Arthur meletakkan lembaran kertas dihadapan Ariel, itu kertas yang beberapa bulan lalu pernah diberikan Arthur dan laki-laki itu kembali membawa padanya, tentu ada maksud tertentu.
"Nona, Anda sudah bekerja dengan sangat baik, tuan muda sangat puas dengan hasilnya."
Laki-laki itu sedang memuji tapi Ariel tidak senang mendengarnya.
Sebelum kembali ke Kastil, Jonas mengatakan 'bulan depan, pelantikan Alfred akan diadakan', itu Artinya Alfred sudah berhasil mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Jadi selesai sudah perjanjian ini.
Seharusnya kamu senang, kan , Ariel? Lalu kenapa kamu terlihat murung?
Melihat Ariel hanya diam menatap kertas putih diatas meja, Arthur kembali meletakkan amplop coklat tebal, "Ini sisa pembayarannya, tanda tangani berkas ini, setelah pelantikan tuan muda Anda bisa pergi dari sini, mulailah hidup yang baru bersama keluarga Anda, tanpa mengungkit tuan Alfred."
Tanpa mengungkit....itu artinya... setelah ini dia benar-benar harus menghilang.
Ariel mengangguk pelan, "Saya akan menandatanganinya sekarang juga," tanpa ragu wanita itu meraih pulpen dan membubuhkan tanda tangan di atas kertas perjanjian.
"Apa saya harus pergi setelah pelantikan?"
"Ya, tapi selama pelantikan itu belum terjadi, Anda tetap ada di sini, dua Minggu lagi."
Ariel kembali menganggukkan kepalanya, "Apa masih ada lagi?"
"Tidak, Anda boleh pergi."
"Terima kasih."
Dengan langkah pelan tidak bersemangat Ariel keluar dari ruangan Arthur.
Setelah menutup pintu wanita ini menghela nafas panjang, matanya berputar menatap sekeliling Kastil, Ariel mengulas senyum tipis tapi penuh makna, dia ingat betul saat pertama kali memasuki tempat ini, gelap dan dingin, tembok yang kasar hampir melukai telapak tangannya yang tipis.
Dan aku harus melupakan ini semua? Kamu harus bahagia Ariel, tugasmu sudah selesai dan tuan muda sudah mendapatkan semuanya, tahta dan cinta pertamanya.
....
PRANK......
Justin melemparkan vas bunga pada dinding, benturan yang keras itu seketika mengakibatkan kekacauan, beling berserakan bahkan sampai melukai kakinya yang tak beralas. Tapi Justin tidak sedikitpun merasa sakit, amarah yang menguasai jiwanya membuat kebas seluruh tubuhnya.
"Justin, tahan amarahmu nak, lihatlah! kakimu terluka," Julie bergetar, anak sulungnya itu mempunyai jiwa yang tenang tapi saat marah dia sulit dikendalikan.
Mata Justin memerah, dia menatap ibunya, "Kenapa?" tanya laki-laki itu.
"Apa, nak?"
"Kenapa kamu harus menjadi selir Marion? jika aku tidak terlahir dari wanita kedua Mario, tentu penghinaan ini tidak pernah aku dapatkan."
Deg.... Julie seperti mendapat tamparan keras. Menjadi yang kedua.....
Ya.. inilah permasalahannya dan sejak awal Julie sudah tahu ini. Sebagai wanita kedua, dia dan anak-anaknya tidak memiliki hak apapun atas warisan Keluarga Smith.
Anak yang terlahir dari rahim selir, tidak lebih dari cadangan dan tameng untuk anak yang diakui para tetua, yaitu anak dari istri pertama.
Sejak memutuskan menerima pinangan Marion, Julie tahu, kelak anak-anaknya tidak memiliki hak apapun di Kluarga Smith, selagi Ayunda masih memiliki anak.
Tapi... saat itu Julie tidak kuasa untuk menolak. Dia mulai berdamai dengan keadaan dan mati-matian berusaha mengubah takdir anak-anak. Tapi nyatanya tidak segampang itu, setelah Justin sempat mendapatkan pengakuan Alfred kembali memenangkan segalanya.
Dan lagi-lagi, anaknya hanya akan menjadi cadangan Alfred.
"Justin, kita masih bisa berusaha."
"Berusaha! apa kita harus membunuh Ariel? Atau Alfred sekaligus?!"
"Tidak nak, jangan bicara sembarangan. Banyak telinga di rumah ini."
Justin yang sudah terlanjur marah dan kecewa mengabaikan peringatan ibunya, "Sia-sia... semua yang kita lakukan akan sia-sia jika dia masih hidup."
Sorot matanya begitu gelap menggambarkan situasi hatinya saat ini, Justin benar-benar menyimpan kebencian yang mendalam pada kakak tertuanya.
Bertahun-tahun lelaki ini berusaha memberikan yang terbaik untuk Keluarga Smith, berharap dia layak menggantikan Alfred yang lumpuh dan dibuang. Tapi si lumpuh yang telah diasingkan selama 11 tahun itu kembali dan bisa merebut segalanya hanya karena dia membawa seorang wanita yang bernama Ariel.
Bagi Justin, ini sangat tidak adil. Tapi... Justin juga tidak pernah tahu, ketidak adilan yang diterima Alfred 11 tahun yang lalu.
*Ariel.... hanya karena wanita itu semua yang kulakukan sia-sia*.
Justin mengepal kuat tangannya, apakah dia juga menyimpan dendam pada Ariel?
Masih dikediaman Smith.
Alfred yang sempat dilema akhirnya memutuskan untuk menunggu Milea, dia tidak ikut kembali ke Kastil bersama Ariel dan Arthur, menunggu Milea mungkin menjadi prioritasnya daripada kembali ke Kastil bersama Ariel.
"Al, terima kasih tetap ada disini untukku."
Dengan menetapnya laki-laki itu, memantapkan keyakinan Milea jika Alfred masih sangat mencintainya sama seperti dulu.
Dengan suara dingin dan tanpa senyum, Alfred menimpalinya, "Apa yang ingin kamu bicarakan? Cepat katakan?"
"Al....."
"Wah-wah....aku pikir kau sudah enyah dari sini," Jonas muncul di waktu yang Milea anggap tidak tepat.
Bukan hanya muncul di waktu yang tidak tepat tapi laki-laki itu juga berniat mengacau momen romantis yang sebentar lagi mungkin akan terjadi.
Jonas mendekat, bertolak pinggang didepan Alfred, "Seharusnya kakak ipar yang tetap tinggal di sini daripada kau. Setidaknya, wajah kakak ipar yang cantik itu bisa membuatku senang selama ada di rumah."
Jonas kembali memancing, apa tujuannya! membuat Alfred marah? atau cemburu?
Jonas memuji Ariel.... Aku yakin, mereka tidak hanya memiliki hubungan kakak dan adik ipar, pikir Milea.
"Tapi tidak apa kakak ipar pergi dari sini, daripada dia harus melihat momen pertemuan kalian berdua."
"Jo, apa yang kamu katakan? Momen apa? aku hanya bertemu dan bicara dengan Alfred, kalaupun ada Ariel tentu tidak jadi masalah." Celah Milea.
"Ya... Anggap saja seperti itu."
Lihatlah laki-laki yang duduk di kursi roda itu! jari-jari tangannya sudah menyatu membentuk bulatan sempurna. Otot-otot yang menonjol menandakan betapa kuatnya tenaga yang tersimpan di sana. Jika tidak ada Milea, mungkin bulat yang terbentuk itu sudah menyapa wajah Jonas yang terus-terusan memuji Ariel.
Sebelum keributan terjadi, Ayunda datang.
"Milea, kamu ada di sini? apa kamu ingin menemui Justin? Jika iya sebaiknya kamu langsung menuju ruang kedua, bukan di sini."
Ayunda yang memang tidak menyukai Milea, secara tidak langsung mengusir gadis itu dari sisi anaknya.
"Bibi, Aku hanya ingin bicara dengan Alferd sebentar."
Ayunda tidak menggubris alasan Milea, dia menatap Alfred, "Al, seharusnya kamu kembali, Ariel pasti menunggumu."
Ucapan Ayunda seolah peringatan yang ditunjukan pada Milea, agar gadis itu sadar jika Alfred sudah memiliki istri.
"Jika kamu tidak mau pulang, aku bisa menggantikanmu," timpal Jonas, dan ucapannya yang kurang ajar ini tentu menambah emosi Alfred. Tapi laki-laki ini tidak bisa melampiaskannya.
"Hahaha...aku hanya bergurau ma," ralat Jonas saat mata Ayunda melihatnya.
Ayunda kembali pada Alfred, "Ayo! Mama antarkan kamu kedepan," ajaknya langsung mengambil alih kursi roda Alfred, membawanya jauh dari Miliea yang tertunduk sedih.
"Miliea, ruangan Justin ada disebelah sana! dia sedang dalam situasi buruk tidakkah kamu ingin menghiburnya?"
Milea menghela. Kedatangannya hanya untuk Alfred hanya laki-laki ini yang ingin dia temui.
.....
"Al, apa Arthur akan menjemputmu?"
"Ya, dia sendang dalam perjalanan."
Ayunda mendorong kursi roda anaknya menuju teras depan rumah, "Al, mama ingin menanyakan sesuatu padamu, mama harap akan mendapatkan jawaban yang jujur."
"Katakan!"
"Al, kau... bersungguh-sungguh, kan, pada Ariel?"
Alfred diam, pertanyaan ini tidak dia pikirkan sebelumnya, "Apa yang mama khawatirkan?"
Ayunda maju beberapa langkah menatap hamparan taman didepan rumah yang dipenuhi bunga warna-warni, dengan wajah sendu Ayunda berkata, "Al, mama tidak ingin putra mama menyakiti hati wanita apalagi istrinya."
Ucapan Ayunda begitu dalam dan penuh maksud juga peringatan,
"Bukankah Marion juga seperti itu?"
Ayunda berbalik melihat Alfred, "Justru itu, mama tidak mau kamu mengikuti jejak laki-laki keluarga ini."
Banyak hati wanita yang tersakiti atas ketentuan yang diterapkan puluhan tahun silam, tapi wanita-wanita itu tidak bisa bersuara, menolak bahkan melindungi diri. Mereka hanya boleh patuh dan setia.
"Al, mama tahu kamu masih mencintai Milea. Tapi kamu harus ingat! ada Ariel yang sudah menjadi istrimu."
Ayunda tidak tahu, Ariel hanya alat yang Alfred bayar untuk tujuan tertentu.
Alfred hanya diam dengan pandangan dingin, tidak ada yang tahu maksud diamnya laki-laki itu.
......
"Nona Ariel!" Panggil Imel sambil berjalan cepat menghampiri Ariel yang sedang menyembunyikan tangga di belakang Kastil.
"Ya, bibi!"
Bibi Imel tidak melihatnya, kan!
"Apa yang sedang Anda lakukan, nona?"
"Tidak ada, aku hanya sedang melihat-lihat saja. Ada apa bi?"
Imel menyodorkan benda berwarna putih bersih, "Salah satu pekerja perkebunan teh, mengirim ini untuk Anda."
Pekerja perkebunan.... siapa?
Ariel tidak banyak mengenal penduduk kaki Gunung Borra. Tiba-tiba mengirim sesuatu berbentuk surat.
"Apa Anda tidak ingin menerimanya? Jika tidak saya akan mengembalikannya."
"Berikan padaku!" Ucap Ariel dengan mengambil kertas dari tangan Imel.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi, nona."
"Terima kasih, bi."
Ariel membulatkan matanya dengan sempurna, wajahnya pun tiba-tiba memerah, dia marah. Wanita ini mengepal kuat kertas yang baru selesai dibacanya.
Sial! Kenapa mereka bisa sampai sini?!
Ariel menyembunyikan surat yang sudah berbentuk bola kecil itu di saku dress-nya. Langkah kakinya tergesa-gesa memasuki Kastil.
"Ariel!" Panggil Alfred. Ariel yang sudah ingin membuka pintu kamarnya, sontak terkejut, "Ya tuan!"
Alfred meneliti dan Ariel langsung menghilangkan kepanikannya, "Arthur sudah bicara padamu?"
Bicara.... apa yang dia maksud pembicaraan kontrak perjanjian yang berakhir....
"Sudah!"
"Terapkan apa yang dia ingatkan."
Ariel mengangguk, dia kumat lagi.....
"Tuan!" panggil Ariel sebelum laki-laki itu hilang dari pandangannya.
Alfred menoleh, "Ada apa?"
"Jika hari itu tiba, apa saya benar-benar boleh pergi?"
Alfred mengalihkan pandangannya untuk beberapa saat, lalu kembali melihat Ariel, "Ya, pergilah kemapuan kau mau."
Ariel diam mengangguk dengan wajah sedih.
Apa yang kamu harapkan dari jawaban laki-laki itu Ariel? Apa kamu ingin Alfred mengatakan, 'tidak! Ariel tetaplah disini',
Ariel menatap kosong punggung Alfred yang memudar dari matanya.
Semoga kita tidak akan pernah bertemu lagi....
Didalam kamar, Ariel membongkar lemari pakaiannya yang usang. Dia mencari benda yang sudah dua tahun ini ia simpan.
Ketemu....
Itu nomor ponsel.
Ariel bergegas mengambil gawainya, menekan cepat layar mengikuti deretan angka.
(Hallo)
Tersambung....
Ariel langsung memutuskan panggilan tanpa bersuara.
Masih aktif...
Ariel memijat pelipisnya, apa yang harus aku lakukan?
...
Satu Minggu menuju pelantikan Alfred, laki-laki itu semakin sibuk mengikuti berbagai kegiatan sebelum peresmian, begitu juga dengan Ariel yang satu Minggu ini mengikuti Alfred kemanapun pergi. Salah satunya pesta penyambutan untuk calon Tuan Muda Utama.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tuan muda utama. Tapi masih banyak mulut-mulut yang menggunjing Alfred.
"Bukankah Justin masih lebih baik?"
"Tapi dia bukan putra istri tertua, mana bisa mendapatkan posisi ini."
"Tapi setidaknya dia tidak lumpuh, aku dengar dia juga tidak akan bisa memiliki keturunan. Jika begitu Keluarga Smith akan putus di generasi ini."
Ariel yang mendengar obrolan menyakitkan itu maju untuk memberi peringatan, "Nyonya... tutuplah mulut Anda!"
Tiga wanita disana terlonjak! "Kau... istrinya Alfred!"
"Ya!"
"Haha...anak pekerja perkebunan teh, huh... Ayunda malang sekali mendapatkan menantu seperti ini, mungkinkah dia menyesuaikannya dengan anaknya yang lumpuh itu."
"Tidak apa, Ayunda bisa memiliki dua menantu, jika yang pertama buruk yang kedua pasti luar biasa, yaitu Milea."
Tanpa banyak bicara, Ariel yang sudah beberapa hari ini dilanda kebingungan dan pusing, spontan menginjak kuat kaki istri-istri dari para bangsawan itu.
"Aw....kau, berani sekali..."
Alih-alih takut, Ariel malah tersenyum, "Ingin berteriak?" tantangnya, lalu melirik kearah Alfred, "Lihatlah suamimu di sana, dia sedang menjilat tuan muda, apa jadinya jika saya mengatakan istinya ini menghina tuan Alfred."
Tiga wanita itu kalap, "Jangan mengancam saya!"
Ariel mengedikan bahunya, menantang wanita-wanita kaya itu.
"Kakak ipar!" panggil Jonas.
Jonas....Ariel menarik nafas, lalu mengatur ulang ekspresinya, "Hai!"
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Aku, sedang menyapa nyonya ini."
Tiga wanita itu menatap Ariel sinis.
"Kalian menganggu kakak iparku?" bentak Jonas, seolah ingin menjadi pahlawan setelah mengira Ariel baru saja ditindas karena statusnya yang hanya seorang anak pekerja perkebunan teh.
"Jo...."
Jonas mengangkat tangannya, meminta wanita-wanita itu diam, "Aku akan memberi pelajaran pada kalian."
"Sudah adik ipar, jangan diperbesar. Oya! Aku harus pergi," ucap Ariel, bersamaan dengan ponselnya yang bergetar. Telpon dari seseorang yang beberapa hari ini menganggu ketenangannya.
"Aku ikut bersamamu!" Jonas mengejar Ariel yang sudah berlalu..
Jauh diujung sana...tapi masih terlihat jelas, Alfred menyaksikan ini, yang dia saksikan, Jonas mendekati Ariel dan kini adiknya mengejar wanita itu.
Dia geram bukan main.
"Tuan Alfred, bagaimana? apa saya bisa menempati posisi itu?" tanya satu orang yang sudah beberapa kali menjilat Alfred dengan kata-kata sanjungan.
Alfred yang tidak fokus, meminta Arthur menggantikannya.
"Anda mau kemana, tuan?"
"Membasmi hama."
Hama... hama apa?
"Ariel, tunggu!" Jonas yang berbadan tinggi dengan langkah panjang mampu mengejar Ariel dengan sangat mudah, dia meraih tangan wanita itu.
Ariel yang terkejut menarik tangannya, "Ada apa? Aku buru-buru."
"Ariel!" Jonas kembali meraih tangan Ariel, "Aku ingin bicara denganmu," mimik wajah laki-laki itu serius. Tidak seperti biasanya yang selalu tidak konsisten.
Terlalu banyak orang di sana, di hari-hari terakhir masa perjanjiannya dengan sang tuan muda, Ariel tidak boleh melakukan kesalahan. Gosip dengan Jonas hal yang paling harus dihindari, itulah yang Alfred ingatkan.
"Jonas maaf, Aku harus pergi harus pergi," Ariel menarik tangannya, berusaha menghindari Jonas dari tatapan para tamu undangan.
"Kemana? Bahkan acaranya belum selesai, jika itu sangat penting aku bisa mengantarmu, sekalian aku ingin bicara denganmu."
"Tidak ada yang penting, kamu tetaplah di sini jangan ikuti aku."
Jika sudah ada maunya harus terlaksana itulah Jonas, "Oke! Pergilah dan aku akan mengikuti mu dari belakang."
Ini terlalu lama dan memakan waktu juga perhatian orang banyak. "Terserah padamu saja!" Ucap Ariel sedikit kesal dan berlalu,
kenapa aku selalu dikelilingi orang-orang menyebalkan. Ariel dengan tergesa-gesa kembali meninggalkan acara dengan menggenggam erat ponselnya yang masih terus bergetar, sementara Jonas benar-benar mengikutinya dari belakang.
"Alfred!"
Al yang sudah hampir sampai pintu keluar dicegah oleh Paul, ayahnya Milea.
Alfred tidak merespon dengan ramah hanya menampakan wajah datar dan fokus pandangannya tertuju pada pintu keluar di mana baru saja dilalui Jonas dan Ariel.
"Bisa saya bicara denganmu?" Tanya Paul yang kini sudah berada di depan Alfred.
"Apapun yang ingin Anda bicarakan, sampaikan pada Arthur," timpal Alfred dan kembali menggerakkan kursi rodanya.
"Alfred! Saya hanya ingin bicara denganmu!" Panggil Paul, tapi laki-laki itu tidak lagi mendengarnya.
......
Sampai selesainya acara, Ariel tidak kembali, ke mana wanita itu? apa dia benar pergi bersama Jonas, atau justru ada sesuatu yang lain yang membuat Ariel pergi meninggalkan acara penting ini.
Sudah puluhan kali Arthur menghubungi wanita itu namun tidak ada respon.
Alfred yang sudah geram memerintahkan beberapa orang untuk mencari istinya, dia semakin marah karena yang dia tahu, Ariel pergi bersama Jonas.
"Al, ke mana Ariel? Mama tidak melihatnya?"
"Benar, ke mana istrimu itu! Dia menghilang tanpa sopan santun saat acara masih berlangsung. Untung saja ada Milea yang membantu sampai acara usai, benar-benar tidak bisa diandalkan," timpal Julie, yang tujuannya tentu ingin menjatuhkan Ariel.
"Dia pulang," jawab Alfred singkat.
"Pulang...."
"Nyonya Julie, nona Ariel mengeluhkan sakit kelapa dan mual, jadi beliau meminta izin pulang terlebih dahulu."
"Sakit kepala....mual!" Panik Ayunda, "Kenapa kamu tidak memberitahuku, jika Ariel sakit."
Kenapa nyonya Ayunda harus sepanik ini. padahal Arthur hanya memberi alasan asal agar Julie tidak menyudutkan Ariel.
"Maafkan saya nyonya, saat itu Anda sedang sibuk."
"Lalu bagaimana dengan keadaannya sekarang? Ariel pulang dengan siapa? Seharusnya menginap saja di sini tidak usah pulang."
"Dia baik-baik saja!" Alfred sudah memberikan suaranya yang dingin.
Ayunda mendekati anaknya, "Kalau begitu, kamu juga harus segera pulang Al, kasihan jika Ariel sendirian."
Sudah pasti laki-laki itu akan segera pulang. Dia sudah tidak sabar ingin menghukum Ariel jika benar wanita itu ada di Kastil dan sbelumnya telah pergi bersama Jonas.
....
"Arthur, cepat sedikit!" teriak Alfred lada teman sekaligus sopirnya, Arthur melirik belakang sejenak. *Ini sudah cepat tuan, apa Anda mau saya membawa mobil ini terbang*!
"Arthur, kau dengar tidak!" Alfred yang besar menggebrak belakang kursi Arthur.
"Ya, saya mendengarnya, Baiklah saya akan menambah kecepatan."
Apa dia tidak memiliki rasa trauma? ngebut-ngebutan di jalan sampai membuatnya kehilangan segalanya selama 11 tahun dan berakhir duduk di kursi roda.
....
Memasuki halaman Kastil Arthur menghela nafas lega.
Akhirnya mereka selamat sampai tujuan.
Bibi Imel yang mendengar suara mobil Arthur, bergegas keluar Kastil guna menyambut tuan muda.
Alih-alih menimpali sambutan bibi Imel, Alfred dengan sangar menayangkan, "Apa wanita itu sudah kembali?"
Wanita itu...nona Ariel, kan!, "Belum tuan. Bukankah nona Ariel pergi bersama Anda ke kediaman utama?"
Belum kembali.... Alfred mengepalkan tangannya, lihatlah...otot-otot di tangan kekar itu seperti ingin putus.
"Tuan, jika anda mau saya akan mencari nona Ariel," ucap Arthur.
"Tidak perlu, biarkan dia sampai kembali sendiri."
Saat Alfred sudah menuju kamarnya, menjadi kesempatan email untuk mempertanyakan apa yang terjadi.
"Pergi bersama tuan muda ketiga... Saya rasa itu tidak mungkin Arthur, pasti ada sesuatu yang lain yang membuat nona Ariel pergi tanpa memberi tahu terlebih dahulu. Sebaiknya, kamu cari sekarang Saya takut terjadi sesuatu padanya."
Arthur menunjuk di mana arah Alfred pergi tadi, "Bibi dengar apa yang tuan muda katakan tadi! Biarkan Nona Ariel sampai pulang sendiri."
Dua laki-laki ini sama-sama keras kepala, mereka adalah satu kesatuan, jika salah satu bilang tidak! ya pasti akan tidak semuanya.
....
Sampai di malam hari. Ariel masih tidak kunjung pulang. Alfred dengan pakaian serba hitam menatap jendela kamarnya yang terbuka lebar, mengundang angin malam yang dingin memasuki kamar gelap itu.
Adegan singkat antara Jonas dan Ariel di acara siang tadi kembali menari-nari di benak Alfred. Laki-laki ini mendengus kesal.
"Kau... benar-benar tidak mengindahkan peringatanku."
.....
Sementara di posisi lain namun masih di lingkungan Kastil, tepatnya di jalan setapak menuju bangunan itu. Wanita dengan kaki dibalut perubahan berjalan dengan tertatih. Tangan kanannya memegangi pundaknya yang masih terasa sakit. Ini sudah lebih dari pukul 22:00, beruntung, kehadiran bulan sempurna menjadi penerang langkah kaki wanita ini. Meskipun begitu, rasa takut akan binatang buas yang sering digembor-gemborkan penduduk kaki gunung Borra, membuat dia bergidik dan selalu menatap ke belakang kiri dan kanan.
Dia Ariel, wanita yang tengah di tunggu-tunggu kepulangannya yang harus siap menerima hukuman dari tuan muda.
Entah dari mana dia sampai pulang dalam keadaan seperti ini.
"Ya Tuhan, tolong lindungi aku. Adakah yang bisa mengantarku untuk sampai ke kastil itu," gumam Ariel di tengah-tengah ketakutannya.
Seharusnya dia tidak usah kembali ke Kastil tapi rasa takutnya pada Alfred mengalahkan rasa takut diterkam binatang liar hutan.
Deg....!
Baru saja bergumam akan hewan buas, Ariel melihat siluet mengerikan di balik pohon besar. Yang jelas itu bukan manusia. Kakinya yang sakit tidak memampukan wanita ini untuk berjalan lebih cepat apalagi berlari.
Sepertinya malam ini memang akhir dari hidupmu Ariel, kau bisa lepas dari mereka meskipun dalam keadaan seperti ini tapi kamu tidak akan bisa lepas dari terkaman penghuni hutan ini.
Setelah penampakan siluet, Ariel mendengar ranting pohon yang terinjak beban berat, seketika bulu kuduknya merinding membayangkannya sebesar apa sesuatu dibalik rerumpunan pohon disana.
Ariel diam tidak bersuara, cepat-cepat wanita itu menggeser posisinya untuk bersembunyi.
Baru beberapa detik, Ariel langsung menutup mulutnya rapat-rapat supaya tidak mengeluarkan suara nafas, kala suara raungan yang mengerikan menyambar telinganya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!