Lulu menghela napas panjang, matanya tidak lepas dari layar TV. "Ck, karakter utama wanitanya terlalu lemah!" keluhnya sambil mencubit keripik dari kemasan, suara renyah keripik seakan menemani segala keluh kesah yang mengemuka.
Dia merasa terjebak dalam emosi yang bergejolak, seolah hidupnya sendiri tercermin dalam drama yang dia tonton.
Di dalam imajinasinya, Lulu berharap bisa berbicara langsung dengan Song Zhiwan—karakter yang sedang mengalami penderitaan mendalam—memberinya nasihat bijak tentang cinta dan keputusan. “Makanya, cinta itu pakai otak, jangan hanya melibatkan perasaan," dia melanjutkan dengan nada menggerutu. "Lihatlah, otak cintamu menghancurkanmu dan seluruh keluargamu.”
Meskipun suasana di sekelilingnya santai dengan buah-buahan segar yang memancarkan warna-warni cerah dan cokelat menggoda di atas meja, hati Lulu tidak dapat tenang.
Dia terperangkap dalam cerita yang membangkitkan emosi, antara kebencian dan simpatik kepada Song Zhiwan yang terbaring lesu di salju, berlumuran darah.
Napas Song Zhiwan tersengal, dadanya turun naik tak beraturan. Matanya memancarkan keteguhan sekaligus keputusasaan, menatap tajam ke arah Guan Shiqing yang berdiri angkuh layaknya ratu di atas singgasana.
Guan Shiqing mengenakan hanfu mewah yang berkilau, menampilkan sosok megah penuh kebencian. "Song Zhiwan, beraninya kau diam-diam menemui Xie Zhan!" Suara Guan Shiqing menggema, menambah ketegangan yang melingkupi adegan tersebut.
"Aku ... aku tidak melakukan itu." Suara Song Zhiwan bergetar, penuh rasa takut. Air mata tak tertahan mengalir di pipinya, membasahi kulit yang mulai memerah karena kedinginan dan siksaan. Jelas terlihat bagaimana rasa sakit dan ketidakberdayaan menjalari wajahnya.
Ketegangan di layar seolah menembus batas realitas, menginginkan sepenuhnya perhatian Lulu. Meski tahu semua hanyalah sandiwara, hatinya terguncang oleh ketidakadilan yang terhampar.
Drama berlanjut, tetapi Lulu merasa lebih dari hanya seorang penonton. Dia bisa merasakan denyut cerita itu, merasakan setiap detak jantung yang dipertaruhkan dalam ketegangan.
Dia membayangkan diri menjadi sahabat sejati bagi Song Zhiwan, menyemangatinya untuk mengambil keputusan yang bijak.
"Penjaga, datang dan bakar wajah wanita ini agar dia tidak berani menemui suamiku lagi!" teriak Guan Shiqing, suaranya penuh kebencian seolah-olah ada api yang menyala di balik kata-katanya.
Dua pelayan yang berdiri di sampingnya segera maju, menegang langkah mereka seperti predator dalam kegelapan, siap melaksanakan perintah yang penuh kebencian.
Dengan cepat, mereka memegang tangan Song Zhiwan dan menarik rambutnya, membuat kepalanya mendongak. Jantung Song Zhiwan berdegup sangat cepat, rasa sakit dan ketakutan menyelubungi dirinya. "Ampuni aku, Nyonya," katanya dengan lara, mengurai air mata yang mengalir tak henti. Dia merasa terperangkap dalam siklus kebencian yang tak kunjung usai.
Satu dari pelayan mengangkat sepotong besi panas yang dipenuhi ukiran kata "pelayan".
Dalam sekejap, bayangan menakutkan terlukis di wajah Song Zhiwan, air mata dan darah bercampur menciptakan visual yang mencekam di atas salju putih.
Rasa sakit yang mendalam mengepung Song Zhiwan, mendekatkannya ke ambang kesadaran. Jeritan penuh kesakitan keluar dari tenggorokannya, seolah semua beban dunia menimpanya.
Dalam momen mengerikan itu, Song Zhiwan pingsan karena tak mampu menahan penderitaan yang menyengat, terbenam dalam kebanggaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh Guan Shiqing.
“Shiqing, di hatiku cuma ada kamu. Kenapa harus marah pada wanita ini?” Suara Xie Zhan memecah keheningan, dia melangkah masuk dengan setelan pejabatnya yang rapi.
Xie Zhan mengerutkan kening, berusaha menenangkan amarah yang membara di mata Guan Shiqing.
Dengan nada tegas yang berwibawa, dia memerintahkan, “Penjaga, seret wanita ini ke gerbang kota dan telanjangi dia agar tidak membuat istriku marah setiap harinya.”
“Jangan, Suamiku!” Guan Shiqing menggeleng dan memeluk Xie Zhan. Sorot matanya berbinar, tetapi menyimpan seberkas kebencian. “Dia sudah membuat kita terlambat bersama lebih dari sepuluh tahun. Aku tidak mau melepaskannya dengan mudah.”
Lulu menatap layar dengan mata membara, napasnya memburu seperti siap meledak. “Konyol sekali!” suaranya pecah dan bergetar penuh amarah, jemarinya menukik ke arah layar seakan ingin mencakar ketidakadilan yang terpampang jelas.
“Bagaimana mungkin seorang pelayan bisa jadi istri Xie Zhan? Sedangkan Song Zhiwan, putri bangsawan, malah harus berlutut dan memanggil mereka Tuan? Hah! Tidak masuk akal!” Tangan Lulu gemetar hebat, tanpa sadar kaleng minuman di mejanya terjatuh. Cairan dingin menggenang dan mulai merembes masuk ke sela kabel yang berantakan di lantai.
“Arghhh!!!” jeritnya pecah saat tangannya tak sengaja menyentuh kabel basah itu. Aliran listrik menjalar cepat, tubuhnya bergetar hebat sebelum dia terjatuh ke lantai dingin.
Matanya terbuka lebar, penuh ketakutan dan keterkejutan seperti terperangkap di mimpi buruk yang tak bisa dia lawan.
"Apa itu?" gumamnya ketika melihat layar televisi di depannya tiba-tiba menyala menyilaukan.
Seketika tubuh Lulu tersedot, terjerembap ke dalam cahaya yang menusuk mata.
Gelap menyelimuti sekejap, dan ketika cahaya kembali muncul, Lulu mendapati dirinya terjebak di sebuah ruangan asing ....
Ketika Lulu membuka matanya, semuanya tampak berbeda. Ruangan megah dengan dinding kayu yang dilapisi kertas minyak berkilau dan dihiasi ukiran-ukiran rumit, menyambutnya.
Bau harum dupa mengisi udara, menciptakan suasana yang membawa ke zaman lain. "Di mana aku?" pikirnya dengan rasa bingung dan tak percaya, matanya bergerak liar mengamati sekeliling.
Menangkap keberadaan cermin perunggu di sudut ruangan, Lulu segera mendekat.
Cermin perunggu itu memantulkan sosok yang tak biasa, sosok anggun berpakaian hanfu merah yang seolah melangkah dari masa lalu.
Dia terpesona oleh kecantikan yang terpancar dari gambar dirinya di dalam cermin, tetapi keindahan itu disertai dengan kesedihan yang mendalam, terkurung dalam batasan-batasan zaman yang tidak lagi dia kenali.
Saat menatap wajahnya yang dirias indah, rambut hitam berkilau dengan perhiasan bercahaya menghiasi, sebuah rasa sakit mendalam tiba-tiba menjalar di kepala Lulu.
Dalam sekejap, ingatan yang bukan miliknya menyerbu pikirannya.
Ingatan itu milik Song Zhiwan—seorang wanita bangsawan yang terjebak dalam labirin kemewahan dan tekanan peraturan yang kaku.
"Tuan Muda Xie baru saja lulus ujian dengan nilai tertinggi, dia pasti akan segera melamar Anda." Pelayan di belakang tubuh Song Zhiwan memuji sambil menyisir rambutnya. "Hubungan kalian benar-benar membuat iri."
Song Zhiwan tersenyum lembut dan berkata dengan tulus. "Setelah aku dan Xie Zhan menikah, aku juga akan mencarikanmu keluarga yang baik dan membebaskanmu."
Guan Shiqing tertegun sejenak, lalu tanpa sengaja menusukkan jepit rambut ke kulit kepala Song Zhiwan.
“Augh …,” keluh Song Zhiwan sambil menyentuh kepalanya yang tertusuk.
Guan Shiqing segera berlutut dan dengan panik berkata, "Putri, pelayan ini tidak sengaja menyakiti Anda. Mohon hukum saya."
Song Zhiwan tidak marah, dia justru tersenyum memaklumi. "Tidak masalah, mungkin jepit rambut ini tidak cocok untukku. Pergi dan ganti dengan yang lain saja."
Guan Shiqing mengangguk patuh dan segera berdiri, lalu berbalik.
Setelah ingatan itu berakhir, Lulu merasakan ketidakpastian menyelimutinya. "Aku memasuki tubuh Song Zhiwan?!" tanya Lulu dengan nada terkejut dan penuh ketidakpercayaan.
Jalan pikirannya buntu.
Bagaimana hal mustahil seperti ini bisa terjadi?
Ini mimpi atau bukan?
Dalam kebingungan, Lulu mencubit wajahnya sendiri, merasakan sakit yang tajam menjalar.
"Ini nyata, bukan mimpi!"
Tiba-tiba, kesunyian di sekeliling Lulu terusik oleh sebuah suara yang seakan menjawab pertanyaannya.
Namun, tak ada sosok yang terlihat di dekat Lulu. “Siapa kamu?” tanyanya, matanya menyisir sekeliling dengan waspada, sementara perasaan takut mulai menggerogoti ketenangannya.
"Akulah Song Zhiwan, kamu bisa memanggilku Momo dan aku yang membawamu ke sini," jawab suara itu dengan tenang.
Dia semakin terkejut, bahkan sulit baginya untuk mempercayai apa yang terjadi saat ini.
Tubuhnya kini terasa asing, dan pikirannya yang berputar-putar memandangi dunia baru dengan linglung.
"Kenapa kamu membawaku ke sini?" tanya Lulu bingung, berusaha menelaah situasi yang tidak masuk akal ini.
Berdasarkan kenangan terakhirnya, Lulu ingat dirinya sedang menonton TV dan terhanyut dalam drama yang diperankan oleh Song Zhiwan. Tanpa diduga, dia malah terhisap ke dalam dunia asing ini begitu tersengat listrik dan menjadi Song Zhiwan.
"Karena kita terhubung," jawab Momo dengan suara lembut, tetapi penuh makna.
"Konyol!" seru Lulu, suaranya mencerminkan kepanikan di dalam hatinya. "Kalau aku masuk ke tubuhmu, di mana kamu? Bagaimana caranya agar aku bisa keluar dan kembali ke duniaku?" Rasa frustasi pun mengalir deras, membuatnya merasa seperti terjebak dalam labirin yang tidak berujung.
“Aku senantiasa berada di sisimu, kamu bisa memanggilku jika membutuhkanku,” suara Momo kembali bergema. “Untuk bisa keluar, kamu harus merubah nasibku dan akhir dari kehancuran Kediaman Pangeran Qin. Dan jika ingin tetap bertahan di dunia ini, kamu harus mengumpulkan poin.”
"Poin? Apa maksudnya dan bagaimana cara mendapatkannya?" tanya Lulu lagi, merasa segalanya semakin tidak masuk akal.
Tiba-tiba, sebuah layar hologram muncul di hadapan Lulu bersamaan dengan suara Momo yang memberikan penjelasan. "Poin dikumpulkan untuk menaikkan level sistem agar Ruang Ajaib terbuka, kamu juga bisa menukar poin dengan item atau peningkatan keahlian yang ada di dalam sistem. Untuk mendapatkannya, kamu harus membalaskan dendamku."
Mata Lulu berbinar-binar melihat layar hologram dan mendengar penjelasan Momo mengenai poin, Ruang Ajaib, item dan peningkatan keahlian.
Itu semua membuatnya merasa seperti menemukan harta karun yang tersembunyi di dalam kisah berlumuran rahasia, konsep mengumpulkan poin untuk mendapatkan berbagai keuntungan juga terdengar sangat menjanjikan.
“Bagaimana kamu ingin aku balas dendam? Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi di sini!” tanya Lulu, tetapi tidak ada tanggapan dari suara itu, bahkan layar hologram di depannya sudah sirna, menandakan Momo telah pergi dan menyisakan rasa jengkel dalam dirinya.
“Huh, tidak mampu mengatasi orang-orang jahat itu, kamu malah menyeretku ke sini,” keluh Lulu sambil memutar bola matanya dengan kesal.
Mengingat betapa murah hatinya pemilik tubuh asli pada Guan Shiqing yang menusuknya dengan jepit rambut barusan, Lulu mengeluh pada sosoknya yang ada di cermin seolah sedang berbicara langsung dengan Song Zhiwan. "Pantas saja kamu mudah ditindas, kamu terlalu baik hati."
Demi bisa beraksi melawan para penjahat yang mencelakai Song Zhiwan, Lulu mencoba mengingat dan mengumpulkan informasi tentang drama yang telah ditontonnya.
Suasana di luar hening, tetapi di dalam hati Lulu badai kemarahan mulai bergelora, mengguncang setiap serat jiwanya. "Xie Zhan ... Guan Shiqing, si berengsek dan jalang itu!"
Xie Zhan adalah teman masa kecil Song Zhiwan dan bersumpah hanya mencintainya seorang, sedangkan Guan Shiqing merupakan pelayannya sejak kecil, hubungan mereka seperti saudara.
Namun, Xie Zhan dan Guan Shiqing malah punya hubungan di belakang Song Zhiwan dan membunuhnya dengan kejam.
Lulu mengepalkan kedua tangannya, rasa sakit dan kemarahan membakar dadanya. Sorot matanya tajam berkilau di antara kegelapan, mencerminkan kegelisahan batinnya. "Tidak tahu diri!" pekiknya memecah keheningan.
Rasa sedih menyelimutinya saat memikirkan apa yang telah terjadi pada Song Zhiwan.
Xie Zhan dengan ambisi yang menggebu, telah menggunakan Kediaman Pangeran Qin sebagai pijakan untuk meraih kekuasaan. Dalam waktu tujuh tahun, dia menjelma menjadi Perdana Menteri, mengenyampingkan semua rasa persahabatan dan cinta yang pernah ada.
Namun, pengkhianatan tak berhenti di situ. Dalam upayanya untuk mengendalikan kekuasaan, dia menuduh Pangeran Qin memberontak, memicu peristiwa berdarah yang mencabut kehidupan banyak orang, termasuk keluarga sang pangeran.
"Hati Kaisar sulit ditebak," Lulu menghela napas kasar sambil menggelengkan kepalanya, suaranya bergetar. "Melayani Kaisar seperti menemani harimau, kita tak pernah tahu kapan akan digigit. Meski Pangeran Qin tidak berniat merebut kekuasaan, Kaisar tetap saja memiliki ketakutan di hatinya."
Dalam hatinya, Lulu meratapi sistem yang korup, tempat ambisi mengalahkan cinta, dan ketakutan mengalahkan keadilan.
"Kaki Zhiwan dipatahkan, dia dipermalukan berulang kali, bahkan dicambuk ratusan kali setiap harinya. Hidupnya lebih buruk dari kematian," lirih Lulu, sesak oleh rasa iba dan sakit yang mendalam.
“Song Zhiwan adalah putri sah dari Pangeran Qin, Putri Chang Le yang diangkat langsung oleh Kaisar!” Rahang Lulu semakin mengeras. “Mereka berani mempermalukan pemilik asli seperti itu karena Kediaman Pangeran Qin telah musnah. Ibu, ayah dan nyawa lebih dari 300 orang di Kediaman Pangeran Qin tidak ada yang selamat.”
“Benar-benar pasangan sialan!” jerit Lulu sambil menghempaskan barang-barang di meja rias hingga semuanya.berserakan di lantai.
Saat amarah bersatu dengan kesedihan, pintu kamar tiba-tiba.terbuka dan Guan Shiqing—sang pengkhianat—masuk, terkejut melihat kekacauan yang terjadi. “Putri, ada apa?”
Tatapan tajam Lulu menyala, semua rasa sakit dalam dirinya terasa begitu mendalam saat melihat sosok Guan Shiqing.
Dalam hitungan detik, senyum iblis terbit di wajah Lulu. 'Jalang ini sedang mengantarkan nyawanya.'
Di dalam kamar yang didekorasi dengan nuansa tradisional hangat, Lulu merasa amarahnya menggelora. Dia baru saja datang ke dunia ini—dunia drama yang menempatkan dirinya dalam tubuh Song Zhiwan—seorang karakter yang terjebak dalam konflik cinta dan pengkhianatan.
Melihat Guan Shiqing berdiri di depannya, Lulu merasa kesabarannya sudah sampai di ambang batas dan niat membunuh menyala di matanya.
Rasanya, dia sangat ingin mencabik-cabik tubuh Guan Shiqing, membuang potongan tubuhnya ke hutan untuk dimakan serigala liar.
Dengan begitu, misinya akan tercapai—membalaskan dendam untuk Song Zhiwan.
Namun, Lulu segera tersadar dan mengingatkan dirinya untuk tidak bertindak gegabah.
Lulu menarik nafas panjang dan menghelanya perlahan, mencoba yang terbaik untuk mengendalikan emosinya agar tidak meledak. "Bukan apa-apa," katanya dingin.
"Biar saya bantu membersihkan kamar Anda," ujar Guan Shiqing dengan nada lembut, seolah-olah kebaikannya bisa menembus hati Lulu yang sedang murka.
Jika yang berdiri di hadapannya saat ini adalah Song Zhiwan asli, dia mungkin sudah terpedaya oleh kelembutan dan kebaikan Guan Shiqing.
Namun, Lulu—perempuan modern yang kini menguasai tubuh Song Zhiwan—tahu betapa munafiknya Guan Shiqing.
"Tak perlu." Lulu menolak dengan ekspresi datar, mengilangkan kehangatan di wajahnya. "Di luar sedang sibuk. Kamu keluar dan bantulah mereka." Suaranya dingin seakan dia sedang mengunci suasana hatinya.
Dia ingin mengusir Guan Shiqing secepat mungkin, khawatir emosinya yang bergejolak di dalam dada semakin sulit dikendalikan jika pelayan bermuka dua itu masih berdiri di hadapannya.
Meski heran dengan perubahan suasana hati Song Zhiwan yang begitu tiba-tiba, Guan Shiqing mengangguk dengan tenang. "Baik," katanya singkat, lalu melangkah keluar.
Namun, langkahnya terhenti di dinding kamar. Dengan suara pelan dan penuh kebencian, dia menggerutu, "Song Zhiwan, jelas-jelas kita sama-sama putri ayah, kenapa kau yang menjadi putri terhormat, sedangkan aku hanyalah seorang pelayan?"
Guan Shiqing menggenggam erat jepit rambut di tangannya, merasakan tekanan yang hampir melukai kulitnya.
Kenangan masa kecilnya kembali menyeruak; saat itu, dia baru saja tiba di Kediaman Pangeran Qin. Dengan mata benderang, Guan Shiqing kecil mengintip melalui celah pintu. Di dalam, Pangeran dan Nyonya sedang berbincang serius.
"Nyonya, saya minta maaf untuk Guan Shiqing dan ibunya. Bisakah mengizinkan Guan Shiqing tinggal di rumah kita? Biarkan dia menjadi pelayan putri kita?" permohonan Pangeran Qin menggema di telinga Guan Shiqing kecil.
Nyonya menghela nafas, ada kesan berat di wajahnya. "Baik," jawabnya pelan, dan perasaan pahit itu menempel dalam ingatan Guan Shiqing.
Kini, Guan Shiqing mengelus perutnya yang masih rata, merasakan benih yang ditanam oleh Xie Zhan. "Tapi tidak apa-apa ... setelah aku menikah dengan Xie Zhan, aku akan mengambil semua yang seharusnya menjadi milikku dari tanganmu," katanya penuh tekad, intonasinya penuh kemarahan dan hasrat yang menyala.
Setelah itu, Guan Shiqing benar-benar melangkah pergi menjauhi kamar Song Zhiwan. Kakinya terasa berat, tetapi tekadnya untuk merebut kembali apa yang dia anggap hilang semakin menguat.
Di sisi lain, Lulu sedang duduk di depan cermin, pikirannya melayang jauh dari kenyataan. Dalam kehidupan pemilik asli, ada seekor kuda hitam yang ketakutan akan menabrak Song Zhiwan dan Guan Shiqing.
Dalam skenario itu, Xie Zhan muncul sebagai pahlawan yang menyelamatkan Guan Shiqing, lalu tersadar dan merasa bersalah pada Song Zhiwan.
Dia meminta maaf dengan mengatakan wajah Song Zhiwan tertutup debu sehingga salah mengenali dan menyelamatkan orang.
Tiba-tiba, suara seorang pelayan terdengar dari luar pintu, membangunkan Lulu dari lamunannya. "Putri, Tuan Xie telah tiba, dia meminta Anda untuk keluar."
Tatapan Lulu tajam dan dingin saat dia bergumam pada diri yang ada di dalam cermin. "Xie Zhan ... Guan Shiqing, karena aku telah menjadi Song Zhiwan dan kembali ke titik awal, maka aku akan merubah alur ceritanya. Aku tidak akan membiarkan kalian lolos!"
***
Sore itu cerah, tetapi di hati Song Zhiwan ada riak kegelisahan yang tak tertangkap oleh orang-orang di sekitarnya. Dia berdiri anggun dalam balutan hanfu merah yang mengalun lembut di sekelilingnya.
Nyonya Qin yang tampak tenang, tapi penuh harap berdiri di samping Song Zhiwan.
Beberapa pelayan menunggu dengan tegang, mata mereka sesekali menyelinap ke pintu, mencari sosok Xie Zhan yang akan datang melamar.
Langkah tegap seorang pria berbalut jubah merah tiba-tiba mengisi halaman, topi sarjana di kepalanya menambah wibawa yang melekat kuat dalam setiap geraknya.
Dia berdiri tegak di depan mereka, menatap dengan penuh keyakinan dan suara yang tegas terdengar menggelegar, “Sarjana baru, Xie Zhan, membawa sembilan puluh sembilan hadiah pertunangan, datang melamar.”
Nyonya Qin tersenyum kecil penuh makna, tapi mata Song Zhiwan tetap dingin, memicing tajam sambil melirik ke belakang Xie Zhan, di mana beberapa kotak besar berhias kain merah tertata rapi.
Namun, perhatian Lulu yang telah merasuk ke dalam tubuh Song Zhiwan tertuju pada sesuatu yang lain. Alisnya mengernyit, bibirnya menekuk dalam kebingungan yang jelas terpancar dari raut wajahnya.
Di pikiran Lulu, suara kecil berbisik, 'Sebentar lagi pukul tiga, tapi tidak ada kuda hitam di dekat sini. Apa ceritanya berubah karena aku sudah masuk ke dalam drama ini?'
Di belakangnya, beberapa pelayan mulai berbisik ria. “Tuan Muda Xie dan putri kita benar-benar pasangan serasi,” kata yang satu sambil tersenyum penuh arti.
Pelayan lainnya menimpali dengan bangga. "Ya, kudengar kemarin saat pengumuman kelulusan, beberapa keluarga bangsawan pergi mencari menantu di daftar kelulusan. Namun, Tuan Xie menolak semuanya."
Nyonya Qin tersenyum kecil mendengar celoteh mereka, sementara Lulu—yang kini berwajah Song Zhiwan—mematung dengan ekspresi dingin.
“Tentu saja, hati Tuan Muda Xie hanya untuk putri kita,” tambah pelayan itu, seolah meyakinkan semua orang.
Namun, di balik kebahagiaan mereka, perasaan iri mencuat dari dalam diri Guan Shiqing, membuat dadanya sesak tak tertahankan.
‘Seharusnya aku yang berdiri di depan A—Zhan, penuh dengan kemewahan dan kepercayaan diri menerima lamarannya!’ gumam Guan Shiqing dalam hati sambil meremas pakaiannya erat-erat.
Nyonya Qin menatap Song Zhiwan, suara lembutnya mengalir perlahan menembus lamunan sang putri. “Wanwan, Ibu tahu apa yang sedang kamu pikirkan.”
Tangan Nyonya Qin menjangkau, menggenggam jemari Song Zhiwan dengan penuh kehangatan. Matanya menatap dalam, penuh pengertian yang tak terucap. “Selama kamu setuju, Ibu akan merestui pernikahan ini,” ucapnya dengan keyakinan yang menenangkan.
Sebagai seorang ibu, Nyonya Qin tentu saja tahu bagaimana perasaan Song Zhiwan terhadap Xie Zhan.
Meski pria itu hanyalah sarjana biasa dan bukan dari kalangan seorang bangsawan, Nyonya Qin akan menyetujui pernikahan itu selama putrinya suka.
Sebuah ingatan tiba-tiba menyelinap masuk ke benak Lulu, yang kini jiwa dan raganya bercampur dalam tubuh Song Zhiwan.
“Zhiwan, setelah aku dapat gelar sarjana, aku akan melamarmu.” Suara Xie Zhan terdengar lembut, jemarinya menggenggam tangan Song Zhiwan dengan penuh perhatian. Sorot matanya membara, penuh cinta dan janji yang tulus.
Song Zhiwan tersenyum, hatinya mekar bahagia.
“Satu kehidupan, satu pasangan. Aku takkan pernah ambil selir,” ucap Xie Zhan dengan suara hangat, sebelum menarik gadis itu ke dalam pelukan yang menenangkan.
“Aku percaya padamu,” jawab Song Zhiwan mantap, yakin tanpa ragu.
Ingatan itu pun menghilang. Lulu yang merasuki tubuh ini mengedipkan mata, lalu memutar bola matanya penuh jengah.
‘Dasar Song Zhiwan! Mudah sekali dibikin klepek-klepek oleh kata-kata manis murahan begini,’ gumamnya sinis dalam hati, merasa mual sendiri mendengar janji bodoh itu.
"Wanwan." Nyonya Qin mengusap lembut bahu putrinya sambil menggoyang perlahan tangan Song Zhiwan yang masih tergenggam di tangannya. "Kenapa kamu melamun? Xie Zhan sudah datang."
Suaranya hangat, tapi ada dorongan halus saat dia mendorong tubuh Song Zhiwan agar maju ke depan. "Pergilah, temani dia bicara."
Song Zhiwan menatap wajah ibunya sebentar, lalu mengangguk pelan dengan ragu, tapi taat.
Dia melangkah maju sambil tangan kanannya dipegang erat oleh Guan Shiqing, seakan tengah memegangi seorang nenek renta yang rentan jatuh.
Di depan mereka, Xie Zhan tersenyum tenang, wajahnya penuh kedamaian yang bertolak belakang dengan kecemasan yang mulai merebak di dada Song Zhiwan
Dari kejauhan, tiba-tiba terdengar hentakan kuda berlari kencang. Seekor kuda hitam menerobos masuk dengan liar ke halaman Kediaman Pangeran Qin.
Suara derap kuku menggema memecah keheningan, membuat semua orang terhenti dan menatap ke sumber suara.
Song Zhiwan terkesiap, matanya membulat dan tubuhnya menegang. Dia tahu, sesuatu yang buruk—sesuai alur drama—akan berlangsung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!