Milikku Karena Takdir?
chapter 1
Leonard
Reina, gue dapet kabar lo makan malam sama laki-laki lain.
Reina
Dia partner bisnis, Leon. Aku nggak harus minta izin buat urusan kerja.
Leonard
(ketawa sinis) Partner bisnis? Lo pikir gue bakal percaya?
Reina
Percaya nggak percaya itu urusan kamu. Kita ini cuma dijodohin, bukan berarti—
BRAK!
Leon menutup pintu ruang kerja mereka dengan keras, langkahnya cepat menghampiri. Dia langsung mencengkeram pergelangan
Leonard
Bukan berarti apa? Bukan berarti gue punya hak atas lo?
Reina
(suara bergetar tapi tetap menatap) Kita bahkan nggak saling cinta.
Leonard
Cinta atau nggak, lo udah jadi istri gue di mata keluarga. Dan gue nggak akan biarin nama gue diinjak cuma karena lo mau main hati.
Reina mencoba menarik tangannya, tapi Leon malah menariknya lebih dekat, hingga jarak mereka nyaris tak ada.
Leonard
Mulai sekarang, setiap langkah lo, gue yang atur. Paham?
Reina
Ngeyel) Kalau aku nggak mau?
Leonard
Kalau nggak mau… gue bakal pastiin lo nggak bisa keluar rumah ini tanpa gue.
Tatapan mereka saling mengunci. Reina menggertakkan gigi, tapi detik berikutnya dia menunduk perlahan.
Leonard
(smirk puas) Pintar. Gue suka istri yang tahu tempatnya.
Beberapa hari setelah kejadian di ruang kerja…
Reina
Leon, aku mau keluar. Ada urusan penting.
Leonard
Urusan penting? Sama siapa
Leonard
(tertawa pendek) Salah jawab.
Reina
Leon, kamu nggak bisa nyuruh aku di rumah terus.
Leonard
Bisa. Dan gue udah buktiin.
Reina berjalan ke arah pintu, tapi suara klik membuatnya terhenti. Leon sudah berdiri di sana, kunci rumah berputar di jarinya.
Reina
Kembalikan kuncinya, Leon.
Leonard
Lo pikir gue bodoh? Lo keluar, lo ketemu orang itu lagi.
Reina
(naik nada) Aku nggak mau hidup kayak gini!
Leonard
(mendekat cepat, mencengkeram pinggang Reina, menahan erat) Lo mau gue percaya? Buktikan dengan diem di sini.
Reina
(berusaha lepas) Kamu… gila.
Leonard
Gue gila cuma buat lo.
Leon menatapnya lama, lalu menurunkan genggaman jadi pelukan erat, dagunya bersandar di bahu Reina.
Leonard
Gue nggak peduli lo benci gue… asal lo tetep di sini. Gue nggak mau kehilangan lo, Reina.
Reina terdiam, hatinya berdebar meski tadi sempat marah. Pelukan Leon hangat tapi juga seperti belenggu yang nggak bisa dia lepaskan.
Reina
(suara pelan) …Yaa. Aku nggak akan keluar.
Leonard
(tersenyum puas) Pintar.
chapter 2
Pagi itu, Reina terbangun karena sinar matahari yang masuk lewat tirai. Dia baru saja bangun dari tempat tidur ketika pintu kamar terbuka. Leon berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung.
Leonard
Kenapa bangun telat?
Reina
Karena aku nggak punya janji pagi ini.
Leonard
Sekarang punya. Sarapan bareng gue.
Reina
Leon, aku mau mandi dulu—
Leonard
Boleh. Tapi pake gaun yang udah gue taruh di lemari.
Reina
(terkejut) Kenapa harus—
Leonard
Karena gue mau liat lo pake itu. Nggak ada alasan lain.
Reina mendesah, membuka lemari dan menemukan gaun sederhana tapi elegan. Ia memandang Leon, masih ragu.
Leonard
Cepat ganti, Reina. Gue nggak suka nunggu.
Beberapa menit kemudian, Reina sudah duduk di meja makan. Leon menuangkan teh ke cangkirnya.
Leonard
Setelah ini, lo ikut gue ke kantor.
Reina
Aku nggak mau duduk diam di ruang kerjamu berjam-jam.
Leonard
Gue nggak peduli mau atau nggak. Lo ikut.
Reina
(berusaha ngelawan) Kenapa sih?
Leonard
Karena kalau lo di rumah sendirian, gue nggak bisa ngawasin.
Reina menatapnya kesal, tapi Leon hanya menyuapkan roti ke piringnya lalu memotongkannya kecil-kecil.
Leonard
Makan. Gue nggak mau istri gue kelaparan.
Reina akhirnya mengambil garpu, mulai makan dengan tatapan masih menantang. Leon hanya tersenyum tipis.
Leonard
Bagus. Pelan-pelan lo ngerti cara hidup sama gue.
chapter 3
Reina duduk di kursi tamu di dalam ruang kerja Leon. Ruangan itu luas, kaca besar di belakangnya memperlihatkan pemandangan kota. Leon sibuk di meja, menandatangani beberapa berkas
Reina
(berbisik) Aku bosen, Leon.
Leonard
(gak menoleh) Gue nggak nyuruh lo senang. Gue nyuruh lo ada di sini
Reina
Kenapa sih nggak bisa percaya?
Leonard
(angkat kepala, tatapan tajam) Karena gue kenal dunia ini, Reina. Dan gue nggak mau ada satu pun yang coba ngambil lo.
Ketukan pintu terdengar. Seorang staf laki-laki masuk, membawa map.
Pak Leon, tanda tangannya— oh, ini Bu Reina.
Leonard
(dingin) Iya. Dan mulai sekarang, kalau lo ada urusan sama dia, lewat gue dulu.
Leonard
Jangan “saya-saya”. Gue serius. Nggak ada alasan lo ngobrol sama istri gue tanpa gue di situ. Ngerti?
Staf itu mengangguk cepat, jelas tertekan, lalu buru-buru keluar. Reina menatap Leon tak percaya.
Leonard
(kembali menatapnya) Keterlaluan? Gue nyebutnya melindungi.
Beberapa menit kemudian, rekan bisnis perempuan masuk. Begitu melihat Reina, dia tersenyum ramah.
Wah, jadi ini istri Leon? Cantik sekali
Leonard
(tangan Leon langsung melingkar di pinggang Reina, menariknya lebih dekat) Cantik kan? Dan cuma gue yang boleh liat dia kayak gini.
Reina terdiam, pipinya memanas karena tatapan semua orang di ruangan. Leon tersenyum tipis, jelas menikmati rasa “menguasai” itu.
Leonard
Biar semua orang tau… dia cuma milik gue.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!