Lembayung jingga baru saja menyapa ufuk timur ketika mata Vivi terbuka. Tangannya yang mungil meraba-raba permukaan meja samping tempat tidur, mencari ponsel yang masih memainkan lagu "Daylight" milik Maroon 5 dengan volume pelan. Jari-jarinya yang lentik menepuk layar untuk mematikan alarm, tapi senyum kecil sudah mengembang di bibirnya yang kemerahan.
Hari ini hari pertama Vivi kerja di bagian kreatif sebuah perusahaan perdagangan besar. Dia harus memberikan yang terbaik untuk hari ini.
Air hangat mengalir di bak mandi berpadu dengan wangi sabun mandi bergaris grapefruit yang membuat kulitnya segar. Vivi menggosok tubuhnya dengan handuk lembut sambil bersenandung kecil.
Setelah ritual mandi paginya selesai Vivi berdiri di depan wastafel kamar mandi dengan handuk tergelung diatas kepalanya menyelimuti rambutnya yang masih basah kemudian mencuci wajah dengan cleansing foam wangi jeruk yang membuat kulitnya segar. Jari-jarinya yang lentik menepuk-nepuk toner dan moisturizer dengan lembut, diikuti serum vitamin C yang membuat wajahnya bersinar alami.
Kemudian dia melangkah menuju meja riasnya dan duduk didepan cermin oval dengan bingkai kayu berwarna putih dan mulai mengaplikasikan BB cushion dengan shade perfect match yang menyamarkan lingkaran hitam tipis
Di lanjutkan dengan blush on warna peach di pipi mulusnya.
Eyeliner winged tipis yang membuat matanya dengan bulu mata lentik itu terlihat lebih tajam
Lip tint warna coral yang membuat senyumnya semakin manis
Selesai dengan touch up wajahnya Vivi menyisir rambut cokelatnya yang panjang hingga bahu, membiarkannya tergerai alami. Dengan curling iron, dia membuat beberapa helai rambut di bagian depan bergelombang tipis, menciptakan kesan manis dan anggun tapi tetap terawat.
" Gak perlu terlalu ribet, natural aja biar keliatan sunny, " Gumamnya sambil memeriksa hasilnya di cermin.
tahap selanjutnya memilih baju untuk hari spesial ini. Vivi membuka lemari pakaiannya, matanya langsung tertuju pada blazer kuning cerah yang baru saja dibelinya minggu lalu.
"Ini nih, biar keliatan fresh tapi tetap profesional," Gumamnya sambil mengangkat blazer itu.
Ia memadukannya dengan:
Rok MIDI berenda dengan belahan kecil di samping, warna krem yang cocok dengan blazernya.
Kaus putih polos yang simple tapi membuat blazernya semakin menonjol.
Heels silver yang membuat posturnya terlihat lebih anggun.
Shoulder bag hijau cerah untuk sentuhan warna kontras yang playful.
"Perfect! Nggak terlalu formal, tapi juga nggak terlalu casual," Senyumannya puas dengan penampilannya.
Langkah terakhir yang gak boleh kelewat, sentuhan aksesoris yang pas untuk menunjang semua tampilan.
Vivi menambahkan,
Anting panjang silver yang bergoyang setiap kali dia menggelengkan kepala.
Jam tangan rose gold dengan strap kulit yang simple.
Gelang rantai tipis yang berdentang lembut mengikuti setiap gerakan tangannya.
" Aku siap!." Ucap Vivi pada pantulan sosoknya di full body mirror didepannya sambil melakukan putaran kecil sambil melempar senyum manis.
Setelah dirasa semua sempurna Vivi melangkah keluar apartemennya dengan semangat, heels silver-nya berderak di trotoar. Shoulder bag hijau cerahnya terayun-ayun mengikuti langkahnya yang riang.
Mengangkat lengannya untuk melihat jam dipergelangan tangannya, ' Masih ada waktu, ' Batinnya, " Cukup untuk beli sarapan dan kopi untuk mengisi energi."
Langkahnya yang riang mengantarnya di sebuah kafe yang baru buka. Semerbak aroma seduhan kopi dan roti panggang sudah cukup membuat langkahnya semakin cepat untuk masuk kedalam kafe itu.
Suara dentingan lonceng diatas pintu terdengar nyaring mengikuti langkah Vivi yang masuk kedalam kafe itu. Masih sepi hanya satu dua pelanggan yang duduk di mejanya masing masing menikmati sarapan dan kopi hangat yang telah disajikan.
Tapi kemudian matanya menangkap sosok itu.
Dan segalanya terasa diam, hanya dia dan sosok itu.
Dia berdiri di balik meja konter. Tinggi. Tegap. Kekar. Bukan tipe kekar gym sembarangan ini semacam kekar yang seolah dicetak dari patung Yunani.
' Astaga...Apa...Dia benar benar nyata ...' Gumam Vivi yang harus mengangkat wajahnya demi memandangi tubuh yang memakai kaos hitam ketat yang tampak berteriak ingin lepas dari tubuhnya, menampakkan lekukan dada pectoralis yang terbentuk sempurna.
Telapak tangan Vivi berkedut serasa ingin meremas dada itu, SHIT!!
Tiba tiba suara cempreng muncul dari pundak Vivi, Vivi versi mini melonjak lonjak kegirangan, " NYATA! NYATA!. AYO VI LANGKAHI KONTER DAN RAIH DADA ITU!!"
Vivi yang tersipu malu dengan teriakan dari wujud metafora isi hatinya, buru buru menepuk pundak sediri seolah membersihkan debu. " Ssst Diam." Desis nya.
Vivi kembali mengamati pria itu...
Rambutnya hitam legam, dipotong pendek terlihat berantakan seperti baru bangun tidur atau habis lari pagi, dan keduanya sama-sama menggoda.
Kulitnya tan, mencerminkan jam-jam latihan di bawah matahari, dan urat di lengannya menonjol saat ia mengangkat teko stainless besar dari balik konter.
Ada tattoo merayap di lengan kirinya, menjalar naik ke bahu. Sedikit terlihat dari balik lengannya yang tegang.
Napas Vivi seketika berhenti dengan apa yang dia lihat.
Mata pria itu abu-abu gelap. Tatapan yang tajam tapi tidak menusuk justru teduh, dan menenangkan. Seolah jika Vivi bicara satu kalimat saja, pria itu bisa tahu semua rahasia hidupnya.
Lalu dia bicara. Dengan suara rendah, berat, serak tipis yang lebih memabukkan dari espresso single shot.
“Pagi, cantik. Kopi seperti apa yang kamu inginkan pagi ini?”
" Ho..hot Latte " Vivi nyaris tersedak oksigen.
" Tunggu sebentar." Jawabnya sambil tersenyum manis.
Senyum itu!
Dan suara itu!!
Mini Vivi sudah pingsan terlentang diatas pundak itu sambil bergumam, ' Suara itu bukan suara manusia biasa, tapi suara senandung malaikat yang turun ke dunia.'
" Aku tahu." jawab Vivi.
Suara itu bukan cuma masuk ke telinga tapi menembus langsung ke tulang rusuk, lalu menjalar ke jantung.
Oh, Tuhan.
Jantungnya berdetak terlalu cepat. Bukan karena kafein, karena kafeinnya belum datang. Tapi karena pria di balik meja itu baru saja menyapa seolah mereka sudah kenal satu dekade.
Pakaian pria itu sederhana kaos hitam yang terlalu ketat, jeans pudar, sepatu sneakers lusuh yang jelas menunjukkan dia lebih suka berkeringat daripada gaya-gayaan. Tapi justru itu yang bikin Vivi merasa Zeke, (karena itulah nama yang tertulis di papan nama kecil di dadanya) lebih berbahaya dari bos CEO dari drama korea atau novel novel populer yang penuh aura dominan.
Ini beda.
Ini real.
Dan ini sangat... melemahkan pertahanan.
Vivi menarik napas, mencoba tenang. Tapi matanya belum bisa lepas dari lekukan otot punggung Zeke saat pria itu membalikkan badan untuk mengambilkan pesanannya.
' Tolong Tuhan, jangan sampai dia sadar aku barusan menatap... semuanya.'
Mini-Vivi yang mengayunkan kaki dipundak dengan menopang dagu melihat tubuh sempurna barista didepannya. " Tapi kita memang lagi menatap semuanya Vi." Sambil senyum dreamy kemudian dia berteriak kencang " LIHAT ITU! ITU BUKAN PUNGGUNG, ITU MAHAKARYA! YANG PANTAS UNTUK KITA NIKMATI"
Vivi menggigit bibir bawah, memicingkan mata, ” Diam lah aku berusaha bertahan hidup disini.”
' Besok. Tidak!. nanti sore kita akan ke sini lagi.'
Mini-Vivi, " Iya aku setuju." Sambil mengepalkan tinjunya.
Tiba tiba saja kopi hangat dalam gelas take away sudah berada didepan Vivi.
" Latte mu cantik. untuk asupan kafein pagimu."
Vivi gugup meraih kopi itu. Tergagap berusaha mengucapkan terimakasih, tapi yang keluar malah, " Aku akan datang lagi." Yang seketika membuat Vivi merah padam.
Zeke tertawa dengan suara surgawi nya dan kerlingan mata menggoda. " Tentu saja cantik. Aku tunggu."
Mini-Vivi kembali melonjak lonjak, berguling guling dipundak dan kaki berayun liar. " DIA BILANG 'AKU TUNGGU'! DIA TAU KITA AKAN BALIK! VI, KALAU KAU GAK BALIK LAGI NANTI, AKU AKAN BOIKOT TIDURMU!"
Vivi dengan pipi merah padam, buru-buru ambil kopi dan lari. "Aduh, dasar pengkhianat..."
Telinga Vivi masih mendengar tawa pria itu.
ARGHHH!!! Rasanya malu banget !!!
Vivian tidak tahu bagaimana caranya dia bisa sampai ke kantor pagi itu. Yang dia ingat cuma,
Senyum itu.
Senyum Zeke.
Senyum yang muncul ketika pria itu meletakkan kopi buatannya di meja. Gigi putih yang rapi. Tawa ringan saat Vivi keceplosan bakal datang lagi, padahal dia mau bilang ' Terimakasih.'
Zeke tertawa. Menggodanya singkat dengan kerlingan mata.
Vivi hampir membenamkan mukanya ke dalam cup kopi menyembunyikan pipinya yang memerah.
Dan sekarang, tiga puluh menit kemudian, dia berdiri di lobi gedung perusahaannya… dengan isi kepala masih penuh suara bariton yang mengucapkan,
“ Tentu saja cantik. Aku tunggu."
ARGHH !!
Otaknya short. Jantungnya berdetak gak karuan ngalahin waktu deadline. Kakinya berjalan otomatis, masuk lift, menekan tombol lantai lima.
Baru sadar ketika pintu lift terbuka dan dia disambut oleh karpet kantor dan tatapan penuh radar dari rekan-rekan baru divisi kreatif.
Oh, right. Kantor. Pindah divisi.
Seorang perempuan dengan ID card bertuliskan Mia, Creative Strategy menghampirinya cepat, senyumnya lebar tapi matanya seperti pemindai karakter.
“ Vivian, kan?” Sapanya.
Vivian mengangguk, mencoba profesional, walau senyum Zeke masih jadi background visual di benaknya.
“Kamu tahu nggak, kamu bakalan sering meeting langsung sama Pak Nathanael.” Kata Mia sambil memperlihatkan dreamy smile nya.
Vivi menyesap kopi nya, kopi buatan Zeke!. Lalu clueless melihat Mia. "Oh, Tentu."
Mini-Vivi kembali muncul di bahu Vivian dengan kedua tangan di pinggang, dengan sassy nya dia ngomong, " WHO? NATHANAEL WHO? KALO GAK BAGUS DARI ZEKE, NGGAK USAH DIBANDING-BANDINGIN ! "
Mia menatapnya seperti Vivi baru saja bilang dia nggak tahu siapa BTS.
“Kamu tahu siapa Pak Nathanael, kan?”
Vivi mengangguk dengan tumbler kopinya masih di bibir.
Tentu saja Vivi tahu.
Nathanael Adrian.
CEO termuda. Tampang seperti aktor drama Korea. Tinggi. Rapi. Dingin. Dominan.
Tatapan matanya tajam dan dingin tapi malah bikin cewek klepek klepek.
Konon, saat dia lewat di pantry, pegawai wanita mendadak batal makan mi instan dan malah mulai cari salad demi terlihat anggunly
Dan di lantai lima ini Nathaniel adalah pria idaman semua wanita.
Bahkan perempuan yang sudah tunangan pun sempat mempertimbangkan ulang masa depan mereka setelah melihat bos satu ini membetulkan dasi.
Tapi bagi Vivi...
Dia menoleh pelan ke Mia, lalu tersenyum manis dengan otak nge replay senyum Zeke lengkap dengan lengan berotot dan tattoo tribal yang sedikit mengintip dari balik lengan kaos hitamnya.
Dan Mini-Vivi sambil menunjuk ke arah Mia,
"ZEKE ITU TEDUH! KAYAK MATAHARI PAGI SETELAH KAMU BANGUN TIDUR !! PAHAM?!"
Mia terdiam lalu ikut tersenyum seolah tahu isi kepala Vivi padahal mereka sama sekali tidak nyambung.
Mia yang mengira senyuman Vivi adalah senyuman fans girl untuk Nathaniel padahal yang sebenarnya otak Vivi dipenuhi tubuh bak gladiatornya Zeke.
" Kita bakal jadi partner in crime yang sempurna Vivi." Ucap Mia sambil menepuk nepuk pundak Vivi dengan senyuman dreamynya.
____
Jam lima sore, kantor mulai sepi. Mia dan gengnya sibuk mendiskusikan warna blush on yang cocok untuk ngantor besok, tapi Vivi sudah menutup laptop dengan ekspresi seperti mau berangkat ke surga.
Bukan pulang.
Tapi menuju coffee shop dimana dia bertemu dengan Zeke.
Vivi berharap Zeke masih disana.
Meskipun dia masih malu dengan kejadian tadi pagi, janji tetap janji kan, meskipun Vivi gak sengaja keceplosan pas ngucapinnya.
Vivi menggantungkan tasnya di pundak dan siap untuk lari keluar kantor tetapi panggilan Mia menghentikan langkahnya.
" Buru buru banget Vi ?." Tanyanya, " Gak mau gabung kita dulu..." Sambil memperlihatkan tumpukan make up berbagai jenis dan warna.
" Emmm, gak dulu deh. Soalnya aku ada janji."
" Oh, sayang sekali. Tapi ingat ya, besok harus perlihatkan penampilan terbaikmu, soalnya pak Nathanael bakal datang ke kantor. " Ucap Mia sekali lagi memperlihatkan senyum dreamy nya, tidak hanya Mia tapi cewek cewek kantor lainnya punya senyum yang sama.
" Err... Oke. "
Mini-Vivi Berteriak sambil jongkok di pundak Vivian, "VI ! KALAU KAU BERANI PAKE LIPSTIK BARU WARNA PEACH YANG KITA BELI KEMARIN BUAT NATHANAEL ITU, AKU BOIKOT SELURUH KOSMETIKMU! "
Vivi diam-diam ngomong lewat sela gigi menjawab Mini-vivi , " Aku tahu... "
Soalnya Vivi bakal perlihatkan penampilan terbaiknya cuman buat Zeke.
Zeke dengan otot bahu seperti ukiran marmer. Tatapan kalem. Dan senyum yang… well, membuat Vivi bertanya-tanya apakah Tuhan menciptakan manusia sempurna hanya untuk menuangkan espresso.
Vivi mulai lagi dengan nge replay tubuh dan senyum sempurna Zeke.
Setelah berpamitan dengan teman teman kantornya Vivi segera lari keluar kantor, heel dari sendal silver nya mengeluarkan suara merdu setiap kali dia melangkah diatas lantai kantor dan aspal jalan.
Nafasnya tersengal namun senyum tanpa sadar terkembang diatas bibir cantiknya.
Mini-Vivi berdiri di bahu seperti kapten kapal bajak laut, "FULL SPEED AHEAD! TUJUAN OTOT DAN SENYUM MANIS! "
Vivi lari semakin cepat.
Kafe itu sudah terlihat jelas. Langkah Vivi membawanya semakin mendekat dan saat dia mendorong pintu masuknya, denting lonceng diatas pintu berdenting pelan.
Zeke baru saja keluar dari dapur, mengenakan apron hitam dan tank top. Rambutnya masih setengah basah, entah oleh keringat atau habis mandi, dan satu galon air ia angkat santai seperti membawa tas belanja.
Vivi terdiam diambang pintu mendadak lupa cara jalan.
“Hey, welcome back,” sapa Zeke. Suaranya berat, ramah, dan sangat dalam.
“H-hai…” Vivi tersenyum malu malu, lalu langsung duduk di spot kosong dekat jendela. Dia buru-buru mengambil HP, lalu pura-pura membaca artikel.
Lalu...
Klik.
Satu foto untuk koleksi pribadi.
Zeke berjalan mendekat. “Kopi biasa? Atau mau coba latte protein spesial hari ini?”
Vivi berpikir sejenak, tapi tatapannya tak teralihkan dari otot otot dada didepannya yang terbalut ketak oleh kaos sederhana warna hitam.
Vivi menelan ludah.
“Hmm… apa pun yang kamu bikin aja.”
Mini-Vivi berbisik nakal, Kamu. Aku mau nyobain kamu aja, hihi.
Vivi tiba-tiba batuk yang aslinya Keselek ludah sendiri. " Ehem! Maksudku... terserah kamu aja."
Suara tawa cempreng Mini-Vivi menjadi background kecanggungan Vivian.
Zeke tersenyum. “Tunggu sebentar ya.”
Vivi mengangguk sambil duduk dibangku kosong dekat konter mengambil HP yang Vivi buat untuk terus mengambil gambar punggung tegap dan bidang itu.
Dan mendokumentasikan Zeke yang berdiri di balik meja bar, sedang fokus menuang susu ke latte dengan lengan berototnya yang, ya ampun, Vivi gak bisa berkata kata lagi.
Mini-Vivi menarik narik rambut Vivi sambil teriak teriak, " Vi, foto lengannya sekarang, yang ada tatto nya. Foto banyak banyak kalau nggak aku yang akan lakukan! ".
Tentu saja Vivian menuruti kemauan Mini-Vivi karena yah, Mini-Vivi adalah metafora kejujuran hatinya.
Lalu Vivi mendesah sambil senyum senyum menikmati lekuk sempurna otot otot Zeke ditemani Mini-Vivi yang duduk dibahunya.
Siapa itu pak Nathanael, apa itu CEO dingin, di otak Vivi hanya ada Zeke dengan lengan kekar berotot dan bertatto itu.
_____
Pagi selanjutnya Vivi sudah berdiri didepan kafe. Dia sendiri tidak paham bagaimana seseorang seperti Zeke bisa membuatnya bertingkah seperti anak SMA lagi. Oh, Vivi tahu kenapa dia begitu tertarik dengan Zeke. Ya, karena itu Zeke dengan badan bak dewa dewa Yunani yang dipahat hanya untuk menjadi hidup dan tugas utamanya adalah menggoda Vivi.
Vivi membuka pintu kafe itu dengan hati berdebar-debar. Aroma kopi hangat langsung menyambutnya, seperti pelukan pagi yang lama dinanti. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah ke dalam sambil menunduk sedikit, menyembunyikan senyumnya yang muncul terlalu cepat.
Zeke berdiri di balik meja bar seperti biasa dengan senyum yang bisa bikin siapa pun lupa caranya bicara. Begitu matanya menangkap sosok Alyssa, dia langsung berseru ramah, “Selamat pagi. Cantik seperti biasa, ya.”
Vivian nyaris tersedak udara sendiri.
" Ah… pagi…” jawabnya pelan, matanya buru-buru berpaling ke papan menu padahal ia sudah hafal sejak kunjungan pertama. Tangannya menggenggam tali tas erat-erat, berusaha menenangkan degup jantungnya yang tak karuan.
Sedang Mini-Vivi yang tiba-tiba di bahu, berguling-guling sambil memegang dada, "DIA BILANG KITA CANTIK! DIA BILANG KITA CANTIK!. VI KALAU KAU GAK GENGGAM TANGANNYA SEKARANG JUGA—"
Vivian tepuk tepuk pundak sendiri pura-pura bersihin debu. "Diam kau!."
Zeke menyandarkan tubuhnya sedikit ke meja, suaranya lembut namun cukup jelas, “Mau pesan apa hari ini ?”
Vivi berusaha berpikir cepat, tapi sayang otaknya terlalu terjejali dengan tampilan Zeke pagi ini, kemeja hitam lengan panjang yang ditekuk hingga tekuk sikunya.
Dan...dan baju dengan bagian atas dibiarkan terbuka tanpa dikancing memperlihatkan jelas tonjolan otot pectoralis nya.
Mini-Vivi sudah pingsan karena mimisan dibahu Vivi, sedang Vivi masih berusaha bertahan diatas kakinya yang lemas.
“I-iyah… cappuccino yang medium, pake oat milk…” Jawabnya cepat dengan wajah merah seperti tomat semakin dalam dia menundukkan wajahnya agar tidak ketahuan melihat dada itu!.
“Got it,” sahut Zeke sambil tertawa dan mulai menyiapkan pesanan Vivi.
Vivi seketika berdoa ada lubang besar dilantai yang bisa menelannya sekarang.
Zeke menertawakan nya!!
Apa dia ketahuan lagi ngintip dada cowok!!
" Bodoh sekali!!." Teriak Mini-Vivi yang sudah siuman dengan tisu menyumbat lubang hidungnya, " Seharusnya kau lebih hati hati biar gak ketahuan lagi ngintip dada besar cowok.”
" Lihat sekarang, kita jadi ditertawain. " Omel Mini-Vivi kesal yang hanya membuat Vivian semakin niat untuk ambil sekop dan menggali kuburnya sendiri.
Tapi tak bisa dipungkiri, kemeja hitam yang seolah tak mampu menampung tubuh berotot itu memang perpaduan yang terlalu deadly.
Suasana di kafe pagi itu tenang, hanya ada beberapa pelanggan lain yang duduk di sudut. Tapi bagi Vivi, rasanya seperti hanya ada mereka berdua di dunia ini. Ia melirik Zeke diam-diam, memperhatikan cara tangan pria itu luwes menuang susu ke dalam cangkir, dengan gerakan tenang yang entah kenapa terlihat keren banget.
“Eh, boleh aku tahu namamu?” tanya Zeke tiba-tiba, membuyarkan lamunan Vivi.
Mini-Vivi yang jadi background berteriak histeris. " KAMU BARU 3 KALI KESINI TAPI DIA UDAH TANYA NAMA?! VI, DIA PASTI SUDAH MEMANGGILMU 'CANTIK' DI DALAM HATINYA SEJAK HARI PERTAMA! ".
“H-hah?” Vivian membelalak sedikit, langsung menunduk lagi. “ A...aku, N-namanya... Vivian...” Ucapnya salah tingkah.
Zeke mengangguk, lalu menuliskan sesuatu di cup kertas sebelum menyerahkannya dengan senyum khasnya yang bikin lemas lutut.
“Semoga harimu seindah dirimu, Vivi”
Vivi menerima cup itu dengan tangan gemetar ringan. Wajahnya sudah pasti memerah sampai ke telinga. Ia hanya bisa mengangguk cepat sambil menggumam, “Makasih…” sebelum buru-buru pergi ke pojok ruangan dan tenggelam dalam kursi dan perasaannya sendiri.
Mini-Vivi langsung terjun bebas dari pundak Vivi untuk memeluk cup dengan tulisan Zeke.
"INI CINTA. INI PASTI CINTA. AKU MAU DIKUBUR BERSAMA CUP INI!"
Di cup itu tertulis namanya, digambar hati kecil di sampingnya, dan tulisan tangan Zeke yang sedikit miring:
“Semoga harimu seindah dirimu, Vivi.”
Ia menutup wajah dengan kedua tangannya.
Tuhan… dia tidak akan bisa tidur malam ini. Lagi.
_____
Hari itu, Alyssa muncul di kantor seperti bunga musim semi yang baru mekar, lembut dan memikat.
Langkahnya ringan seolah terbang di awang, senyum mengembang tipis dibibir warna peach nya. Dan segelas kopi hangat dengan tulisan Zeke diatasnya sebagai booster yang mujarab.
Ia mengenakan blouse pink pucat berlengan panjang, dihiasi detail ruffle dan lace di area dada dan bahu yang menambahkan kesan klasik nan anggun. Leher tinggi dengan kancing rapat memperkuat aura vintage-nya, sementara potongan slim fit memeluk siluet tubuh dengan manis.
Rok A-line putih gading bermotif bunga mawar pastel melambai anggun setiap kali ia berjalan. Bukan hanya sekadar feminin, rok ini menyuarakan satu hal: “Aku tahu aku cantik. Dan aku nyaman dengan itu.”
Kakinya berayun ringan dan sedikit lompatan kecil ,menggambarkan suasana hatinya, dalam pump heels glossy berwarna nude pink dengan hak tebal yang membuatnya lebih tinggi tapi tetap stabil menjejak bumi. Setiap langkah Vivian terdengar seperti irama peri musim semi yang memikat.
Di pundaknya, tas bahu warna putih bersih, minimalis tapi elegan, cukup untuk membawa lipstik, ponsel, dan rahasia kecil yang tak perlu diketahui siapa pun.
Sebagai sentuhan terakhir, gelang rantai warna emas dengan liontin bunga kecil melingkar di pergelangan tangan kirinya menambah kesan feminim yang manis dengan keseluruhan tampilannya.
Vivi memberikan tampilan terbaiknya hari itu dan untuk Zeke dia bisa melakukannya setiap hari.
"Wah, hari ini extra glowing ya? Buat siapa nih?" Puji Mia saat melihat Vivian masuk ke ruang kantor dengan senyum manis dan outfit cantik yang hanya menambah aura cerahnya.
Mini-Vivi berdiri di meja, satu tangan di pinggang dan tangan lainnya menunjuk ke arah cup kopi Zeke, "TENTU SAJA UNTUK DEWA KOPI BEROTOT ITU! BUKAN UNTUK CEO DINGIN ITU!"
Vivian gugup memberikan senyum palsu, "Bu... untuk diri sendiri?" Yang malah terdengar tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
Dan sekali lagi Mia memberikan senyum seolah dia tahu segalanya. " Aku tahu Vi, kamu itu memang harus memberikan penampilan terbaik mu buat ketemu Pak Nathanael." Ucap Mia sambil tersenyum. " Bukan kamu saja semua wanita di divisi kita juga melakukan hal yang sama."
Vivi, " Eeh?! "
Mini-Vivi. " DASAR BUOODOOH!! AKU BERIKAN PENAMPILAN SEMPURNA PARIPURNA INI CUMAN BUAT ZEKE!!!.
" ZEKE UDAH MUJI KITA CANTIK!!!". Suara Mini-Vivi menjadi latar belakang yang terus berulang seperti replay tanpa henti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!