" Nell, nanti kalau udah besar panjangin aja tuh rambut..biar cantik mempesona kayak Mama", ujar Anak laki-laki tampan nan imut yang berusia 13 tahun itu kepada seorang Gadis mungil yang usianya hanya terpaut satu tahun dibawahnya.
" gak mau, suka-suka Annel lah"
Gadis mungil itu memayunkan bibir pink ranumnya pada Anak laki-laki yang duduk tepat di kursi mobil sebelahnya.
Melihat ekspresi manyun Sang Gadis mungil membuat Anak laki-laki itu menyeringai jahil, tak lama setelah itu dengan sigap ia raih sesuatu dari dalam saku bajunya yang berbentuk tali bewarna ungu dan mengaitkannya di mulut manyun Gadis itu.
"Emmm...."
PAKKK
"Aduduhhh...duh, sakitt", teriak Anak laki-laki itu tatkala didapatinya sebuah tamparan yang berasal dari tangan mungil Gadis kecil di sebalahnya itu.
"Rasainn, jahil banget sihh", ledek Gadis disampingnya itu.
Keributan di belakang yang begitu riuh membuat dua Sosok yang terduduk di kursi depan menengok secara spontan pada mereka.
"Arkaa..Annell, ngapain sih ribut bangett?", sahut jutek Seorang Wanita muda yang berkisaran 25 tahun pada kedua anak yang berada di kursi belakangnya itu.
Meski rautnya begitu jutek tetap tidak memudarkan aura kecantikannya sedikitpun. Pancaran manik hazelnya yang dipadukan dengan bulu mata lentik dengan hidung mancung dan bibir ranumnya yang terpahat begitu kontras meskipun kulitnya sepucat susu yang justru membuatnya tampil elegan bak patung Dewi yunani kuno. Apalagi rambut hazel yang sedikit kemerah-merahannya dibiarkan terurai hingga menjuntai sepinggangnya membuatnya semakin mempesona.
"Arkaa Ma, ngikat mulut Anel dengan tali rambut ini", kesal Gadis mungil itu yang diketahui bernama Annel sembari membuang asal ikat rambut yang digunakan Laki-laki disampingnya untuk menjahilinya tadi. Sedangkan yang dicepuin malah cengengesan dengan tampang watados-nya.
"Udah-udah, jangan pada berisik..sebentar lagi kita akan melewati area berbahaya. Jadi diam!", tegas Wanita muda yang dipanggilnya Mama itu.
"Sabar Ma, namanya juga masih Anak-anak..biarkan sajalah nanti juga diam sendiri saat capek", tenang Lelaki yang usianya tak jauh beda dari Wanita itu yang tengah mengemudikan mobil.
Itulah akhir dari keramaian yang ada di dalam mobil, yangmana detik-detik berikutnya hanyalah dihiasi dengan ketenangan.
Namun ketenangan itu juga tidak berlangsung begitu lama, tatkala mobil melesat begitu jauh hingga hilang dari hiruk pikuk keramaian kota.
Kini hanya terpampang pemandangan rindangnya pepohonan di kanan dan kiri jalan yang mulai memasuki area hutan.
Udara dingin yang secara tiba-tiba menyeruak masuk hingga ke tulang-belulang seiring dengan banyaknya kabut yang berlalu lalang menjelang malam.
HOOAAAMM
Mata lentik Gadis mungil itu kini kian sayup, dan perlahan tertutup. Sang Kakak pun dengan sigap langsung memasang bahu sebagai bantalan Adiknya itu.
CIIIITTTTT
BRAAKKK
Tiba-tiba mobil mengerem secara mendadak, dan terjadi benturan yang begitu keras sebelum semuanya menjadi oleng yangmana bersamaan dengan itu pula remang-remang cahaya oren kekuningan di ujung jalan kian meredup hingga perlahan padam.
Huuh..
huhh
Huuhh
"Gelapp..tolong"
"Tolonggg, aku takut..."
Tiba-tiba saja kurasakan sebuah tangan besar yang membelai wajahku dengan lembut. Dan perlahan-lahan kegelapan yang ada kini kian memudar hingga nampak sesosok Pria paruh baya yang ada dihadapanku.
"Nak, sudah mendingan?"
"Tenang, sudah ada Papa di sini", imbuh Pria paruh baya yang ada di depanku ini.
Tanpa sadar netralku mengarah ke segala penjuru guna menyeimbangkan penglihatanku yang masih buram. Sesudah bayangan Papaku yang tengah duduk di depanku, kini pandanganku menelusuri segala penjuru kamar dengan nuansa merah muda yang berhiaskan berbagai macam boneka mulai dari yang berukuran kecil hingga yang terbesar ukurannya melebihi ukuran tubuh ringkihku ini.
Tidak hanya boneka, namun juga berdiri dengan kokoh sebuah lemari yang berisikan banyak buku. Yangmana diujung lemari tersebut mengarah pada sebuah meja belajar mini.
" Ara udah mendingan?", tanya Papa yang menatapku dengan ekspresi khawatir.
" Udah kok Pa", jawabku secara singkat karena masih begitu lemah.
"Yaudah kita makan dulu ya, sudah Papa siapkan makanan kesukaanmu seperti biasa"
"Iyah Pa", jawabku lirih.
Dengan sigap Papa menuntunku untuk berdiri dan berjalan secara pelan menuruni anak tangga lantai 3 menuju ke lantai 2. Kamarku sendiri berada di penghujung lantai 3 jadi sebelum menuju lantai 2 harus melewati 2 kamar lagi, yakni sebuah kamar yang tidak ku ketahui isinya apa karena ditutup dan dilarang dimasuki oleh siapapun. Sebenarnya sempat penasaran juga ingin membukanya namun berkali-kali kepergok papa dan secara jelas inilah kata-katanya..
"TIARA, nanti kalau ada tikus jangan nangis panggil Papa maupun Bu Ratna ya"
Bila Papa sudah memanggil nama lengkapku, maka tidak bisa berkutik lagi diriku, terlebih lagi memang Aku juga sangat takut pada tikus lucknutt itu. Jadi kemungkinan terbesar bahwa ruangan tertutup itu memang digunakan sebagai gudang, dan Aku dilarang masuk juga mungkin karena banyak tikusnya.
Tanpa sadar kini Aku telah berada tepat di depan ruang makan lebih tepatnya di sebelah dapur setelah melewati depan kamar Papa sebelumnya. Aku pun masuk dan duduk disalah satu kursi yang ada di meja makan, dimana di meja makan sendiri juga sudah tersaji banyak makanan kesukaanku seperti sup jamur, sup kacang merah, cap cai, rendang kepiting, jus strowberry, dan masih banyak lagi.
"Pah, banyak banget nih mana mungkin Tiara dan Papa sendiri mampu menghabiskan semua ini", ujarku terkejut.
"Ya gakpapa lah, kan jarang juga..kapan lagi ada momen kayak gini selain saat Ara bangun saja kan", ujar Papa sembari membelai rambut panjang bergelombangku yang Ku biarkan terurai hingga sepinggang.
Oh iya juga deh, jarang sekali seperti ini. Pasalnya hanya bisa seperti ini dan beraktivitas layaknya manusia normal pada umumnya hanya saat sudah bangun dari masa hibernasiku saja. Canda hibernasi, Wkwk..
Aku sendiri juga bingung dengan kondisiku, entah ini berawal bagaimana juga..Aku tak ingat. Yang pasti Aku hanya bangun dari tidur panjang tiap sekali dalam sebulan, itupun berselang hanya dalam 5 hari saja...karena selebihnya Aku kembali tertidur lagi.
Sempat terpikir dalam benak ini, penderitaan macam apa sebenarnya hingga terasa seperti sebuah kutukan saja. Meskipun berkali-kali Papa meyakinkanku bahwa ini hanya penyakit saja yang nanti perlahan-lahan juga akan sembuh.
'Tapi kapan coba?'
Jika dirasa-rasa hidupku hampir mirip dengan kisah Putri tidur, tapi jelas masih beda jauhlah..andaikan memang begitu maka dengan kecupan dari Sang Pangeran yang dapat membangunkan Sang Putri.
Beda halnya dengan diriku, tidur panjang namun tetap dapat terbangun di waktu-waktu tertentu dengan sendirinya. Boro-boro bertemu dengan Sang Pangeran impian bak di Negeri dongeng sana, bertemu dengan teman perempuan sebayaku saja hampir tidak pernah. Hellow... jangan mimpi Ara, ini dunia nyata bukan dongeng belaka untuk Bochil-bochil yang terlalu polos untuk dikelabui.
Lelah juga sebenarnya seperti ini, ingin rasanya merasakan berbagai keseruan dunia ini bersama Teman-teman sebayaku dalam jangka waktu yang lama.
Namun, apa daya..Aku paham secapek-capeknya diriku tetap tidak kalah capeknya dengan Papa yang mencoba merawatku sebaik mungkin tanpa adanya sosok Mama bersama Kami.
Jika ditanya dimanakah Mamaku dan mengapa hanya Papa saja yang merawatku selama ini, ya itu karena Mamaku telah berpulang ke rumah Tuhan sejak beberapa hari setelah kelahiranku di dunia ini. Ya, itu saja sih kata Papa.
Terkadang Aku merasa sebagai beban yang menyebabkan Mama meninggal..sedih, nyesek, nyesal. Tapi Papa selalu menenangkan diriku bahwa bukan akulah penyebab Mama meninggal, itu hanya karena takdir yang telah digariskan Tuhan saja.
Jadi, kalau gini siapakah yang jahat di sini?
Aku yang menyebabkan Mama meninggal setelah melahirkanku atau Tuhan yang menggariskan takdir ini..
Bahkan setelah Mama meninggal pun, Aku juga tidak bisa hidup dengan normal sebagaimana Teman-teman sebayaku yang lain.
"Ra, kok bengong?, dimakan gih selagi masih hangat", seru Papa yang membuyarkan lamunanku ini.
"Eh, hooh...iya Pa", jawabku dengan linglung.
"Pahh, minta Bu Ratna sama Pak Jono makan bareng kita dong..", ujarku dengan memelas.
"Baiklah..jika itu dapat membuat Tuan Putri kesayangan Papa bahagia", setuju Papa sembari berjalan meninggalkan meja makan guna mencari keberadaan Bu Ratna dan Pak Jono.
Selain Papa yang menemani dan merawatku selama ini, juga tidak kalah sabarnya dengan Bu Ratna yang berprofesi sebagai ART di rumahku yangmana merawatku bagai Putrinya sendiri. Padahal beliau sendiri juga memiliki seorang Putri, namun usianya terpaut jauh denganku bahkan Putrinya sekarang sudah memiliki seorang Suami sehingga tinggal terpisah dari rumah Bu Ratna dengan Suaminya.
Adapun Pak Jono sebagai Satpam sekaligus Tukang kebun di rumah ini juga sudah memiliki keluarga kecil di kampungnya, namun beliau memilih merantau jauh-jauh ke sini demi bisa menghidupi keluarga kecilnya yang ada di desa.
...*** ...
Secercah cahaya perlahan membuat kelopak mata ini yang tadinya terpejam mau tak mau membuka dengan sigap.
Ku telusuri segala penjuru kamar yang bernuansa merah muda ini, dan ku dapati arah dari cahaya mentari ini berasal. Yups, korden jendelaku sedikit terbuka.
Langsung saja Aku beranjak dari ranjang empuk ini menuju jendela yang berada di samping meja belajarku.
Dengan sigap Ku sibak korden dan membuka jendela ini sehingga terlihat begitu jelas pemandangan halaman rumahku di pagi hari yang begitu asri nan sejuk.
Yangmana terdapat banyak pepohonan dengan tinggi yang hampir sama di sana, selain itu juga terdapat bermacam-macam bunga yang bewarna-warni.
Birunya air kolam yang berada di tengah-tengah taman kian memberikan panorama tersendiri. Dan tidak luput juga sebuah ayunan bewarna putih dengan motif bunga-bunga yang berada tepat di samping kolam. Wahh, betapa indahnya..
'Di sini saja begitu indah, apalagi dengan sesuatu yang di luar sana pasti jauh lebih indah', pikirku dalam benak ini.
"Nduk, sudah bangun to"
Tiba-tiba saja suara seorang Perempuan mengagetkanku dari arah belakang. Langsung saja Ku balikkan tubuhku dengan cepat dan Kudapati..
"Nduk, sudah bangun to", seru suara Perempuan dari arah belakangku.
Dan Kudapati sosok Bu Ratna datang dengan membawa nampan yang berisi sup jamur dan segelas susu putih kesukaanku.
"Sini Saya sisirin rambutnya Nduk", ujar Bu Ratna sembari menuntunku duduk di depan meja rias yang berada disamping tempat tidur.
Aku pun menurut saja, begitu Bu Ratna mengambil sisir dan mulai menyisir surai hazel bergelombangku dengan begitu lembut.
"Masyaallah Nduk, ayu tenan Pean iki", (Mashaallah Nak, cantik sekali Kamu ini) ujar Bu Ratna dengan logat jawanya.
"Bisa saja Bu Ratna Nih..", ujarku tersipu malu.
"Lho..tenanan nduk, ayune poll antara perpaduan Bapak lan Ibuk"
"Sayup mata sendu dan rekahan bibir e bak kelopak mawar mirip Bapak, selebih e plek-ketiplek mirip Ibu kabeh nduk", imbuh Bu Ratna dengan pandangan seperti menerawang jauh.
"Bu Ratna kenal dekat dengan Mama?", tanyaku antusias.
" iyalah Nduk, lha wong sudah Bu Rat anggap sebagai Adik Bu Rat sendiri semenjak kedatangannya pertama kali di Rumah ini", jawab Bu Ratna yang tak kalah antusiasnya denganku.
" Seperti apa sih sosok Mama itu Bu Rat? Dan kenapa di Rumah ini tidak ada sama sekali foto maupun peninggalannya Mama", tanyaku lagi dengan penasaran.
"Almarhum Ibuk sendiri orangnya sebenarnya begitu baik, anggun, dan cantiknya hampir sama persis Pean Nduk..hanya saja beliau terlalu pemalu jadi jarang berinteraksi dengan Orang luar. Dan..", jeda Bu Ratna sebentar.
"Dan perihal tidak adanya foto maupun barang peninggalan dari Almarhumah Ibuk sendiri itu karena Ibuk hampir tidak pernah foto. Jadi jika ingin melihat kenangan sekaligus peninggalan terkomplitnya ya cukup melihat Nduk Ara", jelas Bu Ratna.
Namun, meskipun begitu Aku masih belum merasa puas karena seperti ada yang janggal. Tetapi mulut ini lebih memilih bungkam dari pada nanti menjadi masalah besar saat Papa mengetahui kecurigaanku dari Bu Ratna. Selain Bu Ratna sudah seperti Ibuku sendiri, tetap tidak mengenyahkan fakta bahwa Bu Ratna juga merupakan tangan kanan Papa.
"Nah, akhirnya rapi juga..", seru Bu Ratna usai mengepang surai panjangku ala Quen Elsa yang ada di disney frozen.
" Yaudah, Ara bermain di taman dulu ya Bu", pamitku pada Bu Ratna.
"Nggeh Nduk, mengko lek wes mari langsung mandi ben seger trus maem bareng Bapak", (Iya Nak, nanti kalau sudah selesai langsung mandi biar segar lalu makan bersama Papa), Pesan Bu Ratna.
"Siap Bu Ratt", balasku sembari melesat menuju Taman.
Langsung saja Aku menuruni anak tangga dengan riang bagai kupu-kupu yang lepas dari sangkarnya. Ku percepat lagi jalanku dengan tidak sabar ingin melihat bunga-bunga yang bermekaran. Kulirik sana-sini namun tidak Ku dapati Papa dimana pun, mungkin lagi mandi kali ya. Yaudah Ku teruskan langkahku keluar dari pintu utama dan berjalan ke samping dimana Taman berada.
Begitu Aku menginjakkan kaki di halaman nan hijau ini, aroma khas tanah basah semerbak memenuhi rongga hidungku. Pagi ini bunga-bunga bermekaran begitu indah mulai dari bunga mawar, bunga bugenfil, bunga wijaya kusuma, dan beragam bunga lainnya. Iseng Kupetik setangkai bunga mawar hitam kesukaanku, dan Kucium kelopaknya.
'Humm, wanginya..'
Usai puas menghirup wangi bunga kesukaanku, lantas Ku edarkan pandanganku ke sekitar lantaran teringat sesuatu.
'Kemana ya Dia'
Berkali-kali Kusibak rimbunnya dedaunan ini, namun tidak kunjung kudapati Dia. Ku kelilingi banyak pepohonan juga hasilnya tetap nihil. Sampai akhirnya Kuputuskan untuk beristirahat di ayunan saja karena hampir kehabisan tenaga.
Kuhempaskan tubuhku ke ayunan dengan corak bunga yang bewarna putih ini dengan lesu. Sambil menikmati desiran udara pagi yang menyapa kulitku, Kupejamkan mata ini sejenak sambil mengayun-ngayunkan kursi secara perlahan.
Tiba-tiba saja Kurasakan kaki ini seperti ada yang menggelitikinya, sesuatu yang berbulu-bulu. Lantas secara spontan mata yang tadinya terpejam kini terbelalak melihat ke arah bawah.
"Haahhh"
Sosok mungil nan imut dengan bulu lebatnya yang seputih salju tampak menggosok-gosokkan tubuhnya ke kaki jenjangku. Kedua telinga panjangnya bergerak-gerak seiring dengan gerakan tubuhnya yang menggeliat di sekitar kakiku.
"Astagaa...Cimol, Kamu sudah Kucari kemana-mana nggak ketemu. Eh taunya malah ketika gak Kucari Kamu malah nongol sendiri, mana ngagetin pula", seruku pada Kelinci putih yang sedari tadi Ku cari keberadaannya.
Sedangkan Si empunya yang dimarahi malah dengan Watados miliknya menjilati kakiku.
"Ihh, gelii..hahaha...berhenti, haha"
Lantas dengan cepat Kugendong tubuh mungilnya ke pangkuanku, dan ku elus-elus bulu lebatnya. Jadi teringat, saat-saat pertama kalinya Cimol menjadi peliharaanku.
Diusiaku yang ke-12 tahun saat itu sempat dirawat dirumah sakit karena suatu kecelakaan yang Aku sendiri tidak bisa mengingatnya. Kalau kata Papa sendiri sih, kita kecelakaan saat hendak pergi tamasya. Namun karena luka Papa tidak terlalu berat, sehingga Papa lebih cepat keluar dari rumah sakit dan hanya aku saja yang paling lama di sana.
Akhirnya setelah kurang lebih sekitar 3 bulan lamanya Aku kembali sadar dari koma dan sehari kemudian sudah mendapat izin untuk pulang. Dan tiba-tiba saja saat sampai di rumah, ketika membuka pintu depan tiba-tiba dikejutkan dengan kelinci kecil seputih salju yang meloncat-loncat menghampiriku. Semenjak saat itu kuberi nama Dia Cimol sesuai dengan nama makanan kesukaanku.
" Nduk, ayuk bergegas mandi gih..terus langsung makan karena sudah ditungguin Bapak di ruang makan sekarang", ujar suara Bu Rat dengan begitu lantang yang membuyarkan lamunanku dari kejauhan sana.
"Baik Bu Ratt", jawabku dengan sedikit berteriak karena jarak kami lumayan jauh, dengan Bu Rat yang berdiri di dekat pintu masuk sedangkan diriku di tengah-tengah taman yang sangat luas ini.
Lantas Ku turunkan Cimol dari pangkuanku dan Kuberanjak dari ayunan itu dengan perlahan memasuki rumah. Dan benar saja, saat melewati ruang makan Kujumpai Papa tengah duduk santai di sana sembari menyeruput kopi hitam kesukaannya dengan pandangannya yang tetap tidak beralih sedikitpun dari koran yang dipeganginya.
"Ra, habis ini makan bersama trus nanti setelahnya Papa akan keluar buat meeting sebentar dengan Klien, tapi..", jeda Papa sejenak tanpa berpaling dari bacaannya.
"Tapi apa Pa?", tanyaku begitu menghentikan langkah kakiku dan beralih menengok ke arah Papa.
"Tapi..kali ini Ara boleh ikut dengan Papa keluar", lanjut Papa sembari mengalihkan pandangannya padaku dengan datar sekarang. Sedangkan Aku hanya tercenggang mencerna kata-kata Papa barusan.
'What? Demi apa...'
"Ya, nanti selama Papa meeting Kamu boleh jalan-jalan di luar ruangan Papa dan nanti disana akan ada banyak orang. Nah, setelah Papa meeting Kamu akan Papa kenalkan dengan Anak dari Teman Papa yang mungkin bisa menjadi Teman barumu nanti", Jelas Papa panjang lebar.
'Yeyyyy'
"Baik Paa", seruku yang tidak bisa lagi menyembunyikan raut bahagiaku.
Pasalnya setelah sekian lama terkurung dalam sangkar ini akhirnya Aku dapat merasakan bagaimana dunia luar itu. Bahkan masih bisa kuingat terkahir kalinya Aku tau dunia luar adalah ketika dalam perjalanan pulang dari rumah sakit itu saja sih.
...*** ...
11.19
Kulirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul sebelas lebih, namun Papa tak kunjung selesai meeting. Sekalipun diluar ruangan Papa saat ini banyak orang berlalu lalang, tetapi tetap saja tidak ada yang kukenali sama sekali. Serasa asing dan membosankan.
"Hufhh.."
'Bosannya'
Kutengok ke sekeliling dimana masih banyak orang berlalu lalang tergesa-gesa dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang tetap berkutat di depan layar komputernya, ada yang berdiskusi bersama teamnya, dan yang lain berlalu lalang sembari membawa berkas-berkasnya.
Memang sih, di dalam kantor ini luas, rapi, bersih dan nyaman..hanya saja menurutku kurang menyenangkan.
Akhirnya tanpa lebih lama lagi Aku melangkah keluar kantor yang lumayan besar ini dengan tulisan 'Firma Hukum' yang terpampang secara jelas di atasnya.
Berbanding terbalik dengan suasana di dalam yang begitu ramai, di depan sini begitu tenang dan damai. Dimana tepat di sepanjang depan kantor mengalir sebuah kolam ikan dengan dekorasi memanjang.
Sedangkan di dekat kolam ikan itu juga dihiasi banyak tanaman hias, yangmana diantara tanaman hias itu terdapat pepohonan yang menjulang tinggi juga setiap satu meter jaraknya.
Di samping kiri bangunan ini terdapat Taman yang tidak sebegitu luas, sedangkan di samping kanannya terdapat sebuah lahan yang dikhususkan sebagai tempat parkir kendaraan. Akhirnya Aku memilih hanya duduk di deretan kursi yang berada dekat dengan kolam ikan saja.
"Indahnya...", kagumku melihat ikan-ikan koi yang berenang dengan saling beriringan.
"Iya, indah..", seru sebuah suara dengan agak berat.
Sontak saja, Aku langsung memalingkan mukaku ke arah samping kananku yang ternyata Ku dapati Empunya pemilik suara bass tersebut hanya menatapku dengan begitu lekat sembari menyunggingkan senyum setipis tisu.
Bibir tipisnya yang masih tersenyum di antara rahangnya yang kokoh, hidungnya begitu mancung dan alisnya yang tegas semakin terlihat mempesona. Apalagi Surai hitam lekatnya yang dibiarkan agak berantakan tetapi justru membuatnya tampak cool.
'Wow..ganteng', pekikku dalam hati.
DERRT
DEEERT
DDEEERTTT
Nada dering di handponku menyadarkan dari rasa kagumku pada Lelaki berperawakan jangkung dan berkulit kuning langsat itu.
Kini perhatianku teralihkan pada benda persegi panjang kecil yang ada di dalam tas kecilku. Tanpa lama-lama kuraih benda tumpul itu dan kupencet tombol on yang terpampang pada layar handphon tatkala kudapati nama Papa disana.
TUUTS
"Ya pa"
"Papa udah selesai meeting, sekarang kamu ke ruangan Papa gih..Anak Teman Papa udah dalam perjalanan mau ke sini", ujar suara Papa dari sebrang sana.
"Baik Pa", sahutku.
TUUTT
Panggilan pun terputus, Aku segera memasukkan kembali handphone milikku ke dalam tas mini ini.
"Permisi", ujarku pada Pemuda itu sembari beringsut pergi dari hadapannya.
"Jadi ini Anaknya Teman Papa, kalian yang akrab ya..Papa tinggal keluar dulu", jelas Papa singkat padat jelas kemudian langsung melongos pergi begitu saja.
Ku pandangi Dia dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tampangnya begitu cantik dengan tinggi yang proporsional bak model-model di luaran sana, apalagi kulitnya juga putih bersih sehingga siapapun yang tidak mengenalnya mungkin menganggapnya seorang model.
Surai rambutnya yang hitam lurus sepundak dengan berhiaskan sebuah pita kecil diujung ponny tailnya. Hidung dan mulut kecilnya nampak begitu serasi dan imut jika dipadukan dengan mata sipitnya.
"Hai, namaku stephani Alexadro..panggil stephani aja", ujarnya yang tersenyum manis seraya mengulurkan tangannya padaku.
"Namaku Tiara Gerald, salam kenal juga", ujarku dengan senyum lebar sembari membalas uluran tangannya.
"Kata Papaku Kita seumuran, Btw kamu sekolah dimana?", tanyanya dengan begitu antusias.
"Home schooling, emm..karenaa-", ujarku dengan begitu ragu yang terputus.
"Oo begitu..yaudah gak usah diteruskan gak papa", sahutnya memutus pembicaraanku sebelumnya seolah mengerti keadaanku.
"Gimana kalau kita tukaran kontak aja, biar bisa kenal lebih dekat lagi..", sarannya.
"Tidak masalah, ayuk", setujuku.
"Sini HP milikmu"
"Ini", ujarku sembari memberikan Handphone milikku padanya. Dia pun langsung dengan sigap meraihnya dan terlihat mengetikan sesuatu sebelum memberikannya kembali padaku.
"Okey, sudah Kusimpankan nomornya. Nanti malam Ku chat kamu", serunya dengan ceria.
"Baik", jawabku antusias.
"Emm, sepertinya untuk saat ini Aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi karena ada janji dengan Seseorang", serunya yang tiba-tiba tersipu malu.
"Tapi Aku janji lain kali akan menghabiskan waktu lebih lama lagi denganmu, dan nanti akan Kuperkenalkan juga sama teman-temanku di luaran sana", imbuhnya dengan senang.
"Benarkah?", Tanyaku penuh antusias.
"Benar. Janji", serunya seraya mengacungkan jari kelingkingnya padaku. Lantas Kubalas uluran jari kelingkingnya itu.
...*** ...
Tetap tidak ada yang berubah sedikitpun dalam setiap kegiatan yang Kulakukan usai terbangun dari tidur panjang, yah kecuali pertemuanku dengan stephani tadi sih.
Seperti biasanya, di sore ini Aku berbaring di atas karpet yang tergelar di Taman samping Rumah dengan mengenakan gaun putih panjang yang bercorakan bunga pemberian dari Papa tahun lalu saat ulang tahunku.
Tak lupa juga dengan beberapa buku yang tergeletak di samping kanan kiriku, dan seteko teh beserta cangkir mungilnya yang berada di samping kananku. Tidak hanya teh, tetapi juga beberapa cookies yang berbentuk beruang tersaji di atas piring yang terletak di sebelah tehnya.
Semilir angin berhembus begitu sejuk tatkala menyentuh kulit ini, apalagi semerbak aroma mawar yang menyeruak keluar bagaikan parfum di sekitarku membuat mata ini semakin berat.
Ku ambil salah satu buku yang ada di sekitarku ini dengan judul 'Moana' , lalu kubuka perlahan. Namun sedikitpun tak tertarik untuk membaca kali ini. Akhirnya buku itu hanya Kujadikan penutup muka saja, sebelum perlahan mulai terlelap di dunia mimpi.
TIIT
TIITT
"Haah"
Tiba-tiba deringan ponselku menyadarkanku dari dunia mimpi, meski dengan sedikit gelagapan awalnya. Akhirnya Kuraih ponselku dan buka chat dari Seseorang.
'Hai Ara, ini stephani. Besok keluar sama Aku yuk.., nanti Kukenalkan sama Teman-temanku'
Wah, mau banget pergi keluar bareng stephani. Tapi, apa bakalan diizinkan sama Papa. Biasanya saja dilarang pergi keluar sedetik pun.
KRUSUKK
KRUUSUKKK
Suara semak belukar yang terinjak membuyarkan lamunanku, lantas pandanganku menyusuri area luar pagar rumah ini yang tidak seberapa jauh dari tempatku berada.
Tampak sekilas siluet bayangan Seseorang yang berperawakan tinggi menghilang di balik pepohonan.
"Astagaaa", pekikku kaget.
"Ada apa non?", tanya Pak Joni yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangku.
"Ah, tidak Pak. Mungkin Saya tadi salah lihat saja", seruku.
"Emang Non tadi lihat apa?", tanya Pak Jono penasaran.
"Tadi seperti siluet bayangan seseorang di balik pohon itu", tunjukku ke arah pohon yang ada di samping semak belukar.
Pak Jono pun langsung melihat ke arah yang sama, dan segera berjalan cepat ke sana. Usai sampai di pembatas gerbang, Dia memanjat pagar besi samping rumah dan menghampiri pohon itu. Tampak beberapa kali Ia berjalan mondar-mandir mengelilingi pohon mangga itu dan berjongkok di semak belukar sebelum akhirnya berjalan kembali menghampiriku.
"Tadi sudah Saya periksa Non, tapi tidak Saya dapati Seseorang pun di sekitar sana. Namun..", jedanya.
" ini Saya temukan di sekitar semak belukar. Sepertinya memang tadi ada orang disana dan Dia yang menjatuhkannya", imbuh Pak Jono sembari memberikan sebuah liontin dengan bentuk separuh hati yang bewarna merah darah.
'Indahnya..'
"Yuk Non masuk ke dalam, udah hampir maghrib. Sebentar lagi Papanya Non juga mau pulang, gawat kalau tau Non di luar jam segini mah saya kena semprot..", ajak Pak Jono padaku.
Aku pun menurut saja sembari membawa sebagian buku-buku milikku yang juga dibantu Pak Jono membawakan yang lainnya.
Kami pun berjalan masuk ke dalam rumah yang ternyata sudah ada Papa di ruang tamu.
"Lho, tumben cepet pulangnya?", tanyaku pada Papa yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari bermain ponsel. Lantas Papa pun langsung menoleh kearahku.
"Iya nih, kerjaan Papa selesai lebih awal hingga dapat pulang cepat", jelas Papa padaku.
"Oow begitu..", seruku mangut-mangut.
"Emm, Pa", panggilku dengan ragu.
"Iya, kenapa?", tanya Papa balik. Namun mulut ini masih saja terkatup lantaran terbayang-bayang kemungkinan Papa menolaknya seperti biasanya.
"Terus terang saja sayang, tidak masalah..", seru Papa.
"Itu.., Stephani mengajak Ara ke luar besok. Apak-"
"Boleh", jawab Papa yang tiba-tiba memutus pertakataanku.
'Hahh, demi apa langsung diizinkan? Padahal Stephani kan orang baru bagiku'
"Udah makan belum?", tanya Papa yang membuyarkan lamunanku.
"Belum Pa, ini mau mandi dulu", jawabku.
"Yaudah, sana gih mandi. Habis itu makan bareng Papa", suruh Papa padaku yang langsung saja ku angguki.
Tanpa berlama-lama Aku pun bergegas naik ke atas, sepintas ku dapati Bu Rat yang sedang berkutat di dapur.
Semerbak aroma sedap menyeruak masuk ke rongga hidungku, dan rasa lapar pun memenuhi perutku. Ku percepat lagi jalanku hingga tanpa sadar telah sampai di depan pintu kamar.
Ku dorong pintu itu, dan berjalan menuju laci meja belajarku. Lantas Ku keluarkan liontin tadi dari saku gaunku.
' Kira-kira siapa orang itu? '
Ku amati liontin yang berbentuk setengah hati itu, ternyata terdapat corak bunga-bunga yang terukir di bagian tengahnya.
'Cantik sekali liontinnya, pasti ini milik orang itu. Tapi mengapa Dia sembunyi-sembunyi begitu? Apakah dia berniat jahat pada keluargaku..'
Aku pun memasukkan dan menyimpan liontin itu di dalam laci meja belajarku sebelum beranjak ke kamar mandi yang ada di samping lemari.
...*** ...
(Hari ke-3 Setelah Bangun)
Kupandangi pantulan bayangan diriku yang ada di depan cermin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!