Seorang pria remaja berjalan menuju kantin dengan santainya. Baju seragam yang di keluarkan, dengan lengan baju yang ia gulung memperlihatkan otot tangannya. Dua kancing atas yang terbuka, tas ransel di tenteng sebelah dan dasi yang di ikat di kepala. Dengan wajah lebam dan keringat bercucuran yang membuatnya terlihat begitu hot.
Brak!
"Uhukk ... Uhukk ...."
Pluk!
"G0bl0k!"
"Elang bangke!!"
Ya, dia adalah Elangga Sky Raymond Wesley. Seorang pemimpin geng motor Black Demon yang sangat suka membuat onar. Selain memiliki wajah yang tampan, ia juga memiliki tubuh tinggi, kekar, otot tangan dan dada begitu membentuk. Membuatnya sangat di kagumi kaum hawa.
"Sialan lo! Untung gue kagak modyar!"
Elang memutar bola matanya malas. Juan, temannya itu terus nyerocos mengomelinya. Karena perbuatannya barusan yang melempar tas ranselnya sembarangan ke meja yang biasa mereka tempati. Membuat Juan yang sedang asik makan bakso sampai ke selek. Hingga bakso yang ada di mulutnya terpental ke wajah Nathan, pria itu terus menatap Juan dengan tatapan horor.
"Bukan gue Nat, salahin Elang tuh!" ucap Juan sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Muka gue bau jigong lo, bab1!"
Elang hanya menatap mereka dengan watadosnya (Wajah Tanpa Dosa). Ia meneguk cola milik temannya sambil mengetuk meja pelan menggunakan jari telunjuknya. Tidak memperdulikan kedua temannya yang terus adu bacot, dirinya sedang malas berdebat.
"Darimana?"
Elang menoleh menatap Raka yang sedari tadi fokus pada ponselnya, "Biasa."
Saat ini adalah jam istirahat, dan Elang baru datang ke sekolah. Pagi tadi dirinya tidak masuk, bolos dan berantem memang kebiasaannya. Buktinya sekarang wajahnya penuh luka, entah berantem dengan siapa.
Raka hanya mengangguk singkat, lalu kembali fokus pada ponselnya. Pria itu lebih banyak diam, berbeda dengan temannya yang lain. Elang terkekeh menatap Juan, mukanya sudah memerah dengan rambut ikalnya yang berantakan karena ulah Nathan. Gelut adalah kebiasaan mereka, tiada hari tanpa gelut. Sedangkan Aldo yang sedari tadi fokus pada bakwan kesayangannya, mulutnya sangat penuh dengan bakwan dan batagor.
"Lwo pwada bwerwiswik!" ucapnya dengan mulut penuh.
"Kalau makan di telen dulu, beg0!" sahut Bima yang sedari tadi fokus bermain game.
Tidak peduli dengan teman-temannya, Elang mengedarkan pandangannya menatap sekeliling kantin. Terlihat para gadis yang terus menatapnya dengan kagum. Pria itu mengigit bibir bawahnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Membuat mereka berteriak histeris dan ada yang hampir pingsan.
Tiba-tiba pandangannya tertuju pada keributan yang tak jauh dari mejanya. Terlihat geng centil yang sedang memarahi seorang gadis yang sangat asing baginya. Elang terus memperhatikan, gadis itu memakai rok sedikit panjang di bawah lutut, seragam di masukkan dengan dasi yang terpasang rapi, rambut di kuncir dua dan tak lupakan kacamata bulatnya. 'Culun' gumam Elang dalam hati.
"Heh cupu! Berani banget lo tumpahin minuman murah ke baju mahal gue!"
"Aku kan sudah minta maaf."
"Maaf? Lo pikir semudah itu!"
Byur!
Kathi si paling penguasa dan sok cantik di sekolah ini. Ia menyiram gadis culun di hadapannya dengan jus jeruk, hingga membuat wajahnya kotor dan menjijikan. Membuat semua yang melihatnya tergelak, apalagi dengan penampilannya yang culun membuat mereka merasa lucu.
Gadis culun itu diam-diam mengepalkan tangannya. Ia berlalu pergi begitu saja tak memperdulikan Kathi dan teman-temannya yang terus memanggilnya.
"Heh culun! Mau kemana lo!"
Gadis itu terus berjalan tanpa memperdulikan. Matanya melirik saat tak sengaja melewati meja pasukan Black Demon. Elang yang sedang memperhatikan, tak sengaja pandangan mereka bertemu selama beberapa detik.
'Jadi dia orangnya.'
"Dia siapa?" tanya Elang penasaran saat gadis itu benar-benar pergi.
"Anak baru di kelas kita! Makanya lo masuk kelas, demen banget bolos!" sahut Juan tanpa sadar diri.
Tak!
"Ngaca beg0! Kayak yang kagak pernah bolos aja!" timpal Nathan sambil menjitak kepala Juan, yang membuat sang empu meringis kesakitan.
"Sakit anjir! Bisa kagak sih sehari saja lo kagak nistain gue!" ucapnya memelas selalu saja jadi bahan pelampiasan temannya.
"Kagak bisa!! Sudah jadi rutinitas!!" teriak Nathan tepat di telinga Juan, yang membuat telinganya berdengung.
Elang hanya diam sambil mengerutkan keningnya. Anak baru? Mereka belum lama ini menginjak kelas 12. Dan yang ia herankan, sangat nanggung pindah sekolah di saat sudah mau lulus setahun lagi, ah mungkin hanya beberapa bulan lagi. Apa yang membuatnya pindah? Tak mungkin hanya sebatas ingin, pikirnya.
Berbeda dengan di kantin yang suasananya selalu ramai. Pasukan inti Black Demon yang selalu ada saja tingkahnya. Kini di sebuah toilet ujung yang sangat sepi.
Seorang gadis berdiri di depan cermin sambil membersihkan wajahnya yang sangat kotor. Ia melepaskan kacamatanya dengan kesal.
"Ternyata anak sini kelakuannya pada kayak setan!"
Dia adalah Adzkia Kanaya Smith, seorang gadis yang berpenampilan culun. Ia baru saja pindah ke sekolah ini karena suatu hal.
...***...
Jam istirahat sudah berlalu. Di kelas 12 IPA 3, sekarang adalah jam pelajaran fisika yang di gurui oleh guru killer. Yang sangat suka menghukum Elang saat kelas 11. Dan sialnya sekarang malah di gurui lagi olehnya.
Namun, Elang tak ada kapoknya. Buktinya sekarang, Adzkia yang kebetulan duduk di sebrangnya. Ia melirik pria itu yang sedang tertidur sambil menelungkupkan wajahnya. Hingga tiba-tiba sebuah penghapus bor melayang mengenai kepalanya.
Tuk!
"PAK TOMI KAYAK MONYED!" teriaknya refleks langsung terbangun.
Elang menatap sekelilingnya yang hening, teman sekelasnya terlihat menunduk sambil menahan tawa. Lalu pandangannya tertuju pada pria paruh baya yang masih gagah. Sedang menatapnya dengan tatapan horor, bola matanya seperti ingin loncat dari tempatnya.
"Bilang apa barusan?!" tanyanya dengan datar, Elang hanya cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Sini kamu!!"
Elang mulai beranjak dari tempatnya. Ia melirik gadis culun yang terus menatapnya. Lalu kembali berjalan menuju ke depan. Saat sudah dekat dengan pak Tomi, Elang dengan berani mengatakan sesuatu yang membuat gurunya semakin murka.
"Guru baperan!!" ledeknya sambil berlari keluar kelas.
"ELANGGA SKY RAYMOND!"
"HORMAT DI ATAS GENTENG! SEKARANG!"
"SIAP PAK!"
"JANGAN LUPA KAKINYA DI ANGKAT!"
"Ya elah kunti kali, Pak! Kagak napak!" sahut Juan yang membuat Pak Tomi langsung menoleh dengan tatapan horornya.
"Mau di hukum juga kamu?!!"
"Oh tidak, Pak. Babang Juan yang tampan dan rajin menabung. Anak baik-baik gini masa di hukum!"
"Bohong! Hukum aja, Pak! Tadi dia bisikin ke saya, kepala bapak botak pengen jitak!" sahut Nathan mengkompori.
"JUANDA MILI LETER! BERSIHKAN ATAP SEKARANG!"
"MILLIANO PAK!"
Seorang gadis berjalan pelan menuju rooftop. Saat ini sudah waktunya pulang, sekolah sudah lumayan sepi. Namun, bukannya pulang ia malah memilih ke rooftop berniat untuk menenangkan diri.
Setelah sampai di atas, ia menatap sekelilingnya sangat sepi. Tempat ini begitu asing di matanya, karena pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sini.
Gadis yang bernama Adzkia, biasa di panggil Kia. Ia mulai berjalan pelan ke arah kiri, menyusuri sambil sesekali memejamkan matanya menikmati hembusan angin sore yang menerpa wajahnya. Tanpa di sadari ada sepasang mata yang terus menatapnya.
"Berani banget nginjakin kaki di sini!" tiba-tiba terdengar suara bariton seseorang.
Kia sontak langsung menoleh ke belakang. Terlihat Elang yang sedang menyender di tembok dengan kedua tangan di masukan ke dalam saku celana. Wajahnya begitu datar dan terus menatapnya dengan tajam. Entah darimana dirinya muncul dan sejak kapan berada di sana.
"Punya nyali berapa lo datang ke sini?!"
Bukannya menjawab Kia malah diam mematung. Sontak ia mulai memundurkan langkahnya saat Elang berjalan mendekatinya. Dengan langkah yang tegap, dan pasti. Setiap hentakan kakinya terdengar begitu mengancam. Tatapan mata tajamnya penuh mengintimidasi. Seolah-olah ia telah membuat kesalahan besar.
Bruk!
Tubuh mungil Kia ter pentok di tembok pembatas yang tingginya sebatas dadanya. Elang terus menyudutkannya, tangan kirinya ia letakkan di dekat bahu kanan Kia. Sedangkan tangan kanannya masih di dalam saku. Kia melirik sekilas melihat tangan berurat pria itu yang sangat dekat sampai berdempetan dengan bahunya.
"Lo anak baru kan?"
Kia mengangguk pelan sambil menunduk. Pria itu terus menatapnya dalam, wajahnya semakin dekat. Kia bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat, bau asap rokok sangat menyengat di tubuhnya.
"Culun! Sangat culun!" kekehnya sambil mengetuk-ngetuk kening Kia menggunakan jari telunjuknya.
Sontak Kia langsung mendongak saat merasakan jari telunjuk menarik dagunya. Pria itu masih menatapnya dengan mata tajamnya. Tatapan mereka saling beradu dengan posisi yang sangat dekat.
"Lo gak tau peraturan di sini?!" tanyanya penuh penekanan.
"Siapapun di larang menginjakkan kaki di rooftop!" lanjutnya.
"Terus kenapa kamu di sini?" tanya Kia sambil menatapnya polos.
Elang menjauhkan sedikit wajahnya, lalu menghempaskan dagu gadis itu.
"Kecuali gue dan teman gue!" sahutnya sambil menarik tangan kirinya yang masih menempel di tembok.
Saat menunduk tak sengaja ia melihat sesuatu pada saku baju gadis itu. Tangannya tergerak untuk mengambilnya, membuat Kia tersentak kaget.
Elang menjauhkan dirinya sambil memegangi sebuah coklat payung. Ia mulai membuka dan memasukkan ke dalam mulutnya, jari jemarinya asik memutar gagang coklat tersebut.
Kia hanya memperhatikan dengan sedikit jengkel, karena coklat miliknya di ambil begitu saja. Sedangkan Elang terlihat santai dan mulai berjalan ke arah pojok kanan. Tak jauh dari sana terdapat sebuah gazebo tempat dirinya dan temannya menongkrong.
Kia perlahan mengikutinya, ia baru menyadari ada tempat tersebut. Gerak-gerik Elang tak luput dari pengawasannya. Ia terus memperhatikan pria itu yang mulai berbalik dan mendudukkan dirinya di sofa kecil. Kakinya bertumpu dengan dua kancing baju kembali di buka, memperlihatkan dadanya yang kotak-kotak.
Seketika Kia terdiam mematung menatap dada pria itu yang begitu menggiurkan. Tiba-tiba ia tersadar saat gagang coklat payung melayang dan hampir mengenai matanya.
"Lo ngapain masih di sini?!"
Kia menoleh, terlihat Elang yang duduk menyender dengan kaki panjangnya di biarkan menjuntai ke bawah. Kedua tangannya bertumpu pada pinggir sofa, kepalanya mendongak menghembuskan asap rokok yang di hisapnya. Sesekali ia memainkannya dengan membentuk bulat dan love.
...
Gila, pria itu benar-benar gila. Baru sehari ketemu, Kia sudah di buat gedek melihatnya. 'Bajingan!' Batinnya mengumpat. ...
"Heh culun! Gue ngasih kesempatan karena lo anak baru! Pergi sebelum gue berubah pikiran!" usir Elang merasa risih karena gadis itu terus menatapnya.
"Dan jangan pernah lagi injakan kaki di sini!" lanjutnya sambil menatapnya dengan penuh ancaman.
Kia yang tidak mau mendapatkan masalah. Ia memilih pergi dari sana, terlihat dari raut wajahnya sedikit ada rasa kesal. Berniat ingin menenangkan diri dan memikirkan sesuatu, tapi malah bertemu dengannya. Namun, dengan susah payah ia mencoba biasa saja.
Elang mengedikkan bahunya acuh menatap kepergiannya. Dan kembali menghisap rokok sambil memejamkan matanya sejenak. Ia tidak pulang karena malas di rumah. Dirinya tidak betah di rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar.
Beberapa menit berlalu. Di sebuah rumah minimalis modern yang terlihat elegan. Seorang gadis baru saja pulang, kakinya mulai melangkah masuk ke dalam.
"Assalamualaikum."
Sepi, tak ada sahutan maupun sambutan hangat seperti dulu. Suasana sangat hening, rasanya hampa. Rumah yang dulu selalu di hiasi dengan canda tawa, perdebatan dan pertengkaran kecil. Kini berubah menjadi rumah yang sunyi dan penuh kedamaian.
Lilin yang biasanya menyala terang, redup seketika. Semuanya gelap, dirinya terpontang-panting berjalan dalam kegelapan mencari cahaya. Ia sudah tidak punya siapapun di dunia ini. Entah apa alasannya masih bertahan, yang jelas ia ingin membalas semuanya. Membalas perbuatan bejat seseorang yang telah merusak semuanya.
Gadis itu terisak pelan di kamarnya sambil menatap sebuah foto. Foto dirinya bersama orang-orang tersayangnya, yang sekarang sudah tidak lagi berada di sampingnya.
Tangannya terkepal kuat mengingat seseorang yang telah menghancurkannya. Giginya menggertak, ia melemparkan kacamata bulatnya. Lalu mengusap air matanya kasar. Wajahnya sangat sembab, mata yang membengkak dengan hidung memerah.
"Gue gak bakal biarin hidup lo tenang! Setelah apa yang telah lo lakuin!"
Di taman belakang sekolah. Saat ini waktunya istirahat, seperti biasa Elang baru saja datang. Lagi-lagi ia melewatkan beberapa pelajaran, entah darimana. Memang membolos sudah menjadi hobinya, tiada hari tanpa bolos.
Dengan santainya Elang berjalan sambil menenteng tas ranselnya. Namun, langkahnya sejenak terhenti saat melewati Kathi dan antek-anteknya yang sedang membully seseorang.
Terlihat Kia yang sedang memberontak karena kedua tangannya di cekal erat oleh Bunga dan Dea. Dengan dagunya yang di cengkram kuat oleh Kathi.
Elang menoleh sekilas, melihat tatapan gadis itu yang seperti memintanya bantuan. Ia mengangkat alisnya sambil mengedikkan bahu acuh.
Tak peduli karena bukan urusannya, Elang kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan mereka. Entah apa yang akan Kathi dan teman-temannya lakukan. Sudah pasti tidak akan sampai membunuhnya. Memang Kathi sangat suka membully adik kelas maupun teman seangkatannya yang berani kurang ajar padanya. Ia harus lebih unggul dari siapapun, tidak ada yang boleh mengalahkannya.
Melihat kepergiannya begitu saja tanpa memperdulikannya. Kia mengepalkan tangannya erat-erat. Setelah di rasa pria itu benar-benar pergi. Ia memberontak dan menghempaskan tangan mereka yang mencekal lengannya. Lalu mencengkram kuat lengan Kathi yang masih berada di dagunya dan menghempasnya dengan kasar.
"Lo?!"
"Jangan pikir gue anak baru dan gak berani sama lo!" ucap Kia sambil berlalu pergi dan tak lupa menubruk bahunya.
Dirinya benar-benar malas berurusan dengan sampah itu, buang-buang waktu saja. Sebenarnya greget ingin menghabisinya, tapi ia tidak ingin merusak semua rencananya.
Ketiganya masih terdiam tak percaya gadis culun itu akan melawan. Kathi mengepalkan tangannya erat sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal.
"Berani banget lo ngelawan! Lihat pembalasan gue nanti!" teriaknya yang di balas acungan jempol oleh Kia yang sudah cukup jauh.
Karena sudah tidak nafsu untuk makan. Kia pun memilih kembali ke dalam kelas. Suasana hening, kelas sangat sepi karena sedang beristirahat. Semua teman-temannya tak ada di dalam kelas.
Kia menghela nafas lega, lalu mulai berjalan menuju tempatnya. Terdapat Elang yang sedang tertidur dengan bertumpu pada tangan kanannya. Tangan kirinya di biarkan di atas meja, tidak menutupi wajahnya.
Kia terus memperhatikan wajahnya yang kebetulan menoleh ke arahnya. Ia ikutan merebahkan kepalanya di meja, menatapnya yang masih memejamkan mata. Sangat damai dan menenangkan. Wajah tampannya terlihat begitu adem saat sedang tertidur seperti ini.
Blam!
Tiba-tiba Elang membuka matanya, tatapan keduanya saling bertemu beberapa saat.
"Heh culun! Puas lo natap wajah tampan gue?"
Kia yang tersadar langsung merubah posisi menjadi duduk. Ia meraih tasnya dan mengambil bukunya. Mencoba mengalihkan pandangannya karena Elang terus menatapnya.
"Suka lo sama gue?"
Kia yang sedang menulis sontak langsung menoleh. Terlihat Elang sedang duduk menyender dengan kedua kaki di angkat ke meja. Sambil asik memainkan ponsel yang di genggamnya. Merasa bukan berbicara pada dirinya, Kia berniat ingin kembali mengalihkan pandangan.
"Gue cuman mau ngingetin. Cowo tampan dan seksi kayak gue, gak bakal pernah suka sama cewe culun kayak lo!" ucap Elang sambil menoleh, menatap Kia yang kebetulan masih menatapnya.
Kia memilih acuh dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Tangan kirinya diam-diam terkepal.
"Ayang Elang, babang Juan yang tampan tiada tara kambekkkk!"
Plak!
"Berisik bodoh!"
Kali ini bukan sama Nathan, melainkan sama Bima yang langsung menggeplak kepalanya. Membuat Juan meringis kesakitan. Nathan yang berada di belakangnya langsung tos ria dengan Bima.
Elang memutar bola matanya malas menatap teman-temannya yang baru saja datang. Mereka sempet bertanya keberadaannya dan langsung meluncur ke kelas.
"Lang!" Elang melirik dengan datar saat Juan dengan sok akrab menaruh tangannya di pundaknya.
"Tobat Lang, tobat! Udah kelas dua belas, bentar lagi lulus. Tobat, jangan bolos terus!" ceramahnya membuat Elang kembali memutar bola matanya.
"Tapi btw, katanya jamkos. Kuy warjul!"
"Goblok!"
Juan hanya cengengesan, baru saja ia menasehati Elang untuk tidak bolos. Dan dia sendiri malah mengajak mereka ke warjul (Warung Juleha) yang berada di belakang sekolah. Sama saja mengajaknya bolos.
"Ayolah, mumpung jamkos. Bosen banget di kelas, mending lihat yang bening-bening! Kangen yayang Jule nih!"
"Itu punya gue anjir!" sahut Aldo tak terima.
Memang Juleha adalah seorang jamu (Janda Muda) di umurnya baru 22 tahun sudah menjadi janda tanpa anak. Banyak para anak nakal seperti mereka selalu memperebutkannya karena tubuhnya yang aduhai.
"Gas lah!"
Elang sudah berjalan duluan mendahului mereka. Kebetulan dirinya sangat lapar. Kia yang sedari tadi menyimak, hanya menatap kepergian mereka. Dengan pikiran berkecamuk terus memikirkan cara agar rencananya berjalan lancar.
Jam istirahat memang sudah selesai beberapa menit yang lalu. Karena jamkos kelas masih sangat sepi. Sedangkan di taman belakang sekolah. Elang dan teman-temannya sedang melakukan aksi pembolosan.
"Buruan dong anjir, lama Lo pada!" teriak Juan kesal.
Gimana gak kesal, mereka semua sedang memanjat pohon yang dekat dengan tembok. Sedangkan dirinya malah di suruh berjaga untuk melihat situasi aman atau tidak. Dan setelah mereka berhasil, sekarang gilirannya yang sedang memanjat. Namun, tiba-tiba kakinya terasa di tarik.
"Lepas anjing!" teriaknya yang mengira itu temannya, padahal dirinya yang terakhir.
"Apa?! Saya tidak dengar?!" sahut seseorang dengan suara baritonnya.
Juan yang merasa tak asing dengan suaranya, sontak menoleh melihat ke bawah. Matanya membulat sempurna saat melihat Pak Memet, guru bk yang sedang menatapnya dengan sengit.
BUG!
Juan terjatuh karena kakinya terus di tarik. Untung saja banyak rumput, jadi tidak terlalu sakit.
"HUWAA AMPUN PAK!!" teriaknya karena telinganya di jewer dengan kencang.
Sedangkan di seberang sana, temannya yang sudah sampai di sana. Awalnya mereka merasa bingung karena Juan tak kunjung sampai. Namun, tiba-tiba mendengar teriakannya yang sudah pasti tertangkap.
"Mampus!" Nathan terkekeh puas.
Tak!
"Itu temen lo bego! Kalau dia ketangkep kita juga bakal kena!" ucap Bima sambil menjitak kepalanya.
"Ah bodo amat, yang penting sekarang kita hepii!"
"Bahagia di atas penderitaan orang! Parah lo jadi temen!"
Mereka memilih berjalan menuju warjul. Dan saat ingin memesan makanan, tiba-tiba ponsel Nathan berdering. Ia mengerutkan keningnya melihat nama yang tertera di sana.
"Siapa?" tanya Aldo penasaran.
"Juan!"
"Mampus!" jika Juan yang menelpon sudah pasti guru bk yang menyuruhnya.
Dengan perlahan Nathan mulai menggeser tombol hijau di ponselnya, lalu menyalakan speaker. Dan benar saja dugaan mereka.
"Lo pada ke bk sekarang!!"
"SEKARANG! ATAU SAYA BAKAR RUMAH KALIAN!"
Tut!
"Juanda sialan!!" umpat mereka kesal karena sudah pasti Juan yang melaporkan mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!