Ckiiiit
Drap drap drap
"Dimana Lev?"
Seorang wanita menatap tajam ke arah semua orang di vila itu. Tatapannya sungguh membuat semua yang disana bergidik ngeri.
Dia baru saja bertemu dengan salah satu 'temannya' tapi ketika masih dalam perjalanan, Irina Rostova mendapat panggilan dari nanny yang ia pekerjakan untuk menjaga putranya.
Lev Zoran Rostova, anak laki-lakinya yang berusia 9 tahun itu memang tengah gemar sekali membangkang ibunya. Dan kali ini agaknya Lev benar-benar bersikap lepas kendali.
"Maaf Nyonya, tapi saya benar-benar tidak tahu dimana Tuan Muda berada. Dia tadi minta dibuatkan wafel. Tapi saat saya kembali, Tuan Muda sudah tidak ada," jawab Anya sambil menundukkan kepalanya. Dia akui bahwa lengah dalam menjaga sang tuan muda.
Anya, sebenarnya bukan hanya nanny biasa. Dia merupakan salah satu anak buah Irina. Anya yang Irina ambil dari jalanan itu dididik menjadi seorang penembak yang handal.
Oleh Irina, Anya yang awalnya bertugas dilapangkan, dipindahkan menjadi nanny sekaligus pengawal pribadi dari putranya.
"Haah, anak itu. Cari Lev sekarang!" pekik Irina
"Baik Nyonya," jawab anak buah Irina serempak.
Di rumah itu tentu tidak hanya satu atau dua orang ditempatkan sebagai penjaga. Akan tetapi, Lev yang cerdik bisa menipu, mengelabui para penjaga sehingga ia bisa meloloskan diri dari pengawasan.
Lev menguasai pemrograman, dia tentu handal kalau hanya sekedar meretas kamera pengawas. Oleh sebab itu, Irina tidak bisa menyalahkan anak buahnya. Lev punya seribu cara untuk kabur. Dan ini, bukanlah yang pertama kalinya.
"Nyonya, maaf kalau saya lancang. Apa mungkin sebaiknya, Nyonya memberikan apa yang Tuan Muda inginkan. Selama ini Tuan Muda sungguh sangat ingin tahu siapa ayahnya. Mungkin dengan memberitahunya dan menceritakan yang sebenarnya akan membuat Tuan Muda Lev berhenti bersikap seperti ini,"ucap Anya penuh dengan kehati-hatian.
Saran dari Anya mungkin memang masuk akal. Selama ini Lev memang sellau bertanya tentang ayahnya.
Usia Lev yang semakin tahun bertambah membuatnya semakin intens bertanya terkait siapa ayahnya. Dan kelakuan Lev yang tidak terkendali seperti ini, semua itu karena dia ingin mengetahui tentang ayah kandungnya.
Namun, Irina tidak ingin memberitahu Lev. Dia tentu tidak ingin Lev mengetahui pria yang sudah membuatnya jatuh terpuruk untuk waktu yang lama dan juga mengabaikannya.
"Pria bajingan itu, aku tidak akan pernah menyebut namanya di depan Lev. Kau seharusnya cukup tahu tentang itu Anya. Sekarang, cepat cari dimana dia berada. Sial, memiliki anak yang cerdas tenyata juga bisa membuat pusing seperti ini."
Irina mengusap wajahnya kasar. Dia juga tidak bisa melacak keberadaan Lev melalui sinyal ponsel. Semua itu karena Lev bisa mengacaukan segala hal.
Bali, Indonesia. Irina Roztova datang ke negara ini hanyalah untuk pertemuan bisnis. Dia bukan warga sini, dan hanya sekedar turis. Namun menyebarkan seluruh anak buahnya di Bali tentu bukan hal yang sulit.
Irina memerintahkan semua anak buah yang ia bawa untuk mencari putranya. Tidak mudah memang, karena di Bali banyak sekali pelancong manca negara. Wajah-wajah asing pasti berada di banyak tempat.
"Maaf Nyonya, kami belum menemukan dimana Tuan Muda berada," lapor salah satu anak buah Irina.
"Di posisi kami, kami pun belum melihat tanda-tanda keberadaan Tuan Muda," timpal lainnya.
Laporan dari anak buahnya mengatakan hal yang sama. Irina hanya bisa membuang nafasnya kasar. Meskipun dia tahu bahwa Lev adalah anak yang cerdas, namun dia tetap takut jika terjadi sesuatu yang membahayakan terhadap putranya itu.
"Terus, lakukan pencarian. Jangan sampai ada yang tahu kalau Lev menghilang, termasuk orang yang barus saja aku temui."
"Baik Nyonya!"
Irina menghempaskan tubuhnya di sebuah kursi yang ada di balkon. Dia duduk menghadap ke luar. Hamparan laut yang luas menjadi pemandangannya saat ini.
"Jika saja dia tidak menipu ku, mungkin aku tidak akan pernah menyembunyikan fakta ini. Dan Lev, dia tidak akan bersikap demikian,"gumam Irina lirih.
Dia yang dimaksud oleh Irina adalah orang yang telah memberinya Lev. Pria itu, bahkan mengingatnya saja sudah cukup untuk membuatnya murka. Baginya, pria itu adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
"Maafkan aku, Ayah. Aku sungguh minta maaf. Semua gara-gara kebodohanku."
"Tidak putriku. Jatuh cinta bukanlah sebuah kesalahan. Yang salah adalah mereka yang menggunakan cinta sebagai alat untuk mencapai tujuan buruk."
Setiap mengingat ucapan ayahnya di saat nyawa sang ayah berada di ujung kepala, Irina selalu menangis tergugu. Hingga saat ini, dia merasa bahwa kematian ayahnya adalah karena kesalahannya.
"Bajingan itu, dia benar-benar seperti tikus yang pandai bersembunyi. Entah bagaimana caranya, tapi sudah bertahun-tahun aku mencarinya, namun tidak pernah menemukan keberadaannya. Bahkan jejaknya saja pun tidak. Bedebah sialan. Aku sungguh ingin mematahkan tangan dan kakinya jika berhasil menemukannya."
Irina nampak sangat geram. Keahlian orang itu mungkin memang demikian. Bersembunyi, bahkan dia yang memiliki jaringan luas pun tidak bisa menemukannya hingga saat ini.
Sebagai pemimpin klan Mafia Chernyye Rozy, tentu saja Irina memiliki banyak koneksi dan jaringan. Namun orang itu, dia sama sekali tidak bisa menemukannya.
Hal ini tentu saja sangat aneh. Bagaimana bisa dia tidak bisa mendapatkan tempat dimana orang itu berada.
"Anya, apa kau orang yang aku perintahkan mencari 'dia' masih terus melakukan pencarian?" tanya Irina. Dia sudah lama tidak mendengarkan laporan terkait hal itu.
"Masih Nyonya, hingga sekarang, mereka masih mencari keberadaan Roberth Sanders,"jawab Anya. Anak buah yang ditugaskan oleh Irina memang masih mencari hingga saat ini. Selama Irina belum mencabut perintah itu, maka mereka pun tetap akan mencarinya sampai ketemu.
"Sepertinya aku harus menyudahinya, Anya,"ucap Irina tiba-tiba dan tentu saja membuat Anya terhenyak.
"Apa maksud Anda, Nyonya. Sudah bertahun-tahun kita mencari, mengapa Nyonya menyerah begitu saja,"sahut Anya cepat.
"Entahlah, aku rasa percuma. Orang itu, mungkin dia sudah mati. Atau juga dia mengganti semua identitasnya sehingga tak bisa ditemukan. Dan aku yakin dia mendapat perlindungan dari orang yang menyuruhnya."
Sebenarnya Irina sudah tahu akan hal itu dari lama. Dan bukannya dia tidak bergerak sama sekali. Dia bahkan pernah menyerang klan mafia yang katanya menjadi tuan dari Robert. Tapi ternyata Robert adalah rubah yang licik. Dia menyebut sebuah nama klan mafia yang sama sekali tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi pada Chernyye Rozy.
"Jadi, apa sungguh Anda ingin menghentikannya, Nyonya?" tanya Anya. Dia ingin memastikan keputusan yang dibuat oleh nyonya nya itu. Anya merasa keputusan itu sedikit mengganjal.
"Ya, hubungi mereka dan katakan bahwa aku ingin mereka berhenti. Sekarang, fokus saja dengan kita sendiri. Untuk Lev, jika dia sudah ditemukan aku akan mengurusnya," sahut Irina. Dia tampaknya sudah lelah.
"Baik Nyonya, saya akan meneruskan perintah Anda."
tap tap tap
Anya pamit undur diri, dia akan segera menyampaikan perintah Irina kepada orang-orang yang ditugaskan dalam pencarian Robert.
Sebenarnya Anya yakin bahwa pria itu akan ditemukan, meski entah kapan waktu itu akan datang. Namun agaknya Irina sudah sangat lelah. Dendam yang dimiliki oleh Irina, jelas tidak mungkin mudah padam begitu saja.
"Semoga Nyonya bisa segera bisa bahagia. Dan Tuan Muda Lev, dimana Anda berada sekarang?"
TBC
"Selalu, selalu begitu. Ibu selalu membuat ku kesal. Aah aku sungguh tidak ingin pulang! Aku benci Ibu. Apa susahnya sih menceritakan tentang siapa ayahku. Kata Ibu, orang itu sudah mati. Tapi aku punya feeling bahwa dia masih hidup," gerutunya.
Lev berjalan-jalan menyusuri jalan. Dia mengenakan pakaian yang sedikit kebesaran. Celana panjang ditambah jaket hodie yang besar. Lev juga mengenakan rambut palsu, kaca mata, dan juga masker. Ia juga menambahkan lensa kontak agar penampilannya sama sekali tidak bisa diketahui oleh anak buah sang ibu.
Dia tengah merasa sangat kesal. Sebenarnya bukan sekali ini saja dia kesal terhadap Irina yang tetap menutup mulut setiap dirinya bertanya siapa ayahnya. Irina sama sekali tidak memberi penjelasan kepada Lev tentang ayahnya.
Padahal, Lev hanya sekedar ingin tahu. Dia tidak akan minta bertemu. Dia sungguh hanya ingin tahu siapa orang yang telah membuatnya ada di dunia ini.
Tuk
Klontang
"Aduh!" pekik seseorang.
"Oh No! Aku mengenai seseorang," ucap Lev terkejut.
Lev berjalan cepat menuju ke tempat orang yang mengaduh kesakitan karena ulahnya.
Lev yang kesal, dia menendang kaleng soda yang telah kosong karena isinya sudah diminum olehnya. Ia memperlakukan kaleng tersebut layaknya bola. Tapi, ketika tendangan terakhir dilakukannya, Lev tidak menyangka dia melakukannya dengan sedikit lebih keras dan ternyata mengenai orang.
"Maaf Nyonya, sungguh saya tidak sengaja melakukannya," sesal Lev. Dia sungguh menyesal karena perbuatannya merugikan orang lain.
Ternyata kaleng yang ditendang oleh Lev mengenai seorang wanita paruh baya. Dia sungguh merasa bersalah.
Lev mungkin kadang berbuat onar, tapi dia adalah anak yang bertanggung jawab dan berani mengakui kesalahannya.
"Aah tidak masalah, Nak. Dimana orang tua mu. Mengapa kamu berjalan sendirian malam-malam begini?" tanya wanita itu lembut.
Tring
Sebuah senyum tipis terukir di bibir Lev. Otaknya yang cerdik langsung mendapatkan ide saat nyonya itu bertanya demikian kepada dirinya.
"Hiks, saya ... saya terpisah dari ibu saya Nyonya. Dan ughhh, saya merasa begitu lapar," jawab Lev dengan berderai air mata.
Aaahh
Akting yang sangat sempurna sehingga membuat nyonya tersebut pun iba.
Wanita paruh baya tersebut mengamati Lev lebih dulu. Melihat apa yabg dikenakan oleh Lev, dia bisa berkesimpulan bahwa anak ini adalah anak orang yang berkecukupan. Akan menjadi hal yang berbahaya jika dibiarkan berkeliaran. Dan mungkin saha memang benar bahwa dia terpisah dari orang tuanya.
"Apa kamu mengingat nomor telpon ibu atau ayah mu? Ah iya siapa namamu, Nak. Aku Rika. Kamu boleh memanggilku Oma," ucap wanita yang mengenalkan dirinya dengan nama Rika
"Saya Lev, entah lah Oma Rika. Saya lupa-lupa ingat."
Drap drap drap
"Sayang, maaf agak lama. Soalnya ngantri sekali di dalam. Oh, siapa anak ini?"
Seorang pria paruh baya menghampiri Rika. Bisa Lev simpulkan bahwa orang itu mungkin saja suami dari wanita tersebut.
Rika menjelaskan situasinya. Tidak ingin dicurigai, Lev berusaha menampilkan wajah yang seolah-olah tengah terpisah dari keluarganya.
Ian Andromeda, dia menelisik Lev. Pria itu tentu tidak seperti istrinya langsung percaya begitu saja terhadap ucapan orang.
Ian melihat dari atas ke bawah. Untuk ukuran anak hilang, Lev termasuk sangat tenang. Dan usia Lev ini seharusnya sudah bisa mengingat nomor telpon keluarga. Dia juga seharusnya bisa mencari pihak keamanan untuk membawanya bertemu dengan keluarganya.
"Jadi, siapa nama panjang mu, Nak?" tanya Ian. Dia ingin melihat sesuatu dari anak tersebut.
"Na-nama saya Lev Zoran Rostova,"jawab Lev sedikit kikuk. Lev merasa bahwa orang ini memiliki aura yang kuat. Dia merasakan sebuah aura yang familiar dari orang ini. Ya, Lev seperti melihat orang-orang yang berada di lingkungan ibunya.
"Baiklah Lev, apa kamu mau ikut ke rumah kami? Tampaknya kamu lelah. Kamu bisa istirahat sejenak di sana. Apa kamu mau kami antarkan ke pihak berwajib?"
"Saya akan ikut bersama Tuan dan Nyonya saja."
Lev menjawab dengan cepat sekali atas pilihan yang Ian buatkan. Dan akhirnya Lev benar-benar ikut bersama dengan pasangan paruh baya tersebut.
Sebuah rumah yang mungkin tidak sebesar vila tempat dia menginap sebelumnya. Namun rumah tersebut terasa begitu nyaman. Itu lah yang dirasakan oleh Lev saat dirinya sampai di kediaman Ian dan Rika.
"Mari turun, Lev. Kamu bisa beristirahat sejenak sambil mengingat-ingat kontak ayah atau ibumu."
"Terimakasih banyak, Oma Rika."
Rika tersenyum cerah. Tapi tidak dengan Ian. Ian tetap saja merasa janggal dengan anak ini. Dia memiliki firasat yang kurang bagus.
Sebagai mantan anggota mafia besar di negara ini, kemunculan Lev sungguh membuatnya menaruh curiga.
Terlebih nama Rostova yang melekat di belakang nama anak itu. Ian merasa bahwa nama tersebut cukup familiar.
"Lho, siapa ini? Anak siapa yang Papa sama Mama bawa ke rumah?" ucap seorang pria yang memiliki perawakan tinggi dan juga badan yang kekar. Usianya jauh lebih muda dari Ian pastinya karena pria tersebut memanggil papa dan mama kepada Ian dan Rika. Bisa dipastikan bahwa orang itu adalah anak dari pasangan paruh baya ini.
"Anak nyasar, nanti kita cari tahu lebih lanjut. Sekarang biarkan dia makan dan istirahat dulu. Kasian,"ucap Ian menjelaskan.
"Aah gitu. Oh iya Pa, tadi Bibi Silvya menelpon. Katanya ponsel Papa tidak aktif. Kata Bibi, Papa disuruh balik ke Jakarta karena ada yang harus diurus."
Ian segera mengambil ponsel miliknya. Dia menepuk keningnya pelan ketika melihat bahwa ternyata dia mengaktifkan mode penebangan. Jelas saja itu membuat nomor nya tidak bisa dihubungi.
"Pasti ngomel nih Silvya. Ya sudah Smith, pesankan tiket pesawat buat besok. Dua berarti ya."
"Elaah, yang disuruh pulang kan cuma Papa. Kenapa Mama juga harus ikut/" protes Smith. Dia tahu bahwa ayahnya itu kecintaan sekali kepada ibunya. Kedua orang tuanya di sini pun berada di sini hanya sekedar untuk berlibur sekaligus memeriksa cabang Linford Transportation (LT) yang ada di Bali, dimana Smit Andromeda yang merupakan anak Ian sebagai penanggungjawabnya.
"Laah suka-suka Papa lah. Istri Papa juga. Mau Papa bawa kemana ya suka-suka Papa. Makanya buruan cari istri biar bisa dibawa kemana-mana, dan tidak sendirian juga. Umurmu sudah 35 tahun tapi belum juga punya istri. Boro-boro istri, pacar juga belum. Kan Papa sama Mama juga pengen punya cucu macam Silvya dan Dokter Dika. Cucu mereka aja sudah 4 lho."
Smith hanya memanyunkan bibirnya ketika sang ayah bicara demikian. Setiap memulai pembahasan tentang istri pasti ujung-ujungnya dia lagi yang kena.
"Udah jangan di bahas, ngurus pekerjaan saja sudah puyeng. Lagi pula kalau tidak ada aku, Bibi Silvya nanti pusing. Siapa yang mau mengurus LT coba. Dua anaknya tidak ada yang melakukannya. Yang satu dokter, yang satu tentara. Memang paling benar aku ini jomblo,"kilah Smith.
"Bukan paling benar jomblo, ngomong saja kalau kamu tidak laku. Dan sana buruan pesankan tiket buat Papa dan Mama."
Lagi-lagi Smith hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Ucapan Ian itu benar-benat menusuk hati terdalamnya.
Tapi sebenarnya, Smith bukanlah pria yang tidak laku. Hanya saja, dia merasa enggan dengan wanita-wanita yang mendekatinya selama ini.
"Eleeeh Papa tidak tahu saja kalau anak lelakinya ini cukup populer di kalangan para wanita,"gumam Smith lirih.
TBC
Pertikaian kecil diantara Smith dan Ian itu tentu saja terdengar di telinga Lev. Saat ini Lev sedang bersama Rika. Rika menyajikan makan malam untuk anak tersebut.
"Maaf ya, kamu pasti sedikit terganggu. Mereka berdua memang seperti itu,"ucap Rika.
Meski Rika merasa yakin bahwa Lev tidak akan paham dengan apa yang anak dan suaminya bicarakan, tapi tetap saja dia harus meminta maaf atas keributan kecil itu.
"Tidak apa-apa, Oma RIka. Saya malah senang melihatnya."
Eh?
Rika terkejut dengan ucapan Lev. Bagaimana bisa seorang anak bisa bicara demikian, yakni suka melihat pertengkaran kecil itu.
Rika tentu tidak tahu, bahwa Lev ini adalah anak yang cerdas. Dan Lev, menguasai bahasa Indonesia dengan cukup baik.
Apa yang dilihat Lev dan apa yang dikatakan Lev tadi, sebenarnya bukan merujuk ke pertengkarannya. Melainkan pada hubungan ayah dan anak yang tampak dekat dan akrab. Lev bisa melihat bahwa keduanya begitu dekat. Dan ia sangat merasa iri akan hal itu.
Lev ingin memiliki sosok ayah. Dia ingin berinteraksi seperi interaksi Ian dan Smith. Tapi, tentu itu tidak bisa dilakukan karena dia tidak memiliki orang yang bisa dipanggilnya ayah.
Tak!
"Halo Boy, siapa nama mu? Apa kau mengingat nomor ayah atau ibu mu? Ah ya, panggil saja aku Uncle Smith. Kau sebesar keponakan-keponakanku. Jadi, bagaimana kamu bisa terpisah dari keluarga mu?"
Segelas susu diberikan oleh Smith untuk Lev. Dia menarik kursi dan duduk di sebelah anak itu.
Untuk ukuran anak yang terpisah dari keluarganya, Smith merasa anak ini terlalu tenang. Biasanya anak-anak akan menangis dan panik jika dia terpisah dengan keluarganya.
"Nama saya Lev Zoran Rostova, Uncle Smith. Saya, ughhh. Hoaaaam."
Lev menampilkan wajah yang kelelahan. Hal itu cukup membuat Smith bersama Ian dan Rika merasa kasihan.
"Smith, agaknya kita biarkan dia istirahat dulu. Oh iya, besok Papa sama Mama kan harus kembali ke Jakarta. Jadi untuk Lev, kamu bantu dia buat nyari keluarganya ya," ucap Rika. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan anak itu, tapi dia juga tidak bisa untuk tidak ikut suaminya kembali ke Jakarta.
Lagi pula, Rika yakin bahwa putranya itu akan mampu menemukan keluarga Lev.
"Mama tenang saja. Itu gampang. Nah Boy, sekarang ayo kita istirahat. Anak kecil tidak boleh tidur terlalu malam. Tidak bagus untuk pertumbuhan."
Lev mengangguk, dia kemudian memberi salam ucapan selamat malam kepada Ian dan Rika. Lev juga mengucapkan terimakasih karena sudah memberi pertolongan.
Klaak
"Bang, apa benar anak itu anak hilang?" tanya Rika. Ternyata dia memiliki feeling yang sama dengan Ian tadi.
"Anak itu terlalu tenang untuk dikatakan anak hilang. Aku pikir dia sedang memberontak kepada orangtuanya dan kabur dari rumah. Biarlah besok Smith yang mengurusnya," sahut Ian. Dia berkata demikian karena melihat bagaimana Lev bersikap.
Sebenarnya Ian berpikir untuk langsung mengantarkan Lev ke kantor polisi alih-alih dibawa pulang. Tapi jika ia melakukan itu, maka Lev pasti akan kabur lagi.
Jadi keputusan untuk membawa anak itu ke rumah merupakan keputusan yang tepat untuk saat ini. Ian berpikir bahwa, anak itu pasti tahu bagaimana dirinya bersikap.
Meskipun hanya sepintas, tapi Ian yakin bahwa Lev bukanlah anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Hanya dari tatapan mata anak itu, membuatnya paham bahwa Lev terlihat pintar.
Melihat Lev mengingatkan dirinya pada Mr. Sun masa dulu. Seorang anak kecil namun memiliki kecerdasan tingkat tinggi.
"Semoga saja Smith tidak terlibat sesuatu yang rumit," ucap Ian dalam hati.
Harapan Ian tersebut sungguh sangat tulus dari hati. Semua itu karena Rika. Rika tentu tahu apa yang dilakukan suaminya dulu.
Ian adalah asisten pribadi dari CEO LT, yakni Silvya Bellona Linford. Namun selain menjadi seorang asisten pribadi, Ian juga merangkap sebagai anak buah dari seorang Queen Mafia. Meskipun sudah tidak aktif, namun faktanya jika terjadi sesuatu yang tidak beres di 'dunia bawah' Silvya pasti akan turun tangan dan itu berati Ian pun akan ikut juga.
Rika tidak mempermasalahkan itu, hanya saja dia tidak ingin anak semata wayangnya juga ikut terjun ke sana. Namun tanpa Rika ketahui, Smith bahkan sudah terjun meski tidak aktif. Dia hanya melakukan tindakan saat terjadi kekacauan saja.
"Nah Boy, tidurlah di sini. Maaf ya kalau tidak nyaman karena kamar ini adalah kamar tamu."
Smith mengantarkan Lev hingga ke kamar. Dia meminta bocah itu untuk segera tidur.
"Terimakasih Uncle, ini sudah lebih darqi cukup. Maaf karena aku sudah sangat merepotkan,"sahut Lev. Sebenarnya dia tidak mengantuk sama sekali, tapi tidak mungkin juga dia tetap terjaga. Hal yang perlu Lev lakukan adalah pura-pura untuk tidur.
"Tidak masalah, besok mari kita mencari keluargamu oke? sekarang istirahatlah."
Ceklek
Klak
Smith menutup pintu itu secara perlahan. Untuk sekarang dia tidak ingin memaksa Lev menceritakan tentang keluarganya. Dia bisa melihat bahwa anak itu butuh ketenangan. Entah apa yang dialami anak itu, jelas Smith tidak tahu menahu.
Sedangkan Lev, dia membuka semua penyamarannya setelah mengunci pintu. Meski orang-orang di sini tidak mengenalnya, namun dia tidak ingin mereka melihat wajahnya yang asli.
"Mereka orang-orang yang baik. Dan aku cukup merasa bersalah karena membohongi mereka. Hmmm rumah ini bukannya yang besar sekali, tapi entah mengapa aku merasa nyaman di sini. Pria itu, Smith ya namanya. Dia adalah pria yang baik dan menyenangkan."
Lev merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia seolah tengah membuat penilaian kecil tentang Smith dan kedua orang tuanya.
"Opa dan Oma itu juga orang yang hangat. Sepetinya akan menyenangkan jika menjadi bagian dari mereka. Sungguh bertolak belakang dengan keluargaku. Keluarga? tidak, aku cuma punya ibu. Dan yang lain di rumah itu hanyalah anak buah Ibu. Kenapa Ibu tidak pernah memberitahukan siapa ayahku sih? Orang-orang juga tidak pernah membuka mulutnya setiap aku bertanya. Ya mereka pasti takut dengan Ibu. Padahal kan aku hanya butuh nama saja. Aah sudahlah, lebih baik aku tidur."
Lev bicara panjang lebar. Tentu saja dia hanya bicara sendiri. Saat ini dia sama sekali tidak membawa ponsel maupun tabletnya, sehingga dia tidak bisa mencari informasi tentang Smith dan keluarganya ini.
Lambat laun anak itu tertidur. Bisa dikatakan bahwa ini merupakan rekor tercepat Lev tidur. Biasanya lewat tengah malam dia baru memejamkan mata.
Nampaknya dia merasa nyaman, tanpa tahu bahwa Irina, Anya dan semua anak buah Irina saat ini tengah kebingungan mencarinya.
Tentu saja Lev tidak peduli. Ini adalah wujud rasa kesalnya karena Irina tidak pernah mengabulkan permintaannya.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!