pertamanya, dia memandangi seluruh ruangan sampai kursi, meja dan papan tulis dengan detail seakan ingin menyimpannya sebagai kenangan yang paling indah dalam ingatannya. Calista tidak menulis buku harian dan tidak memotret untuk mengabadikan sebuah moment. Tapi dia menggunakan matanya, seakan menggunakan pulpen atau kamera paling mahal, dia mengabadikannya dalam ingatan.

Semua hal diperhatikan baik-baik oleh Calista, sehingga dia tidak bisa mengabaikan bagaimana nama yang kemarin didengarnya itu diulang terus menerus tapi tidak ada jawaban.

"Elvara Kirana ...."

"Kamar 2013?" Calista mengingatnya, "Apa dia ketiduran?" Calista sekarang fokus dengan Elvara, dengan terus memperhatikan pintu masuk berharap Elvara datang meski terlambat dan dimarahi dosen tapi dia berharap Elvara tetap datang.

Perkuliahan berakhir dan tidak ada tanda-tanda Elvara ada diluar ruangan. Calista mencoba mencari disekitar ruangan, tapi tidak ditemukan juga. Calista mengira Elvara akan ada di ruangan dekat sana bersembunyi karena takut ketahuan dosen yang sudah keluar. Tapi seingat Calista, Elvara yang dilihatnya kemarin begitu ceria. Bahkan dimarahi dosen pun sepertinya dia akan tetap tersenyum.

"Sejak kapan aku begitu memperhatikan dan hah? Mengkhawatirkan seseorang yang bahkan tidak mengenal ... Bahkan tidak tahu namaku!" Calista tidak mempercayai apa yang sedang dilakukannya dan menghentikan langkahnya melakukan hal yang terus didorong oleh hatinya.

Di perjalanan pulang, Calista merasa sedang diperhatikan oleh seseorang. Dia mencoba tetap tenang dan menggunakan sudut matanya untuk mencari, "Itu laki-laki aneh yang kemarin. Kalan siapa lagi namanya ... Apa dia orang gila ya?" Calista mempercepat langkah kakinya karena takut diikuti.

Sampai di depan kos-kosan, Calista punya perasaan yang berbeda kali ini. Meski masih terlihat indah tapi Calista merasakan ada yang aneh dari kos-kosan itu. Tapi dia sendiri tidak tahu apa yang dimaksudnya. Calista memasuki kos dan langsung mengucek matanya, terlalu singkat sehingga Calista tidak mengingat apa yang dilihatnya tadi. Tapi jelas hal yang berbeda dari apa yang dilihatnya sekarang.

"Kak Nayla, apa yang dikamar 2013 sakit?" itu mungkin menjadi kenangan pertamanya mengkhawatirkan orang asing.

"Sakit dalam artian apa yang kau maksud, aku tidak bisa memberimu jawaban dengan pertanyaan yang tidak spesifik." Nayla menghentikan tangannya menulis.

"Maksudnya, sakit ... Ya sakit ... Demam atau apalah, maksudku dia tidak masuk kuliah tadi. Aku hanya memberi tahu, siapa tau dia sakit ... Bukankah Kak Nayla bertugas untuk itu? Menjaga penghuni kos disini ...." Calista belum pernah tergagap seperti itu dalam berbicara. Dia juga tidak mengerti dengan pertanyaan Nayla yang aneh.

"Itu bukan tugasku." Nayla melanjutkan menulis tapi masih menatap Calista tanpa berkedip.

"Tapi kalau dia sakit, bukankah akan berakibat buruk pada kos kalau terjadi sesuatu tapi tidak ditindak lanjuti ...." Calista tidak percaya dengan jawaban Nayla yang sama sekali tidak dibayangkannya itu.

"Menurutmu aku ini apa disini?" Nayla dengan wajah tersenyum tapi sangat tidak terlihat ramah.

"Penjaga kos?" Calista tidak yakin dengan jawabannya tapi dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Nayla yang dari tadi tidak berkedip.

Nayla tertawa dengan mata melotot, "Mana mungkin aku penjaga disini?" Kemudian wajahnya berubah serius, "Aku hanyalah perantara disini."

Calista tidak tahu harus bereaksi bagaimana, dia hanya memaksakan tersenyum agar bisa pergi dari sana secepatnya dengan sopan, "Dia sangat aneh, seperti orang baru tiap detiknya ...." Calista sudah sampai di depan pintu kamarnya tapi dia menengok ke kanan dan memutuskan untuk ke kamar Elvara yang berada paling ujung.

"Aneh, dia kan yang duluan masuk kesini ... Kenapa dia dapat kamar yang paling jauh atau dia sengaja memilih disana?!" Calista berjalan perlahan menuju kamar Elvara.

Entah hanya perasaan Calista atau memang dia sudah berjalan begitu lama tapi tidak sampai-sampai juga padahal tidaklah sejauh itu. Kali ini Calista memutuskan berlari tapi semuanya menjadi sangat terang. Bukan karena lampu di lorong yang tiba-tiba bertambah terang tapi karena pagi telah tiba. Calista telah berjalan semalaman di lorong yang tidak berujung itu.

"Apa-apaan ... Apa aku sedang bermimpi, aaakkk!" luka baru di tangannya terlihat tepat disamping luka kemarin yang belum sembuh.

...-BERSAMBUNG-...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!