Matahari tampak merona merah dari arah langit sebelah barat angin pun bertiup dengan tenang menggoyahkan sedikit dedaunan.Di lain sisi dari angkasa terlihat kelelawar malam mulai terbang dari arah barat menuju ke arah timur menandakan kalau hari sebentar lagi akan malam dan menjadi gelap.
Sementara itu, di remang-remang senja terlihat seekor binatang bersayap sedang terbang dengan kecepatan tinggi dan di punggung binatang tersebut terdapat seorang pemuda dan seorang gadis kecil di atasnya, mereka berdua adalah Barata dan Andini.
Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan sangat melelahkan, akhirnya Barata dan Andini pun tiba di sebuah perkampungan kecil di sebelah selatan.Walaupun perkampungan itu kecil namun suasananya cukup ramai meskipun jauh dari perkotaan.
"Tuan di sana ada perkampungan, " Andini yang duduk di belakang Barata,berteriak dengan kegirangan karena sebentar lagi bisa beristirahat dan mencari kedai untuk makan.
Barata mengangguk, "Ya Andini , kita akan singgah dulu di perkampungan itu untuk beristirahat. Singa api cepat kearah sana, " Barata menunjuk kearah perkampungan itu.
Singa api yang memahami isyarat Barata itu segera mengangguk dan mempercepat lanju terbangnya.Dan tidak lama kemudian mereka pun sudah tiba di pinggir perkampungan itu.
"Berhenti singa api," perintah Barata,
"Kenapa kita berhenti di sini tuan? " Andini heran karena jaraknya masih sekitar seratus tombak dari perkampungan itu.
"Kita tidak bisa membawa singa api ikut masuk ke perkampungan itu Andini , aku tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang di sana, " kata Barata menjelaskan alasannya.
Andini pun mengangguk mengerti, "Oh begitu baiklah aku turun dulu, tuan, " gadis kecil itu pun langsung meluncur ke bawah.
"Singa api kau pergilah dan cari tempat sendiri untuk beristirahat, " Barata mengusap kepala binatang itu lalu meluncur ke bawah menyusul Andini.
"Tuan, aku lapar, " Andini meraba perutnya yang keroncongan karena dari siang tadi ia hanya makan sekali itu pun buah-buahan.
"Ayo kita jalan untuk mencari kedai, aku pun juga sudah kelaparan dari tadi Andini, " ucap Barata, "mungkin di depan sana ada kedai. Oh ya Andini untuk menghindari masalah sebaiknya kita tidak perlu menonjolkan tingkat kekuatan kita. Kita tunjukkan kalau kita hanya seorang pendekar biasa yang berada di tingkat langit tahap menengah, " Saran Barata untuk menghindari perhatian orang-orang nanti.
"Baiklah kalau itu perintah tuan, " Andini pun segera menyembunyikan kekuatannya sampai ke tingkat langit tahap menengah.
Setelah mereka menurunkan tingkat kekuatannya mereka berdua pun melanjutkan langkahnya.
Ketika mereka memasuki perkampungan itu terlihat lampu obor sudah menyala menerangi sepanjang menyala menerangi sudut-sudut perkampungan.
"Walaupun perkampungan ini terbilang kecil namun cukup ramai, tuan, " Andini berkata seperti itu setelah melihat banyak orang berlalu lalang menuju ke sebuah rumah besar yang terletak di tengah perkampungan.
"Kau benar Andini, sepertinya ke sana tujuan kita, " Barata menujuk ke rumah besar tadi.
"Tuan, sepertinya itu sebuah kedai, " kata Andini dengan mata berbinar karena merasa senang.
"Kau tidak salah Andini, ayo cepat, " Barata segera mempercepat langkahnya, hingga tidak lama kemudian mereka pun tiba di rumah besar yang menjadi tujuannya. Dan benar adanya ternyata rumah itu sebuah kedai sekaligus penginapan,namun sayangnya kedai tersebut sudah penuh tak menyisakan meja yang kosong untuk mereka berdua.
"Sudah penuh tuan,bagaimana ini, " terdengar nada penuh kekecewaan dari mulut Andini.
Barata menyapukan pandangannya ke arah ruangan itu mencari meja yang masih kosong dan pandangan Barata kemudian jatuh pada seorang gadis yang mengenakan pakaian berwarna merah dengan rambut terurai panjang juga berwajah cantik sedang duduk sendirian di sudut ruangan dekat jendela.
Barata pun tersenyum merasa ada kesempatan menempati meja itu.
Gadis berpakaian merah itu adalah seorang pendekar tingkat dewa tahap menengah yang bernama Arimba atau dalam dunia persilatan di kenal sebagai Dewi Kematian yang sangat ditakuti , karena tindakannya yang tidak kenal kompromi dalam melakukan pembunuhan. Dan Barata tidak menyadari hal tersebut karena baru pertama kali ini melihat wanita cantik berpakaian merah itu.Namun ia bisa tahu ditingkat apa perempuan itu
"Andini ayo ikut aku di sana ada dua kursi kosong " ucap Barata segera berjalan menuju ke arah perempuan berbaju merah tadi.
"Apakah perempuan itu akan memperbolehkan kita duduk bersamanya tuan, " ucap Andini yang tahu kalau perempuan itu seorang pendekar tingkat dewa tahap menengah.
"Kenapa tidak boleh kitakan tidak bermaksud jahat, ayo, " Barata pun menarik tangan Andini untuk ikut bersamanya.
Sementara itu, orang-orang yang sedang makan merasa heran dan kagum melihat keberanian Barata mendekati perempuan yang terkenal dengan tangan mautnya itu.
"Ah,, sungguh nekad pemuda itu, aku sungguh kasihan padanya, apa dia tidak tahu siapa perempuan itu, " terdengar dari mulut seorang pengunjung kedai berbicara kepada temannya .
"Sudahlah kita tidak perlu memikirkan nasib pemuda dan gadis kecil itu, mungkin nasib mereka saja yang sedang buruk. Sebaiknya kita cepat-cepat habiskan makanan ini lalu segera pergi, " kata temannya yang sudah cemas sejak tadi karena kehadiran Arimba sang Dewi Kematian.
"Permisi nona, bolehkah kami numpang duduk di sini untuk makan sebentar, karena semua meja sudah penuh, " Barata berkata dengan sopan dan lembut kepada perempuan tersebut.
Perempuan berbaju merah dengan rambut panjang terurai itu mengangkat wajahnya memperhatikan Barata dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
Perempuan itu hanya menganggukkan kepala tanpa ada kata-kata yang terucap dari bibirnya.
Barata merasa senang dan sangat berterima kasih kepada perempuan itu karena di perbolehkan duduk bersamanya.
"Terima kasih nona, Andini duduklah, " ucap Barata.
"Baik tuan, " Andini segera mengambil tempat duduk di samping Barata. Dan tidak lama setelah itu pelayan kedai pun datang kearahnya untuk menanyakan pesanan mereka. Seperti biasa Andini dan Barata hanya memesan ayam bakar dan nasih putih serta air putih.
Setelah menunggu beberapa saat, pesanan Barata dan Andini pun datang dua porsi ayam bakar ukuran besar dan nasih putih.
Andini yang melihat makanannya sudah siap tidak kuasa menahan rasa laparnya. "Tuan mari kita makan, " ucap Andini dengan segera menyantap makannya.
Barata tersenyum melihat Andini yang lahap menyantap makanannya. Ia pun mulai memakan ayam bakar itu dengan tenang, meski sesekali matanya mencuri pandang ke arah perempuan berbaju merah di depannya. Perempuan itu tetap diam, hanya sesekali meneguk teh hangat di hadapannya. Suasana di meja mereka terasa sunyi, berbeda dengan riuh rendah pengunjung lain di kedai itu.
"Ingat, kalian berdua harus cepat menyantap makan kalian karena sebentar lagi dua orang yang aku akan segera datang kemari, "terdengar nada dingin dari wanita itu.
"Nona tidak perlu khawatir,jika teman nona datang kami akan segera pergi dari sini " ucap Andini di sela makannya.
Perempuan berjuluk Dewi kematian itu melirik kearah Andini dan Barata secara bergantian, dalam hatinya ia merasa heran melihat mereka berdua tidak takut sama sekali kepada dirinya.Padahal orang orang yang berada di tingkat langit tahap akhir saja sangat segan kepadanya.
Sedangkan mereka itu hanya dua orang pendekar tingkat langit tahap menengah tapi malah tidak takut sama sekali, kenyataan itu membuat Arimba tidak habis pikir dan dia beranggapan bahwa Barata dan Andini adalah dua orang bodoh yang tidak bisa melihat keadaan.
"Untung saja suasana hatiku saat ini sedang baik, kalau tidak sudah aku kirim mereka berdua ke neraka, " batin Arimba sambil meneguk minumannya, dengan menahan rasa heran di hatinya.
Di saat Barata dan Andini sedang asyik menikmati makanannya, munculah dua orang tua laki laki dan perempuan. Mereka berdua adalah Ki Pasung dan Nyi Sangguh yang dalam dunia persilatan dikenal dengan julukan "Sepasang Hantu Haus Darah"Julukan itu di berikan kepada mereka karena pergerakan mereka yang bisa muncul tiba-tiba layaknya hantu serta tidak segan segan meminum darah para korbannya.
"Tidak ku sangka kedai ini sangat ramai malam ini sampai tidak menyisakan tempat duduk untuk kita,Ki, " kata Nyi Sangguh, sambil mengedarkan pandangannya.
"Apa susahnya kita mengusir kecoak-kecoak ini Nyi" ucap Ki Pasung dengan nada terdengar sombong dan menganggap remeh para pengunjung.
"Kau benar ki, yang lain bisa kita anggap kecoa tapi lihat siapa disana, " ucap Nyi Sangguh sambil menatap kearah Arimba.
"Dewi kematian, " gumam Ki Pasung.
"Rupanya Dewi kematian juga sudah sampai di sini, berita reruntuhan kuno itu rupanya sudah sampai ke gunung awan, " ucap Nyi Sangguh nada bicaranya terdengar serius.
"Aku rasa dalam reruntuhan kuno nanti kita akan bersaing dengan para pendekar-pendekar tangguh yang juga mengincar harta karun di sana. Sebaiknya kita jangan buat masalah dengan perempuan itu sekarang Nyi,kita pesan saja makanan untuk memulihkan tenaga kita, "ucap Ki pasung.
Nyi Sangguh pun setuju dengan saran suaminya itu, memang akan sangat rugi jika mereka harus bentrok sekarang.
" Dengarkan oleh kalian semua, kami berdua adalah sepasang hantu haus darah. Jika kalian sayang dengan nyawa kalian, aku minta lekas pergi dari sini karena kami berdua ingin makan, "ucap Nyi Sangguh dengan nada dingin, tapi sudah cukup membuat bulu kuduk orang orang dalam kedai itu berdiri.
Mendengar nama itu para pengunjung kedai pun langsung berhamburan keluar meninggalkan makanan yang belum habis demi keselamatan mereka.
Dalam sekejap saja kedai itu pun menjadi menjadi sunyi hanya tinggal Barata, Andini dan Arimba. Mereka berdua tidak berani mengusik Barata dan Andini karena dikira teman Arimba.
"Ayo Ki kita duduk" ucap Nyi Sangguh sambil sedikit melirik ke arah Arimba yang sedang menikmati minumannya.
"Pelayan cepat bawakan makanan untuk kami, dan ingat makanan yang paling enak di kedai ini," seru Ki Pasung.
"Baik tuan, tunggu sebentar akan segera kami siapkan" jawab sang pelayan kedai dengan sedikit tegang.
Barata yang sedang menikmati makanan merasa penasaran dengan dua orang yang baru datang itu, ia melirik ke arah Ki Pasung dan Nyi Sangguh secara diam-diam.
"Dua orang pendekar tingkat dewa tahap akhir" ucap Barata dalam hati.
Arimba alias Dewi kematian hanya menggelengkan kepalanya namun terlihat acuh dengan mereka berdua.
Tidak berselang lama setelah kedatangan Ki Pasung dan Nyi Sangguh, datanglah seorang pemuda yang mengenakan pakaian dari kulit harimau. Pemuda itu berbadan kekar, sorot mata tajam dengan rambut panjang yang dibiarkan terurai. Dalam dunia persilatan ia di juluki pendekar Harimau hitam. Seorang pendekar tingkat dewa tahap menengah dari perguruan Harimau.
"Pelayan! cepat bawakan makanan dan tuak untuk ku" ucap Pendekar Harimau hitam yang mempunyai nama Asli Cakra Bayu.
"Baik tuan, silahkan duduk dan tunggu sebentar" jawab pelayan kedai.
Melihat orang yang baru datang itu juga seorang pendekar tingkat dewa, Barata seketika merasa heran dengan banyaknya para pendekar tingkat tinggi berkumpul di kedai.
"Sebenarnya ada apa, kenapa para pendekar tingkat dewa banyak berkumpul di sini, apakah ada sesuatu yang penting atau akan ada pertarungan diantara mereka" ucap Barata dengan setengah berisik disela makannya. Ia pun sesekali melirik pada perempuan berbaju merah dihadapannya yang merupakan seorang pendekar tingkat dewa tahap menengah.
Rasa penasaran Barata belum hilang tiba-tiba muncullah dua orang tua berjenggot panjang dengan memakai jubah merah dari balik pintu.
Kedua orang itu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kedai, dan pandangannya dua orang itu lalu berhenti saat melihat gadis berbaju merah sedang duduk depan besama seorang pemuda dan gadis kecil.
Arimba yang tahu kedatangan dua orang tua langsung berdiri menyambut kedatangannya. "Selamat datang guru, " ucap Arimba. Dua orang tua itu pun tersenyum dan melangkah maju mendekat ke arahnya.
"Kalian berdua ,cepat kemasi makanan kalian dan cari meja lain. " Perintah Arimba dengan mata melotot.
Barata yang mengetahui kedatangan orang yang ditunggu wanita berbaju merah itu, segera mengajak Andini untuk pindah meja.
Kedatangan dua orang itu tidak lepas dari pengawasan Nyi Sangguh dan Ki Pancar serta Jago Lawa. Mereka bertiga tidak pernah menyangka kalau dua orang ketua perguruan gunung awan akan keluar dari sarangnya.
"Melihat kedatangan Gandama dan Matsapati sepertinya tidak akan mudah bagi kita untuk bergerak secara leluasa Nyi. " ucap Ki Pasung sambil menggelengkan kepalanya.
"Kau benar Ki, walaupun kita berdua sama dengan mereka telah mencapai pendekar tingkat dewa tahap akhir, akan tidak baik jika nanti kita langsung bentrok dengan mereka. Untuk menghemat tenaga, sebaiknya nanti kita jaga jarak dengan mereka. " kata Nyi Sangguh memberikan saran.
Ki Pasung pun mengangguk setuju dengar saran dari istrinya itu, bentrok dengan mereka berdua terlalu awal akan sangat merugikan, apalagi tempat yang akan mereka kunjungi belum tentu aman dari bahaya.
Sementara itu tidak jauh dari mereka berdua Arimba alias Dewi Kematian sudah terlihat berbincang-bincang dengan dua orang gurunya itu.
"Arimba apakah kau sudah memesan kamar untuk kita? " Gandama bertanya, sambil memperhatikan orang-orang di dalam kedai.
"Sudah guru, aku sudah memesan kamar sejak aku datang kemari, " jawab Arimba.
Kedua orang itu pun mengangguk. "Setelah selesai mengisi perut aku ingin segera beristirahat kakang, karena besok pagi kita akan bersaing dengan mereka di reruntuhan kuno, " ucap Gandama, sambil melirik pada Ki Pasung dan Nyi Sangguh serta Cakra Bayu alias pendekar Harimau Hitam.
Matsapati tersenyum kecil lalu berkata "Kau benar ternyata kabar tentang reruntuhan Kuno itu banyak menarik perhatian orang -orang"
Merasa dirinya sedang di bicarakan Ki Pasung segera berdiri sambil berkata "Aku tidak menyangka dua dedengkot dari gunung awan akan tiba di sini.Aku merasa terhormat dapat bertemu kalian berdua malam ini. " ucap Ki Pasung menyanjung mereka berdua.
"Kami pun juga tidak menyangka kalau sepasang hantu haus darah dari lembah bangkai juga tertarik dengan berita reruntuhan Kuno yang belum tentu kebenarannya itu. " ucap Matsapati.
He.. he.. he..he.! Terdengar suara terkekeh dari Nyi Sangguh.
"Kalian berdua sebaiknya jangan bersikap egois ingin memiliki harta itu sendiri, karena siapapun berhak pergi ke reruntuhan Kuno itu. " Timpal Nyi Sangguh.
"Benar apa yang dikatakan oleh Nyi Sangguh, reruntuhan Kuno itu tidak bertuan jadi siapa pun boleh masuk ke sana. " tambah Cakra Bayu dari meja sebelah belakang.
"Kami berdua tidak melarang siapapun, kalau semua orang yang ada di sini ingin masuk ke sana silahkan saja kami tidak keberatan. Namun ada harga yang harus dibayar di dalam sana nanti. " ucap Gandama seperti memberikan peringatan.
Barata yang menyimpan rasa penasaran sejak tadi akhirnya menjadi tahu mengapa para pendekar tingkat dewa berkumpul malam ini.
"Hmmm... reruntuhan Kuno, dimana reruntuhan itu dan apa yang mereka cari di sana.Sepertinya aku tidak boleh ketinggalan dari mereka. " Batin Barata.
"Andini cepat habiskan makanan mu lalu kita segera pergi dari sini. " ucap Barata.
Andini pun mengangguk dan bertanya "Kenapa buru-buru tuan? "
"Aku sudah mengantuk Andini dan ingin segera tidur untuk beristirahat. "jawab Barata beralasan.
Mengetahui Barata sudah mengantuk Andini pun mempercepat makannya dan dalam beberapa saat kemudian ia pun sudah mengosongkan piringnya.
"Aku sudah selesai tuan. " Kata Andini sambil membersihkan mulutnya yang belepotan.
"Ayo kita pergi dari sini. " Setelah meninggalkan dua keping uang perak di atas meja Barata dan Andini pun berlalu.
Setelah keluar dari kedai, Barata kemudian memesan satu kamar untuk bermalam.Walaupun kamar itu berukuran kecil tapi sudah lebih dari cukup untuk dirinya dan Andini.
"Tuan, aku tidak mengerti mengapa di kedai tadi banyak para pendekar tingkat dewa ada di sana, bahkan ada empat pendekar tua yang sudah mencapai tingkat dewa tahap akhir" ucap Andini yang menyimpan rasa herannya sejak tadi. Karena ia tadi tidak terlalu fokus dari percakapan orang di kedai karena sedang sibuk makan.
"Yang aku tangkap dari perbincangan wanita tadi yang semeja dengan kita,dia dan dua gurunya bermaksud akan pergi ke reruntuhan kuno, Andini." Jawab Barata seraya mengambil tempat duduk.
"Reruntuhan kuno, aku yakin di sana pasti ada harta karun peninggalan zaman dulu yang terpendam tuan. " ucap Andini yang juga merasa tertarik.
Barata mengangguk setuju dengan kata-kata Andini. "Aku rasa juga demikian setelah mendengar adanya nada persaingan dari dua orang tua yang berjuluk hantu haus darah dan kedua orang tua yang bernama Matsapati dan Gandama." jawab Barata.
"Kalau begitu kita tidak boleh melewatkan kesempatan ini tuan, siapa tahu kita mendapatkan keuntungan besar di sana" Andini terlihat sangat bersemangat.
"Ya kau benar Andini,Aku pun bermaksud ke sana berharap di reruntuhan kuno itu bisa mendapatkan pusaka yang terakhir yang aku cari untuk menyempurnakan kekuatan Naga Welang" ucap Barata.
"Tapi sayangnya kita tidak tahu di mana letak reruntuhan itu" ucap Andini seraya merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
Barata tersenyum kecil mendengar ucapan Andini dan mengangguk pelan.
"Andini kau tunggu di sini dan jangan kemana-mana , karena aku akan mencari informasi tentang reruntuhan itu, " ucap Barata kemudian keluar .
"Tapi tuan" seru Andini, tapi Barata sudah lenyap dari hadapannya.
Andini hanya bisa patuh dengan perintah Barata dan berdiam di dalam kamar sambil menunggu dia kembali.
Setelah berada di luar penginapan, Barata memperhatikan suasana di kedai tadi dia makan. Tujuannya adalah untuk memastikan kalau orang-orang tadi masih berada di sana. Dan benar saja gadis berpakaian merah bersama gurunya serta yang lain masih terlihat berbincang-bincang hanya pemuda berpakaian harimau yang tidak kelihatan. Barata mengamati mereka dari kejauhan supaya tidak menimbulkan rasa curiga.
Barata berdiam diri sambil pura-pura menikmati bulan purnama sambil terus fokus memperhatikan orang-orang itu. Tujuan dia tidak lain adalah untuk mengetahui dimana orang-orang itu menginap.
Tidak lama kemudian lima orang yang Barata pantau itu pun keluar meninggalkan kedai menuju ke tempat penginapan mereka. Penginapan itu tidak satu tempat dengan kedai makan melainkan terletak di samping kiri dan kanannya.
Secara diam-diam Barata terus memperhatikan kelima orang itu.Dua orang tua yang berjuluk sepasang hantu haus darah menuju ke arah samping kiri kedai, sementara Arimba dan kedua gurunya menuju ke arah kanan.Barata pun akhirnya menjadi tahu di mana orang-orang itu menginap.
"Kelima orang tersebut tidak bisa di buat main-main, aku harus berhati-hati kalau tidak ingin bernasib buruk" batin Barata mengingat dirinya hanya seorang pendekar tingkat dewa tahap pertama (awal).
Setelah beberapa saat lamanya dia berdiam diri, Barata lalu bergerak secara hati-hati menyelinap ke arah kiri dan merayap dengan senyap melalui dinding dinding penginapan. Ternyata tujuan Barata adalah ke penginapan sepasang hantu haus darah.
Barata mengendap-endap terus merayap sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan penuh kewaspadaan, ia tahu suara sekecil apapun pun dapat membuat dirinya ketahuan mengingat sasarannya adalah para pendengar tingkat dewa tahap akhir. Bagi orang setingkat Barata ini adalah perbuatan nekat yang sangat beresiko karena berurusan dengan kedua orang tua itu.
Setelah mengamati dengan cermat keadaan di sana, pandangan Barata lalu terpusat pada salah satu ruangan yang lampunya masih menyala terang.
"Aku yakin itu pasti kamar dua orang tua itu" Batin Barata.
Tanpa membuang waktu lagi ia ia pun langsung melesat ke atap menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah sempurna, sehingga pergerakannya sangat ringan seperti kapas tidak meninggalkan bunyi sedikitpun saat mendarat.Walaupun masih seorang pendekar tingkat dewa tahap awal tapi ilmu ringan tubuh Barata tidak kalah dengan para pendekar tingkat tinggi lainnya.
Barata menggeser genteng dengan sangat hati-hati sekali sambil terus waspada, karena khawatir ketahuan orang yang ada di dalam.
Darah atap Barata dapat melihat langsung melihat dua orang tua yang berjuluk sepasang hantu haus darah. Mereka terdengar sedang berbincang-bincang, membahas tentang reruntuhan kuno yang akan di datanginya.
Aku sungguh tidak menduga kalau orang-orang dari gunung awan seperti Gandama dan Matsapati akan turut serta dalam perburuan harta karun di reruntuhan itu, Ki"kata-kata yang keluar dari mulut wanita tua itu terdengar penuh emosi.
"Aku curiga , sepertinya mereka berdua sudah tahu harta macam apa yang ada di sana,sehingga mereka mau turun tangan sendiri ke reruntuhan itu" ucap Ki Pasung menanggapi perkataan istrinya.
"Pokoknya kita tidak boleh kalah dari mereka, Ki.Apa pun yang terjadi yang terjadi kita harus mendapatkan harta terbaik yang ada di sana" ucap Nyi Sangguh, dengan berapi-api.
"Kau tidak peru gusar Nyi,percaya saja pada ku kalau kita akan berhasil mendapatkan harta terbaik yang ada di sana, meskipun kita tahu lawan nanti di sana adalah Gandama dan Matsapati." ucap Ki Pasung membesarkan hati istrinya.
Nyi Sangguh tersenyum senang dengan perkataan suaminya itu. "Mengingat reruntuhan itu terletak di kaki gunung Kanan dan jarak masih jauh dari sini ada baiknya jika kita berangkat lebih awal dari mereka, Ki, aku tidak mau kedahuluan yang lain." ucap Nyi Sangguh.
"Aku setuju nanti lewat dini hari kita langsung berangkat ke sana" jawab Ki Pasung sependapat dengan istrinya.
Di atas atap Barata mengangguk-angguk setelah mengetahui tempat di mana reruntuhan itu berada, karena merasa informasi sudah cukup Barata pun berniat kembali ke penginapan.
Tapi tiba-tiba "kaak" terdengar bunyi genteng yang digeser Barata tadi tanpa sengaja tersenggol oleh tangannya,sehingga membuat Ki Pasung dan Nyi Sangguh langsung mengetahui bahwa ada orang yang sedang mencuri dengar pembicaraan mereka.
"Siapa di sana! " teriak Nyi Sangguh dengan cepat mengambil sebuah benda dari balik bajunya dan secepat kilat melemparkannya ke atas wuuus...!
"Kurang ajar siapa yang berani main-main dengan ku" teriak Ki Pasung segera keluar kamar lewat jendela. Nyi Sangguh pun segera menyusul suaminya.
Namun ketika Ki Pasung sudah berada di luar ia tidak mendapati siapa pun, membuat orang tua itu naik darah.
"Bangsat cepat sekali perginya orang itu" ucap Ki Pasung sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat.
"Kemana perginya pencuri dengar itu Ki? " tanya Nyi Sangguh .
"Penyusup itu sudah lenyap entah ke mana Nyi" jawab Ki Pasung dengan nada kesal.
Nyi Sangguh lalu melompat ke atap di sana ia mendapati sebuah genteng yang telah patah kemudian turun kembali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!