NovelToon NovelToon

Dibayar Oleh CEO Kejam

Bab 1

"P—Pak Dimas??" Matanya membelalak kaget saat sang atasan tiba-tiba muncul di depannya dan dia semakin was-was saat lelaki itu semakin mendekat ke arahnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

"Bukannya kamu sudah tahu kalau aturan untuk menjadi sekretaris saya harus single apalagi tidak mempunyai anak?"

"Bu—bukan seperti itu pak. Saya memang belum menikah apalagi mempunyai anak. Saya bisa jelaskan—ARGHH!" Belum selesai Velove berbicara, perempuan itu sudah dibuat mengerang karena Dimas dengan tiba-tiba meremas sebelah gundukannya yang menyebabkan cairan putih itu merembes keluar.

***

"Vel, lo dipanggil sama Pak Dimas tuh di ruangannya."

Velove yang berada di balik kubikelnya sedikit terperanjat kaget saat suara itu tiba-tiba muncul. Perempuan itu mendongakan kepalanya dan mendapati Dewa sedang berdiri di depannya. Kemungkinan lelaki itu baru saja keluar dari ruangan Pak Dimas.

"Ya ampun, Mas Dewa! Bikin kaget aja." Ucap Velove seraya menatap rekan kerja yang berbeda divisi dengannya.

"Udah buruan sana ke ruangan atasan lo, sebelum tuh orang ngamuk-ngamuk." Lelaki itu berucap seraya tertawa kecil di akhir.

"Iya-iya ini juga mau langsung ke sana." Velove menjawab seraya menyingkirkan bantal leher yang dia gunakan sebagai penyangga dagu dan beranjak dari duduknya, sedangkan Dewa sudah melengos dari sana.

Perempuan itu merapihkan penampilannya terlebih dulu sebelum masuk ke dalam ruang kerja milik Dimas Gautama, yang selama 2 tahun ini selalu menerornya dengan banyak kerjaan dan banyak perintah.

Ah, atasannya itu pasti akan menanyakan soal file yang pagi tadi untuk di revisi oleh Velove. Tapi Velove belum sempat untuk mengerjakan itu karena dirinya sibuk untuk mengatur ulang jadwal lelaki itu yang dibatalkan kemarin.

Setelah sampai di depan pintu yang tinggi, perempuan itu mengetuk pelan ruang sang atasan. “Permisi, Pak.”

"Masuk." Suara dingin itu terdengar dari dalam sana. Yang membuat Velove segera masuk ke dalam ruangan itu.

"Mana file yang tadi pagi saya minta kamu buat revisi?" Tidak pakai basa-basi lagi Dimas langsung menanyakan file itu tanpa menatap sedikitpun pada Velove, lelaki itu masih fokus pada laptop di depannya.

"Maaf, Pak. Filenya belum selesai saya revisi saat ini, nanti setelah makan siang akan segera saya kirimkan." Velove mengatakannya sambil menunduk karena tidak berani untuk menatap ke arah atasannya itu.

Dimas lantas mendongakan kepalanya untuk mengalihkan pandangannya dari laptop pada Velove, lalu lelaki itu mengernyitkan dahinya saat melihat hal aneh pada penampilan sekertarisnya itu.

Atasannya itu menatap ke arah Velove dengan mata tajam dan juga ekspresi datarnya. "Kamu ini bisanya apa, Velove? Masa merevisi satu file saja tidak bisa, apa saja yang kamu pelajari 2 tahun ini bersama saya?" Ucapan Dimas itu terdengar menohok bagi Velove.

"Tadi saya mengatur ulang jadwal dan menghubungi beberapa clien karena Bapak membatalkan jadwalnya kemarin." Jawab perempuan itu masih dengan menundukan kepalanya.

"Kalau sedang berbicara itu lihat lawan bicaranya." Tegur lelaki itu. "Dan juga, apa-apaan kamu ini datang ke ruangan saya dengan kemeja basa seperti itu?"

Mendengar perkataan Dimas sontak membuat Velove mendongakan kepalanya, lalu menelisik kemeja yang sedang dia pakai saat itu. Matanya membelalak saat mendapati kemeja yang tengah dia pakai basah di bagian dada, buru-buru perempuan itu menutupnya dengan map yang dia bawa.

"Pak... maaf saya tidak tahu kalau kemeja saya basah." Perempuan itu mengatakannya sambil menahan malu karena kemejanya ternyata menjadi tembus pandang di bagian dada karena basah. Apa Dewa juga melihatnya tadi? Tapi kenapa lelaki itu malah diam saja? Atau memang dia tidak melihatnya karena tadi tertutupi oleh bantal?

Dimas berdehem pelan guna menghilangkan rasa pada tenggorokannya yang mendadak tercekat. "Ambil jas saya yang ada di sofa, kamu rapihkan dulu sana ke kamar mandi penampilan kamu dan pakai jas itu." Lelaki itu melirik pada jas miliknya yang tergeletak asal di atas sofa sana.

"Ti—tidak usah Pak, saya masih bisa menutupinya."

"Dan tangan kamu akan terus seperti itu sampai menunggunya kering?"

Mendengar pertanyaan itu Velove terdiam sejenak, benar juga apa yang dikatakan oleh atasannya itu, tidak mungkin dia seperti ini terus sampai menunggu kemejanya kering.

"B—baik, Pak. Saya pinjam jas Bapak dulu." Perempuan itu membawa langkah kakinya ke arah sofa dimana jas itu berada, lalu dia kembali ke hadapan Dimas untuk meminta izin ke kamar mandi terlebih dahulu.

"Kalau begitu saya izin ke kamar mandi sebentar Pak." Velove membungkukan sedikit tubuhnya sebelum dia beranjak untuk keluar dari dalam ruangan.

"Tunggu."

Mendengar suara itu membuat tubuh perempuan itu terhenti dan kembali berbalik menatap ke arah atasannya. "I—iya, Pak?"

"Pakai toilet ruangan saya aja, biar gak lama."

"O—oh, baik Pak terima kasih." Perempuan itu membawa langkah kakinya ke arah toilet yang ada di dalam ruangan itu dengan jas milik Dimas yang ada di tangannya.

***

"Duh ini air apa sih? Kok tiba-tiba bisa ada gini, mana baunya aneh."

Velove terus menggurutu sambil mencoba untuk mencium kemeja basah yang dipakainya, perempuan itu sedikit mengernyit karena kemejanya itu hanya basah di bagian dadanya saja.

"Aww!" Perempuan itu sedikit meringis karena tangannya tidak sengaja menyentuh bongkahan kembarnya yang entah kenapa menjadi sangat sensitif seperti ini.

"Ini kenapa lagi dada aku malah jadi ngilu begini. Apa mungkin aku mau datang bukan kali ya?" Velove berpikir demikian karena memang terkadang dia merasakan beberapa bagian tubuhnya sensitif jika mendekati datang bulan.

Tidak ingin membuat sang atasan menunggu lebih lama, perempuan itu mencoba untuk membilas sedikit kemejanya agar tidak terlalu bau dan segera memakai jas milik Dimas untuk menutupi kemejanya yang basah itu. Setelah dirasa penampilannya sudah rapih, Velove membawa langkah kakinya untuk keluar dari toilet itu.

Saat dirinya keluar dari dalam toilet, hal yang pertama dia dapati adalah Dimas yang sudah kembali fokus berkutat dengan berkas-berkas di tangannya, raut wajahnya terlihat sangat serius dan jangan lupakan wajah tegasnya yang kerap membuat beberapa orang takut ketika melihatnya.

"Permisi, Pak. Bapak siang ini ada janji makan siang bersama Pak Wisnu dan setelahnya akan ada jadwal meeting untuk pembahasan soal peluncuran produk baru." Ucap Velove menjelaskan tentang apa saja jadwal sang atasan siang ini, jadwal yang seharusnya dijalankan kemarin tapi karena Dimas membatalkannya jadi dia harus mengatur ulang jadwal tersebut.

Sebuah anggukan singkat dari lelaki itu menjadi sebuah jawaban untuk penjelasan Velove. "Kamu ikut saya untuk janji makan siang dengan Pak Wisnu."

"Eum, tapi Pak—"

"Tidak ada tapi-tapian." Potongnya dengan cepat.

"Maaf Pak sebelumnya, tapi saya harus merevisi berkas yang Bapak suruh revisi tadi pagi, mungkin nanti saya akan meminta Bu Chaca untuk menemani Bapak."

"Saya mau kamu yang ikut, lagipula memang kamu mau melewatkan makan siang kamu? Kalau kamu sakit, akan semakin banyak kerjaan yang tertunda."

"Saya bisa makan di kubikel saya Pak." Jawab perempuan itu.

"Kamu ini! Turuti perintah saya, ikut saya makan siang! Tidak ada penolakan, kamu bisa keluar sekarang." Suara milik Dimas lebih tinggi dari sebelumnya membuat Velove hanya bisa terdiam tidak bisa berkutik.

"B—baik Pak, saya permisi kalau begitu." Perempuan itu sedikit membungkukan tubuhnya sebelum kemudian keluar dari dalam ruangan itu dengan perasaan kesal pada sang atasan.

Sialan!

Arghhh, Pak Dimas sialan! Kalo kayak gini gimana aku bisa revisi berkas yang tadi pagi dia suruh kerjain.

Sepanjang perjalanan menuju ke kubikelnya, Velove hanya bisa mengumpati sang atasan yang sangat menyebalkan itu, andai saja lelaki itu bukan atasannya, pasti sudah Velove maki-maki langsung di depan wajahnya.

Bab 2

Velove merasa badannya sudah remuk saat ini, belum lagi rasa nyeri pada dua bongkahan kembarnya yang semakin menjadi, dia masih belum bisa menebak dengan jelas apa penyebabnya, entah tebakannya soal datang bulan itu benar atau tidak karena rasa nyeri kali ini berbeda.

Jam tujuh malam perempuan itu masih berada di kantor yang mulai sepi karena hampir seluruh karyawan sudah pulang dari sana.

Alasan perempuan itu masih ada di sana karena dia masih harus mengerjakan beberapa berkas yang harus selesai besok pagi, sebenarnya pekerjaannya tidak akan sebanyak ini kalau saja Dimas tidak mengajaknya untuk ikut makan siang dan menemaninya meeting tadi siang.

"Dasar bos kampret, bikin kerjaan numpuk aja." Gumamnya pelan di tengah ruangan yang sudah sepi.

Memang sih tadi siang Dimas tidak lagi menanyakan soal berkas yang dia minta revisi pada Velove, hanya saja perempuan itu sudah tahu watak atasannya itu yang pasti akan menanyakannya secara tiba-tiba di keesokan harinya.

Ancaman yang selalu diberikan Dimas tidak jauh-jauh dari pemotongan bonus yang membuat Velove tidak bisa melawan, bagaimanapun dia masih sangat membutuhkan bonus bulanannya itu untuk tambahan mengirimi Ibu dan adiknya yang ada di kampung, belum lagi untuk membayar kostan yang selama ini menjadi tempat tinggalnya.

"Kamu belum pulang?"

Perempuan itu terperanjak kaget saat mendengar suara tiba-tiba itu datang dari sampingnya, sebenarnya dia sedikit parno karena keadaan kantor sudah sepi. Tapi saat dia menolehkan kepalanya, Velove mendapati Dimas yang hanya menggunakan kemeja yang sudah tampak kusut dan juga dasi di lehernya yang sudah mengendor.

"Belum, Pak. Masih ada yang perlu saya kerjakan." Jawab perempuan itu seraya menghindari tatapan Dimas.

Terdengar helaan napas kasar yang berasal dari lelaki itu, sebelum kemudian Dimas kembali berbicara. "Saya perhatikan kerjaan kamu itu terlalu sering menumpuk seperti ini, sebenarnya apa saja yang kamu kerjakan saat jam kantor?"

"Ya ini karena Pak Dimas yang suka nyuruh-nyuruh saya buat nurutin kemauan gak jelas Bapak!" Tentu saja hal itu hanya berani Velove ucapkan dalam hati.

"Maaf, Pak. Saya akan segera membereskannya." Perempuan itu menundukan kepalanya karena tidak berani untuk menatap ke arah lelaki itu.

"Itu terus yang kamu katakan, kalau kinerja kamu terus-terusan seperti ini, bisa-bisa kontrak kamu tidak akan diperpanjang." Setelah mengatakan hal itu Dimas langsung melengos pergi dari sana.

Sedangkan Velove di tempatnya sudah mengepalkan tangan menahan rasa kesalnya agar tidak meledak saat ini, dia tidak mungkin bisa meluapkan rasa kesalnya pada atasannya itu, yang ada dia malah langsung dicepat dari sana.

"Bisanya marah-marah sama nyuruh-nyuruh doang." Gumamnya pelan dan kemudian perempuan itu kembali berfokus pada kerjaannya agat cepat selesai dan dirinya bisa cepat pulang dari kantor.

Tepat pukul sembilan malam kurang lima belas menit, pekerjaan Velove sudah selesai setengahnya. Perempuan itu memilih untuk melanjutkan setengahnya lagi besok, yang terpenting berkas yang Dimas suruh untuk dirinya revisi sudah selesai.

Perempuan itu segera membereskan meja kerjanya, memasukan barang-barang yang harus dia bawa pulang ke dalam tas miliknya.

Velove membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam lift dan turun ke lantai bawah, sambil menunggu lift itu sampai di lantai bawah, dia membuka ponsel miliknya untuk mengecek aplikasi ojek online dan melihat apa dia memiliki voucher promo atau tidak.

Ini akhir bulan, dia harus berhemat agar uangnya cukup sampai gajian nanti. Lift yang dia gunakan sudah berhenti di lantai yang dia tuju, perempuan itu langsung keluar dari dalam sana dan membawa langkah kakinya menuju halte yang ada di depan kantornya.

Sepertinya dia memilih untuk naik angkutan umum saja karena dia sedang tidak memiliki voucher promo hari ini. Sambil menunggu teje lewat, Velove memilih untuk membuka aplikasi sosial media miliknya agar tidak bosan.

Tapi tidak lama dari itu, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Perempuan itu hapal siapa pemilik mobil yang berhenti di depannya saat ini, dengan perasaan kesal yang masih ada di dirinya, Velove dengan paksa memasukan ponsel miliknya ke dalam tas.

"Masuk." Ujar lelaki di dalam mobil saat jendela mobil itu diturunkan setengahnya.

"Maaf Pak sebelumnya, Bapak mau ajak saya ke mana ya? Soalnya saya mau pulang Pak, takutnya udah gak kebagian teje nanti." Walaupun jika dia tidak kebagian bus terakhir, dia lebih memilih pulang naik ojek online daripada harus ikut dengan atasannya itu.

"Saya antar kamu pulang."

Eh?

Lelaki di depannya ini kerasukan setan apa?

"Nggak usah Pak gapapa, saya bisa naik teje aja."

"Saya bilang masuk." Ucapan dingin dari sang atasan tentu tidak bisa dibantah oleh Velove.

Dengan perasaan dongkol perempuan itu berjalan dengan gontai untuk naik ke mobil itu, dia duduk di sebelah Dimas karena memang lelaki itu selalu menyuruhnya untuk duduk di kursi itu jika sedang naik mobil bersama.

Memang ini bukan pertama kalinya Velove diantar pulang oleh Dimas, tapi bukan berarti dirinya sering diantar oleh lelaki itu, hanya dibeberapa kali kesempatan ketika mereka memiliki jadwal di luar kantor sampai sore atau malam hari maka atasannya itu akan mengantar dirinya pulang.

"Nanti di depan gang aja ya Pak, biar nggak susah putar baliknya." Suara itu yang pertama kali mengisi keheningan di dalam mobil.

Ucapan dari Velove hanya dibalas dengan anggukan singkat oleh Dimas, setelahnya tidak ada lagi percakapan diantara mereka berdua. Dimas yang memilih untuk fokus mengendarai kuda besinya membelah jalanan ramai ibukota dan Velove yang memilih untuk diam di tempat duduknya dengan pandangai lurus kedepan melihat kendaraan yang berlalu lalang.

Tidak sampai setengah jam untuk sampai di depan gang kostan Velove, begitu mobil hitam yang dikendarai Dimas berhenti, perempuan itu segera membuka sabuk pengamannya.

"Pak Dimas, terima kasih banyak ya." Ujar Velove seraya menatap sang atasan yang ada di sampingnya.

Lelaki itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Tidak ingin berlama-lama di dalam mobil itu, Velove segera keluar dari dalam sana, tapi perempuan itu tidak langsung pergi begitu saja, mau bagaimanapun lelaki itu adalah atasannya.

"Hati-hati di jalan Pak, selamat malam." Ucap Velove sambil membungkukan sedikit badannya pada Dimas yang membuka setengah jendele mobilnya.

Lagi-lagi lelaki itu hanya membalasnya dengan sebuah anggukan sebelum kembali menutup jendela mobil miliknya dan melajukan mobil hitam itu meninggalkan Velove yang masih berdiri di depan gang.

Perempuan itu menatap jengkel pada mobil hitam yang mulai menjauh itu. "Ah, nyebelin banget Pak Dimas! Untung bos sendiri." Sambil berjalan menuju kostannya, Velove terus saja menggerutu dengan sesekali menendang kerikil-kerikil kecil yang ada di depannya.

Sesampainya di kamar kostan, perempuan itu langsung merebahkan tubuhnya yang terasa remuk ke atas ranjang miliknya. Rasanya sangat malas untuk membersihkan diri, tapi Velove sadar jika tubuhny begitu lengket saat ini, apalagi di bagian dadanya yang entah kenapa masih beraroma aneh dan lengket menurutnya.

Dengan malas Velove membuka jas milik Dimas yang digunakan untuk menutupi jasnya, lalu membuka satu persatu kancing kemejanya dengan perlahan saat di depan dadanya karena entah kenapa bongkahan kembarnya masih terasa sakit.

"Awss...! Ini pd aku kenapa ya tiba-tiba sakit gini." Ujarnya setelah berhasil membuka kemeja miliknya.

Perempuan itu kemudian berjalan ke depan cermin, dahinya mengernyit ketika mendapati noda bekas cairan pada dalaman yang dia pakai. Apa ketumpahan air bisa sampai seperti ini? Sebenarnya apa yang sudah terjadi?

Tangan Velove terulur ke belakang punggungnya untuk membuka pengait dalaman, saat dalaman itu berhasil terlepas dari tubuhnya, mata perempuan itu membelalak kaget saat cairan putih mulai menetes dari ujung bongkahan kembarnya.

"Ya ampun! Ini kenapa?" Perasaan tidak enak langsung mengerubungi dirinya, perempuan itu panik dengan apa yang terjadi pada bongkahan kembarnya.

Satu tangannya dia gunakan untuk menangkup salah satu bongkahan kembarnya untuk memastikan apa yang terjadi. Rasa nyeri langsung melingkupi bagian menonjol dari ujungnya itu, Velove meringis pelan karena sensasi aneh bongkahan kembarnya, tanpa sadar cairan bening mulai menetes dari ujung matanya.

Perempuan itu takut terjadi apa-apa pada tubuhnya, dia takut kalo ternyata tubuhnya terkena penyakit yang mengerikan. Setahunya ASl itu muncul pada perempuan yang tengah mengandung atau mempunyai anak kecil, tapi kedua itu tidak sedang terjadi padanya.

"Ya Tuhan... ini gimana?" Lirih perempuan itu, lalu dia berjalan kembali ke atas ranjangnya.

Velove menundukan kepalanya untuk melihat gundukan kembar di dadanya yang masih meneteskan cairan putih itu, dia tidak tahu cara untuk menghentikannya karena memang dia tidak mempunyai pengalaman soal ini.

Tangannya terulur untuk mengambil ponsel miliknya yang tergeletak begitu saja di atas kasur, dia berniat untuk menelpon sang Ibu untuk menanyakan soal ini. Tapi perempuan itu mengurungkan niatnya, dia takut wanita paruh baya itu malah berpikiran yang aneh-aneh terhadap dirinya.

Perempuan itu memilih untuk membuka aplikasi serba tahu di ponsel miliknya untuk mencaritahu apa penyebab ASl yang keluar dari buah dadanya padahal dia tidak sedang mengandung atau mempunyai anak.

Velove hanya mendapatkan info penyebab kondisinya saat ini dari aplikasi serba tahu di ponselnya, yang dia alami saat ini bisa terjadi karena hormon tidak seimbang, efek samping dari obat dan bisa jadi karena mengidap kondisi kesehatan tertentu.

Point ketiga itu yang membuat Velove menjadi tidak tenang, dia takut kalau dia sedang mengidap penyakit tertentu. Pada akhirnya perempuan itu memutuskan untuk pergi ke dokter besok pagi untuk memastikan soal kondisi tubuhnya, tapi sebelum itu dia harus meminta izin dulu pada HRD kantornya untuk meminta cuti besok.

Perempuan itu segera menggulir layar ponselnya untuk mencari nomor telepon Pak Candra selaku HRD di kantornya saat ini. Velove mencoba untuk menghubunginya, untuk panggilan yang pertama tidak diangkat, tapi untungnya saat panggilan kedua langsung diangkat.

"Selamat malam Pak, maaf saya mengganggu waktu istirahatnya."

"Malam Vel, gak masalah, saya juga cuma lagi santai. Ada apa kamu telepon saya malam-malam begini?"

"Jadi gini Pak... eum apa besok saya boleh minta cuti satu hari? Ini urusan kesehatan Pak, saya harus pergi ke dokter."

Pak Candra di seberang sana terdiam beberapa saat. "Kamu sakit?"

"O—oh, saya cuma merasa ada yang nggak beres sama badan saya Pak, mangkanya besok saya mau cek ke dokter dulu."

"Begitu ya..." Ada jeda sedikit sebelum atasannya itu kembali melanjutkan ucapannya. "Tapi maaf Vel, bukannya saya tidak ingin kasih kamu izin, hanya saja—kan kamu tahu sendiri di kantor akhir-akhir ini lagi hectic. Jadi nggak bisa kalau izin mendadak kayak gini."

"Oh... begitu ya Pak." Suara Velove terdengar seperti sedang menunjukan sebuah kekecewaan.

"Atau kalau mau saya kasih izin kamu buat datang agak siangan besok, kamu pergi ke dokternya pagi-pagi. Asal nanti kamu minta surat dari dokter buat dikasih ke saya. Gimana? Apa kamu bisa?" Pak Candra memberikan sebuah tawaran.

Velove yang mendengar penawaran itu terdiam untuk berpikir sejenak, sepertinya ini bukan penawaran yang buruk. Dirinya harus segera pergi ke dokter untuk memeriksa kondisi tubuhnya. "Gak apa-apa Pak, saya bisa. Nanti setelah dari dokter saya langsung berangkat ke kantor."

"Yah, oke. Ada lagi yang mau kamu omongin?"

"Nggak ada, makasih banyak ya Pak."

"Iya sama-sama."

Setelah itu panggilan keduanya langsung berakhir. Velove dengan terpaksa harus kembali bangkit dari ranjangnya untuk membersihkan diri di kamar mandi dan setelah itu langsung bersiap untuk tidur agar nanti pagi dirinya tidak kesiangan.

Bab 3

Keesokan harinya Velove bangun seperti biasa, hanya saja rasa sakit di bongkahan kembarnya masih begitu terasa membuat perempuan itu sesekali meringis. Sesuai dengan apa yang sudah dia rencanakan tadi malam, pagi ini dia akan pergi ke dokter terlebih dulu dan setelah itu dia harus pergi ke kantor.

Ada yang berbeda dari penampilan Velove pagi ini, perempuan itu memilih untuk memakai blazer sebagai luaran kemejanya, dia takut ASl-nya akan kembali merembes keluar seperti yang terjadi kemarin. Ah, soal jas Pak Dimas sepertinya dia akan membawanya besok saja, karena jas milik atasannya itu belum kering setelah dia cuci.

Perempuan itu pergi ke rumah sakit dengan menggunakan ojek online, tidak menghabiskan waktu yang lama untuk dia sampai di tempat itu. Begitu sampai, Velove langsung mengurus pendaftaran, lalu perempuan itu disuruh untuk menunggu sebentar sebelum gilirannya.

"Atas nama Velove Gaurida!"

Begitu namanya disebut, perempuan itu segera berdiri dari tempat duduknya dan membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

"Sebelumnya Mbak ada keluhan apa?" Begitu Velove duduk di kursi depan dokter, perempuan itu langsung ditodong dengan pertanyaan tersebut.

"Jadi gini dok... kemarin saya ngerasa ada yang aneh sama bagian bongkahan kembar saya, setelah saya cek ternyata keluar ASl dok, masalahnya saya nggak lagi hamil apalagi punya anak kecil." Velove menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya.

Dokter itu menganggukan kepalanya paham, lalu kembali bertanya. "Apa sebelumnya Mbak Velove pernah melakukan hubungan suami istri?"

Perempuan itu sontak menggeleng dengan tegas. "Nggak pernah dok, saya belum pernah sama sekali."

"Apa Mbak ada konsumsi obat-obatan secara rutin?"

"Nggak dok." Velove menjawab dengan sejujurnya, karena memang selama ini dia tidak pernah mengkonsumsi obat yang macam-macam, paling dia hanya meminum vitamin C yang direkomendasikan oleh Naomi agar bisa menjaga daya tahan tubuhnya.

Kemudian dokter itu mengengguk paham. "Sebenarnya hal ini bisa terjadi pada perempuan yang tidak sedang hamil atau mempunyai anak bayi, bisa jadi karena hormon yang berlebih, pengaruh obat tertentu atau ada gangguan kesehatan. Jadi untuk pemeriksaan lebih lanjut Mbak Velove bisa melalui tes uji lab, nanti akan suster arahkan ke ruangannya." Dokter itu menjelaskan secara panjang lebar pada Velove.

"Baik dok, terimakasih." Lalu setelah mengucapkan hal itu Velove segera beranjak dari sana dan mengikuti arahan dari suster untuk menuju ruang uji lab.

***

Tepat pada pukul sebelas siang, Velove akhirnya selesai melakukan serangkaian pemeriksaan, pihak rumah sakit mengatakan jika hasil uji lab dirinya akan keluar setelah 2 hari, maka dari itu nanti dia akan kembali ke rumah sakit untuk mengambil hasilnya.

Dan di sini lah perempuan itu sekarang, di sebuah rumah makan sederhana untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Velove memilih untuk makan terlebih dahulu sebelum pergi ke kantor, karena memang dirinya belum makan apapun dari tadi pagi.

Di tengah kegiatannya, tiba-tiba ponsel miliknya yang dia simpan di dalam tas berdering, perempuan itu segera mengambil benda pipih itu dan melihat siapa orang yang menelponnya. Nama Dimas tertera di atas layar, membuat Velove buru-buru mengangkatnya.

"H—halo, Pak?" Perempuan itu menyapa terlebih dulu walaupun dia merasakan rasa gugup.

"Kamu ini masih ada di mana? Pak Candra bilang setelah dari dokter akan langsung ke kantor, tapi jam segini belum juga datang?!" Suara atasannya di seberang sana membuat telinga Velove terasa langsung berdengung.

"Maaf Pak, saya baru saja keluar dari rumah sakitnya. Ini saya mau langsung berangkat ke kantor kok." Jelas perempuan yang tentu saja berisi kebohongan.

"Maaf-maaf terus, pokoknya saya tidak mau tahu jam dua belas kamu sudah harus ada di kantor! Banyak berkas yang harus segera kamu kerjakan, berkas yang kemarin saya minta revisi juga harus sudah ada."

"Berkas yang suruh Bapak revisi kemarin sudah saya kerjakan, nanti akan segera saya antarkan ke ruangan Bapak." Velove menanggapi kemarahan atasannya itu.

"Ya, tidak pake lama!"

"Baik Pa—"

Belum sempat Velove melanjutkan ucapannya, panggilan itu sudah diputus secara sepihak dari sana, membuat perempuan itu hanya bisa menghela napasnya jengkel.

Mengingat akan perkataan Dimas yang menyuruhnya untuk segera datang ke kantor, perempuan itu buru-buru menghabiskan makanan miliknya dan segera membayar pada pemilik warung.

Lalu Velove dengan buru-buru memesan ojek online untuk berangkat ke kantor, dia tidak siap jika harus kembali mendengar ceramahan panjang lebar dari atasannya itu.

Untung saja sebelum jam dua belas siang dirinya sudah sampai di depan gedung tinggi yang tidak lain tidak bukan adalah kantor tempat dia bekerja, Velove segera naik ke lantai tempat dirinya bekerja dan saat perempuan itu baru saja keluar dari dalam lift, dia berpas-pasan dengan Pak Candra dan juga Pak Dimas yang sepertinya baru melakukan meeting.

"Selamat siang, Pak." Perempuan itu menyapa dengan ramah kedua atasannya itu.

"Siang Vel, udah dateng kamu? Gimana badan kamu udah mendingan?" Pak Candra bertanya dengan ramah, beda sekali dengan Dimas yang hanya meliriknya dengan tajam dan lelaki itu kembali melanjutkan langkah kakinya pergi dari sana.

"Udah lumayan lebih baik Pak. Oh iya," perempuan itu merogoh tas selempangnya untuk mengambil sesuatu. "Kebetulan ketemu Pak Candra di sini, ini surat dokternya saya kasih sekarang aja ya." Ucap Velove seraya menyodorkan selembar kertas.

"Oh, oke. Kamu kayaknya harus cepet-cepet nyamperin Pak Dimas, dari tadi udah marah-marah terus." Balas Pak Candra seraya mengulurkan tangannya untuk mengambil selembar kertas yang disodorkan oleh Velove.

"Iya, Pak. Ini juga saya mau langsung ke ruangannya, makasih banyak ya Pak Candra udah izinin saya." Ucapa Velove seraya tersenyum ramah.

"Ya, sama-sama."

Setelahnya mereka berdua berpisah di sana, Velove yang berjalan menuju kubikelnya dan Pak Candra yang berjalan memasuki ruangan kerjanya.

Perempuan itu langsung merapihkan penampilan serta menyiapkan berkas yang sudah dia revisi kemarin untuk di bawa ke ruangan sang atasan yang tadi dia lihat sudah memasang raut wajah yang menyeramkan.

"Baru dateng lo, Vel?"

Di tengah kegiatannya, perempuan itu mendongakan kelapanya untuk melihat siapa yang bertanya padanya. Itu adalah Mas Gino, karyawan yang kubikelnya tidak jauh dari kubikel miliknya.

"Iya nih, Mas. Tadi ada urusan dulu." Balasnya.

"Oh, pantesan gua lihat tuh muka bos lo asem mulu dari tadi, ternyata pawangnya baru dateng." Kelakar lelaki itu.

"Apaan sih, Mas! Emang dia kan mukanya asem mulu setiap hari." Balas Velove seadanya karena memang itu kenyataannya.

Sebenarnya dia sudah sering mendapatkan bercandaan-bercandaan seperti ini dari karyawan lain soal dirinya dan juga Dimas, tapi dia tidak pernah mengambil hati dengan bercandaan itu.

"Mau ke ruangan dia dulu, udah nyuruh-nyuruh mulu dari tadi." Ucap Velove seraya membawa langkah kakinya menuju ruangan sang atasan yang dibalas dengan acungan jempol oleh lelaki itu.

Velove menyiapkan dirinya sebentar sebelum mengetuk pintu ruangan itu, lalu dia mengetuk pintu itu sebanyak dua kali, butuh waktu beberapa detik sampai suara balasan dari dalam sana terdengar.

"Masuk." Suara dingin itu terdengar, membuat Velove segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu.

"Siang Pak Dimas." Sapanya ramah yang dibalas dengan deheman oleh sang atasan.

"Ini berkas yang kemarin Bapak suruh saya untuk direvisi dan ini juga berkas yang kemarin sore Bapak suruh kerjakan." Velove menyerahkan dua map itu ke hadapan atasannya.

Dimas meliriknya sebentar dengan tatapan tajam, kemudian tangan lelaki itu terulur untuk menerima berkas yang diberikan oleh sekertarisnya. Lelaki itu mengecek berkas-berkas yang diserahkan oleh Velove dengan sekilas kemudian meletakan berkas itu begitu saja di atas meja.

"Kamu sakit apa?" Tanya Dimas.

Velove mengerjap seketika mendengar pertanyaan tiba-tiba dari atasannya itu, tidak biasanya Dimas seperti ini, lelaki itu biasanya akan bersikap bodo amat.

"Eh? Eum... saya belum tahu Pak, tadi baru uji lab nanti baru ada hasilnya dua hari lagi." Jawab Velove dengan gugup.

"Tapi kamu gak kelihatan kayak orang sakit, muka kamu gak pucet." Lelaki itu menatap ke arah sang sekretaris dengan tatapan menelisik.

Perempuan itu tidak tahu harus menjawab dengan jawaban apa ucapan atasannya itu. "I-iya Pak, sekarang udah agak mendingan." Bohongnya.

Kemudian Dimas hanya menganggukan kepalanya sekilas setelah mendengar jawaban dari Velove. "Siang ini, temani saya makan siang."

"Maaf Pak, tapi saya sudah makan siang." Tanpa Velove sadari, balasannya itu membawa masalah baru.

Mendengar balasan dari perempuan itu, Dimas menatap ke arah sekertarisnya dengan kerutan di dahinya. "Jadi tadi kamu makan siang dulu?"

Duh! Kenapa dia bisa keceplosan sepeti ini? "Eum.. bukan gitu Pak—maksud saya, saya masih kenyang soalnya tadi sarapannya agak siangan." Velove terlihat bodoh sekali sekarang.

"Tidak ada alasan, siang ini temani saya makan siang." Ucap lelaki itu tidak terbantahkan.

"Baik, Pak." Dan pada akhirnya Velove hanya bisa patuh pada perintah lelaki itu.

Lalu perempuan itu izin keluar dari dalam ruangan, Velove berjalan dengan wajah lesu menuju kubikelnya. Di sana dia sudah disambut oleh Naomi, teman kerjanya yang kubikelnya berada di sebelahnya.

"Lesu banget itu muka, Vel. Nggak pernah aku lihat muka kamu cerah abis keluar dari ruangan itu." Ujar Naomi, yang terdengar seperti sebuah ledekan.

Lantas Velove menunjukan muka kesalnya. "Ya mau gimana lagi, emang itu tuh ruangan kematian." Jawabnya dengan asal.

"Heh! Nggak boleh kayak gitu, awas kualat kamu." Balas Naomi sambil tersenyum mengejek pada temannya itu.

"Bodo amatlah, kesel aku."

"Udahlah lupain aja, mending kita pikirin siang ini mau makan apa."

"Aku udah disuruh Pak Dimas buat ikut dia makan siang."

"Yahh, terus aku makan siang sama siapa dong?" Tanya Naomi dengan memasang wajah sok kecewa itu.

"Halah, kayak aku gak tahu aja kalo kamu suka makan bareng sama anak pemasaran." Ucapan Velove yang tepat sasaran itu membuat Naomi menampilkan cengiran tidak bersalahnya.

Lantas Velove kembali duduk ke tempatnya dan kembali mengerjakan kerjaannya sebelum jam makan siang tiba sebentar lagi, setidaknya dia bisa memanfaatkan waktu semaksimal mungkin sebelum Dimas kembali merecoki dirinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!