NovelToon NovelToon

Cinta Di Balik Kilauan Berlian

BAB 1

Malam itu, sepasang kekasih yang telah menjalani hubungan selama 7 tahun, untuk pertama kalinya bertengkar hebat.

Xaviera melempar semua barang yang ada di kamar, dengan wajah kesal dan amarah yang meluap, semua buku-buku dan pernak-pernik di atas meja berserakan di lantai.

“Aku ingin kita berpisah! Titik!” Xaviera, memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper.

“Kau melakukan semua ini hanya untuk uang?!” Rumie mendekat, menarik tangan Xaviera. Kemudian, menendang koper hingga baju yang sudah tersusun kembali berhamburan keluar.

“Apa maumu?!” Xaviera dengan wajah putus asa berlutut di hadapan Rumie untuk melepaskannya.

Rumie berkacak pinggang, menahan air mata yang hampir tumpah di pelupuk mata. Pria yang selama ini tegar dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan kesulitan, tak tahu harus mengatakan hal apalagi untuk membuat Xaviera tetap bertahan.

“Aku harus menikah, aku tidak bisa hidup seperti ini. Aku ingin kehidupan yang layak!” ucap Xaviera lantang.

Rumie tersenyum dingin mendengar kalimat itu, karena sebelumnya Xaviera lah yang mengatakan tidak akan pernah meninggalkannya demi apapun juga. Namun, sepertinya keadaan membuat janji itu dikhianati.

Keputusan tinggal bersama tanpa sebuah ikatan pernikahan telah mereka jalani selama satu tahun terakhir. Tepatnya, sejak Xaviera memutuskan kabur dari rumah demi Rumie. Karena hubungan mereka tidak disetujui oleh kedua orang tuanya, sebab Rumie adalah pria yang memiliki latar belakang tidak jelas. Sejak kecil Rumie tinggal di panti asuhan. Sekolah bahkan kuliah hanya mendapatkan dukungan beasiswa karena kepintarannya.

Namun, setelah mendapatkan gelar S1 dia masih hidup dengan pekerjaan tak menentu. Kadang bekerja sebagai pelayan, sopir pribadi pengganti, ataupun bergabung dalam EO dan WO yang tidak selalu tetap.

Sedang Xaviera adalah anak tunggal yang berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya pemilik sekolah swasta yang juga sebagai donatur untuk anak-anak kurang mampu di wilayahnya, sedangkan ibunya adalah komisaris perusahaan periklanan.

Keduanya bertemu saat duduk di bangku SMA dan menjalani hubungan serius hingga sekarang.

Rumie melempar foto USG yang disembunyikan Xaviera, “Kau hamil, lalu bagaimana kau akan menikah dengan pria lain?!” balas Rumie dengan suara yang sama lantangnya.

Xaviera dengan cepat merobek foto tersebut, karena baginya keberadaan bayi itu tidak pernah benar-benar ada. Dia telah menggugurk4nnya 2 Minggu lalu dan menyembunyikan semua itu dari Rumie.

“Anggap saja itu kesalahan! Aku telah menghilangkannya,” kata Xaviera datar, dia kembali menata pakaiannya masuk kedalam koper.

“Kamu membunuhnya?” Rumie mendekat, berjongkok dan menarik rahang Xaviera dengan kuat. Dia dapat melihat mata Xaviera yang sama basahnya dengannya, “kau membunuh anak kita?! katakan!”

Xaviera menarik tangan Rumie, tanpa keraguan menjawabnya, “Iya, aku melakukannya.”

Seketika air mata yang tertahan itu tumpah, Rumie menarik kerah kemeja Xaviera dengan kuat, “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membunuh anak kita, Ra?”

Xaviera mendorong tubuh Rumie dengan kuat.

“Karena aku tidak bisa hamil sekarang, aku ingin pulang dan menikah dengan pria lain. Kau pikir mereka akan mau menerima wanita hamil untuk menjadi menantu!”

Rumie menampar pipi kanan Xaviera dengan keras, matanya merah melotot tajam. Dunianya seakan runtuh, padahal dia berniat akan menikahi Xaviera setelah gaji pertamanya keluar. Baru saja dia mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar, dan mulai menata impian dan kehidupan bahagia bersama Xaviera. Namun, Xaviera lebih memilih menikah dengan pria kaya pilihan orang tuanya. Karena merasa tidak sabar dan lelah dengan kehidupannya bersama Rumie yang selalu kekurangan.

Rumie melempar cincin yang telah ia beli sebelumnya sebagai kejutan kepada Xaviera. Merasa sudah tidak berarti lagi.

Xaviera bangkit dan hendak menarik kopernya.

“Aku bersumpah, kau akan merasakan hal lebih menyakitkan dari aku alami! Selamanya kau tak akan pernah merasakan menjadi istri yang sesungguhnya dan bahkan kau tak akan bisa merasakan menjadi ibu!” kata Rumie, matanya menunduk, namun perkataannya menusuk ke hati Xaviera.

Xaviera mengusap air matanya, lalu tersenyum dingin menoleh ke arah Rumie.

“Dan kau akan hidup sebatang kara selamanya dan mati sendirian!” balas Xaviera.

Xaviera menarik kopernya keluar dari rumah Rumie, dan bertekad tidak akan pernah kembali pada pria rendahan seperti dia lagi.

Malam itu adalah pertemuan terakhir mereka.

Xaviera kembali kerumah, dan tengah mempersiapkan pernikahannya dengan lelaki pilihan orang tuanya. Pria itu muda, tampan, mapan dan menjadi dosen muda di salah satu universitas swasta terkenal.

Kembali Xaviera mendapatkan dukungan dari ayahnya, “Setelah menikah, apapun yang kamu mau, kamu bisa sebut. Dalam hitungan menit semua ada di hadapanmu.”

Xaviera tersenyum mendengarnya, kemudian memeluk Ayahnya dengan penuh perasaan bersalah karena sebelumnya tidak mendengar nasihat dari ayahnya untuk menjauh dari Rumie.

Hari pernikahan itupun di depan mata, saat ini keluarganya dalam perjalanan menuju ke gereja tempat terlaksananya pernikahan.

Dengan perasaan gugup dan berdebar, Xaviera terus mengusap kedua tangannya yang basah.

Namun, saat di pertengahan jalan. Ayahnya mendapatkan telepon jika mobil yang ditumpangi Juno mengalami kecelakaan.

Dengan penuh kepanikan, mobil yang awalnya menuju ke arah gereja berputar balik ke lokasi kejadian dimana mobil Juno ringsek akibat tabrakan dengan truk.

Xaviera sudah tidak mampu berpikir hal lainnya tentang pernikahannya, saat ini dia benar-benar khawatir ketika Juno masuk kedalam mobil ambulans menuju rumah sakit. Air mata dan teriakan histeris, berbaur menjadi satu.

“Tidak! Tidak!”

Melihat tubuh Juno yang bersimbah darah serta kepalanya yang mengalami pendarahan berat. Membuat Xaviera pingsan di tempat.

Xaviera akhirnya dibawa ke rumah sakit yang sama dengan Juno untuk mendapatkan perawatan.

Saat sadar, Ibunya mendekat dengan membawa kabar buruk.

“Juno telah meninggal,” ucap ibunya, memeluk Xaviera dengan erat.

Air mata tumpah, perasaan sedih dan ketakutan saling tarik menarik.

Semua impian indahnya kandas tanpa janji pernikahan yang belum sempat diucapkan.

Hari itu, pesta pernikahan menjadi acara pemakaman. Hari pertama juga kehancuran dalam kehidupan Xaviera.

Dua bulan berlalu, kesedihan itu perlahan pupus.

Saat ini pria lainnya telah duduk di depan matanya. Pria yang berprofesi sebagai direktur perusahaan properti, akan dijodohkan dengan Xaviera.

Pertemuan pertama, kedua dan selanjutnya berlangsung dengan baik, pria pilihan ayahnya tampak sangat menyayangi dan memanjakan Xaviera. Membuat Xaviera merasa bahagia serta mampu mengubur kesedihannya yang berlalu.

Namun, saat di hari pertunangan. Seorang wanita datang dengan membawa malapetaka. Berteriak di depan banyak tamu undangan, "Kau merebut kekasihku, dan kau tahu? Kau juga telah mengambil ayah dari bayi yang sedang aku kandung!"

Sontak, hal itu membuat kegaduhan dan reputasi keluarga besarnya tercoreng. Xaviera yang tidak tahu menahu tentang hal itu, tersudut dengan kebohongan dari seorang pria yang mengaku lajang ternyata sebelumnya pernah menikah dan saat ini bahkan tengah menghamili wanita lain.

Wanita itu mendekat dan menampar pipi kanan Xaviera dengan keras, “Kau cantik, tapi ternyata hanya wanita yang menjadi selingkuhan. Dasar jal4ng!”

BAB 2

Pertunangan batal, dan untuk kedua kalinya keluarga Xaviera berada di titik kekecewaan. 

Xaviera mendekat ke arah pria yang telah berdusta padanya, kemudian memberi tamparan keras di pipi pria tersebut. 

“Dasar b4jingan!” ucap Xaviera, mendorong pundak pria tersebut, hingga perkelahian antar dua keluarga pun semakin memanas. 

Keluarga Xaviera menyalahkan keluarga pria yang tidak jujur sejak awal, sedangkan keluarga pria menyalahkan keluarga Xaviera yang bersikap lancang dan tidak sopan karena tamparan yang diberikan. 

“Harusnya bisa kita bicarakan baik-baik!” ucap wanita, yang berdiri di samping calon tunangan Xaviera. Dia kakak perempuan pria tersebut. 

“Semua bukti ada di depan mata! Bahkan wanita itu juga ada disini! Apa yang perlu dibicarakan,” ucap Xaviera lantang.

Sedangkan Pria yang menjadi akar permasalahan ini hanya diam, menarik tangan kekasihnya yang tengah hamil keluar dari ruangan. 

“Jangan salahkan seutuhnya masalah ini pada kami, aku mengenal adikku. Dia tidak mungkin melakukan hal hina itu. Wanita itu pasti berbohong!” calon kakak iparnya masih mencoba membela pria yang jelas berdusta. 

Xaviera mendengus kesal, kemudian menarik taplak meja yang diatasnya dipenuhi makanan untuk tamu undangan, hingga semua makanan itu jatuh berhamburan di lantai. Gelas dan piring juga berjatuhan di lantai, hingga serpihan kacanya berserakan. 

Keluarga dari pihak pria berteriak histeris, melihat aksi Xaviera yang arogan. 

“Dasar, wanita tidak punya etika!” gerutu calon kakak iparnya, yang sekarang keduanya kembali menjadi orang asing. 

Keluarga dari pihak pria keluar dari ruangan satu persatu, meninggalkan kekacauan. Sedangkan, saat ini Ibunya Xaviera tengah duduk terdiam dengan tatapan kosong. Seolah masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. 

Ayah Xaviera mendekat dan memberikan tamparan yang keras di pipi kiri Xaviera. 

“Kesialan apa yang kau bawa! Katakan!” gertak Ayahnya. 

“Apa maksud Ayah?” Xaviera terkejut dengan ucapan ayahnya. Sikap lembut dan hangat itu hilang seketika dari wajah ayahnya saat ini. 

Ayahnya hanya diam tidak memberikan kejelasan, pergi dari hadapan Xaviera dengan penuh amarah dan rasa malu yang menumpuk di dada. 

Semua tamu undangan, satu persatu meninggalkan ruangan. Saling berbisik, membicarakan tentang kegagalan acara ini. 

Xaviera menatap sekeliling, setiap sudut ruang tamu keluarga yang sudah di dekor dengan indah tidak memiliki arti apa pun.

Ibunya mendekat ke arahnya, “Kemasi pakaianmu, malam ini juga kamu pergi ke Jerman.” 

Xaviera menoleh ke arah Ibunya, terkejut dengan keputusan ibunya yang menyuruhnya pergi secara mendadak. 

“Ini bukan salahku? Pria itu yang pembohong,” ucap Xaviera, kemudian menyentuh tangan ibunya, berharap dukungan karena dia juga sama-sama hancur atas kegagalan pernikahannya kedua kali. 

“Lepaskan!” Ibunya menarik kuat tangannya, dan menyingkirkan tangan Xaviera. 

“Ibu, aku tidak ingin pergi ke Jerman.” Xaviera mengikuti langkah ibunya, menaiki tangga. 

Terakhir kalinya saat SMP dia tinggal di Jerman dengan neneknya yang sangat kaku dan pemarah, mengengkang semua apa yang dilakukannya. 

“Kau ingin menambah masalah dengan membuat nama keluarga menjadi buruk! Tinggal di sana sementara, sampai semua ini reda,” kata Ibunya, melotot tajam. Perintah itu seakan tidak menerima bantahan. 

“Tapi jangan Jerman.” Xaviera, berlutut di depan ibunya. 

“Diam! Tutup mulutmu! Lakukan perintah ibu, dan jangan kembali sampai aku menyuruhmu pulang!” gertak Ibunya, kemudian mendorong tangan Xaviera yang menyentuh kakinya. 

Xaviera mendongak, menatap wajah ibunya dengan kesal. 

Gagalnya acara pertunangan Xaviera menjadi berita utama di berbagai stasiun televisi. Mereka membahas tentang berakhirnya hubungan Xaviera dengan seorang direktur kaya yang sebelumnya diharapkan akan menjadi pernikahan termegah tahun ini. 

Keluarga Xaviera kini menjadi sorotan publik, dengan banyak spekulasi dan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik pembatalan tersebut. Selain karena seorang wanita yang mengaku menjadi kekasih sang direktur, spekulasi lain muncul, jika Xaviera yang membuat drama itu terjadi dengan alasan tidak menginginkan pernikahan. Media terus memberitakan dan menganalisis situasi ini, membuat keluarga Xaviera berada di bawah tekanan publik.

Sebuah paspor dan visa dilempar ibunya di wajah Xaviera, “Cepat pergi ke mobil lewat pintu belakang, jangan sampai wartawan melihatmu!” 

Xaviera hanya diam, kemudian menyuruh pelayanannya membawakan kopernya masuk kedalam mobil. Dengan langkah yang berat Xaviera meninggalkan rumah, kali ini bukan karena dia melarikan diri melainkan diusir. 

“Sialan! Kenapa harus seperti ini?!” 

Xaviera masuk kedalam mobil dengan wajah yang kesal.

Ketika koper sudah masuk dalam bagasi, pelayan segera menutup pintu mobil. Dua mobil yang sama persis berada beriringan, salah satunya akan menjadi umpan wartawan. 

Ketika wartawan terlihat mengejar mobil yang salah, Xaviera segera menancap gas dan keluar dari gerbang belakang. Mobilnya melaju pergi ke bandara. 

“Aku kira, meninggalkan Rumie hidupku akan bahagia.” Xaviera mengeluh kesal. 

Sesaat pikirannya penasaran dengan kehidupan Rumie setelah mereka memutuskan berpisah. 

“Apakah kamu bahagia? Apa aku saja yang menderita?” Xaviera terus menggumam. 

Saat matanya menatap lurus, melihat jalan menuju lokasi rumah Rumie. Membuat, Xaviera membanting stir dan memilih menemui Rumie. 

Hatinya berdebar-debar, saat ini bagaikan menelan ludahnya sendiri setelah berjanji tidak akan menemui Rumie lagi. 

Tiba di depan rumah Rumie, Xaviera tidak berani langsung turun dari mobilnya. Dia mengamati sekeliling. Rumah itu tampak gelap, tidak ada sinar lampu satupun menerangi. 

Tok Tok

Seorang pria tua mengetuk jendela mobil, Xaviera terkejut melihat pria tetangga sebelah yang tinggal di samping rumah Rumie masih mengenalinya. Dengan cepat, Xaviera menurunkan kaca jendelanya.

“Kau mencari Rumie?” tanya pria tua tersebut. 

Xaviera mengangguk, “Apa dia sudah pulang bekerja?” 

Pak tua menggelengkan kepalanya, kemudian menoleh ke arah rumah Rumie yang gelap, “Sudah 3 bulan dia tidak kembali kerumah, aku dengar dia mengalami kecelakaan, tapi dia tidak pulang.”

Sontak Xaviera pun terkejut, “Apa? Kecelakaan?” 

Sebagian hatinya membenci Rumie, namun hati kecilnya peduli dengan masa lalu. 

Xaviera turun dari mobil, kemudian berjalan masuk ke arah rumah Rumie. Bahkan pintu rumah hanya tertutup tidak terkunci. 

Xaviera menyalakan lampu, dan melihat kondisi rumah yang tidak berbeda sejak terakhir dia tinggalkan. Semua barang miliknya yang berserakan di lantai masih sama. 

“Apa yang terjadi dengannya?” 

💙💙💙💙

Kilas balik peristiwa 3 bulan lalu. 

Rumie mengalami kecelakaan dengan sepeda motornya, saat terjadi laka antara mobil dan truk dia menjadi salah satu korban yang mengenai hantaman mobil yang berputar ke arahnya hingga sebelumnya ringsek menatap tiang. 

Dengan tubuh yang setengah sadar, dari kejauhan dia melihat wanita dengan gaun pengantin berlari mendekat. Namun, bukan kearahnya. Wanita itu Xaviera, yang menangisi pria lain. 

“A … aku disini. Apa kau … kau tidak melihatku?” 

Air mata tumpah, jari-jari nya seakan ingin menyentuh Xaviera dari kejauhan. Memanggil nama “Xaviera” dengan lirih berulang kali. Rumie yang berusaha ingin bangkit, tiba-tiba tubuhnya goyah kembali hingga akhirnya kehilangan kesadaran. 

BAB 3

Dalam kecelakaan yang terjadi 3 bulan lalu, empat orang tewas dan satu orang selamat dan berhasil keluar dari masa kritis setelah satu minggu mengalami koma.

Juno calon pengantin pria yang seharusnya menikah dengan Xaviera tewas dalam kecelakaan maut tersebut. Saat perjalanan ke gereja bersama kakak dan adiknya.

Seorang sopir truk juga melewati masa kritis selama dua hari hingga akhirnya meninggal dunia. Sedangkan, Rumie mengalami luka berat di kepala serta patah tulang kaki.

Rumie di bawa ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri. Pihak rumah sakit, telah mencoba menghubungi alamat rumah sesuai kartu identitas Rumie. Namun, tidak ada satu orang pun yang datang dari pihak keluarga Rumie. Padahal, saat itu Rumie segera butuh penanganan operasi.

Ayah Juno yang saat itu berada di rumah sakit, untuk mengurus kematian ketiga anaknya. Lalu di pertemukan dengan Rumie anak laki-laki seusia putranya dalam kondisi sekarat dan membutuhkan operasi segera.

“Aku akan membiayai biaya rumah sakitnya, berikan perawatan yang terbaik untuk anak itu,” ucap Ayahnya Juno pada dokter.

Dokter pun segera menindaklanjuti perawatan Rumie.

Setelah acara pemakaman ketiga anaknya, Ayahnya Juno yang berada di samping Rumie. Menunggu detik demi detik perkembangan yang terjadi pada Rumie.

“Kau mau apakan, anak itu?” tanya istrinya, bernama Rezty.

“Aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa yang aku inginkan darinya. Tetapi, kehilangan ketiga anak kita, dengan melihatnya sesaat, membuatku terhibur dari kesedihan,” jawab Ayahnya Juno, yang bernama Andreas.

Rezty memeluk suaminya, keduanya menatap Rumie dari luar jendela ICU.

Satu minggu setelah kecelakaan, Rumie bangun dari koma. Berita ini menjadi kabar bahagia Andreas dan Rezty, mereka segera datang ke rumah sakit.

“Ada yang harus saya katakan,” ucap dokter yang menangani Rumie.

Kedua orangtua Juno masuk keruangan dan mendengarkan penjelasan dari dokter tentang keadaan Rumie saat ini.

Berita buruk lainnya datang beriringan. Akibat kecelakaan, Rumie mengalami benturan keras di bagian kepala yang menyebabkan cedera otak yang serius dan mengakibatkan amnesia. Kondisi ini membuat Rumie kehilangan ingatan tentang masa lalunya dan identitasnya sendiri.

“Apa ingatannya akan kembali?” tanya Andreas.

“Belum bisa dipastikan, beberapa terapi bisa membuatnya mengingat perlahan. Namun, tidak bisa dengan paksaan,” jawab dokter.

Andreas dan Rezty saling menatap, bingung dengan situasi ini. Niatnya, sebelumnya membiayai perawatan Rumie sebagai ucapan permintaan maaf, karena mobil putranya menghantam kendaraan Rumie saat peristiwa itu terjadi.

Andreas keluar dari ruang dokter, kemudian mengikuti perawat yang membawa Rumie dengan brankar menuju ruang inap pemulihan.

Rumie menatap Andreas dengan tatapan penasaran.

“Anda siapa?” tanya Rumie.

Andreas mendekat dan tersenyum, kemudian menyentuh kedua tangan Rumie.

“Aku … aku … aku papamu,” ucap Andreas dengan nada gemetar, karena menyembunyikan kebohongan.

Rumie diam, menarik tangannya. Seolah menyadari kesalahan dari pria paruh baya yang berdiri di depannya.

Rezty membuka pintu ruangan, tersenyum melihat Rumie.

“Sa…yang,”

Belum sempat Rezty mengatakan hal lain, Andreas segera menarik tangan istrinya,

“Dia, mamamu.”

Seketika, kalimat itu membuat Rezty terkejut menatap suaminya dengan tajam.

“Apa yang kau katakan?!” gertak Rezty lirih, mencubit lengan suaminya.

“Diam, dan ikuti saja,” jawab Andreas lirih, kemudian menarik tangan istrinya mendekat ke arah Rumie.

“Kau tidak ingat, dia mamamu,” ucap Andreas.

“Mama?” Rumie bertanya dengan perasaan aneh.

Rezty kemudian tersenyum, dan memeluk Rumie, “Kau sudah bangun?”

Untuk pertama kalinya Rumie, merasakan kehangatan pelukan yang disebut dengan ‘mama’. Tidak ada penolakan, Rumie menerima kehangatan itu.

Dokter datang dengan seorang perawat untuk memeriksa kondisi Rumie. Andreas dan Rezty segera keluar dari ruangan.

“Kau gila? Mengatakan dia anak kita?” Rezty mengernyit, mencari tahu apa yang diinginkan suaminya saat ini.

“Apa salahnya? Dia tidak memiliki keluarga dan kita kehilangan anak,” ucap Andreas, menarik tangan istrinya untuk berbicara di tempat lain.

“Bagaimana kalau dia tahu suatu saat nanti?” Rezty menatap suaminya dengan perasaan khawatir.

Andreas menatap istrinya dalam, “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”

Rezty memukul dada suaminya kesal, “Kau gila! Aku mau pulang.” Rezty pergi meninggalkan Andreas. Dia memilih pulang ke rumah menenangkan pikirannya.

Begitu dokter keluar dari ruangan, Andreas kembali masuk ke dalam mengunjungi Rumie.

“Kamu ingin apa? Makanan apa yang kamu sukai?” tanya Andreas mendekat.

“Aku … aku tidak ingin apapun,” jawab Rumie, matanya menatap setiap sudut ruangan. Ruang inap VVIP yang luas, terasa asing baginya.

“Kau tidak nyaman disini, atau mau pindah ke rumah sakit lain?” ujar Andreas.

Rumie menggeleng, kemudian matanya tertuju ke arah pintu, “Dimana mama?”

Andreas tersenyum, merasa senang ketika Rumie percaya dengan ucapannya.

“Mamamu pulang, dia terlihat lelah,” jawab Andreas, mengusap lembut kepala Rumie.

“Papa juga akan pulang, kau istirahat saja dan cepat pulih. Jadi, bisa segera pulang ke rumah,” imbuh Andreas.

Rumie mengangguk, kemudian berbaring kembali ke ranjang tempat tidur.

Andreas keluar dari ruangan dan meninggalkan rumah sakit. Dia memikirkan cara, bagaimana agar identitas Rumie tidak ketahuan. Rumie baginya, saat ini adalah satu-satunya anak yang dimilikinya. Meskipun, harus menyembunyikan kebohongan di baliknya.

Andreas kemudian meminta pengacara pribadinya untuk mengurus surat adopsi Rumie dengan hati-hati, tanpa ketahuan oleh siapapun.

Tiba dirumah, Rezty menatap wajah suaminya dengan tajam. Perasaannya sebagai seorang istri dan ibu berada di titik kekecewaan.

“Meskipun anak-anak kita telah tiada, seharusnya kau tidak menjadikan orang lain semudah itu untuk menjadi bagian dari keluarga kita!” Rezty mengeluarkan amarahnya yang sempat ditahan saat berada di rumah sakit.

“Lalu apa yang kau inginkan? Melihat semua orang tahu, kita sudah tidak memiliki keturunan lagi. Bagaimana dengan nasib perusahaan?” Andreas menghindari pertengkaran dengan berjalan ke arah ruang kerjanya, sedangkan Rezty mengikuti langkah suaminya dari belakang.

“Tapi tidak dengan dia, kita tidak tahu asal-usulnya!”

Andreas berbalik badan, “Aku akan mempertaruhkan keberuntungan terakhirku, aku perlu pewaris. Dia hilang ingatan, aku bisa membuatnya menjadi seperti apa yang kita inginkan!”

Rezty tersenyum dingin, suaminya masih memikirkan harta daripada perasaannya yang nantinya berusaha menjadi ibu untuk anak yang tidak ia dilahirkan.

“Setelah dia pulih, aku akan membawanya ke Amerika. Kita bisa memulai beristirahat disana untuk beberapa tahun.” Andreas menyentuh kedua pundak istrinya, memberikan tatapan yang lembut.

“Meninggalkan semua ini?”

“Tidak, kita akan kembali. Aku ingin, kamu juga tidak banyak bersedih dengan mengingat kematian Juno, Indira dan Aries.” Andreas memeluk istrinya, dia ingin istrinya sejenak melupakan peristiwa kecelakaan yang terjadi kepada ketiga anaknya. Karena sejak, kematian ketiga anaknya, Andreas tau istrinya selalu mengalami mimpi buruk.

Akhirnya, Rezty pun menuruti keinginan Andreas.

Setelah dua minggu Rumie keluar dari rumah sakit, keduanya segera mengurus identitas baru untuk Rumie. Membawanya pergi ke Amerika dengan kehidupan baru.

Disisi lain, saat ini Xaviera tengah mendapatkan telepon dari Ibunya yang menyuruhnya segera pergi ke bandara.

“Jika kamu tidak juga pergi ke Jerman, jangan harap kamu bisa kembali lagi kerumah!” tegas ibunya.

Xaviera keluar dari rumah Rumie. Kemudian, kembali masuk kedalam mobil, dan bergegas pergi ke bandara. Tujuannya saat ini adalah, Berlin.

Dua orang yang berpisah dan memulai kehidupan baru masing-masing, akankah mereka dapat bertemu kembali?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!