NovelToon NovelToon

Langit Tanpa Senja

1# Dislokasi Hati (Prolog)

~Jurnal Maru~

Jika persendian yang mengalami dislokasi, banyak cara pengobatan yang bisa menjadi jalan kesembuhan. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan? Namun kalau hati yang sudah cedera? Berapa lama ia akan menganga, menguarkan rasa sakitnya sebadan-badan, meninggalkan kesan trauma tak terlihat oleh mata telan jank?

Seharusnya, dan seharusnya. Sejak dulu ia tau, jika kemungkinan Aleena membalas perasaannya adalah 10 persen, sebab ia tak pernah memiliki keberanian untuk mengungkapkan langsung isi hatinya.

Sampai pada---ia mendengar kabar Sigit dan Aleena yang telah menjalin hubungan di saat dirinya baru memantapkan diri untuk bicara.

Sungguh payah!

*****

Maru menatap boneka beruang cream dengan pita merah. Yang di wajahnya itu, benang hitam sengaja dibuat oleh sang penjahit membentuk senyuman.

Tapi untuknya, senyuman boneka itu sangat mengganggu sekarang, begitu meledek, dan palsu.

Ia telah melempar benda favorit para anak gadis itu ke sudut ruangan, dimana price tagnya masih setia menempel diantara pita. Menenangkan hati yang sedang badai itu butuh waktu, tenaga dan pikiran tenang, namun jelas sekarang bukan waktu yang tepat untuknya memikirkan masalah pribadi, sebab proker kkn kelompok lebih membutuhkannya.

Diambilnya satu batang coklat olehnya lalu ia nikmati sendiri, karena kata orang...coklat itu bisa memperbaiki mood yang buruk.

Semua mitos dan fakta yang orang katakan patut ia coba saat ini, termasuk ia yang menyibukan diri kesana kemari mengekori pasangan bucin yang baru kembali bangkit dari kubur, Mei--Jingga. Apakah ia tak tau jika Ketut adalah teman masa SMA nya?

Tak taukah sepasang sejoli merpati itu, disini ia begitu tersiksa melihat keduanya melemparkan senyuman bak orang kurang se-ons dan memamerkan keromantisan, meski seolah ia tak peduli.

Kembali di tatapnya boneka yang teronggok nyungseb di pojokan, ia tak berdosa, mungkin jika hidup...maka beruang cream itu akan langsung mengambil bor milik Jovi dan mengebor kepalanya sampai bolong lalu berkata, "rasain lu!"

Setelah menghabiskan sebatang coklat dan melemparkan sampahnya keluar secara sembarangan, Maru mengambil boneka yang masih bau toko itu dan menatapnya, "sorry." Ucapnya.

Terbersit di pikirannya satu nama yang mungkin akan dengan senang hati menerima si teddy bear untuk ia adopsi.

Ceklek.

Ia membuka pintu, entahlah...padahal ia baru saja memikirkan namanya saja tapi gadis itu secara tiba-tiba sudah ada di hadapannya dengan wajah manisnya.

Cukup lama ia terdiam menatap Maru dengan alis yang terangkat, mungkin terkesan kaget apalagi melihat Maru memegang boneka persis Arika atau dirinya.

"Lah, gue ngga nyangka Ru...lo suka boneka juga? Tidur meluk boneka?" tanya nya seolah menghakimi, yang benar saja!

Maru segera menggeleng, "ini buat hadiah adek gue tadinya. Tapi ternyata dia udah dapet yang begini sama persis, jadi mau gue ganti kadonya, yang ini...buat lo aja. Boneka lo dikasiin ke Arika kan?" Good job! Alasannya itu semoga tak dianggap penuh artian oleh Senja.

Wajahnya berseri ketika teddy bear itu disodorkan Maru, sempat menatap memicing penuh curiga namun sejurus kemudian senyuman yang diumbar Senja begitu murah padanya, "thanks!" sambarnya mendekap dan menciumi aroma boneka itu, masuk ke kamar dan menutup kembali pintu itu.

Ia masih memperhatikan kesibukan anak-anak kkn 21 yang hebohnya bikin apotek tutup itu. Ada trio ubur-ubur ditambah Zaltan, yang selalu bikin rusuh posko dengan proker dan keusilannya. Ada pula pasangan bucin Mei--Jingga, pasangan bedebah Vio-Shaka, atau Mahad yang selalu mengumbar tawa kencangnya melihat adegan lenong bocah. Lalu Syua--Nalula dimana sifat bumi dan langit menjadi karakter kuat kedua mahasiswi ini.

"Woy, ini siapa yang makan ubi ngga dibuang kulitnya di meja makan?! Gue sumpalin sekalian bareng kulit-kulitnya ke mulut biar ikut ditelen!" teriak Syua.

"Ini yang belum kebagian ubi, siapa heyyy, masih sisa, enak loh?! Pulen." tanya Nalula menyusul dengan nada yang lebih lembut.

Nalula memang memiliki spek ibu peri, soft spoken, wajar ia begitu, calon ibu guru anak-anak tk. Terbayang bagaimana jika ibu tk macam Syua? Yang ada semua anak disumpal kotak makan siang jika bekal makannya tak habis.

Kepalanya nyut-nyutan mendengar teriakan demi teriakan itu, tapi sejujurnya, ia adalah tipe manusia yang antipati, tak begitu peduli dan berharap...semoga keramaian ini segera menulari hatinya yang terasa dingin akibat ditinggalkan mentarinya.

Senja melintas dengan boneka yang ia dekap, ah iya! Ia hampir lupa gadis manja satu ini, yang lebih sering memasang tampang prengat-prengut khas *princess* sejak pertama kali bertemu, padahal sejujurnya ia tak kalah cantik dari artis ibukota. Hanya saja jika kenyataan tak sesuai ekspektasinya maka ia akan cepat sekali sewot, merengek dan berujung berurai tangis. Senja begitu ekspresif berbanding terbalik dengannya.

Ingat, pertama kali mereka melakukan pertemuan, udara panas saja sudah ia keluhkan, ia ajak gelut, hah! Ribet! Belum lagi sederet keluhan receh yang ia besar-besarkan seperti tata letak ember yang menghalangi jalan masuk ke dalam kamar mandi, kapasitas air yang sedikit, kecoa, kasur yang keras, suhu udara, dan yang paling parah adalah ketika ia mencoba ikut memasak, shitt! Ikannya ia goreng bersama empedu-empedunya, bukankah empedu itu kantung racun? Apakah gadis ini tak tau? Pantas saja pahit. Beban--beban! Semua yang ada disini pasti setuju dengan itu, Senja akan menjadi beban.

Oh ayolah! Tak bisakah hidupnya lebih menderita lagi?!

Maru menyunggingkan senyumnya tanpa ia sadari ketika Senja dengan wajah manisnya itu mengeluarkan kata-kata bar-bar, lebih dari seminggu berada disini, rupanya virus anak teknik menulari jiwa polos si princess satu ini.

Entahlah, jatuhnya lucu saja saat Senja mengoceh sepaket kata-kata jiplakannya dari Arlan, Jovi, Zaltan, Arshaka maupun Alby dan Mahad.

Seperti sekarang....

"Arlanjinggg!" Ia sampai harus mengulurkan tangannya menahan Senja yang brutal mengoyak baju Arlan geram karena usil.

"Nja...udah ah berisik."

"Dia Ru, si mo nyetnya nih!" adu Senja persis bocah, aneh sekali, wajah merengut Senja itu begitu menggemaskan ditambah bando dan masker yang sering ia pasang di wajah yang Arlan dan Alby bilang ta i keebo. Patut Maru acungi dua jengkol...wajah Senja memang terawat. Anak mami, wajar!

"Ini lagi rapat, bisa pada diem ngga?! Lan, elah!" keluhnya mengingat fokusnya, Mei, Jingga dan Arshaka harus terganggu olrh duo tom and jerry-nya posko kkn 21 ini.

.

.

Beberapa kali selalu ditempatkan dalam satu kesempatan dan ruang nafas bersama, ia dengan julukan--*si paling diam dan menganalisa*, akhirnya tau beberapa hal yang luput dari pengamatan anggota lain.

Arlan, ada tatapan tak biasa saat menatap Senja. Begitu pun dengan sikapnya yang selalu memancing atensi Senja untuk selalu membalas tindakannya. Ia juga laki-laki, pernah dan sering melakukan hal yang sama dengan yang Arlan lakukan pada....huft, Aleena.

\*\*\*

"Gue ngga mau ikut motor Arlan." keluhnya siap mengeluarkan rengekannya. Diantara wajah yang telah memerah bak kepiting rebus.

Dan sasarannya adalah ia menatap motor Maru.

"Tapi gue mau ke balai desa dulu?"

Senja mengangguk diantara rasa lelah, tumben sekali! Mau diajak susah dan menderita. Tak berkutik lagi seperti biasanya, Senja langsung naik ke boncengannya. Disaat yang lain sudah pergi, Maru dan Senja membelokan arah motor ke arah balai desa, "sebenernya gue juga mau ambil paket di balai desa, makanya tadi liat lo, soalnya kata bang Jing...lo gantiin dia ke balai desa."

"Oh iya! Ru, thanks buat bonekanya. Gue suka banget, eh...tapi gue ganti aja gimana? Itu masih baru loh! Ngga apa-apa, itung-itung gue beli ke lo. Biar nanti lo bisa beli barang baru buat adek lo...lumayan biar ngga terlalu boncos..." kalimat permission dan terimakasih yang cukup sopan dari Senja.

"Ngga usah, Nja. Gue udah bayar barang yang udah gue pesen buat adek."

Namun sedetik kemudian, ponselnya bergetar membuatnya harus menghentikan sejenak laju sepeda motor.

*Aleena calling*....

"Angkat aja, ngga apa-apa Ru..." ucapnya jelas bohong, karena Senja sudah mengernyit mengipasi wajahnya yang kepanasan dan banjir peluh. Bahkan Senja sampai kelimpungan mencari tempat berteduh, salahnya yang menghentikan sepeda motor tepat di tengah jalan tanpa tedeng aling-aling begini.

Namun sekali lagi, ia takjub pada Senja yang tak se sewot biasanya, tak lagi banyak mengeluh seperti awal-awal berada disini, "hallo Al?"

.

.

.

.

2# Pengamat ulung (Prolog)

Sepanjang menerima panggilan yang tak berfaedah dan hanya membicarakan tentang ia dan Sigit itu, Maru lebih tertarik memperhatikan apa yang sedang Senja lakukan di tempatnya.

Terkadang gadis itu menengadah ke arah langit, apakah ia akan mengumpatinya?

"Iya."

"Iya, Al.."

"Hm..."

Namun kini mulutnya justru berkedut geli, lengah sedetik Senja sudah selangkah lebih dekat dari posisi sebelumnya, apakah ia salah?

Dan, catch you! Ia memergoki Senja yang menguping pembicaraannya dengan Aleena. Gadis itu langsung berlagak memainkan sepatu-sepatunya, "ya ampun sepatu gue kasiannya, kotor banget ya gue bawa kesini? Ntar balik gue ajak spa massage ya..." ocehnya.

"Iya. Congrats buat kamu sama Sigit. Aku tutup telfonnya ya..." begitu ucapnya.

"Udah?" tanya Senja.

"Belum." Jawab Maru membuat Senja berdecak merotasi bola matanya, "buruan panas, Ru!" paksanya melayangkan pelototan.

Tak ada lagi pembicaraan antara Senja dan Maru sampai mereka tiba di posko.

Ia memang memiliki jiwa pengamat sepertinya, **dari tempatnya yang selalu diam** itu ia selalu mengamati setiap personal, Mahadri yang tak terbantahkan, klan Purwangga adalah salah satu pebisnis ternama di tanah air, mereka bergerak di bidang traveling, properti, periklanan, dan finance. Maka tak diragukan jika Mahad bisa membeli satu minimarket plus pegawai-pegawainya sekalian, and you know what? Munafik sekali ia tak suka Syua. Cara licik yang tak terendus oleh Syua sendiri, Mahad membeli--***minimarket sekaligus pemilik dan karyawannya***---

Yap! Bisnis ayah Syua untuk membeli hati gadis itu sendiri, gadis galak yang melukai harga diri seorang Mahadri, gadis pertama yang menatapnya jengah ketika gadis-gadis lain memuja mujinya. Gadis pertama yang membentak di kala semua orang menunduk patuh. Gadis kuat namun rapuh ketika berbicara tentang keluarga, gadis berprinsip yang memukau.

Zaltan? Sungguh perbuatannya patut disebut stalker, dengan dalih posisi pubdok yang diembannya ia bebas mengambil potret dari angle manapun, namun dari sekian banyaknya foto, jumlah foto Nalula lah yang memenuhi satu file khusus di laptopnya, Maru tertawa kecil saat ia meminta hasil foto untuk dijadikan laporan. Mungkin disini, hanya ia dan Mei saja yang tau, entah dengan Arshaka dan Arlan.

Meidina, ibu kedua anak-anak mo nyet 21 setelah Nalula. Gadis yang dicintai dan mencintai Jingga sejak masa putih abu ini, bisa dikatakan perempuan yang mungkin bisa membuatnya nyaman diajak mengobrol, nyaman diajak diskusi. Mungkin jika ia tak bersama Jingga, dan ia belum menyukai Aleena lain ceritanya.. Ia sudah menjadikan Mei seorang yang dikagumi.

Tapi kembali, dari sekian banyaknya anggota kkn 21. Mungkin yang benar-benar berhasil belajar disini memberikan perubahan untuk pribadinya sendiri adalah Aluna Senja, nama indah untuk gadis yang indah.

Bahkan ketika masalah datang silih berganti, dan posko tengah dilanda chaos-chaosnya, hanya Senja yang ia lihat lebih bijak dari pribadi ia (Senja) sebelumnya.

Dirinya yang baru saja putus dengan kekasihnya, harus menerima penghakiman dan bentakan Jovi serta anggota lain atas usaha keras yang berbuah pahit. Namun ia tak sedikit pun membalas dengan mencecar dan mengorek-ngorek kekurangan serta kesalahan anggota lainnya.

Ia memperhatikan itu selepas bersih-bersih di belakang akibat hujan lebat saat ia harus membantu Jingga, Jovi dan Arlan menyelamatkan sebagian proyek kincir mereka.

\*\*\*\*

Mungkin semua anggota sudah menenggelamkan diri pada penyesalan, dan rehat dari kemarahan serta masalah posko. Namun ia yang kesulitan tidur malam itu dan berniat untuk menyesap vape miliknya justru menemukan manusia lain di area dapur sedang duduk sendirian sambil mendekap segelas coklat instan hangat diantara sweter tebal dan wajah kusut yang basah oleh tangis.

Cukup terkejut ketika menyadari kehadiran Maru bahkan ia tersentak hampir menggeser bangku.

"Eh, gue kira siapa..." ia kembali diam dan menyeka wajah, sama sekali tak ingin memperlihatkan sisi rapuhnya.

"Sorry ganggu. Ngapain sendirian disini, malem-malem?" Maru mengurungkan niatannya melihat Senja, dan lebih memilih duduk di sebrang gadis itu.

Senja hanya mendengus tersenyum getir, "ngga. Gue cuma lagi ngga bisa tidur aja." Alibinya.

"Mikirin masalah tadi sama anak-anak?" tembaknya to the point membuat mata bulat itu menatapnya dengan raut yang meredup, "menurut lo, kita bakalan bisa selesain kkn sampai tuntas ngga, Ru? Gue jadi worry, anak-anak bakalan bubar jalan, proker ngga beres, kkn ancur...gue ngga mau ngulang lagi semester depan."

Sungguh terlihat sekali ketakutannya itu, Maru menghela nafasnya, "Jingga ngga akan biarin itu terjadi, tenang aja. Cuma mungkin mereka butuh waktu, mereka bukan anak kecil, Nja." ia justru mendengus geli, bahkan *anak kecil di posko* saja saat ini sedang mengkhawatirkan para mo nyet itu, seharusnya mereka malu pada bocah itu (Senja).

"Ru, gue mau minta maaf ya...masalah empedu ikan. Gara-gara gue, yang lain jadi keracunan gitu. Gue juga udah minta maaf sama yang lain, sumpah gue ngga tau, kalo ikan tuh ada empedunya yang harus dibuang. Gue kira ngga akan masalah, ngga akan sampai bikin semua ikannya pahit cuma gara-gara empedu segede biji jagung." Sesalnya.

Dan Senja adalah anggota pertama yang dengan rendah hatinya tak malu untuk meminta maaf pada semua atas kesalahannya secara pribadi. Sungguh disini, Senja yang berhasil lulus, Jingga patut memberinya nilai kkn tinggi.

"Lo pasti muntah-muntah abis sarapan pagi itu ya? Sekarang masih ada efeknya ngga? Gue mau tanggung jawab kok kalo lo keracunan by the way." Jelasnya lagi dengan raut khawatir.

Maru menggeleng, "lo mau tanggung jawab, Nja?"

Senja mengangguk cepat, "kenapa? Apa yang lo rasain? Masih ada efek pusing, mual ya? Emang kemaren-kemaren lo ngga bo ker ya, ngga pi pis?" tanya nya random, "jadi racunnya belum kebuang dari perut lo?"

Alisnya mengernyit mengingat sesuatu, "gue padahal udah tanya Mei, loh...soalnya gue takut, gara-gara gue penghuni posko mati massal."

Jelek sekali do'anya.

Dan Maru tak bisa lebih tergelitik lagi mendengar itu, ia menggeleng, "lo cukup diem. Ngga perlu lagi mikirin apa yang Jovi bilang tadi, ngga usah dimasukin ke hati, Nja. Lo sekarang tidur...udah itu aja. Lo udah tanggung jawab sama gue."

Apa sekarang? Ia merasa iba, tak tega, memberikan atensi berlebih pada Senja?

Senja menghela nafasnya, mengangguk dan mendorong segelas coklat hangat miliknya yang masih terlihat penuh.

Ia bahkan mengelap sekeliling bibir gelas dengan tisu kering, "ini baru gue minum seteguk aja, soalnya tadi masih panas udah gue sruput...jadinya bibir gue kepanasan..." prengutnya, pengakuan itu membuat Maru merasa tergelitik lagi.

"Niat gue udah keburu abis buat minum coklat hangat, nih...buat lo aja. Gue mau tidur." Ia sudah beranjak dari duduknya, menggusur kaki-kaki yang terselubungi oleh sandal boneka snoopy tebal berlalu ke arah kamar, "good night Ru, jangan begadang. Kata kake haji ngga bagus." Pesannya.

.

.

..

3# Mencintai dalam diam (Prolog)

~ Arlan Story~

Sejak ia melihat Senja pertama kalinya ia sudah tau siapa gadis manja itu. Setidaknya peran aktifnya di kampus membuatnya hafal beberapa nama mahasiswa/i terlebih anak-anak fakultas ekonomi bisnis yang memang selalu jadi sasaran kegombalan dan keusilan anak-anak fakultas teknik dimana peredaran mereka begitu berdekatan.

Dan diantara berpuluh-puluh mahasiswa ekonomi-bisnis, tentu gadis ini banyak diperbincangkan anak teknik, salahnya sendiri yang cantik, manis, dan manja. Namun sayangnya, Senja galak.

Alih-alih kapok, ia justru terlalu asik dan nyaman dengan manjanya Senja, prengat-prengutnya itu membuatnya candu.

Dan kelebihan Senja adalah, ia yang tak gampang sakit hati meski berkali-kali ia usili. Gadis itu juga wangi serta pandai menjaga diri meskipun centil dan selalu merepotkan. Satu yang membuat hatinya semakin runtuh, adalah fakta Senja dengan sejuta bakat dan hati malaikatnya.

"Gue ada biskuit sama yogurt, buat lo cemil...mau ngga? Gue kalo lagi sakit gini, makan nasi suka mual pengen muntah, seenggaknya ada makanan masuk. Atau mau nyemil batu, semen aja? Biar lo lebih kuat?" dan ocehannya itu berhasil membuatnya tertawa diantara rasa pahit teh buatan Syua yang membuatnya muntah seusus-usus.

Apalagi sebelumnya, ketika ia melihat Senja yang meracuni satu posko dengan empedu ikan, dan tau kenyataan jika Senja sudah berusaha teramat, ia sampai harus terciprati minyak panas sendirian demi membantu menyiapkan sarapan, Arlan hanya bisa melolong dalam hati sungguh merasa bersalah.

Melihat Senja yang terluka ketika voli, jiwa heroiknya mengatakan jika Senja adalah gadis yang perlu ia lindungi. Berangkat dari rasa kasihan, rasa bersalah dan ketertarikan paras rupawan serta kekaguman pribadinya, Arlan jatuh cinta.

Rintihan dan tangisan Senja sepaket wajah merah berpeluhnya ikut membuatnya terbakar rasa khawatir melihat Senja.

"Kaki gue Lan, sakit banget..." Adunya menangis membuat seketika hatinya meleleh.

Poin plus Senja seperti sedang tercetak di papan skor setiap harinya. Tidak seperti Mei, Vio, Nalula serta Syua yang kelebihannya dapat diberi tepukan tangan di saat itu juga. Sikap positif Senja justru dapat meremukan jantung sedikit demi sedikit, membungkam mulut-mulut julid termasuk mulutnya di kemudian hari. Definisi kebaikan yang tak harus diumbar, tapi ia akan unjuk diri pada waktunya.

Ia yang begitu disayangi bah Wawan, karena nyatanya Alby mengatakan jika Senja sering membantu memapah pria tua itu dengan tulus dan membuat humor receh untuk seorang bapak yang pernah kehilangan anak bungsu perempuannya. Bah Wawan yang orang baru saja bisa langsung sayang....

Ia bahkan dengan rela jatuh berkali-kali di lumpur demi mengambil buah pisang yang akan dipanen, menghapus habis nail art mahalnya. Dan sikap pamungkasnya adalah, diam-diam melukis taman baca, dimana sosoknya yang disebut-sebut bak bidadari oleh anak-anak teknik bukan isapan jempol belaka, Senja memang extraordinary.

Pengakuan Nalula jika Senja sangat digandrungi oleh anak-anak tk di Widya Mukti karena kemampuan melukis dan paras manis bak putri permennya itu semakin membuat dirinya kagum saja.

Ia menyukai Senja, namun sikap menutup-nutupinya itu tak berlaku untuk Maru, Jingga dan Jovi. Karena nyatanya ketiga kam pret ini mencium gelagatnya.

Malam itu, kesialan menghampiri...ia sudah menduga jika diantara ketiga manusia ini sudah pasti akan memintanya buka-bukaan. Maka Arlan melakukan apa yang mereka minta, ia bukan tipe laki-laki cemen seperti Maru.

Dan dapat ia tebak kejadian selanjutnya, Senja mengamuk.

Namun diantara semua kejadian yang membuatnya semakin mengenal Senja, satu yang ia tau...kalau gadis itu, menyukai Nagara Kertamaru, sepertinya perhatian-perhatian kecil Maru untuknya yang baru putus cinta. Yang mungkin bagi Maru, ia hanya menganggapnya seperti adik atau teman, disalah artikan Senja.

Malam sebelumnya, ketika Senja sudah masuk ke dalam kamar, ia kembali keluar dan menanyakan keberadaan wakil koordinator desa itu, dimana pemuda datar dan tak banyak bicara itu memilih tenggelam dalam lingkaran toxic, friendzone-nya, cih! Seperti bukan lelaki saja, gadis masih berserakan di muka bumi, Ru!

Senja mengayunkan langkahnya ke depan, dimana Maru berada. Dan tak ada yang cukup ngeuh dengan gelagat Arlan yang mendadak bangkit, kemudian duduk mendekati pintu depan, Jovi dan yang lain memang bo doh, hahaha!

Mereka berbincang dan berdiskusi tentang keberadaan bintang-bintang yang entah apa katanya.

Lain hal Maru yang berbicara secara hal rasional, sementara Senja justru mengatakannya sesuai hati. Itulah mungkin salah satu perbedaan lelaki dan perempuan, terlebih itu Senja. Senja juga terdengar seperti sedang memberikan penghiburan untuk lelaki yang bebal dinginnya itu. Jingga juga datar, tapi tak sekaku dan sebeku itu.

Hingga akhirnya,

Brak!

Daun pintu menghantam punggung Arlan sekerasnya, "aww!"

"Eh sorry! Lo juga, ngapain duduk disitu sih?!" Senja sewot namun tertawa tergelak. Tidak pagi, tidak siang, tidak malam dirinya dan Senja sudah pasti akan terlibat interaksi begini.

"Ya lo kenapa ngga permisi dulu, bilang punten kek, assalamu'alaikum kek! Permisi..." Arlan tak kalah sewot, dan Senja masih tergelak melihatnya mengusap-usap tulang punggung.

"Rasain! Kata Vio kalo duduk di gawang pintu pamali, nah kan kualat!" hardiknya mengutuk.

"Ribut terusss sih udah malem oy!" omel Alby.

Dari celah daun pintu ia melihat senyum tipis Maru yang kemudian kembali duduk di bangku teras, meski tak lama ia ikut masuk.

Sikap Senja yang paling kontras adalah ketika sepulang mereka voli, ketika pandangannya hanya tertuju pada Maru, Arlan bisa melihat itu, bahkan ia tak segan mengatakan tak sukanya pada salah satu gadis di desa itu yang terlalu menempel dengan Maru dan mengatakan berkali-kali jika Maru tampan di matanya, keren.

Belum lagi curi-curi dengarnya, Senja adalah tipe gadis yang murah sekali mengumbar pujiannya. Namun tak segan pula memuntahkan hinaannya.

"Suer sih, Maru gantengnya keterlaluan tau..."

"Lah, gue rela di posesifin kalo punya cowok kaya Lin Yi..."

"Ya ampun, keren banget ih elo...kalo diliat dari sedotan, Lan."

"Lo kaya bapak-bapak tps."

Arlan menyambangi dapur ketika semua sedang sibuk-sibuknya di depan untuk mencomot makanan kiriman bu Sri, bersamaan dengan Maru yang masuk ke dapur untuk mengambil minum.

"Dah beres?" tanya Maru digelengi Arlan, kebetulan sekali...ia bukan tipe manusia yang suka memendam isi hati. Suka atau tidak, maka Arlan akan langsung mengutarakannya.

"Ru, bisa ngomong sebentar di belakang?" pintanya, Maru pasti paham dengan raut wajah Arlan yang sama sekali tak menunjukan canda.

"Apa?" **always**! Papan penggilesan, kanebo kering.

Arlan keluar dari pintu belakang, dimana jemuran anak-anak posko masih mengucurkan tetesan airnya, ayam-ayam tetangga dan beberapa rumah sekitar menjadi pemandangan yang dilatari langit Widya Mukti menuju cerah.

"Gue cuma mau kasih paham sedikit sama lo, Ru..kalo lo ngga peka. Senja tuh anggap lain semua perhatian kecil lo, tolong lah sebagai temen---"

Maru mendengus tersenyum sambil membuang muka seperti mengejek.

"Denger dulu, Ru..." decak Arlan meminta Maru serius, "gue serius kali ini."

"Kalo lo ngga punya perasaan apapun, jangan gitu. Kasian tuh anak, baru diputusin cowoknya," Arlan menggeleng meralat, "diselingkuhin."

"Kalo sekarang dia berharap lebih karena nyaman sama lo. Lo mesti kasih dia paham, kalo lo bersikap begini karena kita satu kelompok satu rasa, kaya sodara. Lo ngga kasian apa?"

"Kalo gitu kenapa ngga lo tembak aja, jadiin Senja pacar lo?" tanya Maru justru membuat urat-urat di rahang Arlan muncul.

*Ngga gitu konsepnya, setan*! Umpatnya dalam hati.

"Kentara banget lo sayang sama dia. Dan gue yakin...dengan lo, dia bakalan seneng, terlindungi, nyaman."

"Lo ngga ngerti kah mo nyet? Lo ngga bisa liat, kalo dia tuh sukanya sama lo?" tak membentak namun sorot mata serius Arlan itu setengah mencibir dan menggebrak dinding kepekaan Maru.

Maru mele nguh, "Lan, Senja bukan abg labil, dia cukup tau dan menganggap kalau gue---" Maru sempat terdiam demi memilih kata yang tepat.

"Kalo gue cowok gamon, romantic hopeless. Jadi dia ngga akan terlalu gegabah buat mengharapkan gue."

"Tapi sikap lo itu, Ru...keliatan banget kaya cowok yang mau buka hati dan memulai kembali membuka lembaran baru dengan cewek baru, terutama Senja."

"Sekarang gue tanya, lo yang belain dia mati-matian, selalu ada, selalu usil karena pengen bareng terus, selalu pengen ada dipikiran Senja...apa yang lo lakuin sekarang? Jalan di tempat?" cecar Maru. Wajar! Maru calon advokat, ia pintar bicara.

Arlan menggeleng, "gue ngga bisa. Gue terlalu takut untuk nyakitin perasaan dia dengan semua sifat gue ini," Arlan seperti sedang menyelami dan mengamati dirinya sendiri.

"Gue takut bikin dia kecewa kalau gue tidak sesuai ekspektasi. Gue begini...dan akan selalu begini. Gue terlalu beda prinsip dengan Senja. Gue bukan orang yang suka diatur, ngga bisa menyesuaikan, ngga bisa beradaptasi, dan gue males untuk melakukan itu. Menjalin hubungan akan membuat gue maupun cewek gue nantinya jadi pribadi berbeda. Untuk saat ini, gue belum mau memulai komitmen itu dengan siapapun itu."

"Dan yang paling keliatan, lo buta?Ngga liat kemaren...Senja menganggap gue pengacau buatnya. Lebih baik seperti ini."

Maru mengangguk paham, "oke. Nanti gue kasih paham." Pria itu memang begitu, tak segan untuk langsung pergi meninggalkan Arlan sendiri di belakang.

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!