NovelToon NovelToon

Dewa Api Surgawi (Upper Realm)

Bab 1: Kedatangan Dewa yang Terjatuh

Angin dingin berembus kencang, membawa serta bau darah dan petir yang menyengat. Guru Agung Yuan berdiri tegak di hadapan enam muridnya yang ketakutan, punggungnya menempel pada dinding batu pegunungan yang curam. Mereka adalah sisa-sisa Sekte Pedang Bulan yang kecil, yang kini terpojok di sebuah lembah terpencil. Di hadapan mereka, puluhan Serigala Ungu Petir menggeram, mata mereka yang kuning menyala dalam kegelapan senja. Bulu mereka memancarkan kilatan-kilatan listrik statis yang menakutkan, menandakan kekuatan mereka yang tidak bisa diremehkan.

"Jangan takut!" seru Yuan, mencoba menyemangati, walau suaranya sendiri bergetar. "Kita akan melawan sampai titik darah penghabisan!"

Di sisinya, enam muridnya tiga laki-laki dan tiga perempuan memegang pedang tumpul mereka dengan erat. Wajah mereka penuh luka dan ketakutan. Murid-murid yang paling senior, Li Wei dan Chen Yue, berusaha menjaga ketenangan, tetapi keringat dingin tetap membasahi dahi mereka. Di antara mereka, dua murid perempuan, Mei Hua dan Xiao Yan, bersembunyi di belakang murid laki-laki, gemetar ketakutan.

Tiba-tiba, auman yang menggelegar memecah keheningan. Raja Serigala Ungu Petir, seekor serigala raksasa dengan bulu yang berkilauan lebih terang dari yang lain, melangkah maju. Aumannya mengirimkan gelombang kejut yang membuat tanah bergetar. Dengan mata yang penuh kebengisan, ia memerintahkan gerombolannya untuk menyerang.

Serigala-serigala itu melompat secara serentak. Puluhan tubuh berbulu ungu dengan kilatan petir melesat ke arah mereka, siap untuk menerkam dan mencabik-cabik. Yuan mengacungkan pedangnya, siap untuk menghadapi kematian yang tak terhindarkan, sementara para muridnya menutup mata, menunggu takdir mereka.

Namun, sebelum serigala-serigala itu sempat mendarat, sebuah hal yang tak terduga terjadi.

DUAAR!

Suara ledakan yang memekakkan telinga datang dari langit. Sesuatu jatuh dengan kecepatan luar biasa, menghantam tanah tepat di depan ketujuh orang itu. Hentakan itu begitu dahsyat, menciptakan kawah selebar tiga meter dan membelah tanah di sekitarnya. Gelombang kejutnya membuat debu dan kerikil bertebaran ke udara, menghempaskan gerombolan Serigala Ungu Petir yang hampir menerkam mundur beberapa langkah. Sebagian dari mereka bahkan terlempar dan menabrak dinding gunung.

Selama beberapa saat, semua tertegun dalam keheningan. Guru Yuan dan murid-muridnya menatap dengan mata terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan. Serigala-serigala itu juga berhenti, merintih pelan, kebingungan.

Debu yang mengepul perlahan-lahan mereda. Sebuah siluet mulai terlihat di tengah kawah yang mengepulkan asap. Ketika debu benar-benar menghilang, semua mata tertuju pada sosok yang tergeletak di sana.

Itu adalah seorang pria muda. Rambutnya panjang, berwarna putih perak seolah ditenun dari cahaya bulan. Sebuah tanda aneh, berbentuk api kecil berwarna kuning keemasan, terukir di dahinya. Yang paling mengejutkan, pria itu tidak mengenakan sehelai pakaian pun, tubuhnya yang sempurna dan terukir itu terlihat tanpa halangan.

Kedua murid perempuan, Mei Hua dan Xiao Yan, yang baru saja membuka mata, terkejut melihat pemandangan itu. Wajah mereka langsung memerah. Mereka menjerit pelan dan segera menutup mata dengan tangan, memalingkan muka karena malu. Li Wei, Chen Yue, dan murid laki-laki lainnya pun menelan ludah, tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Namun, keterkejutan itu tidak berlangsung lama. Raja Serigala Ungu Petir, yang sadar bahwa ada ancaman baru, kembali mengaum dengan marah. Kali ini, aumannya lebih lantang dan penuh amarah. Gerombolan serigala kembali bergerak, melompat serempak ke arah pria muda yang tergeletak di kawah. Mereka melihatnya sebagai mangsa yang mudah.

Pria muda berambut perak itu tidak bergerak. Serigala-serigala itu hampir saja menerkamnya, namun saat cakar mereka hendak mengoyak kulitnya, pria itu mengangkat tangannya. Dengan gerakan yang tak terduga, ia menangkis serigala yang paling depan. Tanpa basa-basi, ia bangkit berdiri, tubuh telanjangnya sama sekali tidak terpengaruh oleh serangan yang bertubi-tubi. Ia seperti patung yang tiba-tiba hidup.

Dengan gerakan yang sangat cepat, ia mulai membalas serangan. Pria muda itu tidak menggunakan teknik bela diri yang rumit, hanya tinju dan tendangan yang sederhana. Namun, setiap pukulan dan tendangan yang ia lepaskan membawa kekuatan yang tak terlukiskan. Satu pukulan dari tinjunya membuat seekor Serigala Ungu Petir terpental jauh, menghantam batu hingga retak. Satu tendangan membuat serigala lain melayang dan jatuh tak berdaya.

Gerombolan serigala yang jumlahnya puluhan itu seolah-olah hanya lalat baginya. Pria itu menari di tengah-tengah mereka, setiap gerakannya adalah pukulan yang mematikan. Ia memukul, menendang, dan membanting Serigala Ungu Petir itu satu per satu, hanya dengan tubuh fisiknya yang tanpa senjata. Tidak ada energi kultivasi yang terlihat, tidak ada cahaya spiritual yang terpancar. Hanya kekuatan fisik murni yang menghancurkan.

Guru Yuan dan enam muridnya menyaksikan pemandangan itu dengan mulut ternganga. Mereka adalah para kultivator, mereka tahu betapa kuatnya Serigala Ungu Petir, bahkan satu ekor saja sudah cukup merepotkan. Namun, pria muda di depan mereka ini tanpa pakaian, tanpa senjata, tanpa energi mengalahkan puluhan dari mereka dengan begitu mudah. Seolah-olah pria itu adalah sebuah entitas yang berada di level yang sama sekali berbeda.

Di tengah-tengah kekacauan, Raja Serigala Ungu Petir tidak tinggal diam. Dengan kekuatan petir yang lebih besar, ia melompat, bersiap untuk menerkam pria itu. Namun, sebelum ia sempat melakukan apapun, pria muda itu berbalik, menatapnya dengan pandangan yang kosong. Dengan gerakan yang sangat cepat, ia mengayunkan tangannya dan memukul wajah sang Raja Serigala.

BRAAK!

Suara tulang yang patah terdengar nyaring. Raja Serigala Ungu Petir yang perkasa itu terpental jauh, menghantam dinding gunung dengan keras. Tubuhnya tergeletak lemas, dengan darah mengalir dari hidung dan mulutnya. Gerombolan serigala yang lain yang masih hidup, melihat pemimpin mereka dikalahkan dalam satu pukulan, segera merintih ketakutan dan melarikan diri, menghilang ke dalam kegelapan.

Keheningan kembali menyelimuti lembah. Hanya ada suara napas berat dari ketujuh anggota sekte yang kelelahan dan terkejut. Mereka menatap pria muda berambut perak itu yang kini berdiri tegak di tengah kawah, tubuhnya dipenuhi goresan dan memar, tetapi tidak ada satupun yang fatal. Pria itu terlihat bingung, menoleh ke sekeliling seolah tidak mengenali tempat itu.

Li Wei, yang paling senior di antara murid-muridnya, adalah yang pertama kali memecah keheningan. "Siapa... siapa dia?" bisiknya, suaranya dipenuhi rasa takjub dan ketakutan.

Guru Yuan menggelengkan kepala. "Aku... aku tidak tahu. Tapi, kekuatannya... itu bukan kekuatan manusia biasa. Lihatlah tanda api di dahinya..."

Pria muda itu akhirnya menoleh ke arah mereka. Mata emasnya memancarkan cahaya yang aneh, seolah-olah ia melihat sesuatu yang tak terlihat. Wajahnya yang tampan, dengan kulit yang putih bersih, dipenuhi ekspresi kebingungan yang mendalam. Ia berjalan perlahan ke arah mereka, tubuhnya yang telanjang membuat Mei Hua dan Xiao Yan kembali menjerit kecil dan bersembunyi di belakang.

"Di mana... ini?" suara pria itu terdengar, parau namun penuh otoritas yang aneh. "Di mana aku?"

Guru Yuan, meski ketakutan, memberanikan diri untuk menjawab. "Ini adalah Pegunungan Hutan Jauh. Tuan muda, siapa Anda? Dan mengapa Anda jatuh dari langit?"

Pria muda itu menggelengkan kepalanya. Wajahnya menunjukkan perjuangan yang berat, seolah-olah ia sedang mencoba mengingat sesuatu yang sangat penting. "Langit..." gumamnya. "Aku... aku adalah Zhong Li. Aku... Dewa Api Surgawi. Tapi... mengapa aku di sini? Mengapa... aku tidak ingat apa-apa?"

Kata-katanya membuat ketujuh orang itu terdiam membeku. Seorang Dewa? Terjatuh dari langit? Semua yang mereka saksikan kekuatan fisik yang luar biasa, tanda api di dahinya tiba-tiba menjadi masuk akal. Mereka berhadapan dengan sebuah entitas yang berasal dari alam yang lebih tinggi, yang kini entah bagaimana terjebak di dunia mereka.

Mei Hua yang bersembunyi kini mengintip. Ia melihat Zhong Li yang kebingungan, dan entah mengapa rasa takutnya perlahan digantikan oleh rasa kasihan. Ia perlahan maju, melepaskan jubah luar yang ia kenakan.

"Tuan Zhong Li..." kata Mei Hua dengan suara lembut, "Ambillah ini. Anda... Anda butuh pakaian."

Zhong Li menoleh ke arahnya, matanya memancarkan sedikit kehangatan saat melihat gadis itu. Ia menerima jubah itu, mengamati dengan kebingungan. Dengan canggung, ia mengenakannya, meskipun terlihat jelas ia tidak terbiasa.

Malam itu, di dalam sebuah gua kecil yang mereka temukan, tujuh orang dari Sekte Pedang Bulan dan seorang dewa yang terjatuh duduk mengelilingi api unggun. Rasa takut dan kebingungan masih menyelimuti mereka, namun rasa penasaran juga mulai tumbuh. Mereka tahu, kedatangan Zhong Li ke dunia mereka bukanlah sebuah kebetulan. Ini adalah awal dari sesuatu yang besar, sesuatu yang akan mengubah hidup mereka, dan mungkin juga nasib dari seluruh alam Immortal.

Bab 2: Dunia Immortal dan Sekte Pedang Bulan

Malam merangkak naik, dan keheningan di dalam gua kecil itu hanya dipecah oleh gemeretak kayu bakar. Di depan api unggun yang hangat, Zhong Li duduk dengan tatapan kosong, mencoba mencerna segala informasi yang baru saja ia dengar. Di hadapannya, Guru Yuan dengan sabar menjelaskan tentang dunia tempat mereka berada.

"Ini adalah Alam Immortal, Tuan Zhong Li," kata Yuan, suaranya tenang. "Alam yang berada di atas Alam Manusia, tempat para kultivator mencapai keabadian. Banyak dunia dan sekte yang ada di sini, semuanya berlomba untuk mencapai puncak kultivasi."

Zhong Li mendengarkan dengan saksama. "Immortal... kultivator..." gumamnya. Sebagian ingatannya seakan kembali, samar-samar seperti mimpi. "Di alamku, kami menyebut kultivasi sebagai pencarian Jalan Besar, Jalan Dao."

"Benar sekali," sambung Yuan. "Di dunia ini, Jalan Dao itu dibagi menjadi beberapa tingkatan. Dimulai dari yang paling rendah: Tahap Dasar Qi, di mana seorang kultivator mengumpulkan energi spiritual langit dan bumi. Lalu ada Tahap Pembentukan Pondasi, di mana energi itu mengeras menjadi inti spiritual. Setelah itu, ada Tahap Inti Emas, Tahap Jiwa Baru Lahir, Tahap Transformasi Jiwa, dan seterusnya."

Li Wei, murid tertua, ikut menambahkan dengan bangga. "Tingkatan yang lebih tinggi seperti Tahap Mahadewa atau Tahap Leluhur Agung memiliki kekuatan yang luar biasa. Konon, dengan satu pukulan saja, mereka bisa menghancurkan gunung menjadi debu, mengeringkan samudra, dan bahkan membelah langit!"

Mendengar itu, Zhong Li hanya mengangguk pelan. Semua tingkatan yang disebutkan terdengar seperti tahap kultivasi awal di Alam Celestial tempat asalnya. Ia, sebagai Dewa Api Surgawi, berada di puncak piramida yang bahkan jauh di atas tingkatan Mahadewa. Namun, mengapa ia sekarang terperangkap di sini, tanpa kekuatan sedikit pun? Sebuah lubang hitam di ingatannya mengganggu pikirannya, membuatnya merasa frustrasi.

°°°

Pagi tiba, membawa cahaya mentari yang hangat. Guru Yuan dan murid-muridnya sudah bersiap untuk kembali ke sekte mereka. Luka-luka mereka telah dibalut dan energi spiritual mereka sedikit pulih.

"Tuan Zhong Li," ujar Yuan, mendekat dengan hormat. "Kami sangat berterima kasih atas pertolongan Anda. Tanpa Anda, kami semua pasti sudah tewas. Sebagai tanda terima kasih, kami mengundang Anda untuk ikut ke Sekte Pedang Bulan. Kami akan menjamu Anda dengan layak dan memberikan Anda pakaian yang pantas."

Zhong Li, yang masih bingung dengan keadaan dirinya, mengangguk setuju. Ia menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan untuk mengembalikan ingatannya dan mencari tahu apa yang terjadi padanya. Mengikuti mereka adalah pilihan terbaik untuk saat ini.

Guru Yuan mengeluarkan pedang terbangnya, yang memancarkan aura spiritual lembut. "Karena kekuatan Anda belum pulih, mari kita tumpangi pedang saya," katanya sambil mempersilakan.

Zhong Li mengangguk, lalu naik ke pedang terbang. Di sampingnya, murid-murid lain juga menaiki pedang mereka masing-masing. Dengan anggun, mereka melesat ke udara, meninggalkan lembah yang penuh kenangan buruk itu. Selama perjalanan, Zhong Li hanya bisa mengamati pemandangan di bawahnya dengan tatapan kosong. Ia pernah melintasi galaksi dan melompati bintang, namun kini ia harus menumpang pedang terbang kecil milik kultivator tingkat rendah. Ironi ini membuatnya merasa seperti ia telah jatuh ke jurang paling dalam.

°°°

Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di Sekte Pedang Bulan. Sekte itu terletak di atas sebuah gunung yang puncaknya diselimuti kabut, dengan bangunan-bangunan kayu tradisional yang tertata rapi. Para murid dan guru yang lain menyambut kedatangan mereka dengan lega dan gembira. Namun, ekspresi mereka berubah menjadi keheranan saat melihat Zhong Li, pria asing berambut perak dengan tanda api di dahinya.

Guru Yuan segera mengumpulkan murid-muridnya dan berbisik, "Kita tidak boleh mengungkapkan identitas Tuan Zhong Li sebagai dewa. Kehadirannya bisa membawa bahaya yang tak terduga. Kita akan memperkenalkan dia sebagai kultivator pengembara yang menyelamatkan kita."

Li Wei dan yang lain mengangguk mengerti. Mereka tahu, dunia kultivasi penuh dengan keserakahan. Jika ada yang tahu ada dewa yang terjatuh tanpa kekuatan, banyak yang akan mencoba memanfaatkannya.

Guru Yuan kemudian membawa Zhong Li ke hadapan Ketua Sekte, seorang pria tua bijaksana bernama Shao Feng. "Ketua, izinkan saya memperkenalkan Tuan Zhong Li. Beliau adalah seorang kultivator pengembara yang kebetulan lewat dan menyelamatkan kami dari serangan Raja Serigala Ungu Petir."

Ketua Shao Feng, dengan matanya yang tajam, mengamati Zhong Li. Ia bisa merasakan aura luar biasa yang tersembunyi di dalam tubuh pria muda itu, aura yang begitu kuat hingga tak terlihat. Ia tersenyum tipis. "Selamat datang di Sekte Pedang Bulan, Tuan Zhong Li. Kami berhutang nyawa padamu. Silakan, masuklah dan beristirahat. Perjamuan akan segera dimulai."

Zhong Li hanya mengangguk sebagai balasan. Setelah itu, ia diantar oleh seorang pelayan ke sebuah kamar untuk berganti pakaian.

°°°

Di dalam kamarnya, Zhong Li menemukan satu set pakaian Hanfu yang sudah disiapkan. Ia mengambil Hanfu itu, memandanginya dengan pandangan yang aneh. Pakaian itu berwarna putih bersih dengan corak garis biru gelap di bawahnya, terbuat dari sutra berkualitas tinggi. Ia dengan canggung mengenakannya, merasakan kain lembut itu di kulitnya. Tanpa sengaja, ia lupa mengenakan dalaman, membuat lekukan otot di dada dan perutnya sedikit terlihat dari balik pakaian putih tipisnya.

Setelah selesai, ia keluar dari kamar dan berjalan menuju aula perjamuan yang sudah ramai. Sepanjang perjalanan, banyak murid sekte yang melihatnya terpaku. Mereka melihat keagungan yang memancar dari dirinya, meskipun ia hanya seorang kultivator biasa. Dengan rambut perak yang terurai, tanda api di dahinya, dan postur tubuhnya yang sempurna, ia tampak seperti makhluk surgawi yang turun ke dunia fana. Para murid perempuan terutama, banyak yang merona dan berbisik kagum.

Sesampainya di aula, Guru Yuan menyambutnya dengan senyum lebar. "Mari, Tuan Zhong Li, duduklah di sini!"

Perjamuan dimulai dengan makanan lezat yang memenuhi meja. Zhong Li duduk dengan anggun, cara makannya berbeda dari yang lain. Ia makan dengan tenang dan perlahan, seolah ia sedang menghadiri jamuan di istana surgawi. Ia tidak banyak berbicara, hanya sesekali menjawab pertanyaan dengan singkat.

Setelah beberapa saat, ia merasa cukup. Perjamuan itu, meskipun lezat, tidak bisa mengisi kekosongan yang ia rasakan. Ingatannya yang hilang terus menghantuinya. Ia berdiri, membungkuk sedikit kepada Guru Yuan dan Ketua Shao Feng.

"Terima kasih atas jamuannya," ucapnya dengan suara tenang. "Saya kembali ke kamar untuk beristirahat."

Tanpa menunggu balasan, ia berbalik dan berjalan keluar dari aula, meninggalkan semua orang yang terdiam dalam kebingungan. Kepergiannya yang tiba-tiba membuat perjamuan yang meriah itu seolah kehilangan sebagian cahayanya. Di balik pintu yang tertutup, Zhong Li berjalan kembali ke kamarnya, matanya masih memancarkan kebingungan yang mendalam. Jauh di dalam dirinya, ia merasa ada sebuah kekuatan yang menunggu untuk bangkit. Ia hanya perlu mengingat... siapa dirinya yang sebenarnya.

Bab 3: Jejak Informasi dan Batu Langit

Malam telah larut, dan bulan sabit menggantung tinggi di langit, menerangi Sekte Pedang Bulan dengan cahaya perak. Di atas sebuah batu kotak yang menghadap ke lembah, duduklah Zhong Li. Rambut peraknya yang panjang tergerai ditiup angin malam, dan matanya yang keemasan menatap hamparan bintang yang familiar namun asing. Keheningan dan luasnya langit memicu ingatan-ingatan yang samar, seolah ia pernah berada di sana, jauh lebih tinggi dari bintang-bintang yang ia lihat sekarang.

Di belakangnya, Guru Yuan, yang tak bisa tidur, melihat sosok Zhong Li yang sedang merenung. Ia berjalan pelan, berniat untuk menemani pria misterius itu. Namun, bahkan sebelum ia sempat mendekat, suara Zhong Li memecah kesunyian.

"Di mana aku bisa menemukan seseorang yang bisa memberikan segala informasi tentang dunia ini?"

Yuan terkejut. Ia sama sekali tidak mendengar langkah kaki Zhong Li, namun pria itu sudah tahu ia datang. Hal ini menguatkan keyakinannya bahwa Zhong Li bukanlah manusia biasa. Ia menghela napas, menepis rasa takutnya, dan menjawab.

"Tuan Zhong Li, jika Anda mencari informasi, Anda harus pergi ke Sekte Pengumpul Awan," jawab Yuan. Ia melanjutkan penjelasannya. "Sekte itu mengumpulkan semua informasi dan pengetahuan di seluruh Alam Immortal. Mereka bisa menemukan apa pun yang Anda cari, asalkan Anda punya harga yang pantas untuk dibayar."

"Di mana aku bisa menemukan sekte itu?" tanya Zhong Li, tanpa menoleh.

"Sekte Pengumpul Awan adalah sekte yang misterius, cabangnya tersebar dan tersembunyi di seluruh Alam Immortal," jelas Yuan. "Tapi ada sebuah cabang yang terkenal di Kota Naga Langit. Kota itu tidak terlalu jauh dari sini. Anda bisa menemukannya di sana."

Zhong Li hanya mengangguk pelan. Ia berdiri, kembali menghadap ke Yuan, matanya yang keemasan kini terlihat lebih jelas di bawah sinar rembulan.

"Terima kasih," ucapnya singkat. Tanpa basa-basi lebih lanjut, Zhong Li berbalik dan berjalan kembali ke kamarnya, meninggalkan Yuan sendirian dalam keheningan malam. Yuan hanya bisa menggelengkan kepala, menyadari betapa jauh perbedaan antara dirinya dan pria yang ia selamatkan, bahkan dalam hal perilaku.

°°°

Pagi hari telah tiba, dan mentari mulai menyinari Sekte Pedang Bulan. Sesuai janjinya, Guru Yuan bersama dua muridnya, Li Wei dan Mei Hua, datang ke kamar Zhong Li untuk mengantarkan sarapan. Yuan mengetuk pintu.

"Tuan Zhong Li? Kami membawakan sarapan untuk Anda," panggilnya.

Tidak ada jawaban. Yuan mencoba mengetuk lagi, tapi tetap tidak ada respons. Khawatir terjadi sesuatu, ia mengisyaratkan Li Wei untuk membuka pintu perlahan.

Kamar itu kosong.

Sarapan dan buah-buahan yang mereka bawa pun jatuh. Kamar itu rapi, seolah tidak pernah dihuni. Namun, di atas meja kecil di samping tempat tidur, tergeletak sebuah benda aneh.

"Apa itu?" tanya Mei Hua.

Li Wei mendekat dengan hati-hati. Benda itu adalah sebuah batu berwarna hitam pekat, namun di dalamnya terdapat kilatan-kilatan cahaya ungu yang berkedip. Batu itu memancarkan aura dingin dan berat. Li Wei mengambilnya, dan rasanya seperti memegang ribuan kilogram baja.

"Ini..." bisik Li Wei, matanya terbelalak. "Ini adalah Batu Langit Ungu!"

Guru Yuan, yang terkejut, segera mengambil batu itu dari tangan Li Wei. Seketika, ekspresinya berubah menjadi keterkejutan yang luar biasa. "Batu Langit Ungu? Ini... ini adalah bahan yang sangat langka dan berharga, Tuan Zhong Li meninggalkan ini?"

Ia melanjutkan dengan suara bergetar. "Batu ini adalah bahan dasar untuk membuat senjata tingkat tertinggi. Di seluruh Alam Immortal ini, hanya ada beberapa lusin senjata tingkat langit yang dibuat dari bahan serupa. Dengan batu sebesar ini, kita bisa membuat setidaknya tiga pedang tingkat langit!"

Mei Hua dan Li Wei terperangah. Mereka tidak menyangka bahwa pria yang mereka tolong, yang terlihat tanpa kekuatan, bisa meninggalkan hadiah yang begitu berharga. Mereka menyadari, Zhong Li bukanlah sekadar kultivator biasa, melainkan sosok yang berasal dari tempat yang jauh lebih tinggi.

°°°

Jauh dari Sekte Pedang Bulan, Zhong Li sudah memulai perjalanannya menuju Kota Naga Langit. Ia berjalan tanpa lelah, melewati hutan-hutan yang rimbun, melintasi sungai-sungai yang jernih, dan mendaki gunung-gunung yang menjulang. Ia mengamati keindahan dunia yang asing ini, namun ia tidak merasakan emosi apapun. Ia hanya fokus pada tujuannya: mendapatkan informasi.

Setelah beberapa hari perjalanan, Zhong Li akhirnya melihat sebuah pemandangan yang mengesankan. Di hadapannya terbentang sebuah kota yang begitu besar, yang diselimuti kabut dan dikelilingi oleh tembok raksasa. Bangunan-bangunannya megah, beberapa bahkan seolah-olah menyentuh langit. Gerbang kota yang terbuat dari batu giok yang kokoh terlihat ramai, dipenuhi oleh para kultivator dari berbagai sekte dan tingkatan yang berlalu lalang.

Ini adalah Kota Naga Langit, sebuah kota yang menjadi pusat perdagangan dan informasi di bagian selatan Alam Immortal. Zhong Li melangkahkan kakinya masuk ke dalam kota, merasakan keramaian yang belum pernah ia rasakan sejak ia terjatuh. Namun, di dalam hati kecilnya, ia tahu, perjalanannya baru saja dimulai. Ia harus menemukan Sekte Pengumpul Awan, mendapatkan informasi yang ia butuhkan, dan mengembalikan semua yang telah hilang darinya.

Zhong Li berjalan perlahan menyusuri jalanan Kota Naga Langit yang ramai. Bangunan-bangunan megah menjulang tinggi, menaungi para kultivator dan pedagang yang berlalu-lalang. Udara dipenuhi dengan campuran aroma rempah, ramuan, dan energi spiritual yang berlimpah. Meski keramaian ini sangat berbeda dengan keheningan di Alam Celestial, Zhong Li tidak terganggu. Fokusnya hanya satu: menemukan Sekte Pengumpul Awan.

Ia mendekati seorang pedagang tua yang sedang menjajakan buah-buahan spiritual di pinggir jalan.

"Tuan," sapa Zhong Li dengan nada datar. "Apakah Anda tahu di mana letak Sekte Pengumpul Awan?"

Pedagang itu menatap Zhong Li dari ujung kepala hingga kaki, matanya menyipit melihat pakaian Hanfu putihnya yang sederhana namun berkelas. "Sekte Pengumpul Awan?" ulang si pedagang, lalu menggelengkan kepala. "Aku belum pernah dengar nama itu, Tuan. Mungkin kau salah nama."

Zhong Li mengangguk pelan, lalu melanjutkan langkahnya. Ia mencoba bertanya kepada beberapa pedagang lain, seorang penjual senjata, seorang peramu obat, hingga seorang penjaga gerbang kota. Namun, jawaban yang ia terima selalu sama: tidak ada yang tahu. Seolah-olah sekte itu hanyalah sebuah mitos.

"Mungkin benar yang dikatakan Guru Yuan, sekte itu memang tersembunyi," gumam Zhong Li pada dirinya sendiri.

Tidak menyerah, ia mengubah sasarannya. Ia mulai bertanya kepada para kultivator yang terlihat lebih berpengetahuan. Ia menghampiri sekelompok kultivator muda yang sedang bercengkrama di sebuah kedai teh. Namun, mereka hanya menatapnya aneh dan mengatakan bahwa ia mungkin sedang berkhayal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!