...Ini hanyalah kisah fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh, nama tempat adalah murni ide penulis dan tidak ada unsur kesengajaan....
.........
Malam itu hujan mengguyur kota dengan derasnya. Saking derasnya, jika di sebuah pemukiman yang landai mungkin bisa terjadi bencana banjir namun, Sedikit berbeda dengan pemukiman elite yang padat penduduk. rumah mewah bertingkat terjajar rapi tanpa celah, tak terlihat sampah berserakan di setiap halaman rumahnya. Terlihat bersih dan rapi,
Sungguh.
Diantara rumah-rumah tersebut ada satu yang terlihat sedikit berbeda dari yang lainnya. Rumah itu mempunyai bentuk yang berbeda, dengan dihiasi lampu remang berwarna jingga, rumah itu bergaya rumah biasa pada umumnya. Tidak terlihat mewah dan istimewa. Entahlah, apa yang ada di benak pemiliknya untuk membuat sebuah rumah bergaya tradisional diantara megahnya hunian lainnya di pemukiman elite tersebut.
"HUWAAA.."
terdengar suara teriakan gadis kecil dari dalam rumah bergaya tradisional itu.
"ada apa dik?" terlihat seorang ibu sedang berlari tergopoh sesaat mendengar teriakan tersebut.
"IBU..KENAPA TV NYA TIBA-TIBA MATI? HUWAA.." gadis kecil itu semakin merengek sambil menendang-nendang benda di sekitarnya.
Ibu itu tertawa mendengar rengekan anak gadisnya. "wajar dik, diluar sedang hujan deras, mungkin ada pemadaman listrik serentak di pemukiman kita."
"kenapa harus begitu, bu? Apa hubungannya, hujan dengan TV?" gadis kecil itu semakin ingin tahu dengan apa yang sedang terjadi.
"diluar hujan disertai petir, dik, mungkin mereka takut antena kita tersambar oleh petir." Jelas ibu dengan singkat.
Gadis kecil itu hanya mengangguk, entah paham atau tidak dengan perkataan ibunya. Kinasih Namanya, semua orang biasa memanggilnya Asih, usianya baru menginjak 12 tahun. Rambutnya hitam terurai lurus di belakang punggungnya, berkulit sawo matang, dan mempunyai hobi menangis dan merengek pada ibu. Tiada hari tanpa rengekan manja kinasih kepada ibunya. Menjadi anak semata wayang di dalam keluarganya, membuat Kinasih susah untuk menghilangkan sifat manja di dalam dirinya.
"Sebaiknya, Asih sekarang tidur, tahu kan sekarang sudah jam berapa?' tanya ibu.
"yah, padahal Asih kan belum ngantuk bu" jawabnya sambil memasang muka cemberut.
Ibu menggeleng. "besok Asih harus sekolah, nanti kesiangan bangunnya" lalu segera menggandeng tangan Asih menuju kamarnya. Dengan sekuat tenaga Asih melepaskan genggaman tangan ibu, lalu berlari tak tentu arah dengan cepatnya.
"ASIH GAMAU TIDUR BU..!!" teriaknya.
Melihat tingkah laku Asih, ibu yang tak sabaran langsung naik darah, dengan cepat segera berlari menghampiri Asih. Tapi sayang, Asih tetap bisa mengelak, lalu berlari lagi menuju ke arah dapur.
"ASIH..BERHENTI KAMU NAK!!"
ibu yang semakin geram, semakin cepat juga Langkah kakinya, terus berusaha mengejar Asih yang tanpa disadari telah hilang dari dapur. Asih terus berlari dan berlari Kembali menuju ruang keluarga, lalu tanpa sengaja tangannya menyentuh layar TV.
Drrrttt...
Dan seketika tubuh Asih terpental kearah sofa, aliran listrik yang kuat membuat tubuh kecil itu terkulai lemas. Dia lalu pingsan.
"YA TUHAN..ASIH!!" teriak ibu.
Melihat tubuh Kinasih terkulai di depan sofa seketika ibu menghentikan Langkah kakinya. Lalu dengan kedua tangan gemetaran dia peluk perlahan gadis kecilnya itu. Ia goyang-goyangkan tubuhnya, namun Kinasih juga belum sadar. Ibu semakin bingung harus bagaimana, dia hanya menangis melihat tubuh Kinasih yang lemas tak berdaya.
"Asih bangun nak" ucap ibu sambil terisak.
Tak ada jawaban.
"Asih, ibu mohon, bangunlah nak." Ibu menepuk-nepuk pipi Kinasih. Dan tiba-tiba tubuh kecil itu berguncang, kedua bola matanya terbuka lebar, menatap kosong kearah langit-langit ruangan. Ibu yang terkejut hanya bisa menangis dan perlahan menjauh dari tubuh Kinasih yang terus berguncang tak henti-hentinya.
Selang 5 menit tubuh kecil itu berhenti berguncang. Kedua mata Kinasih lalu perlahan terbuka. Akhirnya dia sadar dari pingsannya.
"Asih dimana bu?" tanyanya.
Ibu yang terkejut bercampur senang segera memeluk tubuh kecil itu.
"ada apa bu? Apa yang terjadi?."
Ibu lalu menatap lamat-lamat kedua mata Kinasih. "kamu kesetrum, lalu pingsan."
Kinasih hanya terdiam, saking polosnya dia tak takut atau terkejut, mungkin dia tak tahu bagaimana ibunya yang panik hingga menangis melihat tubuhnya terkulai lemas tak berdaya. Lalu Tanpa disadari, ada sesuatu yang aneh terjadi di kedua tangannya. kedua tangan Kinasih terlihat mengeluarkan arus listrik.
"ibu, ini apa?" tanyanya sambil memperlihatkan kedua tangannya.
Gemuruh petir diluar terdengar menggelegar, hingga mengganggu telinga siapa saja yang mendengarkan. Begitupun detak jantung ibu, terdengar semakin cepat detaknya sesaat setelah melihat pemandangan yang tak lazim di hadapannya.
"i..i..itu..listrik." jawab ibu sambil terbata-bata. Bibirnya seketika kelu dan kaku. Kedua tangannya kembali gemetaran.
"bagaimana aku bisa mengeluarkan listrik dari tanganku, bu?" tanya Kinasih dengan santainya.
Ibunya lalu menghela napas Panjang, dan memberanikan diri untuk menjawab semua yang terjadi di hadapannya. "Asih, sepertinya itu yang membuatmu tersetrum nak."
"HAH? Jadi ini yang membuatku tersetrum dan pingsan."
"mungkin saja, mungkin juga ini memang takdirmu, nak"
"apa? Takdir? Maksud ibu?."
Ibunya hanya menggeleng, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan kepadanya, dan juga Kinasih belum sepenuhnya untuk bisa paham tentang takdir yang telah disebutkan oleh ibunya.
Namun, lagi-lagi tanpa mereka sadari, inilah awal dari segala cerita-cerita petualangan hebat si gadis kecil Kinasih di hari-hari yang akan datang.
......Bersambung......
Hari berlalu begitu cepat, sudah 3 bulan lamanya sejak kejadian hari itu. Ibu kinasih sangat berhati-hati untuk tidak menceritakan tentang kejadian hari itu kepada orang lain. Maka jadilah semua itu hanya rahasia milik kinasih, ayah, dan ibunya. Tak ada lagi kejadian serupa yang terjadi selama 3 bulan ini, Pernah sesekali tubuh kinasih kejang-kejang tanpa ada penyebab. menurut ibunya, mungkin itu sedikit efek samping dari dalam tubuh kinasih yang memiliki arus listrik misterius. Sejauh ini, belum ada dokter, bahkan spesialis yang tahu tentang kejadian yang dialami oleh kinasih. Ibunya hanya berbekal doa dan usaha agar kejadian itu tak lagi menimpa gadis kecil semata wayangnya itu.
"Bu, hari ini asih pulang cepat, ya" ucap kinasih.
"Bukannya hari ini ada ekstrakurikuler nak?" tanya ibu, dahinya terlihat terlipat.
"Iya bu, akan ada persiapan pementasan drama untuk minggu depan, tapi aku sudah menguasai naskah drama itu."
Selama ini, Kinasih memang mengikuti ekstrakurikuler di bidang drama. Gerak gemulai tubuhnya membuat Kinasih percaya diri untuk memainkan peran dalam sebuah drama. Meskipun terkadang disaat melakukan Latihan dia selalu menahan kedua tangannya, agar arus listrik misterius itu tidak muncul secara tiba-tiba di hadapan teman-temannya.
..
Hari ini adalah hari spesial baginya, karena suatu hal, ayahnya hari ini mempunyai banyak waktu luang untuk berada di rumah. Itulah yang membuat kinasih ingin cepat-cepat pulang ke rumah.
Ayah kinasih adalah seorang pebisnis terkenal di kota ini. Waktu baginya adalah hal yang sangat amat berharga, bahkan untuk sekedar mencicipi masakan ibu saja tak ada waktu bagi ayahnya. Pagi berangkat ke kantor, siang hanya diisi istirahat sambil memberi kabar kepada ibu, malam? Sudah pasti lembur. Bagi kinasih, sosok ayah adalah sosok bayangan, jarang bertemu, sekali bertemu hanya sebentar. Namun baginya sosok ayah tetaplah ayah terbaik di matanya.
Sore itu, di depan teras rumah terlihat ayah sedang bersantai sembari menikmati kopi panasnya. Terlihat Bahagia raut wajahnya.
"AYAH......." Teriak Kinasih yang baru turun dari mobil ibunya. Dia seketika dengan cepat membuka gerbang dan berlari memeluk ayahnya.
"Ayah...Asih...huhuhu...rindu ayah." Air turun dari kedua matanya. Kinasih berakhir menangis di pelukan ayahnya.
"Iya sayang, ayah juga rindu asih, sudah lama ayah tidak mendengar cerita-cerita hebatmu di pentas drama itu." Ucap ayahnya.
"Kinasih, cepat ganti seragammu dulu, biar ayah tidak mencium aroma tidak sedap darimu." ucap ibunya sambil tertawa meledek.
Kinasih mengernyitkan dahi. Menatap ibunya dengan tatapan sinis. "iya, aku memang bau ikan asin."
Kinasih segera bergegas mengganti seragamnya. Dengan tergesa-gesa dia seketika meluncur dan duduk di teras, di samping ayahnya. Disitu Dia mulai menceritakan banyak hal, mulai dari temannya yang nakal, temannya yang baik hati, gurunya yang galak, bahkan kucing liar di sekolahnya pun ia ceritakan.
"Ayah, minggu depan asih ada pementasan drama."
"Sungguh? Ini ayah tidak bermimpi kan?" kedua bola mata ayah berbinar.
"Iya ayah, selama ini asih hanya latihan dan latihan di sekolah saja, ini pertama kalinya asih akan tampil di depan banyak orang, yah" jawab asih dengan senyum merekah. Dibalik senyum itu selalu ada kegelisahan dalam hati Kinasih. Ia takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia takut tiba-tiba arus listrik misterius itu keluar dari bagian tubuhnya.
"Syukurlah kalau begitu, ayah bangga denganmu, nak." Ucap ayah sambil mengusap lembut rambut Kinasih.
..
Hujan mengguyur deras kota malam itu. Dingin menyelimuti hening di dalam kamar berukuran 3x3 meter itu. 2 rak besar terlihat kokoh di dalamnya. Beraneka ragam buku tersusun rapi disana, novel, komik, buku sejarah, dan masih banyak lagi. Namun tanpa asih sadari, di sela-sela buku yang bersusun rapi itu terselip buku catatan tua. Angin berhembus kencang dari balik jendela dan menghempaskan buku catatan tua itu.
BRUKKK...
Kinasih yang sedang asyik belajar terkejut mendengar buku yang jatuh berdebam. Diambilnya buku catatan itu. Buku usang yang dibalut dengan sampul coklat tua bercampur bau yang menguar dari kertas buku yang menguning. Diperhatikannya buku catatan itu, lalu dengan perlahan, dia memberanikan diri untuk membukanya. Di halaman pertama terdapat sebuah kalimat
...ini adalah perjalanan hebatku, semoga dirimu yang menemukan buku ini akan mencariku dan mengembalikan buku ini padaku...
Kinasih mengernyitkan dahi "pasti ini buku catatan seseorang." Gumamnya. Lalu ia membuka halaman selanjutnya. Disana terdapat gambar sebuah lembah yang Digambar oleh penulis buku catatan itu. Dibawahnya terdapat tulisan.
...harapan-harapan manusia akan terwujud di dalam lembah ini, namun bisakah kau selesaikan konflik di dalamnya?...
Dia semakin tak paham. Dia merasa seolah buku catatan tua ini mengajaknya untuk berbicara. "konflik apa sih? Kan ini Cuma gambar lembah biasa." Gumam Kinasih. Kesabarannya semakin menipis, dia balikkan halaman itu dan...
WUSSSHHHHH...
Buku itu mengeluarkan hembusan angin kencang, sayup-sayup terdengar suara seseorang dari balik hembusan angin kencang itu "Asih..kau orang terpilih, mari berpetualang." Asih mencengkeram kencang buku itu, dia berusaha melepaskan namun tetap saja tak bisa, perlahan namun cepat dia ditarik masuk ke dalam buku catatan tua itu, dan seketika
CLINGGG.
Tubuh kecil Kinasih seketika lenyap. Hanya tersisa buku catatan tua yang tertutup rapi di atas meja.
.....Bersambung.....
Langit tiba-tiba menghitam. Gemuruh riuh petir menyambar apapun yang berada di bawahnya. Dalam gelap, perlahan tercipta pusaran angin bak portal yang terbuka di atas langit. Pusaran itu semakin melebar, membuat sebuah lubang di angkasa.
"AAAAAAAA...SIAPAPUN TOLONG AKU!"
Teriak seseorang dari dalam pusaran. Tiba-tiba terlihat seorang anak kecil terlempar keluar dari dalam pusaran itu. Anak itu adalah Kinasih.
Dia terhempas, tubuhnya yang kecil hanya bisa pasrah diterbangkan oleh angin yang kencang. Beberapa saat dia terombang-ambing di langit, lalu tiba-tiba dia mengerang kesakitan.
"ARRRGHHH...SAKIT...IBU...SAKIT."
Kinasih merintih kesakitan. Perlahan tubuh kecil itu sudah diselimuti oleh arus listrik berwarna biru. Kedua bola matanya perlahan memutih. Kesadarannya semakin berkurang.
SZZZT! Tubuh Kinasih terhempas ke kanan.
SZZZT! Lalu terhempas ke atas.
Semakin listrik itu menghempas tubuhnya, semakin besar pula kekuatan arus listrik itu. Membuatnya seakan terlihat bak petir yang menyambar.
BLARR...
Suara ledakan terdengar. Tubuh Kinasih telah terhempas di tanah setelah Beberapa detik terombang-ambing di langit. Dia tak sadarkan diri. Mukanya pucat pasi. Bibirnya memutih. Lalu dia merasakan hawa yang sangat panas merasuk dalam tubuhnya. Dia semakin terkulai lemas dan semakin tak berdaya.
..
30 menit berlalu. Tubuh Kinasih terasa seperti diselimuti oleh salju. Dingin. Dia mulai sadarkan diri lalu beranjak duduk. "dimana aku?" gumamnya. Dia memperbaiki posisi duduknya dan melihat sekelilingnya. dia berada di dalam goa, dengan bebatuan berbagai bentuk menghiasi langit-langitnya. Kinasih mencoba berdiri, namun kedua kakinya masih terasa lemas. Dia urungkan niatnya untuk keluar dari goa tersebut.
"Eh.. si cantik sudah bangun, ya" terdengar suara parau seorang wanita yang sudah berdiri di mulut goa.
"SIAPA KAU?" bentak Kinasih sambil menunjuk Wanita itu.
"Xixixixi... tidak usah takut anak cantik, aku bukan orang jahat."
Ucap Wanita itu sembari membuka jubah hitam yang menutupi wajahnya. Wanita itu perlahan mendekati asih dengan tongkat kayunya. Semakin maju Langkah Wanita itu, semakin mundur pula Kinasih menjauhinya. Wanita itu lalu mengalah dan memilih untuk duduk di hadapannya.
"SIAPA KAU SEBENARNYA?" ucap Kinasih. Tubuhnya masih gemetar.
Wanita itu hanya tersenyum tipis seraya berkata
"Kau tahu apa yang telah terjadi pada dirimu, wahai anak gadis yang cantik?."
Kinasih terdiam cukup lama. Dia bingung harus memberi jawaban seperti apa.
"Kenapa kau hanya diam, nak? Baiklah, akan ku beri tahu" Ucap wanita itu sembari menyalakan sebatang rokok yang diambil dari saku bajunya yang telah usang. Lamat-lamat diamatinya anak gadis di hadapannya.
"Kau adalah orang terpilih, nak"
"Bagaimana kau bisa tahu?." tanya asih dengan nada pelan.
"Iya, aku tahu, semalam mungkin kau masih berpijak pada tanah di duniamu, tapi sekarang kau telah berpijak pada tanah dunia lain." Wanita itu terkekeh.
"APA MAKSUDMU? DASAR WANITA PEMBOHONG!" Bentak Kinasih tanpa ada rasa sopan santun.
"HEI.. APA KATAMU?! PEMBOHONG? ASAL KAU TAHU YA, AKU ADALAH WANITA TERPERCAYA DI DUNIA FANTASI INI." Wanita itu merasa tidak terima. Dia injak rokok yang dihisapnya sampai padam apinya.
"Sudahlah, suka-suka hatimu sajalah. Sekarang cepat jelaskan atau perkenalkan dirimu terlebih dahulu." Asih terlihat memaksa.
"Baiklah, namaku Sartinah, kau bisa panggil diriku, mbah Inah." gerutu wanita itu
"MBAH?? HAHAHA..." Asih tertawa tanpa rasa bersalah mendengar ucapan mbah Inah.
"Mengapa kau tertawa? Apa yang aneh? Usia ku sudah genap 100 tahun, tapi karena ilmu sihirku, aku tidak akan menua, hanya rambutku saja yang memutih."
Sungguh Tidak Nampak keriput pada wajah Wanita itu, kulitnya putih, hidungnya sedikit mancung, rambutnya terurai Panjang penuh uban. Tubuhnya masih tegap meskipun telah termakan usia.
Kinasih terdiam.
"Mbah berbohong kan? Mana ada ilmu sihir di dunia ini?" Kinasih semakin dilanda kebingungan. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Aku bersumpah jika aku tidak akan berbohong pada siapapun wahai gadis kecil, dari awal aku sudah bilang jika dirimu tidak lagi ada di duniamu, kan?." Dengan cepat mbah inah mencengkeram tangan Kinasih lalu menariknya.
Kinasih yang dilanda kebingungan terpaksa membiarkan mbah inah menarik tangannya sambil berlari keluar goa.
..
Sinar matahari yang sangat terik menusuk tajam mata Kinasih. Dia hanya diam membisu menatap apa yang sedang dilihatnya sekarang. Hamparan rumput berwarna hijau menyejukkan mata sepanjang ia memandang. Pegunungan terlihat gagah dibalik gumpalan awan.
"Dunia macam apa ini, mbah? Kemana semua orang pergi?."
"Selamat datang di dunia fantasi, Kinasih." Ucap mbah inah.
"Kenapa mbah tahu namaku? Padahal aku belum memperkenalkan diri."
Mbah inah tersenyum tipis.
"Namamu telah tercatat di masa lalu, nak. Kelak kau akan mengetahuinya. Itulah alasan mengapa kau menjadi orang yang terpilih."
Mbah inah membungkukkan badan di hadapan asih.
"Aku Sartinah, sang penjaga keseimbangan dunia fantasi sekaligus penjaga portal menuju dunia fantasi yang lebih dalam, salam hormat dariku, kinasih." Kedua bola mata mbah inah terlihat berbinar. Seperti melihat orang yang didambakan tiba-tiba hadir di hadapannya.
Kinasih hanya diam, lalu balas mengangguk.
"Salam hormat juga, mbah inah, terima kasih atas bantuanmu. maafkan aku jika aku tidak sopan padamu."
"Sudah sepantasnya aku membantumu, asih. Mari ikut aku ke atas bukit dimana portal itu berada." Ucap mbah inah seraya menggandeng tangan asih.
Kinasih tersenyum tipis dan mengangguk menyetujuinya. Meskipun masih banyak pertanyaan-pertanyaan di kepalanya yang belum terjawab. "tapi sudahlah, aku ikuti dulu perkataan mbah inah, kurasa dia orang yang cukup baik." Ujarnya dalam hati.
.....bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!