Baju pengantin merah melekat indah di tubuh ramping ku. Ku langkahkan kakiku menuju sebuah mobil sedan putih yang terparkir di depan carport.
Mobil putih yang sudah di hiasi bunga berwarna-warni melaju meninggalkan kediaman kelurga Tan. Aku terpaku di tempat duduk tanpa ingin menoleh ke belakang.
Marga Tan adalah marga pemberian ayah ku yang baru saja mengakui ku sebagai anak kandungnya, setelah aku setuju menggantikan posisi kakak ku.
Aku terlahir dari seorang ibu yang tidak memiliki status sosial, ibuku hanya seorang asisten rumah tangga yang hamil karena perbuatan ayah ku Morgan. Kelahiran ku tidak pernah di harapkan dan hanya menjadi beban kelurga Tan, hingga demi sebuah pengakuan aku harus menikahi pria bernama Edward Chen yang penyakitan.
Pernikahan yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya harus terjadi, demi pengakuan kelurga Tan aku setuju menerima pernikahan menggantikan saudara ku Pricilia Tan tanpa di ketahui oleh kelurga Chen.
Tentu saja Tante Erika tidak akan mau anak gadisnya menikah dengan pria penyakitan yang akan menjadi suami Pricilia, selain memiliki penyakit aneh Edward juga sudah berkali-kali menikah. Aku harus iklas menerima takdir ku sebagai istri ke empat.
Selama di perjalanan, pandangan ku menatap keluar jendela. Aku juga tidak tahu bagaimana nasib ku kedepannya, ayah telah berjanji akan perlakuan ibuku dengan baik setelah aku menikah dengan kelurga Chen.
Mobil terus melaju melewati gedung-gedung bertingkat yang menjulang, pertokoan banyak dipadati pengunjung. Sampai akhirnya mobil memasuki sebuah gerbang hitam yang tinggi. Sepanjang jalan memasuki gerbang, sebelah kiri dan kanan terdapat Pepohonan palem tersusun rapi.
Mobil berhenti tepat di halaman luas, di tengah-tengah halaman terdapat kolam air mancur sambil berdiri patung Yunani sedang memikul kendi. Suasana rumah yang dingin dan misterius membuat bulu kuduk ku meremang.
Sejenak aku berpikir, laki-laki macam apa yang akan menjadi suamiku? Sanggupkah aku bertahan? Sementara rumor yang ku dengar, tiga istri tuan Chen meninggal secara misterius. Aku bergidik ngeri bila cerita itu benar-benar terjadi. Apakah nasib ku menjadi istri keempat tuan Chen agar berakhir tragis?"
Suara pintu mobil di geser kesamping, berdiri pria tinggi tegap dengan aura dingin mendominasi.
"Silakan turun nyonya."
Pria tersebut membuyarkan lamunanku, aku yang masih duduk di kursi tanpa bergerak terperangah, perasaan takut mulai menyeruak dalam diriku. Haruskah aku turun dan menerima takdir ku sebagai istri tuan Chen? Atau kabur dari mansion yang menyerupai penjara di abad Yunani.
"Silakan turun nyonya, anda sudah di tunggu kelurga Chen!"
Pria itu kembali berbicara dengan suara berat dan tegas. Seakan sebuah perintah yang tidak boleh di bantah.
Aku tidak boleh mundur, ini adalah keputusan ku sendiri. Demi memberikan marga pada diriku dan ibuku yang selalu di hina dan di kecilkan oleh kelurga Tan.
Aku turun dari mobil dengan perlahan, ku langkahkan kakiku menuju sebuah mansion yang berdiri kokoh di depanku. Rumah mewah classic memiliki pilar-pilar tinggi menjulang. Ada beberapa penjagaan ketat di depan pintu. Aku melangkah mendekat dan di ikuti dua pria di belakang ku.
Pintu utama terbuat dari bahan kayu yang kokoh berukiran Naga api. Aku begitu kagum dan menyentuh ukiran naga besar berwarna merah menyala, menandakan pemiliknya seseorang yang keras kepala, angkuh dan misterius. Aku adalah seorang pakar koleksi barang-barang antik, sangat tahu barang-barang langka seperti itu. ku perkirakan pintu ini sudah berumur ratusan tahun.
"Silakan nyonya beri salam sebelum masuk kedalam." Kata pria penjaga pintu.
Aku mengerti, ku kepalkan kedua tangan ku di depan dada dan aku membungkuk tiga kali sebagai tanda hormat ku pada leluhur.
Pintu Naga terbuka lebar, aku masuk dengan langkah pelan. Perasaan takut dan ngeri tercetak di otakku. Pria yang tadi di belakang ku berjalan masuk lebih dulu, aku mengikuti dari belakang sambil mengedarkan pandangan ku keseluruh ruangan. Mata ku terpukau dengan banyak ornamen Naga di setiap sudut rumah besar ini.
"Apakah tuan Chen jelmaan dari naga api? Desis ku dalam hati. "Apa semua istri-istrinya di bunuh buat santapan dia? Ah bodoh! Pemikiran macam apa itu!" Aku merutuki diriku sendiri. Hatiku terus bertanya-tanya dan memikirkan hal buruk yang akan terjadi.
Rumah mewah yang sangat luas itu memiliki banyak ruangan, aku pasti lupa bila berada disini. Begitu banyak pintu-pintu berukiran Naga yang tertutup rapat, bahkan pemiliknya belum juga nampak. Aku lelah menyusuri dari satu ruangan ke ruangan lainnya, hingga kakiku berhenti di salah satu pintu yang tertutup.
Pria tinggi tegap di depan ku mengetuk pintu tiga kali. Tiba-tiba dari dalam ruangan, pintu kokoh ukiran naga itu terbuka lebar. Aku mengikuti pria itu masuk kedalam ruangan yang tampak redup. Terlihat seorang wanita tua duduk di salah satu kursi dan satu laki-laki dan perempuan berdiri di sisi samping kiri dan kanan wanita tua itu.
"Dia adalah nenek Chen, kamu harus menghormatinya." ucap pria yang membawa ku masuk kedalam ruangan.
Aku berjalan mendekat dan membungkuk untuk memberi hormat. Wanita tua itu beranjak dari duduknya dengan memegang sebuah tongkat di tangannya. Ia menghampiri ku dan menatap tajam wajahku yang tidak tertutup kain merah.
"Kamu anak dari kelurga Tan yang di kirim datang kemari?" tanya wanita renta itu dengan Aura dingin.
Aku mengangguk pelan "Iya nenek, perkenalkan nama ku Pricilia Tan."
Aku berbicara dengan datar, aku sangat takut kalau nenek Chen tahu dan melihat wajah asli Pricilia. Sungguh jantung ku berdebar kencang seakan persendian otot ku hampir rapuh, saat wanita tua itu mengambil sebuah foto dari dalam kotak dan Ia terus mengamati foto itu dengan wajahku yang datar dan ketakutan.
"Baiklah, berikan surat nikah kontrak itu pada nona Tan." perintah nenek Chen pada asisten di sampingnya.
Pria berdasi itu memberikan sebuah berkas yang harus aku tandatangani, aku membacanya secara mendetail. Apakah pernikahan kontrak ini akan menguntungkan bagi ku atau justru malah sebaliknya. Aku membaca secara perlahan, hingga mataku membulat dan bibir ku menganga.
"Sudah Nona baca keseluruhan nya? Tanya sang asisten
"Boleh saya bertanya?
Pria itu menatap ku, lalu menoleh pada sang nenek untuk meminta izin, lalu di anggukan oleh wanita tua itu.
"Silakan."
"Pernikahan kontrak hanya dua dekade, yang artinya hanya berjalan selama dua tahun. Suamiku berhak meniduri dan mengambil keperawanan ku, tetapi aku tidak boleh hamil. Bila aku hamil anak itu harus di gugurkan dan menghilang bersama ibunya. Setelah dua tahun menjalani kontrak aku tidak boleh kembali pada keluarga Tan dan harus meninggalkan kota tempat kelahiran ku untuk selamanya."
Ku angkat kepala ku, menatap sang asisten dan nenek Chan bergantian. Wajah wanita tua itu terlihat dingin dan suram "Bukankah isi kontrak ini sebuah ancaman? Setelah di pakai lalu di buang seperti barang yang tak berharga." kataku pelan, namun kata-kata itu tegas.
Sorot mata nenek Chen begitu tajam, ia menatap ku sambil berbicara "Saya sudah memberikan mahar yang sangat besar pada kelurga Tan. Bila kamu tidak setuju dan ingin membatalkan persyaratan dari ku. Kembalikan mahar kami 10x lipat.
Tentu saja aku terkejut dan terperangah, bagaimana mungkin kelurga Tan mau kembalikan mahar beserta bunganya demi anak haram seperti ku?" ku telan salivaku yang terasa pahit.
💜💜💜💜
Selamat datang Readers kesayangan bunda. Kali ini Bunda buat karya terbaru untuk mengikuti lomba menulis di Mangatoon/ Noveltoon. Ayo terus dukung karya terbaru baru bunda 🥰 jangan lupa untuk LIKE, VOTE, GIFH, berikan RATE BINTANG 5 dan komentar kalian ya🙏🥰
Ku coba untuk tenang dan menerima takdir ku. karena tidak ada jalan keluar bagiku untuk saat ini. Aku teringat akan nasib ibuku yang selalu dihina dan di kucilkan oleh keluarga ayah ku. Demi kebahagiaan ibu dan mendapatkan marga Tan, aku rela menikahi keluarga Chen. Walaupun nantinya aku tidak akan pernah bertemu dengan ibuku lagi. Ku usap airmata yang mulai menetes dari sudut mataku.
Ku raih pena dari tangan sang asisten dan mulai membubuhi tandatangan. Nenek Chen terlihat bernafas lega, tersungging senyuman samar di wajah tuanya. Aku menyerahkan berkas yang sudah aku tandatangani pada asisten pribadi nenek Chen.
"Sekarang berdoa pada para leluhur kelurga Chen. kamu sudah bagian dari kelurga kami." kata sang nenek mengingatkan.
Aku mengangguk tanpa membantahnya.
"Mari kita mulai upacara pernikahan, secara hukum kamu sudah sah jadi istri Edward. Karena berkas kalian sudah masuk ke kantor catatan sipil."
Upacara akan di mulai, tetapi aku tidak melihat suamiku "Lalu dimana calon suami ku?" tanya ku yang sejak tadi tidak melihat batang hidung Edward.
"Cucu ku sudah tahu pernikahan ini, nanti malam dia akan pulang dan menemui mu."
Aku terdiam dan tidak bertanya lagi.
"Sekarang, mari kita mulai acara adat pernikahan." kata nenek Chen yang mulai memberikan perintah tanpa bisa aku elak. Wanita tua itulah yang mengatur acara adat.
Aku berjalan mendekat ke sebuah altar, ada meja panjang yang sudah tersusun foto-foto para leluhur kelurga Chen. Di depan foto terdapat berbagai macam kue, buah-buahan dan dupa. Lilin merah dinyalakan sebagai simbol penerangan dan pengusir bala.
(nenek Chen) Penghormatan pada Leluhur:
Seharusnya kedua mempelai memberikan penghormatan kepada altar leluhur, memohon restu dan keberkahan. Tetap disini aku melakukannya seorang diri. Aku mengambil tiga dupa yang sudah terbakar ujung nya dan mulai membungkuk hormat pada para leluhur sebagai tanda penghormatan ku.
(nenek Chen) Pemberian Teh:
Nenek Chen memberikan secangkir teh padaku. Teh di masukan dua biji teratai atau kurma merah, dipersembahkan kepada orang tua kedua mempelai. Tetapi karena kedua orang tua ku tidak ada, nenek Chen langsung memberikan padaku.
(nenek Chen) Saling Membungkuk:
Kedua mempelai saling membungkuk sebagai tanda penghormatan dan kesetaraan. Aku hanya membungkuk pada Altar, langit dan bumi.
(nenek Chen) Pemberian angpao:
Pemberian angpao (amplop merah berisi uang) merupakan tradisi penting, terutama bagi keluarga dan orang yang membantu acara pernikahan.
Terakhir nenek Chen memberikan aku angpao, kalung dan gelang giok merah. Selesai upacara ia menyuruhku untuk istrahat di kamar Edward.
Wanita yang sejak tadi berdiri di samping nenek Chen, mengantarkan ku ke kamar Edward. Wanita itu terlihat dingin dan berwajah pucat, seperti patung hidup yang tidak memiliki ekspresi sama sekali. Wanita dengan rambut di gulung ketat mengantarkan ku kelantai tiga dan berakhir di sebuah kamar yang besar dan luas.
Wajah wanita itu masih dingin tanpa ekspresi, ia membuka lemari dan menunjukkan tumpukan pakaian wanita dan gaun-gaun indah yang menggantung. Di samping lemari terdapat meja rias dan berbagai kosmetik bermerek. Setelah ia menunjukkan semua yang berada di dalam kamar, akhirnya ia berbicara juga.
"Kalau nyonya perlu sesuatu silahkan tekan bel ini, saya akan datang. Sekarang saya permisi dulu." suaranya masih terdengar dingin, sedingin wajahnya.
Aku mengangguk dan membiarkan wanita itu menutup pintu. ku edarkan pandangan keseluruh ruangan, tidak ada lukisan ataupun foto wajah pria bernama Edward yang menggantung di di dinding.
Aku berjalan kearah lemari, dan mengambil salah satu pakaian yang tersusun rapi. "Apakah ini pakaian milik istri-istri tuan Edwar? sungguh aneh, apa semua ukuran badan istrinya sama dengan ku?! Memikirkan hal itu membuat ku pusing, karena lelah akhirnya aku naik keatas ranjang dan tertidur pulas.
Aroma wangi sup ayam menguar di indra penciuman ku. Ku buka mataku perlahan dan menatap jam weker diatas nakas. Jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam. Tak terasa aku tertidur cukup lama. Ku lirik hidangan di atas meja, lalu berjalan mendekat dan mulai menikmati makanan yang masih hangat.
Perut yang tadi keroncongan sudah terisi, aku bosan di dalam kamar dan hanya bengong tanpa tahu harus berbuat apa. Akhirnya aku memutuskan keluar dari kamar untuk mencari majalah atau novel yang bisa ku baca. Kakiku melangkah perlahan, namun hanya terdapat ruangan-ruangan besar melompong. Aku bingung mau melangkah kemana, tempat ini sangat besar dan menakutkan.
Ku turunin anak tangga selangkah demi selangkah hingga berakhir di lantai dasar. Sepi, tidak ada seorangpun di sana. Bahkan pelayan yang tadi mengantarkan ke kamar tidak ada juga. Mengapa rumah sebesar ini sangat sunyi. ku ikuti langkah kakiku yang terus berjalan. Aku hampir frustasi sebab tidak menemukan ruangan baca atau tumpukan buku-buku yang berjajar di rak-rak.
Hingga tanpa sadar kakiku melangkah kearah ruangan belakang. Tempat yang sangat luas tetapi tertutup oleh penyekat. Ternyata masih ada lorong yang mengarah ke sebuah ruangan. Tatapan ku tertuju pada pintu yang tertutup rapat di ujung lorong. Aku yang sangat penasaran, tidak bisa kendalikan diriku untuk melihat kesana.
Aku menyusuri lorong, lalu berdiri di depan pintu berwarna merah, bulu kuduk ku langsung meremang. Rasa penasaran terus mendorong ku untuk masuk kedalam. Ku pegang gagang handle pintu yang ternyata tidak di kunci. Ku dorong daun pintu perlahan, gelap gulita tidak ada cahaya lampu sedikitpun. Namun, rasa keingintahuan ku semakin menggebu, hingga sebuah tangan menepuk bahu ku.
"Nyonya sedang apa disini?!"
Aku terkejut dan menoleh ke belakang, sudah berdiri wanita tadi. Wajahnya masih sama, datar tanpa ekspresi dan terlihat misterius.
"Oh.. Saya sedang mencari perpustakaan, saya pikir disini__"
"Anda salah ruangan!" sahut wanita itu ketus, ia menarik handle pintu dan menutupnya rapat.
"Silakan nyonya!"
wanita dingin itu menunjuk arah tangga, ia mengusir ku dengan cara halus. Aku tidak ingin berdebat atau gegabah, apalagi bertanya tentang ruangan gelap itu. Ku hela napas panjang dan melangkah pergi meninggalkan ruangan yang masih menjadi misteri bagiku.
Didalam kamar aku hanya diam dan tidak tahu harus apa. Aku lupa bertanya jam berapa pria itu akan pulang. Ku tekan tombol di samping ranjang. Tak lama kemudian pintu di ketuk dari luar, aku membuka pintu dan sudah berdiri wanita dengan rambut di gulung ketat.
"Ada perlu apa nyonya panggil saya?" tanyanya dingin.
"Aku lupa bertanya, siapa nama mu?"
"Panggil saja saya bibi Helen."
Aku mengangguk, lalu kembali bertanya "Jam berapa tuan Edward akan pulang?"
"Tuan Chen tidak bisa di pastikan jam berapa dia akan kembali."
"Bi! Aku bertanya dengan pelan "Apa tuan Chen sangat tampan? Kenapa tidak ada foto dirinya di rumah sebesar ini." tanya ku ingin mengorek keterangan darinya, tetapi wanita dingin itu hanya diam.
"Terdengar rumor, tuan Chen memiliki penyakit aneh." kataku lanjut bicara, ku usap tengkuk ku yang mulai merinding.
ku perkirakan usia bibi Helen sekitar 40 tahunan. Wanita itu masih terdiam tanpa ekspresi, seketika wajahnya berubah suram dan menakutkan.
"Lebih baik nyonya tidak usah banyak tanya tentang tuan Chen. Tunggu saja sampai ia kembali, Maaf saya permisi."
Bibi Helen menutup pintu dan melangkah pergi. Sungguh aneh, kenapa aku tidak boleh bertanya tentang suami ku sendiri.
Jam sudah menunjukkan pukul satu malam, tiba-tiba lampu di dalam kamar ku mati. Sungguh aneh, tadi tidak ada tanda-tanda lampu akan padam. Di saat bersamaan pintu kamar ku di buka dari luar. Aku terdiam di pojok kamar sambil meraba-raba ponsel ku diatas meja. Suara langkah kaki yang di seret berjalan mendekat, aku terkejut bukan main saat pintu di banting kasar.
💜💜💜💜
Ayo ikuti terus kelanjutannya dan jangan lupa Bantu LIKE setelah membaca, beri VOTE/GIFH sebagai penyemangat bunda 🥰, kasih RATE BINTANG 5, BERIKAN KOMENTAR KALIAN DI ⭐⭐⭐⭐⭐🥰
Bi! Aku bertanya dengan pelan "Apa tuan Chen sangat tampan? Kenapa tidak ada foto dirinya di rumah sebesar ini." tanya ku ingin mengorek keterangan darinya, tetapi wanita dingin itu hanya diam.
"Terdengar rumor, tuan Chen memiliki penyakit aneh." kataku lanjut bicara, ku usap tengkuk ku yang mulai merinding.
ku perkirakan usia bibi Helen sekitar 40 tahunan. Wanita itu masih terdiam tanpa ekspresi, seketika wajahnya berubah suram dan menakutkan.
"Lebih baik nyonya tidak usah banyak tanya tentang tuan Chen. Tunggu saja sampai ia kembali, Maaf saya permisi."
Bibi Helen menutup pintu dan melangkah pergi. Sungguh aneh, kenapa aku tidak boleh bertanya tentang suami ku sendiri.
Jam sudah menunjukkan pukul satu malam, tiba-tiba lampu di dalam kamar ku mati. Sungguh aneh, tadi tidak ada tanda-tanda lampu akan padam. Di saat bersamaan pintu kamar ku di buka dari luar. Aku terdiam di pojok kamar sambil meraba-raba ponsel ku diatas meja. Suara langkah kaki yang di seret berjalan mendekat, aku terkejut bukan main saat pintu di banting kasar.
Suara langkah kaki itu semakin berjalan mendekat. Aku bergidik ngeri saat kaki itu berhenti tepat di depan ku. Ku dekap tubuhku dengan kedua tangan yang menyilang. Aku tidak bisa melihat sosok yang menurut ku sangat menakutkan. Aku merasa bahaya mulai berada di depanku. Tubuhku semakin meringkuk di pojokan, berharap sosok itu tidak dapat menjangkau ku.
Namun dugaan ku salah, sosok yang tidak bisa terlihat karena gelap gulita, ia menangkap tubuh ku. Tangan besarnya berhasil mengangkat tubuh ku dan membawa ku keatas ranjang. Aku sangat ketakutan, dan berusaha menghindar. Aroma wangi dupa menguar di indra penciuman ku, aneh, darimana datang nya wangi dupa yang begitu menyengat.
Disaat aku terjaga, tangan kekar itu menjamah tubuhku, Aku berontak sekuat tenaga dan melawan sebisa yang aku mampu. Namun sayang, tubuh ku yang ramping tidak sanggup melawannya. Seketika kedua tangannya merobek pakaian tidur ku, aku terkejut dan berteriak.
"Lepaskan! Siapa kau?! Teriakku, namun tidak ada suara atau jawaban dari sosok yang tidak aku ketahui.
Tiba-tiba sosok itu mendorong tubuhku, hingga aku terjatuh keatas kasur dengan tubuh telentang. Aku mencium aroma berbeda dari rambutnya yang basah. Aroma wangi shampo yang begitu familiar, aku menyentuh rambutnya yang ternyata pendek. Tak sadar tangan ku turun kebawah, menyentuh dadanya yang bidang tanpa pakaian. Ternyata sosok di depan ku adalah seorang pria.
"Apakah dia Tuan Chen? Desis ku dalam hati "Kalau memang dia Edward Chen, Kenapa datang secara sembunyi-sembunyi?!" Hatiku terus bertanya-tanya, bersamaan jantung ku terus berdebar kencang.
Ku beranikan diri untuk bertanya, di tengah-tengah rasa penasaran ku yang semakin menggebu. Ini adalah malam pertama ku, apakah aku tidak bisa melihat wajahnya.
"Apa kamu Edward Chen?! Tanya ku gugup, rasa ketakutan ku seperti sudah terbaca olehnya.
"Kita sudah menikah, bisa kah kamu tunjukkan wajah asli mu." kata ku yang mulai berani bertanya.
Pria itu tidak menjawab semua pertanyaan ku, hanya terdengar suara nafasnya yang mulai tersengal, seperti sedang menahan hasrat yang tersembunyi. ia mengkungkung tubuh ku dan tiba-tiba pria itu melumat bibirku dengan gerakan cepat dan kasar. Aku berusaha berontak dan melawan, karena rasa keterkejutan ku, ku gigit kuat bibir pria itu, hingga sebuah raungan menggema di dalam kamar.
"Aaaggrrhh... Shit!"
Pria tersebut beranjak dari tubuhku dan berteriak dengan suara makian. Tiba-tiba terdengar suara teriakan panjang, aku terkejut saat melihat dalam kegelapan tubuh itu seperti menahan kesakitan yang luar biasa. Ia memukul-mukul dadanya sendiri sambil terus berteriak.
"Aku bingung harus apa? dan tidak mengerti dengan semua yang terjadi secara tiba-tiba.
Aku mencari saklar lampu yang berada diatas ranjang, tetapi aneh lampu tidak menyala saat aku tekan, apakah lampu ini putus? Pikir ku, yang semakin kalut
Dari luar seperti ada yang membuka paksa pintu yang tertutup. Setelah pintu terbuka, dua orang pria membawa tubuh pria itu keluar dari kamar.
ku menghirup udara sebanyak mungkin, menekan dada ku yang terasa nyeri, tadi aku sempat sesak karena ketakutan.
Udara di dalam kamar terasa pengap, tubuh ku mengeluarkan keringat dingin. sungguh aku tidak mengerti dengan semua yang baru saja terjadi. Pertanyaan ku mulai muncul, apakah pria tadi suamiku Edward Chen? Atau orang lain yang sengaja masuk kedalam kamar ku tanpa sepengetahuan nenek Chen atau suami ku.
Aku terpaku diatas ranjang, seketika lampu menyala dengan sendirinya. Keadaan di dalam kamar sangat berantakan, bajuku sudah robek, kosmetik berhamburan ke lantai. Tatapan ku tertuju pada tetesan darah diatas seprai. Apakah ia menjerit kesakitan karena bibirnya aku gigit. Aku merasa ngilu sendiri bila teringat kejadian tadi, betapa buasnya pria itu.
Aku turun dari ranjang untuk mengganti pakaian dan seprai. Malam ini sungguh malam yang sangat membingungkan. Siapakah keluarga Chen sebenarnya ? Kenapa kelurga ini penuh misterius?
Esoknya...
Sebuah mobil Limosin keluar dari gerbang perumahan milik keluarga Chen. Seorang pria tampan, menutup matanya dengan kacamata hitam. Ia bersandar kebelakang dengan tenang, satu tangannya scroll laman yang ia lihat. Dari kaca sepion sang asisten terus menatap wajah sang boss yang terlihat murung. Seketika bibirnya tersenyum samar, ia menahan tawa bila teringat kejadian semalam
Sang bos menatap asisten nya dari kaca spion dengan curiga. "Kenapa?Apa ada yang lucu?" tanya sang bos yang terlihat kesal pada asistennya, ia selalu mengintip dirinya dari kaca spion.
"Tidak ada bos." ucapnya datar, tetapi rasa haru tidak dapat ia bohongi. Sang asisten masih melihat luka di bibir sang bos, lukanya terlihat bengkak seperti di gigit ribuan lebah.
"Apa bibir bos masih sakit?" tanya nya dengan ekspresi khawatir.
Pria itu kembali menatap tajam sang asisten. Aura ancaman begitu terasa "Fokus saja pada mobil mu, jangan sampai aku pecat!" ketus sang bos yang membuat asistennya langsung menutup mulut.
💜💜💜💜💜
All... Bantu RATE BINTANG 5 dan kasih komentar ya.. Love you 🥰🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!