"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa gadis itu bisa bebas?." Suara Gilang menggema ke setiap sudut ruang kerjanya. Wajah pria itu nampak diselimuti kemarahan.
"Kejadian yang merenggut nyawa nona Yumi, murni di anggap sebagai tindakan bu-nuh diri oleh pihak pengadilan, sekalipun saat kejadian itu terjadi kejiwaan Nona Yumi dalam kondisi terganggu." Jelas pengacara yang menangani kasus kema-tian Yumi kepada kliennya, Gilang.
Gilang nampak mengepalkan tangannya, sementara sorot matanya nampak menyala oleh api kebencian.
"Anda boleh pergi sekarang!." Titah Gilang pada pengacaranya yang dianggap tidak becus menangani kasus kema-tian adiknya.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan." Pria berusia kisaran empat puluh tahunan tersebut pun berlalu meninggalkan ruangan kerja Gilang, sebelum dirinya yang menjadi sasaran dari kemarahan Gilang.
Setelah kepergian pengacaranya tinggallah Gilang bersama asisten pribadinya di ruang kerjanya.
Belum reda kemarahan dihati Gilang setelah seminggu yang lalu mengetahui jika ternyata gadis yang menyebabkan kematian adiknya merupakan adik dari salah satu pria yang telah memper-kosa mendiang adiknya, kini kemarahannya kembali tersulut Setelah mendengar laporan bahwa pihak pengadilan menyatakan gadis itu tidak bersalah. Siapapun pasti akan berpikiran yang sama dengan Gilang, gadis itu pasti bekerja sama dengan kakaknya untuk melenyapkan Yumi. Lagi pula mana ada putri dari seorang pengusaha yang cukup sukses mau bekerja sebagai cleaning service jika tidak memiliki maksud dan tujuan terselubung, begitu pikir Gilang.
Gilang menyeringai di saat sebuah ide terlintas di benaknya. "Kau mungkin bisa lepas dari hukum, tapi tidak dariku." gumamnya, kemudian memberi perintah pada asisten pribadinya.
"Baik tuan, akan saya lakukan sesuai dengan perintah anda."
Asisten pribadi Gilang lantas pamit meninggalkan ruang kerja tuannya itu, hendak melaksanakan perintah dari Gilang tentunya.
Malam harinya.
Seorang gadis berjalan sendirian menyusuri trotoar jalanan yang tidak begitu ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang. Gracia Kanaya berjalan seorang diri menyusuri gelapnya malam, setelah seharian berkeliling kota Surabaya dengan membawa map berisi ijazah SMA nya untuk mencari pekerjaan. Ya, sekalipun telah dinyatakan tidak bersalah oleh pihak pengadilan, rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya sebagai petugas kebersihan tak mau lagi menerima Gra untuk kembali bekerja. Satu alasan yang paling masuk akal, pihak rumah sakit tidak ingin kembali mempekerjakan pegawainya yang dianggap telah lalai dalam bekerja.
Di tengah langkahnya tiba-tiba Gra dikejutkan dengan keberadaan sebuah mobil sedan berwarna hitam yang berhenti tak jauh darinya, kemudian di susul oleh dua orang pria bertubuh tinggi besar turun dari mobil tersebut. Gra semakin mempercepat langkahnya ketika menyadari kedua pria tersebut semakin mendekat ke arahnya.
"Argh....." Gra sontak berteriak ketika salah satu dari pria tersebut menarik kasar lengannya. "Tolong.... tolong...... tolong......" Gra yang sudah sangat ketakutan lantas berteriak meminta pertolongan, tapi sayangnya jalanan yang sepi membuat suara teriakan sia-sia. Tak ada seorangpun yang datang menolongnya, hingga kedua pria bertubuh tinggi besar tersebut berhasil menyeretnya masuk ke mobil, kemudian melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata.
"Aku bukan anak orang kaya. Percuma kalian menculik ku, kalian tidak akan mendapatkan apapun." peringat Gra yang berpikir para pria tersebut menculiknya karena menginginkan uang tebusan.
"DIAM...." bentak salah seorang dari pria yang menyeret Gra masuk ke mobil hingga tubuh Gra semakin bergetar ketakutan dibuatnya. Gra berusaha memberontak bahkan gadis itu terus berteriak, berharap ada seseorang yang akan mendengar dan menolongnya. Panik mendengar teriakan Gra, pria yang membentak Gra tadi langsung mengarahkan sapu tangan ke hidung Gra. Sapu tangan yang sebelumnya telah diberi obat bius. Dalam hitungan detik saja, tubuh Gra langsung lunglai tak sadarkan diri, sehingga Gra tak tau lagi kemana para penculik itu membawanya.
Beberapa jam kemudian, mobil yang dikendarai oleh salah satu pelaku tiba di sebuah Villa yang letaknya dipinggiran kota Surabaya. Sementara seseorang yang memerintahkan kedua pria tersebut nampak menarik sudut bibirnya.
"Selamat datang Nona Gracia Kanaya....." gumam pria yang tak lain adalah Gilang tersebut, ketika melihat kedua orang suruhannya membopong tubuh Gra yang tengah tak sadarkan diri memasuki Villa.
Kedua pria tadi lantas membawa Gra ke sebuah kamar di villa tersebut, dan tak lama kemudian Gilang pun menyusul.
"Kalian boleh pergi!." titah Gilang dengan wajah datarnya.
"Baik, tuan." kedua pria tersebut lantas berlalu, hingga di kamar itu hanya tersisa Gra yang tengah tak sadarkan diri serta Gilang yang menatap gadis malang itu dengan tatapan tak terbaca.
"Aku jadi penasaran, bagaimana reaksi kakak mu nanti setelah mengetahui apa yang pernah dilakukannya pada adikku, terjadi juga pada adiknya?." Gumam Gilang seraya melebarkan senyum di wajahnya, senyum yang terlihat begitu mengerikan.
Gilang yang sudah tidak sabar melihat reaksi dari salah satu lelaki bajin-gan yang pernah memper-kosa Yumi, pada akhirnya melu-cuti semua pakaian yang melekat pada tu-buh Gra hingga kini tu-buh gadis itu terlihat polos tanpa sehelai benangpun yang membalutnya. Selanjutnya, Gilang pun turut menang-galkan semua pakaiannya dan menindih tu-buh tak berdaya Gra. Dengan dipenuhi kebencian serta dendam, Gilang merenggut kesu-cian gadis cantik di bawah Kungkungannya itu. Bukan hanya sakali, namun Gilang melakukannya hingga berkali-kali. Mungkin jika Gra tidak dalam kondisi pingsan, gadis itu pasti sudah mengerang bahkan menangis sesenggukan karena kesakitan.
Keesokan paginya.
Gra telah sadarkan diri, membuka matanya perlahan, memegangi kepalanya yang terasa berdenyut akibat pengaruh obat bius. Gra merasa ada yang aneh dengan bagian sensitifnya, terasa sakit sekali. Dengan jantung yang berdegup kencang, Gra menyibak perlahan selimut yang menutupi tu-buhnya. Kedua bola mata indahnya langsung terbelalak menyaksikan tubuhnya yang sudah tampak polos. Menyadari bercak da-rah serta rasa sakit diarea sensitifnya, Gra sudah bisa menebak apa yang telah terjadi padanya, kini ia telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya
"Selamat pagi, Nona Gracia Kanaya...." suara bariton milik seorang pria yang tengah duduk di sofa tak jauh dari tempat tidur, menarik atensi Gra ke sumber suara.
Deg
Wajah pria itu.... Gra masih ingin betul dengan wajah pria itu, kakak dari pasien rumah sakit jiwa yang meninggal akibat menenggak cairan pembersih porselen saat ia sedang melakukan tugasnya membersihkan lantai kamar mandi di kamar perawatan pasien. Kebencian dan dendam terlihat jelas dari sorot mata pria itu.
Hanya air mata yang menjadi luapan betapa hancurnya hati gadis itu saat ini, tetapi hal itu tak membuat Gilang tersentuh sama sekali.
"Ini belum berakhir sampai di sini! Aku akan memastikan hidupmu tidak akan pernah tenang."
Gilang mengeluarkan ponsel dari saku celananya, dan mempertontonkan sebuah video yang berdurasi cukup panjang tersebut dihadapan Gra. Tak lupa beberapa foto yang sengaja diambilnya semalam turut di tunjukkan Gilang di hadapan Gra.
Deg.
Selamat datang di kisah Gilang dan Gracia Kanaya.....Bagi pembaca, jika tidak berkenan dengan karya ini silahkan di skip saja ya...jangan memberikan vote buruk yang akan menurunkan semangat author dalam berkarya! Mari saling menghargai Antara penulis dan pembaca, karena mengarang tidak semudah membaca! btw.... thank you so much all......😘😘🥰🥰🥰🙏🙏🙏
"Coba anda bayangkan Nona Gracia Kanaya, bagaimana jika video kebersamaan kita serta foto-foto anda ini sampai ke khalayak ramai? Aku jadi penasaran, bagaimana reaksi keluarga tercinta anda jika sampai semua itu benar-benar terjadi."
Ibarat luka di tabur garam, begitu lah perasaan Gracia saat ini. "Kenapa anda tega melakukan semua ini?."
Gilang tergelak, dan itu justru terlihat mengerikan di mata Gracia.
"Jangan bohongi diri anda, tuan! Bukankah anda sendiri tahu betul bahwa kematian adik anda disebabkan oleh tindakannya sendiri, lalu kenapa terus mengkambinghitamkan saya dalam masalah ini?." Bukannya ingin membela diri tapi seperti itulah Faktanya, saudari kembar Gilang meninggal karena menenggak cairan pembersih porselen dan itu dilakukannya sendiri, lalu kenapa terus melayangkan tuduhan pada orang lain.
Sanggahan Gracia kembali menyulut emosi Gilang. pria itu mendekat pada Gra, dan mencengkram dagu gadis itu dengan erat. "Setelah kau dan kakak tirimu yang bajin-gan itu bersekongkol menghilangkan nyawa adikku, masih berani kau membela diri di hadapanku, hah?." hardik Gilang dengan tatapan tajam bak elang yang ingin mencengkram mangsanya.
Ingin sekali Gracia bertanya mengapa Gilang menyeret nama kakak tirinya dalam masalah ini, tetapi pertanyaan itu hanya tercekat di tenggorokan Gracia karena saat ini cengkraman tangan besar Gilang pada dagunya membuat gadis itu tak dapat berkata-kata.
Tidak ingin sampai benar-benar kehilangan kesabaran hingga pada akhirnya kalap dan membunuh gadis dihadapannya itu, Gilang segera berlalu meninggalkan Gracia yang meringis akibat hempasan kasar dari tangan besarnya.
Tangisan Gracia pecah setelah kepergian Gilang. Gracia merasa hidupnya sudah benar-benar hancur sekarang, kehilangan Kesu-cian yang selama ini dijaganya dengan baik. Ditengah kesedihan Gracia, tiba-tiba ia teringat dengan sang kekasih. "Apa mas Rafa akan meninggalkan aku setelah tahu apa yang terjadi padaku? Apa mas Rafa akan meninggalkan aku setelah tahu aku sudah tidak suci lagi?." batin Gracia. tangisan Gracia terdengar begitu pilu hingga siapapun yang mendengarnya pasti bisa ikut merasakan betapa hancurnya hati Gracia saat ini, tidak terkecuali asisten pribadi Gilang yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar yang ditempati Gracia. Jujur, sebagai seorang pria yang memiliki adik perempuan, asisten pribadi Gilang merasa iba pada nasib Gracia, akan tetapi sebagai pegawai Gilang ia pun harus melaksanakan perintah dari tuannya, termasuk mengerakkan bodyguard untuk menculik Gracia.
Asisten pribadi Gilang lantas berlalu dari posisinya saat ini, hendak menemui Gilang yang memintanya datang menemuinya
"Kau urus gadis itu, antarkan dia pulang!." titah Gilang pada asisten pribadinya.
"Baik tuan." setelahnya, pria itu pun pamit, hendak menemui Gracia.
"Ceklek." suara pintu kamar yang dibuka dari arah luar mengalihkan perhatian Gracia ke sumber suara. Gadis itu masih mengenakan selimut untuk menutupi tu-buh polosnya hingga sebatas leher, karena semua pakaiannya sudah koyak tak berbentuk akibat perbuatan Gilang semalam.
"Ini pakaian baru untuk anda Nona. Setelah mengenakannya, keluarlah! Saya akan mengantarkan anda pulang." Tutur Asisten pribadi Gilang sebelum berlalu.
"Ya Tuhan....Dosa apa yang telah aku perbuat sehingga harus melewati ujian seberat ini dalam hidup?." batin Gracia menatap tubuhnya dari pantulan cermin besar dikamar tersebut.
Setelah mengenakan pakaian lengkap Gracia pun segera keluar dari kamar, menemui asisten pribadi Gilang yang tengah menunggunya di ruang tengah.
"Mari Nona, saya akan mengantarkan anda pulang." kata asisten pribadi Gilang.
Gilang yang tengah berdiri di dekat jendela kamar di lantai dua, menyaksikan Gracia memasuki mobil milik asisten pribadinya. Entah apa yang ada dipikiran Gilang saat ini, yang jelas tatapan pria itu terus menatap ke arah mobil asisten pribadinya hingga tak lagi terlihat oleh pandangannya.
Di sepanjang perjalanan, Gracia hanya bisa menumpahkan isi hatinya dengan air mata. Gadis itu menangis dalam diam, dan itu tak luput dari perhatian asisten pribadi Gilang yang menyaksikannya lewat pantulan cermin di depannya.
"Seandainya anda bukan adik dari lelaki bajin-gan itu, tuan Gilang pasti tidak akan melakukan semua ini pada anda Nona."Batin asisten pribadi Gilang, yang cukup mengenal sifat dan watak tuannya.
Asisten pribadi Gilang mengiyakan saja ketika Gracia menyampaikan alamat rumahnya, padahal faktanya pria itu sudah mengetahui banyak tentang Gracia, termasuk alamat rumahnya.
"Terima kasih banyak sudah mengantar saya, tuan."
Asisten pribadi Gilang tertegun mendengarnya. Setelah apa yang dilakukan Gilang padanya, gadis itu masih mengucapkan terima kasih pada dirinya, padahal notabenenya ia adalah orangnya Gilang.
"Tidak perlu berterima kasih Nona, saya hanya melaksanakan tugas dari tuan Gilang!." balas pria itu hingga membuat Gracia tersenyum kecut mendengarnya. Ia baru tersadar ternyata ia baru saja mengucapkan terima kasih pada salah satu anak buah dari pria yang telah merenggut kehormatannya.
Setelahnya, Gracia pun melangkah memasuki gerbang rumahnya. memiliki rumah mewah tak membuat Gracia bisa merasakan hidup tenang apalagi nyaman, ibu serta saudara tirinya selalu saja merundung gadis itu.
"Masih berani pulang juga kau rupanya. Semalaman nggak pulang, sudah dapat berapa?." pertanyaan pedas dari mulut saudara tirinya menyambut kepulangan Gracia.
Gracia memilih mengabaikannya dan terus mengayunkan langkah menuju kamarnya yang ada di belakang. Ya, selama ayahnya diserang penyakit Stroke, ibu tirinya menempatkan Gracia di kamar belakang, kamar yang bersebelahan dengan kamar pembantu.
"Dasar gadis jal-ang, bisanya hanya menggoda pria hi-dung belang diluar sana." sambung Yogi dengan nada setengah berteriak agar terdengar oleh Gracia yang semakin menjauh darinya.
Setibanya di kamar Gracia mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidurnya, memukul pelan da-danya, berharap rasa sesak di da-danya sedikit berkurang. Ya, Apa yang terjadi padanya membuat Gracia merasakannya sesak di da-da seperti ada batu besar yang mengganjal di sana, belum lagi ditambah dengan perangai saudara tirinya yang selalu merundungnya. Jika bukan karena sang ayah yang sedang sakit, mungkin Gracia tidak akan menginjakan kaki lagi di rumah itu setelah pihak pengadilan menyatakan ia terbebas dari tuduhan yang dialamatkan padanya. Gadis itu sudah tidak tahan dengan semua perbuatan buruk ibu dan saudara tirinya yang semakin hari semakin menjadi-jadi.
Dret....dret....dret....
Ponsel Gracia berdering dan menampilkan nama sang kekasih. Cukup lama Gracia menatap layar ponselnya, sebelum akhirnya menggeser ke atas icon hijau di ponselnya untuk menerima panggilan.
"Kamu di mana sayang? Mas ingin mengajakmu dinner nanti malam, kamu ada waktu kan?." Tutur Rafa saat panggilan baru saja tersambung.
Gracia tak langsung menjawab, gadis itu diam sejenak, seperti sedang berpikir.
"Gra...." terdengar seruan Rafa di seberang telepon ketika Gracia tak kunjung menjawab.
"Baik, mas. Di mana kita akan bertemu?." setelah cukup lama terdiam akhirnya Gra mengiyakan ajakan kekasihnya itu. Kebetulan ada hal penting yang ingin ia bicarakan kepada sang kekasih.
Gracia memutuskan segera beberes rumah, memasak dan juga mencuci pakaian kotor, agar malam nanti ibu tirinya tak punya alasan lagi untuk melarangnya keluar rumah.
Gracia hanya bisa menghela napas, menekan kemarahan di dalam hati saat Rafa melempar pakaian kotornya hingga mengenai wajah gadis itu. "Cuci yang bersih, biar kesannya kamu itu berguna di rumah ini! Ingat, jangan menggunakan mesin cuci untuk mencucinya, nanti pakaianku bisa rusak!." dengan seenak jidatnya Yogi memerintah Gracia tanpa menyadari jika sebenarnya dirinya lah yang tidak berguna di rumah itu, hanya menumpang hidup dengan semua fasilitas yang dimiliki oleh ayah tirinya.
"Aku jadi penasaran, ulah apalagi yang kau perbuat diluar sana sampai tidak pulang ke rumah semalam? Gadis jal-ang sepertimu memang tidak pernah jerah, baru juga keluar dari penjara sudah kelayapan tak jelas."
"Terserah mas mau Yogi mau bilang apa, yang jelas aku tidak seburuk yang mas katakan." balas Gracia seraya berlalu meninggalkan Yogi yang masih menatap rendah padanya. Menurut Gracia meladeni omongan Yogi tidak akan ada habisnya karena ia tahu betul bahwa kakak tirinya itu pasti akan terus mencari celah untuk merendahkan dirinya. Jika waktu bisa diulang kembali Gracia tidak ingin ayahnya menikah lagi setelah kematian ibunya, menikah dengan wanita serakah yang hanya menginginkan harta ayahnya. Ya, setelah ayahnya jatuh sakit, mengalami stroke, ibu tirinya hanya sibuk mengurusi kehidupan sosialitanya dan tak peduli dengan kondisi ayahnya. Jika seandainya Gracia sudah memiliki pekerjaan yang mumpuni, ingin sekali gadis itu mengajak ayahnya keluar dari rumah itu agar bisa menjalani kehidupan yang lebih tenang.
"Tunggu.....!." seru Yogi, melangkah mendekat pada Gracia. "Apa ini?." Yogi menuding pada leher jenjang Gracia yang terdapat bekas kis-mark. Leher jenjangnya yang berwarna putih bersih memudahkan tanda merah tersebut terlihat dengan jelas. "Kau benar-benar gadis jal-ang. pria hidung belang mana lagi yang kau goda, hah?." tanya Yogi dengan senyuman mengejek.
Gracia langsung memegangi lehernya, gadis itu merutuki kesalahannya yang tidak menutupi tanda merah di lehernya sehingga terlihat oleh kakak tirinya itu.
"Ini hanya bekas gigitan serangga." jawab Gracia, meskipun tahu Yogi pasti tidak akan percaya.
Dengan tatapan mendamba, Yogi semakin mendekat pada Gracia. "Jika kau menginginkan sentuhan kenapa tidak bilang, aku bisa memberikannya padamu, Gra."
"Jangan kurang ajar, mas!." Gracia menepis kasar tangan Yogi yang sudah menyentuh bahunya.
"Yogi...." Seruan ibunya mengalihkan perhatian Yogi ke sumber suara. "Apa yang kau lakukan?." tegur ibunya yang melihat dengan jelas perbuatan putranya. Ibunya menegur bukan karena membela atau menyelamatkan Gracia tapi karena tidak ingin sampai putranya kembali berurusan dengan pihak yang berwajib jika sampai Gracia melaporkan tindakan kurang menyenangkan yang dilakukan oleh putranya itu.
Yogi akhirnya berlalu, tak ingin mendengar ibunya terus mengomelinya.
"Kerja yang becus, jangan sampai ada pakaian yang tidak bersih karena kamu kerjanya asal-asalan!." setelah memerintah sesuka hati, ibu berlalu begitu saja menyusul Yogi.
"Ya Tuhan.... Kuatkan hatiku menghadapi semua ujian hidup ini!." Batin Gracia. gadis itu hanya bisa menangis dalam hati setiap kali mendapat perlakuan buruk seperti ini.
Setelah kepergian ibu tiri Gracia, bi Sumi menghampiri Gracia. "Biar bibi yang mengerjakannya, Non Gra istirahat saja!." kata bi Sumi yang merasa iba pada anak majikannya itu. Setiap kali ibu tirinya memperlakukan Gracia dengan semena-mena, bi Sumi tak bisa berbuat apa-apa untuk membela gadis itu. Bi Sumi yang sudah bekerja selama hampir dua puluh tahun sebagai art di rumah itu tak kuasa melihat kehidupan Gracia yang berbalik seratus delapan puluh derajat setelah kematian ibu kandungnya. Gracia yang dulu begitu dimanjakan oleh ibu kandungnya kini justru diperlakukan ibu tirinya layaknya seorang budak.
"Nggak papa, bi. Biar Gra saja, takutnya kalau ketahuan mama, bi Sumi juga akan kena marah sama mama." Gracia tak tega jika bi Sumi menjadi sasaran kemarahan ibu tirinya karena membantu dirinya.
Bi Sumi hanya bisa mengangguk karena apa yang dikatakan Gracia memang benar, jika ketahuan ibu pasti dirinya akan mendapat amukan dari wanita berusia setengah abad tersebut.
Setelah mengerjakan semua pekerjaannya, Gracia segera bersiap-siap. Ya, malam ini ia akan bertemu dengan sang kekasih.
Di sebuah restoran bintang lima, yang kebanyakan pengunjungnya berasal dari kalangan atas, di sinilah Gra berada sekarang bersama sang kekasih. Untuk menutupi tanda merah dilehernya agar tidak terlihat oleh sang kekasih, Gracia sengaja memolesnya dengan Fondasion.
"Ada denganmu, sayang? Apa kamu sedang kurang enak badan?." tanya Rafa Melihat raut wajah Gracia terlihat sedikit pucat. Mungkin karena Gracia hanya memoles wajahnya dengan make up natural sehingga wajahnya masih terlihat pucat.
"Nggak papa kok mas, aku baik-baik saja." kelit Gracia. Dari sorot mata Rafa sepertinya pria itu tak percaya begitu saja.
"Kita sudah menjalin hubungan lebih dari setahun Gra, mas mohon sama kamu jika ada masalah cerita sama mas, jangan menyimpannya sendiri!."
"Jika aku mengatakan bahwa faktanya sekarang aku sudah tak suci lagi, apa kamu masih akan menerimaku, mas? Apa kamu masih akan sepeduli itu padaku, mas Rafa?." tentunya kalimat itu hanya terucap di dalam hati Gracia, gadis itu masih belum memiliki keberanian untuk mengakuinya dihadapan sang kekasih. Entah kemana perginya keberaniannya siang tadi yang ingin mengakui semuanya dihadapan Rafa.
Obrolan Rafa dan Gracia berhenti ketika menyadari kedatangan pelayan yang mengantarkan pesanan mereka.
"Terima kasih." ucap Gracia pada pelayan.
"Sama-sama, Nona. Selamat menikmati hidangan di restoran kami, semoga anda puas dengan menu serta pelayanan di restoran kami." balas pelayan sebelum pamit kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Oh iya sayang, sebenarnya malam ini kita bukan hanya berdua saja karena mas juga janjian dengan salah satu rekan bisnis mas malam ini." beritahu Rafa. Rafa tak menyampaikannya pada Gracia sebelumnya karena selama ini kekasihnya itu tidak pernah mempermasalahkan jika mereka makan malam bersama dengan rekan bisnisnya.
"Oh iya, itu dia rekan bisnis mas sudah tiba." Sambung Rafa seraya menatap ke arah datangnya seseorang.
"Silahkan duduk, tuan Gilang Wardana!."
Deg.
Mendengar nama yang baru saja diucapkan oleh sang kekasih, Gracia langsung mengikuti arah pandang Rafa. Jantung Gracia seperti berhenti berdetak ketika melihat keberadaan pria yang telah mengambil kesuciannya, berdiri tepat di sampingnya.
"Terima kasih." berbeda dengan Gracia yang terkejut dengan keberadaan Gilang, pria itu justru terlihat biasa saja, sama sekali tidak terkejut menyaksikan keberadaan Gracia.
Tubuh Gracia semakin menegang, tenggorokannya pun terasa kering ketika Gilang menempati salah satu kursi yang masih kosong.
"Oh iya tuan Gilang, kenalkan, ini calon istri saya, namanya Gracia Kanaya." Rafa memperkenalkan Gracia pada Gilang.
"Apa tuan Gilang mengenal calon istri saya?." tanya Rafa dengan tatapan bingung ketika melihat ekspresi Gilang yang menunjukkan seolah ia sangat mengenal Gracia.
"Bukan hanya kenal, tapi saya sangat mengenal calon istri anda tuan Rafa, bukan begitu Nona Gracia??." jawab Gilang seraya melirik pada Gracia. sebuah lirikan yang menyiratkan sesuatu.
Napas Gracia seperti tercekat di tenggorokan mendengar penuturan Gilang. hingga pada akhirnya gadis itu pamit ke toilet.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!