NovelToon NovelToon

Penghakiman Diruang Dosa

1. Piskopot Gila Itu Aku

Namaku lion aku hidup di keluarga toxic, belum saatnya aku menceritakan tentang keluargaku. aku hidup sendirian ditemani sunyi dan ada satu hal yang aku suka.

Aku bekerja sebagai pelayan di rumah makan kecil milik seorang kakek tua. Rumah makan itu tak jauh dari rumahku. Saat ini aku berjalan di gang sempit dan gelap, setiap malam udara di sini sangat dingin, aku mengenakan switer hitam menutupi seluruh wajahku.

Sifatku yang dingin dan jarang berbicara membuat banyak orang mengataiku dengan sebutan aneh, namun keesokan harinya aku mendengar kabar mereka meninggal dengan tragis. Dan kini tak ada lagi yang mangejekku dengan sebutan aneh, aku tersenyum saat melihat semua itu apalagi aku yang melakukannya. Ya? Aku yang melakukannya.

Bukan karena aku gila. Tapi karena mereka pantas menerimanya.

Kini aku berada di rumah yang cukup sempit dan cukup untuk aku tinggal sendirian. Aku menghela napas dan aku membuka sebuah ruangan bawah tanah yang tersembunyi dan sengaja kututupi oleh sebuah karpet dan di mana ada anak tangga.

Aku turun dengan hati-hati dan menyalahkan lampu gantung yang ada di ruangan itu, terlihat adak banyak koleksi barang-barang antik. Tapi, yang lebih menonjol yaitu di bawah lampu gantung di tengah-tengah ruangan ada sosok seorang perempuan terikat, mulutnya di perban.

Itu adalah korban yang ke-15, Dia wanita cantik. Tapi seperti banyak wajah cantik lainnya, mulutnya lebih berbisa dari ular. Dia menipu, memeras, dan menghancurkan hidup orang miskin dengan janji palsu soal kekayaan. Aku tahu karena salah satu korbannya adalah nenek tua di gang sebelah—yang akhirnya mati dalam kelaparan

Kini aku adalah manusia yang menghukum orang-orang yang seperti itu. Aku tidak bersalah yah, ku tidak bersalah. Karena menurutku mereka pantas mendapatkannya. Di duniaku ini aku sebut dengan kata neraka untuk mereka yang berbuat jahat.

Aku tidak jahat, aku melakukan hal itu karena aku tak suka melihat orang-orang seperti itu berkeliaran merusak hidup seseorang. Bukan aku tak punya hati, tapi mereka yang tak pernah memikirkan perasaan orang lain yang mereka jahati. Aku hanya ingin mereka mendapatkan apa yang mereka perbuat.

Aku mendekatinya perlahan dan terlihat dari raut matanya terlihat ketakutan. Aku tersenyum smirk, aku sangat suka ketika melihat mengsaku ketakutan.

"Jangan takut, aku akan membuatmu bahagia." Bisikku di telinganya, aku mendekat sambil mengeluarkan sebuah pisau lipat yang aku sembunyikan di balik saku hoodie.

Ku perlihatkan pisau itu di depan wajahnya, dia menggeleng takut dan air matanya bercucuran memenuhi pipinya. Aku mengertaknya sambil memperdekat ujung pisaunya. Sudah begitu saja dia sudah sangat ketakutan sambil menutup matanya.

"Ini hukuman yang pantas untuk penjahat seperti kamu, silahkan berbicara apa yang akan kamu sampaikan untuk terakhir kalinya." Perlahan dan pasti aku membukakan penutup mulutnya untuk dia berbicara dan mengakui kejahatan nya.

"Tri, akui dosamu dan perbuatanmu atau kamu akan dapat apa yang kamu perbuat di dunia ini dan, jika kamu jujur aku akan membebaskan mu."

Iya namanya tri putri, wanita yang tinggal sendirian dan pekerjaannya yaitu membohongi orang-orang dan menipunya, dengan cara yaitu memeras orang-orang miskin dengan iming-iming akan mendapatkan keuntungan dua kali lipat ketika mereka menginvestasi seluruh hartanya.

"SIAPA KAMU... Lepasin aku, aku tidak bersalah. dosa? Dosa apa yang kamu mau maksud?"

Wanita itu mencoba untuk mengelak dengan dosa yang selama ini dia perbuat. Dan itu cukup membuatku emosi, dengan kejam aku merobek bibirnya mengunakan pisau dengan gerakan cepat. Membuat tri meringis kesakitan dan berteriak histeris.

"Jika tadi kamu jujur, aku akan membebaskan mu... tapi, ya? kamu terlalu bodoh, sepertinya kamu memilih untuk tersiksa." Ucapku lalu, aku tertawa seperti kerasukan sosok seorang iblis berwajah tampan sepertiku.

Kulihat dirinya dengan teliti sambil melipat kedua tangan di dada. Tatapan ku yang dinggin, tatapannya yang penuh kesakitan beradu pandang hingga beberapa detik hingga akhirnya, dia berbicara dengan suara serak nyaris tak terdengar.

"Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan? Buka topengmu dasar pecundang."

Kata-kata terakhir dari tri yang menyebut ku seorang pecundang membuat aku tertawa kecil sambil tersenyum di balik topeng yang menutupi identitas ku.

"Hakim agung dari neraka." Kataku bercanda di telinganya, agar dia percaya.

Dia akhirnya pingsan dengan darah yang kini memenuhi lantai, aku mencium jelas aroma darah segar di ruangan ini dicampur dengan debu yang menyengat di hidung.

Aku keluar, dan kembali menutupi ruangan itu dengan karpet. Aku menghela nafas lalu mengisap sebatang rokok dan menghembuskannya perlahan, aku terduduk sambil menatap bulan di belakang taman rumahku yang begitu luas.

***

Pagi itu aku terbangun merasa tubuhku begitu lelah, semalam aku tertidur sambil menatap bulan.

Aku membuka baju, terlihat tubuhku yang atletis memiliki beberapa roti sobek yang mengoda iman. Aku mandi dan seperti biasa aku pergi bekerja namun sebelum itu aku menemui tri korban ke-15 ku terlebih dahulu.

Aku hanya ingin memastikan apakah dia masih hidup atau sudah tidak bernafas lagi. Kulihat dirinya yang masih tertidur dengan posisi tragis. Darahnya kini sudah mengering. Aku berjalan mendekat, lalu berjongkok dan memeriksa lukanya sambil memegang pipinya.

Sepertinya jiwa piskopatku tiba-tiba muncul, kutekan lukanya sehingga dia terbangun sambil meringis kesakitan dan berteriak histeris.

"Arggggg." Teriakan itu cukup kuat dan mengema di kepalaku, seperti video singkat yang diputar berulang-ulang.

Dia menatapku dengan tajam, menyimpan dendam. Tapi aku yakin dia tak akan bisa membalas ku.

"Akui dosamu dan aku akan membebaskanmu. Ini peringatan terakhir. Jika kamu masih berbohong, tak apa... kamu akan merasakan sakit luar biasa setelah ini." Ucapku berjongkok menatapnya tajam.

Aku menawarkan dia penawaran yang menjanjikan, aku lion bukan tri. Jika dia jujur, aku benar-benar akan membebaskannya malam ini, tanpa dia tahu identitasku.

Dia mengangguk setuju sambil menangis kesakitan. Bibirnya yang robek kembali mengeluarkan darah segar.

"Aku... aku mengakui kesalahan aku, tapi... tolong setelah ini kau lepaskan aku." Ucapnya dengan suara sedikit serak menahan sakit.

Dibalik topeng aku tersenyum, kuambil kamera dan ku letakkan pas di depannya sebagai bukti bahwa dia tak akan mengulangi perbuatannya lagi. kini tri mulai menatap kamera dan dia mulai berbicara dengan suara serak dan rekaman dimulai.

"Aku tidak akan mengulangi lagi... jika aku mengulangi lagi... maka aku siap untuk menerima resikonya." Suaranya sedikit serak dan terputus-putus sambil maringis kesakitan.

"Bagus." Kataku lalu mematikan kamera.

Tapi seperti semua kebohongan sebelumnya, aku tahu... dia hanya berkata begitu agar bisa bebas. Seperti racun di balik senyum, aku menatapnya lama penuh selidiki, tampaknya dia begitu kesakitan menahan rasa sakit dua kali lipat. Bayangkan bibirnya robek seperti hantu masker karena hasil tanganku, Karya yang bagus bukan?

"Lepaskan aku sekarang juga." Dia berteriak sekuatnya mengabaikan rasa sakit yang begitu menyayat

Tri berharap betul, aku akan melepaskannya begitu saja. Aku pergi meninggalkannya tak lupa menutupi ruang bawah tanah dengan karpet. Aku seolah tuli akan nasibnya yang malang.

Aku Lion. Aku bukan pahlawan. Tapi aku juga bukan iblis. Aku hanya manusia yang hidup di neraka dunia ini... dan membakar siapa pun yang pantas dibakar.

2. Terbebas Dari Mimpi Buruk

Di sebuah rumah makan kecil bertulisan mei ayam pak bruto. Aku bekerja di situ sebagai pelayan.

Pemiliknya bernama Pak bruto kini usianya sudah mencapai 65 tahun, namun beliau masih kuat untuk membuka usaha mie ayam yang sudah berdiri sejak tahun 1987 semenjak beliau muda dulu. Sekarang dia hidup sendirian.

Mempunyai dua anak, satu perempuan yang bernama saras sudah menikah dan memilih tinggal bersama suaminya. dan sudah mempunyai dua anak, jarang-jarang mereka menemui pak bruto. Sedangkan yang lelaki bernama raksa, dia bekerja di luar negeri dan jarang pulang karena tuntutan pekerjaan yang banyak.

Aku sudah bekerja di toko beliau sudah hampir lima tahun, semenjak umurku beranjak 20 tahun. Aku memilih hidup sendiri dan meninggalkan semua fasilitas mewah yang ayah kasih untuku.

Saat sedang asyik membersihkan meja pandanganku beroleh kepada seorang laki kurus masuk dan duduk menghadap jendela. Aku segera menemuinya dengan sopan sambil tersenyum ramah.

Dia menatapku sekilas lalu membalas senyum. aku sedikit kaget, aku ingat betul wajahnya. Dia adalah korban ku yang dulu bernomor 7, kalau diingat-ingat namanya Burhan.

"Mie ayam satu sama teh hangat." Ucapannya, aku segera pergi menemui pak bruto dan beliau segera membuatnya.

"Kek, mie ayam satu." Kataku lalu segera pak bruto membuatnya. Aku membuat teh hangat untuknya.

Di tanganku kini sudah ada semangkuk mie ayam panas sama teh hangat segera ku bawah di mejanya.

Aku sajikan dengan hati-hati dan profesional. Aku mengambil kain lap untuk membersihkan meja samping. Aku pura-pura basa-basi bertanya mengenai luka ditanganya. Pasalnya aku melihat ada goresan besar dan panjang bekas menjahit di tangan kanannya. Padahal aku tahu itu perbuatanku sendiri.

"Permisi, mohon maaf saya lancang. Apa boleh saya tahu tangan bapak kenapa? Atau karena kecelakaan?"

Dia terdiam sesaat, menatapku binggung lalu tiba-tiba tertawa. Aku terdiam sesaat mengerutkan kening menatapnya bingung entah apa yang telah dipikirkan nya.

Lelaki itu menyeruput tehnya lalu beralih menatap ku. "Aku dihukum karna dosa dosaku, mungkin ini adalah peringatan dari Tuhan agar aku sadar." katanya sambil menatap langit di luar jendela.

Aku tahu jawabannya, namun aku sengaja berpura-pura tak tahu akankah dia jujur atau tidak.

"Dosa, dosa apa yang sudah anda perbuat, boleh saya tau? Biar saya belajar dari dosa-dosa itu."

"Aku sering memukul istriku setiap mabuk... Aku juga memukuli anaku." Dia menjeda kalimatnya seperti sedang memikirkan sesuatu." Sudahlah aku tidak mau membahasnya lagi." Dia tersenyum lalu melanjutkan makanannya.

"Terima kasih sudah jujur kepadaku." Kataku lalu pergi ke arah dapur untuk mencuci piring, aku menatapnya sekilas. Dia sudah berubah apakah dia masih melakukan kejahatannya. Kalau iya? aku akan terus memantaunya.

***

Malam ini aku berjalan mengenalkan hoodie hitam sambil menunduk, aku seperti manusia misterius jika dilihat dari penampilan ku hari ini.

Hari ini aku menemui tri putri dan untuk terakhir kalinya dia berada di mimpi buruk nya selama hampir satu minggu ini menghantui nya.

"Hei sadar... apa kamu tidak mau bebas?" Aku menatapnya lalu berjongkok, kulihat dirinya yang begitu rapuh dan tak berdaya.

Luka lukanya sudah mengering, aku menepuk pipinya pelan namun dia tak kunjung sadar. Kesabaran ku setipis tisu, kutekan pipinya dengan kasar, dia sontak kaget terbangun sambil meringis kesakitan.

Ku tatap wajahnya dengan tatapan kosong, dia balik menatapku. Dia seperti orang yang tak punya harapan lagi.

"Tolong lepasin aku... aku janji akan berubah." Ucapnya dengan suara serak dan kaku sambil menahan sakit luar biasa di bibirnya.

Aku sedikit tertawa kecil membuatnya sedikit bingung sambil menatap diriku dengan tatapan sayu.

"Kamu yakin akan berubah?" Aku bertanya dengan nada mengejek, aku tahu betul dia pasti akan melakukannya lagi.

"Kumohon lepasin aku... aku janji." Katanya memohon sedikit memberontak mencoba melepaskan diri namun tampak begitu sia-sia.

"Sungguh?" Tanyaku penuh semangat. Di hanya bisa mengangguk iya.

Perlahan aku membukakan ikatannya kulihat ekpresi tri tampak begitu senang, padahal wajahnya terlihat begitu lusuh menahan sakit.

Setelah melepaskannya aku membius nya agar tri tidak melawan saat aku membebaskan nya. Dia pingsan dan aku segera menggendong nya dan membawanya keluar, untuk pertama kalinya tri bisa melihat dunia luar walau dengan kondisi pingsan.

Ku gendong tri ala bridal stail, sungguh sangat romantis bukan? tapi sayangnya aku tidak akan menyukai wanita seperti ini.

Di gelapnya malam, aku berjalan di gang sempit itu. Begitu gelap malam ini, dan aku berjalan santai sebab aku bebas melakukan hal ini karena di sini tak ada cctv, cctv terpantau saat ada di jalan raya atau tokoh-tokoh di pinggir jalan.

Hingga beberapa menit akhirnya. Aku sampai di sebuah jalan yang sunyi yang jauh dari rumahku. Di sana terparkir sebuah mobil hitam dan seorang lelaki bersandar di pintu mobil mengenakan baju dokter.

Dia adalah antoni, lelaki tampan berumur sekitar 30 tahunan yang berprofesi sebagai seorang dokter. Arsa adalah bagian dari orang kepercayaan ku yang sudah bekerja sama denganku selama 5 tahun.

Tugasnya yaitu merawat korban-korban ku yang memilih untuk bertobat.

Aku mendekati antoni, dia segera menyambutku dengan senyum ramah. Iya segera membuka kan pintu mobil dan aku meletakkan tri yang sudah tak berdaya di dalam mobil.

Antoni mencodongkan tubuhnya dan melihat korban yang ke-15 itu yang tampak terlihat mengenaskan walau masih hidup.

"Bagaimana dengan dirinya?" Tanyaku butuh penjelasan.

"Kelihatannya dia baik-baik saja hanya saja, mulutnya kau buat rusak." Ucapannya lalu menutup pintu mobil sambil mengibaskan kedua tangan.

"Bagus... Pakai rencana awal, oke." Kataku, antoni segera mengangguk lalu masuk ke dalam mobilnya dan menjalankannya.

Aku hanya terdiam sambil menatap mobil yang kini sudah pergi meninggalkanku sendirian.

3. Mangsa Baru Preman Pasar

Hari ini adalah hari minggu, aku merentangkan tangan sambil membuka jendela. Cahaya matahari bersinar menyilaukan mata ku.

Aku segera membersihkan tubuhku dan segera pergi ke pasar untuk memasak hidangan. Seperti biasa aku berjalan sendirian sambil mengenakan hoodie hitam menutupi sebagian wajahku.

Saat sedang berada di pasar, aku mencium jelas aroma bau amis sisa-sisa sayur dan ikan basi menyengat di hidung.

Mataku tertuju pada sayur segar yang tersusun rapih. Ku ambil sayur kol, wortel dan bahan dapur lainnya untuk membuat sup.

Aku segera membeli sayur dan membayarnya, pandanganku tiba-tiba teralihkan kepada sosok lelaki berbadan besar, tampak menakutkan. Sepertinya dia preman pasar dari wajahnya yang garang, tubuhnya kekar, dan sorot matanya tajam.

"Siapa lelaki itu?" Tanyaku kepada sang penjual sayur itu.

Ibu itu menoleh sekilas lalu menatapku dengan tatapan hati-hati, aku bingung melihat ekspresinya.

"Dia adalah preman di pasar ini, kamu harus hati-hati kalau ketemu dia, namanya aaron. Dia sangat kasar dan suka memukul penjual jika tak mau bayar uang sewa." Ucapnya berbisik sambil melirik aaron.

Ku lihat ekpresi ibu itu seperti takut jika berbicara cukup keras. Tiba-tiba saja lelaki itu datang menghampiri kita. Kulihat ibu tersebut tampak takut dan gelisah.

Apakah dia semenakutkan itu? kalau iya, maka dia adalah targetku yang ke-16 nanti.

"Hei kamu... bayar uang sewa bulan ini, 100 ribu." Ucap aaron dengan kasar memasang wajah garang.

Ibu itu gemetar, lalu menyerahkan uang dengan ragu.

"Cepat." Suaranya meninggi dan kasar, dia merampas uang itu di tangan ibu penjual sayur.

Orang-orang di pasar menoleh, tapi tak satu pun berani bertindak.

Aku terdiam menatap aaron dengan tatapan tak suka, tak sadar aku mengepalkan tanganku dan mulutku tiba-tiba berucap lirih.

"Kembalikan uang itu, atau kamu akan berurusan dengan ku." Ucapku dinggin sambil menatap tajam Aaron yang kini menatapku tak suka.

"Jangan ikut campur." Bentaknya kasar.

Aku benar-benar emosi saat itu juga, rasanya ingin memukulnya dan menyeretnya ke neraka yang aku buat.

Namun tiba-tiba saja pukulan telak mengenal rahang ku, aku terkejut sambil memegang bibirku yang sedikit robek.

Ibu itu tanpa terkejut, semua orang di sana menatap kita. Tak ada yang berani untuk menolong apalagi mereka tahu aaron adalah preman pasar yang sangat kejam di kawasan ini.

"Pergi urusan kita sudah selesai, aku sudah memberikanmu uang jadi pergilah dari sini." Teriak ibu itu kesal dan lelaki itu pun pergi meninggalkan kita.

Ibu itu menghampiriku dengan panik, dia bertanya lirih menatapku yang hanya diam sambil mengepalkan tanganku erat.

"Nak kamu baik-baik saja kan?" Tanya ibu itu tanpa khawatir, aku menatap ibu itu sambil tersenyum lalu mengangguk tanda bahwa aku baik-baik saja.

"Dia memang seperti itu, sudah hampir 10 tahun." Kata ibu itu.

Aku menatap Aaron yang menjauh. 'Dia akan jadi target ke-16-ku.'

"Aku baik-baik saja terima kasih." Aku lalu pergi meninggalkan pasar itu lalu mengambil kantong plastik yang berisi sayur yang ku letakkan di bawah.

Pulang dari pasar. Aku memilih untuk mengikuti aaron diam-diam untuk mengetahui tentang keluarganya.

Kulihat dirinya berjalan sendirian di sebuah gang sempit, aku ikuti dia diam-diam tanpa sepengetahuannya. Aaron berhenti di sebuah rumah kecil tak jauh dari pasar. Aku mengamati rumah itu dari kejauhan, seperti pencuri yang mengincar hartanya.

Aku diam untuk beberapa saat, namun saat ingin pergi langkahku terhenti oleh suara teriakan dari rumah itu. Aku menoleh mendapati suara bentakan yang begitu kasar.

"Mas ampun... jangan sakiti anak kita." Suara seorang wanita memohon histeris mencoba untuk menenangkan situasi.

Telingaku sontak jadi panas apalagi aku mendengar suara pukulan yang begitu kuat.

Suara isak tangis seorang wanita paruh baya dan seorang anak kecil laki-laki yang memohon ampun.

"Pah jangan sakit ibu." Mohon anak itu berlutut di kaki aaron.

Aku, aku melihat jelas semua itu, air mataku hampir jatuh. Aku mengintip di balik jendela, terdiam tak bisa berbuat apa-apa.

"Dasar istri tak berguna mati sana." Suaranya meninggi tak lupa dia menampar istrinya.

Wanita itu merintih kesakitan namun dia tak bisa melawan, dia terduduk lemas menatap suaminya dengan wajah kasihan. Sedangkan anaknya memeluk ibunya dengan rasa takut, mereka terlihat begitu memilukan.

Aaron dia segera keluar dengan wajah emosi, aku yang tahu itu segera bersembunyi. Untung saja dia tak melihatku.

Aku keluar dari persembunyian dan masuk di rumah itu tanpa permisi, aku melihat jelas wajah anak dan ibu saling berpelukan.

Aku mendekat perlahan wanita itu menatapku dengan tatapan sedih dan kasihan. Aku berjongkok menatap wanita itu dengan tatapan ibah.

"Anda baik-baik saja?" Tanyaku khawatir, dia menatapku dengan bingung.

"Kamu siapa?" Tanya ibu itu kepadaku, aku lalu tersenyum kecil menatap mereka.

Aku hanya tersenyum kecil. "Sebut saja aku... seseorang yang peduli."

Namun, kata-kata aku selanjutnya membuat wanita itu tersenyum berbinar sambil menghapus air matanya.

Sebut saja ibu itu bernama tama, wanita muda yang masih berumur 30 tahun dan mempunyai satu anak laki-laki berumur 5 tahun.

"Bagaimana ibu setuju?" Tanyaku memastikan, dia mengangguk haru.

"Bagus setelah itu jangan pergi di rumah ini, agar polisi tak mencurigai." Kataku memastikan, dia hanya mengangguk lagi.

Anaknya hanya menatapku diam, tak mengerti apa-apa. Wajahku tertutup masker dan hoodie. Aku yakin mereka tak akan mengenaliku.

****

Malam itu, aku sudah bersiap. Obat bius telah kusemprotkan ke sapu tangan, hoodie hitam menutupi tubuhku, dan topeng iblis kukenakan sebagai simbol penghakiman di ruang dosa. Malam ini, Aaron akan menerima balasan atas semua yang telah ia lakukan.

Dan yah? Bisa ditebak aku akan melakukan aksi gila ku malam ini.

Ku datangi di tempat nongkrongnya Aku mulai mengintainya dari balik bayangan menyatu dengan gelapnya malam. Ia sedang asyik mabuk bersama beberapa preman yang aku yakin, pasti mereka komplotan teman-teman dari aaron. Dari cara mereka memperlakukannya, jelas Aaron adalah pemimpin mereka.

Waktu berlalu. Aku mulai bosan menunggu, hingga akhirnya Aaron berdiri, tubuhnya sempoyongan.

Aku segera bersiap siap merapikan Hoodie yang ku pakai, tak lupa mengenakan topeng iblis sebagai identitas penghakiman diruang dosa.

"Aku duluan ya." Kata aaron lalu berdiri berjalan sempoyongan. "Kalau soal makanan aku yang bayar." lanjutnya sambil menepuk dada nya.

Ia mengeluarkan lembaran uang merah, membayar kepada penjual, lalu berjalan keluar dari tempat itu. Mulutnya terus bergumam, entah apa yang ia katakan. Sepertinya, ia tak sadar bahwa bahaya sedang mengintainya.

Aaron memasuki gang sempit yang gelap, tanpa pencahayaan. Tempat sempurna untuk mengeksekusi rencana.

Aku bergerak pelan, langkahku nyaris tak bersuara. Saat jarak cukup dekat, aku menyergapnya dari belakang. Telapak tanganku yang sudah dilapisi obat bius menutup hidung dan mulutnya.

"Arghhh!" Ia sempat memberontak, tubuhnya menggeliat, namun tak lama kemudian, ia melemah lalu tubuhnya ambruk. Pingsan.

Aku menatap tubuhnya yang tergeletak di tanah. Malam ini, satu lagi dosa akan diadili

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!