Kebaya merah muda itu kini terbalut baju toga serta sanggul indah itu ditemani topi hitam, tanda berakhirnya masa menuntut ilmu adalah hari ini. Tidak ketinggalan wanita dan lelaki paruh baya duduk di kursi kokoh sana sembari menyunggingkan senyum tanpa henti sesekali juga menangis haru melihat putri kecil mereka dulu kini sudah menjadi gadis yang berhasil mencapai pendidikannya.
Putri yang dulu masih menangis dan tertidur pulas di gendongan mereka, kini sudah berdiri sendiri di atas pencapaiannya.
Gadis itu nampak sudah beranjak dari masa remajanya. Namun di mata kedua orang tua itu, ia masih bayi yang mereka timang-timang dulu.
“Laut Bening Xhabiru, Sarjana Ilmu Komunikasi … ”
Bening tersenyum lebar menunjukkan gigi putihnya kepada semua orang yang memberinya sorakan.
Hari bahagia ini, ditemani dengan rangkaian bunga hydrangea berwarna merah muda berkombinasi dengan bunga kecil daisy putih manis, yang ia peluk dengan hangat ditangannya. Sesekali ia menghidu wangi bunga - bunga itu. Ayah dan bunda yang memberikannya, pantas untuk di perlakukan dengan hangat dan dikaguminya dengan sungguh karena diberikan oleh orang terhangat dalam hidupnya pula.
... 🍒🍒🍒...
Di perjalanan pulang, Bening masih tersenyum - senyum bahagia. Ia duduk di kursi penumpang. Sesekali menyeruput ice matcha yang baru di belinya. Bunda dan ayah tentu juga merasakan hal demikian.
“Setelah ini Bening akan lanjut kuliah ke luar negeri dan lalu akan jadi jurnalistik terbaik sepanjang masa … ah tidak sabar. Tapi bagaimana pun, Bening akan tetap bekerja dulu di Indonesia sebelum nanti berangkat ke luar negeri,” Bening berucap dengan semangat dan yakin.
“Iya sayang, selamat ya atas perjuanganmu ini. Ayah dan Bunda akan terus mendukung apapun cita cita baikmu itu,” kata ayah sembari menyetir mobil mereka yang melaju di jalan raya.
“Kebahagiaan Ayah dan Bunda lengkap sekali, kakakmu Kencana, bulan ini menikah, sedangkan Bening wisuda,” timpal bunda.
Kedua orang tua itu kini merasa lebih bahagia lagi, sama seperti ketika mereka baru pertama merasakan atas kelahiran Kencana dan Bening dulu. Rasa bahagia yang tidak dapat dituturkan hanya dengan kata. Begitu lengkap kebahagiaan keluarga ini.
Dua saudari itu tumbuh di keluarga penuh manis dan indah bak bunga - bunga yang selalu bemerkaraan setiap hari.
... 🥥🥥🥥...
Di dalam kediaman yang besar dan penuh buku - buku tersusun di setiap rak. Jedan menjadikan ruangan itu sebagai ruangan favoritnya.
Segara selalu tahu di mana ia harus mencari sang kakek di rumah mewah mereka. Ia melihat lelaki yang sudah lansia itu duduk sambil membaca buku bisnis di tangannya.
Ia datang karena kakek menyuruhnya untuk menghadap. Segara terpaksa mengundurkan jadwalnya yang cukup padat.
“Segara, beristirahatlah dulu! Persiapkanlah pernikahanmu dengan matang. Calon istrimu sebentar lagi akan pulang ke Indonesia dan setelah itu kalian segera menikah secepatnya,” ujar lelaki tua namun masih gagah.
“Masa bodoh dengan pernikahan itu, Kek! Kalian saja yang urus, kalian yang memintaku menikah dengan gadis yang tidak jelas itu.” Segara berucap dengan wajah penuh malas.
Ia sudah pembahasan ini pasti akan terjadi hari ini lagi. Sebenarnya itu sudah malas mendengarnya, namun Jedan adalah satu - satunya orang yang ia anggap keluarga sedari dulu.
Ia juga sudah tahu kalau suruhan kakek menyuruhnya datang ke sini, pasti karena pembicaraan perjodohan lagi.
“Kakek yang memilih Kencana Wungu menjadi istrimu. Dia gadis yang pintar, cantik, berwawasan luas. Kakek adalah dosennya dan kakek tahu betul dia baik untukmu.”
“Tapi aku belum ingin menikah, Kek! Aku juga mempunyai wanita pilihanku sendiri. Tapi Kakek tidak pernah peduli dengan pilihanku. Grace perempuan yang ingin aku nikahi, itupun 10 tahun lagi,” tukas Segara membuat suasana semakin sengit.”
Jedan menutup bukunya dan melemparkannya di meja dengan cukup keras. Ia terdiam sejenak sembari memandangi cucunya itu dengan tatapan tajam.
”Kakek tidak suka dengan pacarmu itu!” seru kakek mulai meninggikan suaranya.
“Apa alasan Kakek tidak suka dengan Grace?” tanya Segara dalam.
“Kakek dapat melihatnya jikalau dia tidak baik untukmu dan anak-anakmu nanti. Bahkan dia angkuh sekali,” kakek berucap dengan suara yang merendah.
”Kakek tidak mengenalnya, sudahlah, aku ingin bertemu klien lagi.” Segara beranjak dari duduknya meninggalkan kakek yang masih berwajah kesal menghadapi cucunya itu.
Segara melajukan mobilnya dan meninggalkan rumah mewah bak istana itu. Dalam hatinya masih bergejolak ingin menolak permintaan kakeknya. Ia sadar, usianya memang sudah menginjak kepala tiga. Namun pernikahan juga bukan suatu perlombaan. Kakek bersikeras menikahkannya hanya dengan alasan agar ia cepat terlihat lebih beribawa membawa perusahaan yang sedang ia gantikan kepemimpinannya sedari dua tahun yang lalu. Dan, alasan yang paling muak Segara dengar adalah ‘agar sang kakek dapat menimang cucu sebelum ia mati’. Ah, menyebalkan sekali!
Lalu bagaimana dengan kekasihnya itu?
Ia sudah bersamanya sejak 2 tahun lalu. Mereka bertemu ketika Segara sedang melakukan perjalanan dinas di Negara Malaysia. Tepat, Grace keturunan negara tetangga, Malaysia. Grace berpenampilan menarik dengan tubuh tinggi ramping dan juga rambut panjang lurus yang selalu tergerai menutupi sampai pinggulnya. Pemilik mata biru mempesona.
Bagaimana dengan ucapan kakek? Angkuh? Ya, Grace anak tunggal dengan kehidupan yang mewah sedari ia kecil. Orang tuanya terlalu sibuk bekerja dari pada untuk memperhatikan sifat anak mereka.
Sementara Segara, ia merasa Grace wanita yang lemah lembut dan dapat mengerti dirinya. Segara sesekali mengajak Grace ke Indonesia dan menemui kakeknya, tapi ternyata kedatangan Grace untuk pertama kalinya itu menciptakan kesan tak enak dengan sang kakek.
“Ah, sebenarnya apa yang terjadi ketika Grace dan kakek bertemu waktu itu? Ini salahku karena harus menyelesaikan perkerjaan dahulu waktu itu. Tapi pasti saja bukan masalah besar. Kakek saja yang sebenarnya memang sudah ingin menjodohkanku dengan wanita tidak jelas itu.” Segara menggerutu.
... 🌽🌽🌽...
Di tempat yang selalu hangat. Kencana dan Bening saling menghambur pelukan. Mereka sudah sangat lama saling rindu karena tidak saling bertemu.
Kencana bahkan belum sempat sampai di kamarnya, Bening sudah lebih dulu menahannya di depan pintu masuk rumah.
“Sister, finally back to Indonesia. I miss you so much. Because you were too busy, you couldn't take graduation photos with me (Kakak, akhirnya balik lagi ke Indonesia. Aku kangen banget sama kamu. Karena kamu sibuk banget, kamu nggak sempat foto wisuda bareng aku), " ujar Bening.
“Sorry, kakak janji akan nemenin lu sekarang,” ucap Kencana pada adiknya
“Ah, mana mungkin. Sebentar lagi kakak akan menjadi istri … siapa itu namanya? Bumi Segara? Ya itu, Mana bisa kakak nemenin Bening,” sewot Bening
Di tengah obrolan hangat mereka bi Aminah seorang Asisten rumah tangga datang menyapa.
“Eh kakak sudah pulang, mau bibi siapin apa, Kak?” tanya bi Aminah.
“Bi Ami, sudah lama nggak ketemu bibi, Bi Ami masih cantik dan seksi aja,” goda Kencana pada wanita berkepala empat itu.
“Bisa aja, Kak.”
Bi Aminah tersenyum malu - malu sambil membenarkan rambutnya. Dari itu Kencana dan Bening memang selalu suka menggodanya.
“Hahaha, kakak lihat aja tuh pipi Bi Ami langsung merah jambu begitu,” timpal Bening.
“Hehe, ya sudah, anterin ke kamar susu hangat tanpa gula ya. Oh iya, sama jeruk dan mangga deh kalau masih ada stok,” jelas Kencana menyatakan keinginannya.
“Baik, Kak,” sahut bi Aminah lalu pergi berlalu meninggalkan Kencana dan Bening yang masih melepas rindu mereka masing - masing.
... 🍅🍅🍅...
Di dalam kamar Kencana yang sudah lama tidak terisi. Kini kembali hangat lagi. Bening dan Kencana melanjutkan obrolan mereka di sana.
“Kak, sumpah deh, sebenarnya aku masih nggak percaya Kakak tiba-tiba aja mutusin buat nikah. Terlebih nikah dengan laki-laki yang aku aja nggak pernah lihat dan kenal sebelumnya. Bagaimana dengan Reo pacar kakak yang waktu itu ngejar kakak sampai ke Korea?” Bening bertanya dengan serius.
“Sorry kakak baru bisa cerita sekarang. Dan ya, 2 bulan yang lalu kakak cuma bisa ngabarin bunda dan ayah. Karena pak Jedan dosen kakak dulu tiba - tiba aja merencanakan pernikahan ini. Beliau bilang akan bantuin kakak buat jadi graphic desainer di perusahaan terbesar di negara Korea. Kamu taukan, itu impian kakak banget. Kakak percaya, karena perusahaan yang dipegang cucunya saat ini bekerja sama dengan perusahaan negara tersebut,” jelas Kencana panjang lebar.
Bening menghela nafas, ia tau bagaimana kesusahan kakaknya mengejar mimpinya itu. Namun ia tahu, keputusan kakaknya juga tidak benar. Ingin mencapai sesuatu karena maksud tersembunyi.
“Lalu bagaimana dengan Reo?” tanya Bening.
“Entahlah … kami masih pacaran.”
“Hey! What!! Masih pacaran sama Re …,“ Kencana menutup mulut Bening dengan cepat.
“Jangan keras-keras, Ben. Please deh! Nanti ada yang denger, gimana?”
Bening menghentikan katanya, namun matanya masih mencari jawaban pada sang kakak. Ia belum pernah berada di posisi Kencana. Cinta monyetnya pun gagal dulu, apalagi harus memulai dengan dua lelaki.
“Ya lagian, lo mau nikah tapi masih pacaran sama yang lain. Kak, mending Kakak batalin pernikahan ini deh. Ya sudah sih, kakak cukup lebih giat dan menunggu sedikit lebih lama aja untuk mencoba melamar kerja di perusahaan impian kakak itu. Dari pada melakukan pengkhianatan, duh gila deh!”
“Nggak bisa, Ben. Kakak udah coba dan belum ada perkembangan apapun.”
“Yaudah, kalau gitu putusin Reo dong!” sungut Bening.
“Nggak bisa, kakak cinta banget sama dia,” tepis Kencana yang segera menundukkan wajahnya.
“Gila dah! Bucin amat lo emang, kak!”
“Gimana lagi. Oh iya, malam ini Kakak juga Ayah dan Bunda akan pergi ke rumah Bumi Segara,” kata Kencana.
Bening mengangguk, namun wajahnya masih tidak terima dengan kelakuan kakaknya.
“Kak, ini susu dan buahnya,” kata bi Aminah yang bersuara dari balik pintu kamar sambil membawa nampan di tangannya.
“Oh iya, masuk aja, Bi,” Ujar Kencana mempersilakan.
“Bi, ayah sama bunda kemana, ya? Masih lama nggak, ya?” tanya Bening.
“Katanya sih ke restoran bunda yang baru buka itu, Dik. Mungkin sebentar lagi pulang,” jawab bi Aminah.
“Okelah …,” sahut Bening.
... 🌶️🌶️🌶️...
Salam hangat @putrianiwiningsih***
Tulisan ini ditulis secara langsung oleh saya, bukan dari AI (sama sekali tidak menggukan AI)
Malam yang tenang, dibawah langit berbintang dan bulan sabit yang menampakkan diri dengan indah. Uni dan Bening duduk di kafe terbuka langganan mereka. Dua sahabat ini, selalu memesan minuman yang sama setiap datang.
“Bening, lu itu kapan sih mau buka hati buat cowok, heh? Dari zaman SMA sampai lulus kuliah S1, masih aja doyan ngejomblo. Cuma si Hilwa bisa jadi mantan pacar lu selama ini. Itupun mantan pacar pas SMP,” cecar Uni, sahabat karib Bening sedari kecil.
Ia tahu betul seluk beluk kehidupan sahabatnya itu. Hanya fokus pada materi - materi pelajaran lalu nanti mengajaknya jalan - jalan. Namun tidak pernah sekali pun jalan dengan laki - laki lain.
“Ni, lo serius- an dari zaman SMA masih masalahin calon jodoh gue melulu, heh?” Kata Bening sembari memanyunkan bibirnya.
“Ya lagian, tuh kakak lu udah mau nikah. Lu minimal punya pacarlah untuk dibawa ke pernikahan kakak lu,” tukas Uni sambil sesekali menyeruput kopi di tangannya.
“Belum kepikiran, masih mau menikmati masa sendiri gue, sampai lulus kuliah S2.”
“Lu masih trauma diselingkuhin Hilwa zaman SMP itu? Idih, nggak semua cowok gitu juga, bjir!” kata Uni sambil memainkan mimik wajah khasnya.
Mereka kembali mengingat kenangan - kenangan SMP. Zaman Bening surat - surat an, yang mana Uni harus jadi Mak comblang dan juga kurir pengantar surat - surat mereka berdua.
Mengingat Bening yang selalu mengajaknya untuk ikut ketika Hilwa dan Bening pacaran di belakang gedung sekolah setelah sepulangnya mereka.
“Entahlah, capek juga sih punya perasaan begini tau, Ni. Serius gue, gue juga mau kaya lo pada. Punya cowok yang bisa bikin happy, semangat ngejalanin hari - hari, dan apapun itu. Tapi gue masih takut aja mencoba hubungan lagi. Putus cinta itu sakit banget tau,” jelas Bening.
Bening menggigit bibirnya bawahnya. Ia memang takut memulai asmara lagi. Entah mengapa, ia takut patah hati lagi saja.
Terlebih sering melihat Uni berantem dengan pacar - pacarnya itu. Lalu menangis dan menumpahkan ingus di baju Bening.
“Cup, cup, cup, makanya coba aja lu mulai buka hati lagi. Biar lu tau nggak semua cowok itu sama.”
“Ehm, kapan-kapan …,“ Bening ikut menyeruput minumannya.
“Ih lu ya!” Uni mendorong kecil pundak sahabatnya itu.
... 🍓🍓🍓...
Sementara itu, di meja makan panjang penuh makanan. Segara duduk dengan ogah - ogahan. Sedikitpun dia tidak mau menatap Kencana yang duduk tepat di depannya. Kencana merasakan dinginnya Segara.
“Bapak Derry, Ibu Luna, dan Nak Kencana silakan dimakan sepuasnya. Akhirnya Kencana pulang juga ke Indonesia dan kita bisa di titik ini,” Pak Jedan mempersilakan tamu yang ia tunggu - tunggu beberapa waktu dekat ini.
“Ya Pak Jedan, kami senang kita akhirnya bisa berkumpul untuk membahas pernikahan Segara juga Kencana,” ucap Ayah sembari tersenyum ramah.
“Ya, ya, ya, Pak Derry, tapi maaf, Segara ini memang terlihat agak cuek. Terlebih untuk Nak Kencana, semoga kamu bisa memahami ya. Tapi ketika nanti menikah, lelaki ini pasti bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik.” Jelas sang kakek, membuat Segara mengernyitkan dahinya.
Segara ingin segera meninggalkan makan malam ini. Ia sungguh tidak suka dengan basa - basi kakeknya. Berkali - kali ia mendengus kesal.
“Iya, Pak, Kencana paham dan mengerti. Pasti Segara juga canggung karena ini pertemuan pertama kami.” Balas Kencana, ia menahan emosinya melihat wajah Segara yang angkuh dan tidak mau menatapnya sedikitpun.
“Kalau saja bukan karena cita - citaku, aku nggak akan mau nikah dengan orang yang tidak mencintaiku begini,” batin Kencana kesal.
“Nak Segara, Kencana juga bisa masak, loh. Nanti ketika sudah menikah, dia bisa membuatkan kamu makanan yang enak setiap hari,” sambung bunda pada Segara, Segara yang mendengar itu tiba - tiba saja batuk karena tersedak makanannya.
“Uhuk, uhuk, i, iya, Tante.” Jawab Segara terpaksa.
Semua tersenyum manis terkecuali Segara dan Kencana. Keduanya sama - sama menyimpan perasaan tidak suka.
“Kita sepakat untuk pernikahan akan diadakan seminggu lagi,” ujar pak Jedan memulai perbincangan serius mereka.
“Kakek, apa tidak terlalu mendadak?” Segara kaget mendengar keputusan kakeknya dan merasa tidak terima.
Segara bahkan belum menyusun rencana bagaimana menghentikan perjodohan ini. Dan sekarang ia hanya punya waktu seminggu. Itu tidak mungkin.
Sebelumnya ia berpikir, akan berpura - pura mengintimidasi Kencana agar ia lah yang membatalkan pernikahan ini.
“Segara, keputusan Kakek sudah bulat dan rencana ini sudah Kakek pikirkan dengan matang.”
Ah, mana mungkin. Waktu ini terlalu mepet. Ia juga tahu sifat sang kakek yang selalu bersungguh - sungguh dengan kata - katanya.
... 🍆🍆🍆...
Bening baru saja keluar dari kamarnya. Setelah kakaknya pulang dari luar negeri, ia tidak lagi berlama - lama di kamarnya sendiri.
Ia memutuskan untuk pergi ke kamar Kencana sambil membawa beberapa camilan. Bening bernyanyi kecil karena hatinya terasa lebih bahagia saja dengan kehadiran lengkap keluarganya.
“Wuuuu, annyeonghaseyo, salanghaneun jamaenim (selamat siang kakakku, sayang) apakah kabar yang baru bertemu calon suami ini?” kata Bening yang berada di depan pintu kamar Kencana dan sudah tersenyum lebar menunggu jawaban sang kakak.
“Ketuk pintu dulu baru masuk, Dek! Kakak kaget nih.”
“Iya, iya, lupa. Saking senangnya bayangin kakak Bening sebentar lagi melepas lajang. Gimana tampang si Bumi Segara, Kak? Dia sweet, ya? Dia maskulin?”
Bening memasang wajah cerianya. Ia sungguh tidak sabar mendengar deskripsi tentang calon iparnya nanti. Bening membayangkan jika kakaknya lekas menikah, maka keluarga mereka akan bertambah dan lalu akan bertambah bahagia.
“Bening, udah deh. Dia ganteng sih, tapi bener-bener jutek. Dia adalah laki-laki ter jutek yang pernah kakak temuin. Nggak bisa bayangin nikah sama laki-laki yang sedingin kulkas itu,” sewot Kencana yang masih berbaring di kasurnya.
Bening ikut duduk di pinggir ranjang milik Kencana. Ia mengernyitkan dahi mendengar penuturan sang kakak.
“Terus gimana? Kakak masih mau lanjutin pernikahan ini?” tanya Bening.
“Tapi kalau untuk karir, kakak bisa perjuangin pernikahan ini.”
“Kakak yakin? Menikah bukannya nggak cuma 1-2 tahun, kan?”
“Entahlah, kakak akan pikirin itu nanti,” Jawab Kencana pelan, Bening menghela nafasnya. Bening kini ikut berbaring di sebelah Kencana.
“Lalu bagaimana dengan Reo? Kakak udah mutusin dia? Kakak udah ngabarin tentang pernikahan ini?” cecar Bening.
Kencana terdiam, ia menatap langit - langit kamar. Kembali ia teringat sosok Reo, kekasih yang sangat dicintainya.
“Belum siap gue, Ben.” Kencana menggosok wajahnya.
Bening kembali menghela nafas. Ia belum pernah merasakan cinta sedalam kakaknya pada Reo. Dulu, ia yakin hanya sebatas cinta anak remaja yang orang sebut dengan cinta monyet.
Keduanya terdiam, sampai terdengar suara ketukan pintu kamar. Sesaat mereka mendengar suara bi Aminah yang membawakan pesanan Kencana.
“Masuk, Bi,” suruh Kencana
Bening mengernyitkan dahinya, melihat nampan yang dibawa oleh bi Aminah. Isinya beberapa buah salak dan juga apel hijau.
“Makan buah mulu sejak di Indonesia, bukannya buah kesukaan kakak cuma buah durian yang bau itu,” kata Bening heran.
“Lagi suka beginian, Dek.”
“Bibi keluar dulu, Kak, Dik.”
“Oke, Bi Ami, Hati - hati ya, itu di tangga ada harimau.”
“Iya, kak. Bibi Hati - hati.” Jawab bi Aminah sambil terkekeh lalu berjalan meninggalkan Bening dan Kencana.
Keduanya kembali dengan obrolan mereka. Namun kini Kencana sambil menyantap buah - buahan, sedang Bening menikmati popcorn yang dibawanya tadi.
“Eh, jadi pernikahannya kapan, Kak?”
“Tanggal 5, seminggu lagi.”
“Eh what???? Semendadak itu?”
... 🌽🌽🌽...
Segara mungkin tak akan pernah lupa kejadian hari ini di ruang olahraga eksklusif, ketika Shaka mengalahkannya dalam pertandingan tinju. Sekali lagi, Segara mengusap pipinya yang merah bak kepiting masak akibat pukulan tangan kanan Shaka yang tepat mengenai pipi kiri Segara, hingga ia jatuh terjengkang. Shaka dengan cepat juga membantunya bangkit dan Garlie yang sedari tadi hanya menonton kini ikut berlari menghampiri keduanya.
“Segara, gue yakin lo pasti ada masalah, kan?” tanya Shaka yakin. Ia memberikan tumbler berisi air putih kepada temannya itu.
Shaka dengan pembawaannya yang santai dan tenang serta didukung dengan perawakannya yang gagah dan sedikit berotot, membuatnya dapat membantai lawan main dengan gampang. Namun menang melawan Segara, ia rasa cukup berlebihan. Ia tahu temannya itu sedang dalam masalah hingga ia dapat menemukan celah mengalahkan Segara. Ia juga tahu, Segara mempunyai emosi bermain yang stabil lebih darinya dan juga fisik tinggi besar yang lebih berpihak pada temannya tersebut. Selama ini ia juga tidak pernah menang melawan lelaki tampan itu.
“Ternyata ada benarnya, pihak yang kuat pun kadang - kadang akan mengalami kekalahan, hahaha …,” kata Garlie sembari mengejek.
“Sekali lagi gue tanya, apa masalah lo, kawan?” tanya Shaka lagi.
“Bukan masalah besar, aku cabut duluan.” Segara berkata sambil berlalu pergi meninggalkan kedua temannya. Garlie dan Shaka saling bertukar tatap sebelum akhirnya mengernyitkan dahi masing - masing.
“Apa ada masalah besar di perusahaan?” gumam Garlie yang masih tidak tahu penyebab keanehan Segara.
“Gue rasa perusahaan baik - baik saja. Bahkan ia baru saja mengambil langkah besar pada Karya Finansia lusa lalu,” tukas Shaka.
Shaka tahu segala sudut perusahaan yang sedang dipimpin oleh temannya. Ia pun juga bergelut bersama Segara di perusahaan Karya Finansia. Bedanya, Segara adalah CEO muda mereka yang baru saja menggantikan kakek Jedan. Sedang Shaka, teman dari masa kecil Segara yang sekarang masih setia dengan jabatannya sebagai asisten pribadi Segara.
... 🫛🫛🫛...
...Karya Orisinal tanpa Hasil AI...
Putih mewangi ratusan bahkan ribuan bunga baby breath dengan mawar putih yang tersusun secara indah dan terpadu. Menjadi latar manis sarat makna pernikahan. Lambang cinta yang murni, kasih sayang, serta cinta romantis yang indah.
Bunga peony dengan gugusan kelopak bunganya yang berukuran besar dan menarik hati siapapun yang melihatnya. Kembali dengan warna bersih tanpa noda itu, putih, menjadikan meja - meja tamu kini indah dan semerbak manis.
Kini gedung besar itu di isi dengan berbagai bunga putih di setiap sudutnya. Hangat, romantis, dan semerbak.
Keindahan bunga - bunga itu bagai mengajak semua hati berbahagia. Menikmati pemandangan dua insan yang akan meresmikan asmara nantinya.
Namun, dibalik para hati yang berbahagia ada hati dan jiwa yang teruji. Kencana melihat dirinya di depan cermin. Wajah cantiknya di rias dengan hati - hati oleh sang perias. Kencana menarik nafas dalam beberapa kali. Hatinya bergejolak, berdegup cepat tanpa bisa ia kendalikan lagi. Ia ingin menangis, namun ia tak ingin terlalu kentara menunjukkan kesedihannya. Seluruh tubuhnya gemetar hebat, bahkan telapak tangan dan kakinya dingin membeku biru.
Kencana masih menggunakan kimono putih susu di tubuhnya dan riasannya sepertinya akan segera selesai. Kencana meremas helaian kimononya dan sekali lagi menelan saliva dengan berat.
“Mbak Kencana sakit?” tanya perias melihat gelagat Kencana yang cukup aneh.
“T-tidak, tidak kok,” jawab Kencana gelagapan.
“Biasa itu, Tan. Pasti Mbak Kencana deg - deg an karena sebentar lagi sah jadi istri mas ganteng itu,” timpal asisten perias membuat suasana ketegangan Kencana sedikit mencair.
“I-iya, benar, deg - deg an,” sambung Kencana berusaha keras menutupi keresahannya.
Kencana mengeluarkan lipatan kertas kecil yang ia genggam erat sedari tadi. Ia membuka genggamannya dan dengan pelan meletakkannya di kursi tempat ia duduk.
“Sepertinya aku harus menelpon seseorang dulu, boleh aku keluar?” tanya Kencana gugup pada periasnya.
“Oh boleh, Mbak, silakan saja dulu,” kata perias.
Kencana keluar dari ruangan rias, ia melihat sekeliling dengan jeli. Jantungnya semakin kencang berdetak, sedang kakinya pelan bergerak. Ia melihat ayah dan bunda sedang berbincang dengan pak Jedan yang agak jauh dari tempatnya berdiri.
Kencana mempercepat langkahnya menuju pintu belakang. Ia kini berada di luar belakang gedung, dan di sana ia sudah melihat Reo yang menunggunya sedari tadi. Reo menggenggam tangan kekasihnya lalu kini dua kekasih itu berlari menjauh dari gedung pernikahan.
...🪻🪻🪻...
Sedang, di ruang rias segala hati ternyata tengah cemas. Kencana, calon mempelai wanita yang dinantikan tiba - tiba saja ….
“Jelaskan kronologinya! bagaimana mungkin Kencana menghilang!” seru pak Jedan yang panik.
“Kencana, kamu di mana, Nak?” bunda dengan segala degupan jantungnya yang cepat setelah mengetahui Kencana tidak ada di gedung pernikahan itu.
Semua orang sudah mencarinya satu jam lebih. Namun Kencana belum juga ditemukan bahkan jejak kecilnya sekalipun. Mereka berusaha menghubungi nomor telepon Kencana, namun panggilan itu tidak pernah membuahkan hasil, Kencana mematikan telepon genggamnya.
Perias dengan gugup menjelaskan kronologi awal Kencana keluar dari ruang rias kepada semua keluarga.
Segara duduk dengan santai tanpa ekspresi, ia memilih ruangan lain yang di mana hanya ada dirinya. Ia juga beralasan, sedang berusaha melacak keberadaan Kencana lewat jejaring sosial. Tanpa semua orang sadari, pria itu hanya duduk terpaku sambil berharap pernikahan ini tidak akan pernah terjadi.
...🌷🌷🌷...
“Baiklah, saya rasa interviewnya sampai di sini, Nona Bening. Silakan tunggu kabar baik dari perusahaan kami,” ungkap lelaki yang merupakan seorang human resource develoment di Perusahaan Citra Media.
“Baik, Pak. Terima kasih,” ucap Bening sembari menyunggingkan senyum.
Bebannya seketika gugur satu. ia melirik jam tangannya dan terasa beban berdebar itu datang lagi mengisi ketenangan dadanya. Pernikahan kakaknya benar - benar sebentar lagi akan di mulai. Karena interview pekerjaan mendadak ia harus merubah rencana awal. Menyelesaikan interview lalu bergegas ke pernikahan.
Memang cukup dramatis baginya, bagaimana mungkin ia dapat mengontrol ketegangan menghadapi tantangan interview dan setelah itu di hari yang sama juga ia harus menghadiri pernikahan yang ia anggap begitu penting.
“Dari sekian hari dan tanggal, kenapa di hari pernikahan kakak gue sih!” gumam Bening setelah keluar dari ruangan human resource develoment.
Dengan tergesa - gesa ia meninggalkan gedung pencakar langit itu. Bening melajukan mobilnya dengan kecepatan sedikit lebih kencang. Ia harus sampai di gedung pernikahan secepat mungkin.
“Huh, akhirnya interview ini terlewati. Dan tidak terasa kakakku sudah menjadi seorang istri hari ini,” gumam Bening bermonolog.
...🥀🥀🥀...
Bening terpana melihat dekorasi ruangan gedung pernikahan kakaknya. Sesaat ia mengernyitkan dahinya, melihat belum ada tanda - tanda dimulainya momen sakral pernikahan. Di sana bahkan master of ceremony terlihat sedang menenangkan tamu undangan yang sudah hampir memenuhi setiap sudut ruangan.
“Tapi syukurlah, acaranya belum dimulai. Dan gue bisa menyaksikan adegan pernikahan dari detik pertama,” gumam Bening lagi.
Bening terus melangkah laju mencari ruangan di mana semua keluarganya berkumpul. Seketika ia berhenti di depan pintu ruangan yang bertulis “Ruang Rias”. Bening memantapkan dirinya membuka pintu tersebut. Sesaat pintu itu terbuka ia melihat semua orang menatapnya dengan tatapan tajam. Satu hal yang membuatnya bertambah terperanjat adalah raut wajah semua orang seperti sedang kalut. Bahkan wajah ibunya masih basah karena cucuran air matanya.
Belum sempat bibirnya terbuka untuk mencari jawaban semua ini. Ayah mendekati Bening dan lalu kembali Bening lihat ayah mengeluarkan air bening itu lalu jatuh dipipinya. Kali pertama ia melihat sang kepala keluarga panutannya itu menangis. Ia kenal betul sosok ayah yang selama ini adalah lelaki tegar dan sabar. Segala rintangan mungkin sudah ia lalui untuk membuat keluarganya bahagia. Lalu mengapa hari ini lelaki itu rapuh di depannya?
“Bening, tolong Ayah,” dengan berat ayah akhirnya bersuara. Ayah berusaha menghentikan tangisnya sendiri dan mengendalikan dirinya agar terlihat tenang di depan putrinya.
“Ayah, Bunda, a-ada apa ini?” tanya Bening yang akhirnya dapat mengeluarkan kata - katanya. Bening dengan cepat menghampiri ayahnya sembari berusaha mencari celah agar semua ini terjawab dengan cepat.
“Gantikan kakakmu, Nak. Menikahlah dengan Segara,” ucap ayah dengan sungguh - sungguh. Kesungguhan itu terlihat di mata yang kini menatapnya.
Bening terkesiap, situasi yang tak pernah ia bayangkan. Ia belum bisa menangkap semua yang terjadi. Ia masih menerka apa yang sebenarnya sudah ia lewatkan.
“Apa maksudnya, Ayah, Bunda, Pak Jedan?” Bening menatap satu persatu semua orang.
“Mengapa Bening harus menggantikan kakak? Dimana kakak?” Bening melihat sekeliling ruangan. Tidak ada sang kakak di sana.
Pelan tapi pasti, ayah memberikan kertas putih berisi tulisan tangan Kencana di dalamnya. Bening yang belum juga memahami situasi ini, dengan tangan bergetar ia mengambil surat itu dari jari jemari ayahnya.
Bening mulai membuka lipatan surat itu …
...🌼🌼🌼...
Real tulisan @Putrianiwiningsih
Bukan tulisan AI
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!