NovelToon NovelToon

Batas Kesabaran Seorang Istri

Meminta Cerai.

      "Ceraikan aku Mas!" Ucap seorang wanita berparas cantik dan bertubuh semampai. Membuat laki-laki tampan yang sedang duduk disampingnya terkejut.

      "Apa maksudmu, Lina? Permintaan gila seperti apa yang baru saja keluar dari mulutmu itu? Apa kamu sadar dengan permintaanmu barusan? Ingat ya Lina, aku tidak akan pernah menceraikanmu sampai kapanpun!" Tegas laki-laki yang bernama Handrian tersebut.

      Rosalina tersenyum sinis.

      "Atas dasar apa kamu mempertahankan pernikahan kita, Mas? Sementara selama ini, kamu tidak pernah mencintaiku sama sekali." Tanya Rosalina. Sambil menatap wajah Handrian.

      Handrian hanya menatap datar wanita cantik yang sedang duduk disampingnya itu, kemudian ia mengusap wajahnya dengan kasar.

      "Bersabarlah Lina, aku berjanji akan berusaha mencintaimu! Tapi tolong, berilah aku waktu, agar aku bisa menempatkan dirimu dihatiku!"

      Jawaban dari mulut Handrian itu membuat Rosalina tersenyum masam.

      "Sampai kapan, Mas? Sampai kapan aku harus bersabar? Sementara Ibumu terus mendesakku untuk segera hamil, dan juga mempunyai keturunan darimu? Sedangkan selama pernikahan kita, tidak pernah kamu menyentuhku, Mas! Jika kamu menyuruhku untuk bersabar, seharusnya kamu juga bisa memberi penjelasan pada Ibumu itu, agar dia tidak selalu merongrongku dengan pertanyaan seperti itu terus! Katakan saja yang sebenarnya jika kita juga tidak pernah tidur sekamar selama ini, Mas!"

      Perkataan Rosalina tersebut, membuat bola mata Handrian terbelalak.

      "Apa katamu? Kamu menyuruhku untuk mengatakan semua itu, bagaimana mungkin Lina? Kalau aku berterus terang tentang hal itu pada Ibu, pasti aku akan terkena masalah!" 

      "Terus, kalau aku yang terkena masalah boleh, begitu kan maksudmu Mas? Ternyata sikapmu itu terlalu egois. Kamu bisa terima disaat aku disalahkan oleh keluargamu, tapi kamu tidak membiarkan keluargamu itu tau bagaimana hubungan rumah tangga kita selama ini. Aku benar-benar muak Mas. Aku lelah dengan sikapmu yang mau menang sendiri." Ucap Rosalina.

      Rosalina bangun dari tempat duduknya, kemudian ia berjalan masuk kekamar sambil membanting pintu.

      "Braaak..."

      Membuat Handrian tersentak kaget dan mengelus dadanya.

      Rosalina yang sudah sampai dikamarnya, langsung menjatuhkan tubuhnya dalam posisi tengkurap. Kemudian ia pun menangis sesenggukan.

      Wanita itu mengingat tentang kejadian dua hari yang lalu, saat ibu mertuanya datang dan mengunjungi kediamannya bersama Handrian.

      "Apa kamu belum isi juga, Lin?" 

      Bu Norma bertanya, sambil memakan cemilan yang disuguhkan oleh menantunya.

      Dan saat itu juga, wanita cantik berkulit putih tersebut mengerti, kemana arah pembicaraan Ibu mertuanya.

      Sehingga, Rosalina pun menggeleng.

      "Belum Bu." Jawab Rosalina, sambil membuang pandangannya kearah lain.

      Jawaban dari mulut menantunya itu, membuat bibir perempuan berusia lima puluh tahun tersebut mencebik.

      "Bagaimana sih kamu, Lina? Masa sudah satu tahun kamu berumah tangga, tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda jika kamu akan hamil? Memangnya selama ini kamu tidak pernah mengkonsumsi makanan yang sehat, untuk kesehatan rahimmu?" Tanya Bu Norma. Dengan raut wajah yang sama sekali tidak enak dipandang.

      Sementara Rosalina hanya diam saja menanggapi ocehan ibu mertuanya itu.

      Dirinya sengaja tidak menjawab, karena ia tidak ingin memperpanjang masalah, dan berakhir dengan melawan ibu dari suaminya tersebut.

      Sementara itu, Bu Norma sengaja ingin memojokkan menantunya, dengan melontarkan perkataan-perkataan yang membuat Rosalina tidak tahan.

      "Kamu tau tidak, adikmu yang baru nikah dua bulan saja sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kehamilan." Kata Bu Norma. Perempuan itu sedang membicarakan tentang Sarah. Adik kandungnya Handrian.

      "Bagaimana mungkin kamu yang sudah menikah selama satu tahun tidak hamil juga? Jangan-jangan, kamu itu mandul Lina!"

      "Nyess..."

      Ucapan sembarangan yang terlontar dari mulut mertuanya itu, membuat hati Rosalina bagai terbakar.

      Ia tidak menyangka, jika Bu Norma tega mengatakan hal tersebut terhadapnya, tanpa tau bagaimana keadaan rumah tangganya selama ini.

      Dengan wajah datar, akhirnya Rosalina pun menjawab.

      "Bu. Perkataan ibu itu selalu terkesan menyalahkanku! Apa Ibu pernah menanyakan pada putra ibu, kenapa sampai sekarang aku belum hamil juga?"

      Mendengar jawaban yang keluar dari mulut menantunya tersebut, wajah Bu Norma seketika menjadi berang. Ia menganggap jika Rosalina ingin menyalahkan Handrian.

      "Apa maksudmu, Lina? Kamu ingin mengatakan jika putraku itu tidak bisa memberimu keturunan, begitu? Heh Lina, itu sama sekali tidak mungkin. Karena aku yakin jika Handrian itu sehat, jadi tidak mungkin masalahnya dari dia!" Kata Bu Norma. Kemudian ia mendengus kasar.

      "Katakan saja, jika memang kamu yang tidak berguna!" Sambung Bu Norma lagi.

      Rosalina menahan mati-matian air matanya yang hendak mengalir, kemudian ia pun pergi dari hadapan ibu mertuanya itu.

      Ucapan ibu mertuanya itu, masih terngiang-ngiang ditelinga Rosalina. Sehingga membuatnya semakin menangis.

      "Lina." Panggil Handrian yang tiba-tiba masuk kedalam kamar, dan melihat istrinya sedang tidur dalam posisi tengkurap.

      Rosalina yang mendengar suaminya itu memanggilnya pun, segera menghapus air mata yang kini membanjiri pipinya yang mulus.

      Namun tubuhnya sama sekali tidak bergeming. Karena ia tidak ingin bertatapan dengan Handrian, yang kini mulai duduk disampingnya.

      Laki-laki itu mencoba menyentuh bahunya.

      "Maafkan aku Lin, karena aku tidak bisa memenuhi kewajiban ku sebagai suami, kamu menjadi seperti ini." Ucap pria itu. 

      Namun Rosalina hanya terdiam, dan tidak menjawab apapun.

      "Mungkin, kamu merasa tidak nyaman saat ibu datang kemari dan bertanya tentang kehamilanmu. Tapi bagaimana lagi Lina? Aku sama sekali belum bisa melakukan kewajiban itu denganmu! Karena kamu tau kan, apa alasannya?" Sambung Handrian lagi, yang membuat Rosalina bangun dari pembaringan, dan kemudian menatap suaminya itu lekat-lekat.

      "Iya Mas. Aku tau dan aku juga sangat sadar diri, jika kamu tidak pernah bisa mencintaiku sampai saat ini! Kalau memang begitu, kenapa terlalu sulit untukmu? Kamu hanya tinggal menceraikan aku saja!" 

      Rosalina berkata dengan cairan bening yang kembali mengalir dipelupuk matanya.

      Namun permintaan wanita tersebut tetap mendapat gelengan dari suaminya itu.

      "Tidak Lin. Aku sudah bilang padamu kalau aku tidak akan pernah bercerai darimu! Jadi tolong, jangan pernah meminta sesuatu yang sama sekali tidak akan bisa aku penuhi!" 

      Kini Handrian mulai berbicara dengan nada yang sedikit membentak. Membuat Rosalina sangat terkejut, sekaligus heran dengan sikap suaminya itu.

      Laki-laki itu sama sekali tidak mencintainya, namun disaat ia meminta cerai, Handrian juga tidak ingin mengabulkannya. Sebenarnya, apa yang ia inginkan?

      "Mas, jelaskan padaku kenapa kamu ingin mempertahankan rumah tangga kita, sedangkan selama ini kita berdua tidak saling melengkapi." Tanya Rosalina ditengah air matanya yang mengucur deras.

      Handrian menatap istrinya tersebut, sambil membuang nafas.

      "Karena aku terikat janji dengan kedua orang tuamu, Rosalina!"

      "Dheg."

      Rosalina terkejut mendengar penuturan suaminya tersebut. Karena dirinya sama sekali tidak tau, apa yang dijanjikan oleh Handrian pada orang tuanya. Karena yang ia tau pernikahannya dengan suaminya itu, memang karena perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

      Tapi dirinya sama sekali tidak menduga, jika pernikahannya itu terjadi, dikarenakan sebuah perjanjian diantara orang tua kandungnya, dengan Handrian.

Bersambung...

Menertawakan nasib.

      Rosalina menatap kembali wajah Handrian, meskipun laki-laki itu mencoba membuang pandangannya kearah lain.

      Lalu wanita cantik itu pun mulai bertanya kembali dengan serius.

      "Kamu melakukan perjanjian apa pada orang tuaku, sehingga kamu tidak bisa menceraikan aku, Mas? Meskipun kamu tau, jika rumah tangga kita sekarang sudah tidak sehat. Dan apa yang membuatmu berjanji sehingga hidupku jadi seperti ini?" 

      Handrian yang tadi menatap kearah lain, kini hanya bisa menundukkan kepala, saat pertanyaan tersebut terlontar begitu saja dari mulut wanita yang sudah menjadi istrinya tersebut.

      "Lina, sebaiknya kita tidak perlu membahas masalah itu lagi, karena itu merupakan masalah yang sudah lewat. Lebih baik sekarang kita fikirkan bagaimana hubungan kita dimasa depan?" 

      Jawaban Handrian itu tiba-tiba saja, membuat Rosalina tertawa. Meskipun saat ini air matanya sedang mengalir.

      "Hahaha... Kamu bilang apa tadi Mas? Masa depan? Masa depan apa yang akan kita harapkan dari pernikahan yang seperti ini? Dan aku tidak percaya jika kamu terikat perjanjian dengan kedua orang tuaku! Aku yakin, jika pernikahan kita berjalan tidak normal seperti ini, pasti karena ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dariku. Entah itu apa?" 

      Setelah berbicara demikian, Rosalina bangun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Membuat Handrian hanya bisa memandangi punggung istrinya tersebut sampai menghilang didepan pintu.

      Rosalina berjalan kearah dapur, untuk mengambil segelas air putih. Kemudian ia kembali kedalam kamarnya.

      Saat melihat Handrian yang masih berada disana, sembari menatap kearahnya, Rosalina pun pura-pura tidak perduli.

      Wanita itu malah mengambil sebuah bantal, dan kembali tidur meringkuk.

      Keesokan harinya, Handrian yang ingin berangkat kerja, berusaha membangunkan Rosalina seperti biasanya.

      Namun yang terjadi, wanita itu tidak mau bangun atau pun menatap kearah Handrian.

      Dengan terpaksa, laki-laki itu pun menyiapkan keperluannya sendiri dari pada dirinya terlambat.

      Setelah memastikan suaminya sudah berangkat kekantor, Rosalina pun bangun dan melangkah kekamar mandi.

      Kemudian ia menyalakan shower dan membersihkan tubuhnya, agar lebih terasa segar.

      Saat dirinya baru saja keluar dari kamar mandi, tiba-tiba saja telinganya menangkap dering ponsel miliknya yang berada diatas nakas. Dan saat itu pula, kakinya melangkah untuk mengambil ponsel tersebut.

      Wanita itu tertegun, Kala melihat nomor siapa yang menelfonnya pagi-pagi.

      "Siapa ini yang menelfonku?" Ucap Rosalina pada dirinya sendiri, saat menatap nomor yang sama sekali tidak dikenalnya

      Namun ia tetap mengangkat panggilan dari nomor tersebut, karena dirinya khawatir jika panggilan itu merupakan panggilan penting dari seseorang yang sedang menghubunginya.

      Saat benda pipih miliknya itu sudah menempel sempurna ditelinga Rosalina, wanita itu tersenyum senang.

      Bagaimana tidak? Suara cempreng milik seseorang yang ia rindukan selama ini, kembali bisa ia dengar melalui panggilan tersebut.

      "Hallo sahabatku tersayang, sudah lama aku tidak menghubungimu selama aku diluar negeri? Bagaimana kabarmu?" Tanya suara seorang perempuan yang ada diseberang sana.

      "Hallo juga Tania! Tega ya, selama kamu diluar negeri, kamu sama sekali tidak pernah memberiku kabar! Aku kangen loh." Jawab Rosalina sambil tersenyum.

      Saat ini, posisinya sedang menggunakan handuk dan sama sekali belum berpakaian.

      Mendengar sahabatnya itu mengomel, perempuan yang bernama Tania itupun terkekeh.

      "Ya maaf, sayang! Selama ini, aku tidak sempat menghubungimu karena aku terlalu sibuk mengurus pekerjaan, jadi aku tidak punya waktu untuk berleha-leha atau pun berbicara seperti dulu! Sekarang aku sudah menjadi seorang sekretaris disebuah perusahaan terkenal, jadi yaa... Waktuku pasti terkikis habis." Jawab Tania, yang membuat kepala Rosalina mangut-mangut.

      "Ngomong-ngomong, kamu punya waktu tidak? Bagaimana kalau kita ketemuan? Mumpung aku masih ada di indonesia loh!" Tanya Tania. Membuat Rosalina mulai berfikir sejenak.

      Akhirnya, Rosalina pun mengiyakan permintaan sahabatnya itu, untuk bertemu disebuah restauran yang sudah menjadi langganan mereka sejak dulu.

                                      *

       "Haaaiii... Bagaimana kabarmu?" Sapa Tania, saat melihat Rosalina yang datang menghampirinya.

      Perempuan itu segera memeluk tubuh sahabatnya, dan Rosalina membalasnya dengan pelukan hangat.

      "Alhamdulillah, kabarku baik Tania! Bagaimana denganmu? Kamu itu terlihat lebih cantik dan modis, sangat berbeda dengan dulu!" Jawab Rosalina seraya berdecak kagum, saat menatap sahabatnya yang penampilannya jadi berubah dan lebih menarik.

      "Ah kamu bisa aja! Kamu juga terlihat jadi semakin cantik! Oh iya Lin, ayo duduk dulu. Aku sudah memesankan makanan kesukaanmu." Ujar Tania. Sambil melepaskan tangannya dari tubuh Rosalina, dan menyuruhnya duduk.

      Rosalina pun menuruti permintaan sahabatnya itu. Dengan menggunakan sebelah tangan, ia menarik kursi dan duduk dihadapan Tania.

       "Oh iya Lin. Aku dengar kamu sudah menikah dan punya suami ya?" Tania bertanya sambil menyeruput minuman yang ada dihadapannya. Begitu pula dengan Rosalina. Wanita itu melakukan hal yang sama dengan sahabatnya itu.

      "Iya Tania, aku memang sudah menikah, dan pernikahanku sudah berjalan satu tahun!" Jawab Rosalina sambil tersenyum.

      "Waaah... Berarti benar dong kabar yang aku dengar dari teman-teman semasa kuliah kita dulu! Aku fikir itu cuma gosib. Aku tidak menyangka, jika temanku ini sekarang sudah menjadi Ibu rumah tangga." Ujar Tania. Bola matanya fokus menatap pada Rosalina yang duduk dihadapannya.

      Rosalina hanya terkekeh menanggapi ucapan Tania.

      "Oh iya Lin, bagaimana kehidupan rumah tanggamu sekarang? Pasti bahagia kan? Aku juga jadi pengen menikah sepertimu dan hidup bersama suamiku! Tapi sayangnya, jodohku belum ada, hehehe..." 

      Tania melanjutkan ucapannya, membuat Rosalina jadi terdiam.

      Wanita itu memikirkan nasib rumah tangganya yang entah bagaimana? 

      "Hahaha..."

      Tiba-tiba saja Rosalina pun tertawa seolah-olah dirinya sedang menertawakan nasibnya sendiri. Membuat Tania kebingungan dengan tingkah temannya itu.

      "Kamu kenapa Lin? Kamu baik-baik saja kan?" Tanya perempuan itu. Membuat Rosalina tersadar dari kelakuannya yang tertawa seperti orang gila.

      "Eh, maaf Tania." Ucap wanita berkulit putih itu sambil mengusap sudut matanya yang berair.

      Tania terus saja menatap wajah Rosalina dengan perasaan bingung, karena disaat temannya itu tertawa, ia malah mengeluarkan air mata.

      "Lin, kamu tidak apa-apa kan?" 

      Tania bertanya kembali, dan Rosalina pun menatap kearahnya.

      "Iya, Tan. Aku tidak apa-apa kok!" Rosalina menjawab pertanyaan sahabatnya itu sambil meneguk ludah. Kemudian ia menundukkan wajah.

      Merasa ada yang disembunyikan oleh Rosalina, Tania meraih tangan wanita itu kemudian menggenggamnya.

      "Lin, kita sudah bersahabat sejak bertahun-tahun. Dan meskipun saat ini kita berdua jarang bertemu, tapi aku masih sangat mengenalmu! Kamu itu adalah seseorang yang tidak pintar berbohong. Oleh sebab itu, jangan pernah mencoba membohongiku Lin! Aku tau, sekarang ini kamu sedang dalam masalah, dan kamu ingin menutupi masalahmu itu dariku, kan? Sebenarnya ada apa? Cerita sama aku Rosalina? Apakah rumah tanggamu tidak bahagia." Tanya Tania.

      Pertanyaan dari sahabatnya itu, membuat Rosalina sendiri hanya bisa menahan nafas. Karena rasanya begitu sesak, untuk menceritakan bagaimana hubungannya dengan sang suami.

   

Bersambung...      

Tatapan aneh.

      Rosalina melepaskan tangannya dari genggaman Tania, kemudian ia tersenyum.

      "Maaf Tania, aku tidak bisa menceritakan apapun padamu sekarang. Dan masalah rumah tanggaku, biarlah menjadi urusan antara aku dengan suamiku saja. Aku tidak ingin melibatkan orang lain." Kata Rosalina.

      Mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Rosalina, Tania hanya mengangguk faham.

      "Baiklah Lina! Memang, tidak semua orang mau menceritakan masalah dalam rumah tangganya pada orang lain, jadi aku mengerti dan menghargai keputusanmu itu. Tapi, jika kamu ingin curhat atau membutuhkan sesuatu, maka kamu jangan sungkan-sungkan untuk menghubungiku, karena sahabatmu ini akan selalu ada kapanpun kamu butuhkan." Tania berbicara sambil mengelus lengan Rosalina. Membuat wanita cantik itu mengangguk dan tersenyum.

      "Terimakasih, Tania! Kamu memang selalu menjadi sahabat yang terbaik untukku!" Jawab Rosalina.

      Setelah lebih satu jam keduanya berada direstaurant dan saling melepas rasa rindu, akhirnya tiba saatnya mereka berpisah, karena harus pulang kerumah masing-masing.

      Tania menatap Rosalina yang baru saja menyampirkan tas kecil dibahunya, lalu perempuan itu bertanya.

      "Lin, kamu pulang menggunakan apa? Kamu punya supir yang bisa menjemputmu kan?

      Pertanyaan tersebut membuat Rosalina menoleh kearahnya.

      "Iya Tan, aku punya supir! Tapi karena tadi aku berangkat sendiri dengan naik taksi, maka sekarang pun aku pulang menggunakan taksi." 

      Rosalina menjawab sambil merapikan pakaiannya.

      Sementara itu Tania pun mangut-mangut.

      "Kalau memang begitu, bagaimana jika aku yang mengantarmu saja? Sekalian aku mau main kerumahmu. Apakah kamu keberatan Lin?" Ujar perempuan bertubuh langsing itu kemudian.

      "Beneran Tan, kamu mau mengantarku? Aaah... Apa tidak merepotkan? Sekarang kamu kan orangnya super sibuk?" Sambut Rosalina. Yang membuat Tania mencubit kecil perut sahabatnya itu.

      "Iih... Kamu nyindir aku ya?" Ucap Tania pura-,pura merengut, namun tidak lama kemudian ia tertawa kecil.

      "Gimana, mau tidak kamu aku antar pulang? Kalau tidak mau yaudah, aku bakal pergi dari sini?" 

     Tania berucap dengan nada yang dibuat judes.

      "Oke deh, aku mau! Rugi dong jika aku menolak tumpangan gratis, hahaha..." Sambut Rosalina sambil tertawa. Tania pun ikut tertawa mendengar candaan dari mulut sahabatnya itu.

      Tidak lama kemudian, kedua wanita cantik itu keluar dari restaurant langganan mereka, seraya menuju ketempat parkir.

      Setelah keduanya menaiki mobil, mobil milik Tania pun melaju pelan meninggalkan halaman restaurant.

      Sesampainya dikediaman Rosalina, sepasang sahabat itu pun turun dari mobil, dan Rosalina segera mempersilahkan Tania untuk masuk kerumahnya yang besar dan mewah.

      "Luas banget rumahmu Lin, pasti kamu betah ya tinggal disini?" Tanya Tania pada Rosalina. Dan posisi mereka saat ini sudah duduk dikursi ruang tamu yang terlihat sangat mahal.

      Mendengar pertanyaan sahabatnya itu, Rosalina kembali mengulum senyum.

      "Biasa aja kok Tania! Nyaman atau tidak, itu tergantung penghuninya! Jika penghuninya merasa hatinya selalu bahagia, jangankan dirumah mewah seperti ini! Digubuk saja rasanya sudah sangat betah." 

      Rosalina menjawab pertanyaan Tania, dengan bola mata yang menerawang.

      "Tapi sebaliknya, Tania! Jika pemilik rumah itu memiliki masalah yang tidak akan pernah bisa diselesaikan, maka tinggal dirumah yang terlihat nyaman dan mewah pun, rasanya seperti tinggal dikuburan."

     Setelah mengucapkan hal itu, Rosalina terkekeh pelan.

      "Oh iya Tania! Aku mau kebelakang dulu ya?" Kata Rosalina, sambil beranjak dari duduknya.

      "Eeh, memangnya kamu mau ngapain kebelakang? Dan kamu tidak perlu repot-repot membuatkan minuman, karena aku tidak akan lama kok."

      Tania segera melarang sahabatnya itu, karena dia tau, jika Rosalina ingin membuatkan minuman.

      "Tidak apa-apa, Tania. Lagian, aku hanya ingin menyuruh bibik saja, jadi tidak akan repot."

      Selesai berucap demikian, Rosalina pun langsung melangkah kearah dapur, dan meninggalkan Tania yang duduk sendirian diruang tamu rumahnya.

      Beberapa saat setelah itu, ia pun kembali untuk menemui Tania. Dan bersamaan dengan itu pula, suara seseorang terdengar mengucap salam dari pintu depan.

      "Assalamualaikum..." 

      Rosalina yang baru saja duduk kembali sontak menoleh ke arah pintu utama rumah, ketika ia mendengar suara salam dari suara yang begitu dikenalinya. Begitu pula dengan Tania yang langsung mengangkat kepalanya dari posisi duduk santainya, lalu menoleh pelan ke arah sumber suara.

"Wa’alaikumussalam..." jawab keduanya hampir bersamaan, namun nada suara Rosalina terdengar sedikit gugup.

Seorang pria bertubuh tinggi, tegap, dan juga berwajah tegas kini telah berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan kemeja biru tua yang masih rapi meskipun hari sudah menjelang sore, dasi yang sedikit longgar menggantung di lehernya, serta jas yang disampirkannya di lengan kiri. Membuatnya semakin terlihat berkharisma. Sorot matanya terlihat tajam dan lelah. Seolah menunjukkan bahwa hari itu bukanlah hari yang mudah baginya.

Pria itu adalah Handrian, suami Rosalina.

Langkah kakinya terdengar tegas di atas marmer putih ketika ia melangkah masuk ke ruang tamu. Namun, sesaat setelah matanya menangkap sosok Tania yang duduk di sofa, langkahnya melambat. Pandangannya terhenti. Begitu pula Tania yang semula menyandarkan tubuhnya dengan santai, kini malah duduk lebih tegak dan menatap balik pada pria itu.

Sejenak, tatapan mereka terlihat saling mengunci, dan waktu seolah membeku di antara mereka berdua. Tidak ada sapaan, dan juga tidak ada suara. Hanya dua pasang mata yang saling menyelami dan penuh dengan isyarat yang sulit untuk ditebak.

Senyum samar mulai terbentuk di sudut bibir Tania. Bukan senyum ramah biasa seperti ketika menyambut orang asing atau sahabat dari masa lalu. Melainkan senyum yang menyimpan sesuatu. Sesuatu yang tidak diketahui oleh Rosalina, namun jelas membuat udara di ruangan itu seketika menjadi berat dan dingin.

Handrian membalas senyum itu sekilas dan juga terlihat cepat. Seolah-olah dirinya tidak ingin ketahuan.

Sementara itu, Rosalina yang terlihat sibuk menyusun gelas di atas meja, sengaja mencuri pandang dan memperhatikan gestur keduanya. Ada perasaan aneh yang bergetar dalam dirinya saat itu juga. Entah itu sebuah firasat atau kecemburuan, atau hanya sekadar kecurigaan yang tumbuh dari hubungan rumah tangga mereka yang memang sedang goyah belakangan ini.

"Oh... Tania," kata Handrian akhirnya, dengan suara yang dibuat seramah mungkin. "Sudah lama tidak berjumpa. Kukira kamu masih berada di luar kota."

Mendengar ucapan Handrian, Tania pun mengangguk pelan. Namun senyum samarnya masih terpatri diwajahnya yang cantik

"Baru beberapa hari yang lalu aku kembali. Hari ini niatnya cuma makan siang sama Rosalina. Eh, malah keterusan ingin main ke rumah. Maaf ya, datang tanpa kabar."

"Tidak masalah," jawab Handrian cepat. "Rumah ini selalu terbuka untuk sahabat istriku." sambung Handrian lagi.

Tania tertawa kecil dan suara tawanya itu terdengar ringan, tapi entah mengapa terdengar sedikit menggoda di telinga Rosalina.

"Rosalina memang istri yang baik," ujar Tania pelan sambil menatap Handrian, lalu mengalihkan pandangan kearah Rosalina yang sedang menuangkan teh ke dalam cangkir.

Rosalina mengangkat wajahnya perlahan. Sorot matanya menelusuri wajah Tania, lalu menatap ke arah Handrian. Ia tersenyum, namun kali ini senyumnya seperti selapis kaca tipis yang rapuh.

"Tan, diminum dulu tehnya sebelum dingin," ucap Rosalina sambil menyodorkan cangkir.

Tania pun menyambutnya dengan anggukan kecil. "Terima kasih, ya Lin."

Sementara itu, Handrian mulai berjalan dan kemudian memilih duduk di sofa seberang. Ia terlihat seperti sengaja mengambil tempat yang membuat jaraknya lebih dekat dengan Tania, dibandingkan dengan istrinya sendiri.

Rosalina hanya memperhatikan hal itu tanpa berkata apa pun, dan ia memutuskan untuk meneguk tehnya sendiri dengan perlahan.

Obrolan ringan pun mengalir, tapi di antara tawa dan sapaan basa-basi itu, ada sesuatu yang mengalir lebih dalam. Sesuatu yang mungkin tidak terucap namun sangat jelas terasa. Rosalina juga bisa merasakan semua itu, walaupun ia belum bisa mengartikannya secara pasti.

Namun, wanita itu sangat yakin jika ada rahasia di balik senyum Tania. Dan juga ada sesuatu yang berbeda pada tatapan mata suaminya hari ini. Dan sesuatu itu tidak pernah muncul saat dirinya dan Handrian sedang duduk berdua.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!