Gia Adrian
Namaku Gia Adrian usiaku 21 tahun, aku putri dari pasangan Gerard Adrian dan dokter Andrea. Tak lama lagi aku akan memiliki gelar sarjana setelah menempuh pendidikan disebuah universitas swasta. Aku anak bungsu dari dua bersaudara, kedua orangtuaku kaya raya dan aku selalu di manja oleh mereka bahkan memasak pun aku tidak bisa karena memang tidak pernah menginjakkan kakiku di dapur yang kotor itu lagipula sudah ada pelayan yang melakukannya jadi untuk apa aku harus bersusah payah.
Aku adalah gadis metropolitan, penampilanku modis dan hang out bersama teman-teman adalah hobiku setiap hari meskipun akhir-akhir ini ayahku sering was-was saat aku mulai mengenal dunia malam tapi bagi remaja ibu kota bukankah itu hal biasa?
Lagipula aku memiliki perjanjian dengan kedua orangtuaku jika aku takkan pacaran sebelum lulus kuliah, bagiku itu tak masalah karena aku seorang wanita yang sulit jatuh cinta dan selama ini aku belum menemukan pria yang cocok yang bisa mendebarkan hatiku saat pertama kali bertemu.
Setelah wisuda dengan nilai sempurna kedua orang tuaku sangat bangga dan mereka memberikan tiket liburan ke sebuah pulau bersama teman-temanku, tentu saja aku sangat senang namun tempat itu justru menjadi awal mula petaka yang mengubah hidup dan takdirku 180 derajat.
Hanya karena salah masuk kamar aku tiba-tiba harus menikah dengan pria asing yang tak pernah ku kenal, pria kolot dengan tatapan angkuh yang jauh dari tipeku seperti oppa-oppa Korea yang sering ku tonton dalam serial drama favoritku.
Setelah kekasih pria itu kembali aku berharap kami akan segera berpisah, aku bisa kembali ke ibu kota dimana aku berasal dan kembali menjalani hidupku yang menyenangkan seperti sebelumnya.
...----------------...
Gio Hadikusumo
Namaku Gio Hadikusumo, usiaku 28 tahun. Aku tinggal bersama kakekku Hadikusumo karena kedua orang tuaku meninggal sejak aku masih kanak-kanak, didalam keluargaku adat istiadat masih sangat kental bukan karena kuno tapi hanya ingin melestarikan warisan leluhur.
Sejak kecil kakek mengajarkan ku hidup mandiri, sederhana dan juga tegar karena aku adalah calon penerus keluarga Hadikusumo meskipun masih ada bibiku adik dari ayahku yang selalu ingin menguasai semuanya dan berusaha menyingkirkan ku.
Kekasih? tentu saja aku memiliki seorang kekasih yang sangat ku cintai namun sayangnya 5 tahun yang lalu wanita itu meninggalkan ku demi menggapai cita-citanya sebagai seorang pianis internasional.
Suatu hari aku yang sedang ada urusan pekerjaan menginap disebuah hotel dan disanalah takdir hidupku dimulai saat tiba-tiba seorang gadis asing masuk kedalam kamarku lalu kesalahpahaman diantara kami pun mulai terjadi sampai membawa ke sebuah pernikahan konyol yang tak pernah di inginkan.
Gadis kota yang begitu liar dan bar-bar itu sangat sulit ku atur, tiada hari tanpa perselisihan diantara kami bahkan dengan keluarga besarku yang sebagian besar masih memiliki pemikiran kolot.
Akankah pernikahan kami bertahan dengan keadaan dan prinsip kehidupan yang berbeda apalagi mantan kekasihku tiba-tiba hadir sampai membuatku sulit untuk memilih, istriku adalah takdirku sedangkan mantan kekasihku adalah wanita yang pernah ku cintai dengan sepenuh hatiku yang membuatku kembali dalam kebimbangan.
Rania adalah wanita yang lemah lembut, sangat menghormati adat istiadat keluargaku dan keluarga besarku juga sangat menyukainya terutama bibiku berbeda dengan Gia yang selalu membuat darahku mendidih saat kami bersama.
Lalu siapakah yang akan ku perjuangkan Gia si gadis bar-bar atau Rania wanita sempurna di mata keluargaku?
...----------------...
Rania Puspita
Namaku Rania Puspita, usiaku 27 tahun. Menjadi pemusik terkenal adalah impianku sejak kecil dan oleh karena itu aku rela meninggalkan kekasih hatiku demi cita-citaku tersebut, namun dengan berjalannya waktu karirku tak begitu sukses dan aku memutuskan untuk pulang berharap kekasih hatiku masih menungguku dengan sepenuh hatinya namun takdir berkata lain karena rupanya pria itu telah menikah dengan seorang gadis.
Patah hati? tentu saja, tapi mengetahui pernikahan mereka karena sebuah kesalahpahaman membuatku memiliki kesempatan untuk merebut lagi pria yang pernah ku cintai itu apalagi Gio tak menolak saat aku berusaha mendekatinya belum lagi sebagian keluarga besarnya mendukungku untuk kembali bersama mantan kekasihku tersebut.
Akankah kami akan kembali bersama seperti sebelumnya atau justru aku tersingkir bukan karena di minta menjauh namun sudah tak ada lagi aku dihatinya?
...----------------...
Kakek Hadikusumo
Kakek Hadikusumo adalah seorang pria berusia 75 tahun, meskipun telah berusia lanjut namun pria tua itu adalah pengendali keluarga Hadikusumo dan tak ada yang berani membantahnya baik itu anak maupun cucunya sendiri.
Bersifat tegas dan terkadang sedikit konyol saat bersama dengan seseorang yang ia rasa cocok dengannya, namun juga tak segan menggunakan kekuasaannya untuk mengancam Gio cucu lelaki satu-satunya yang ia anggap sebagai calon pewarisnya jika tidak patuh dengan perintahnya. Pria itu juga selalu menekankan kepada keluarga besarnya untuk selalu mematuhi adat istiadat leluhurnya seperti tak memakai pakaian terbuka dan juga hidup bermewah-mewahan.
Berkumpul dengan keluarga besarnya adalah keinginannya setiap saat meskipun terkadang harus berakhir dengan perselisihan dan saat kehadiran Gia yang terlalu modern ditengah mereka menimbulkan perdebatan panjang yang tak kunjung usai namun itu juga mampu membuka pikiran pria tua itu jika dunia telah maju pesat dan siapa yang tak mengikuti perkembangannya maka akan tertinggal jauh.
...----------------...
Nadia & Moana
Nadia dan Moana adalah sahabat karib Gia sejak kanak-kanak, mereka akan mewarnai hidup gadis tersebut baik saat susah maupun senang. Keduanya juga berasal dari keluarga kaya raya yang memiliki kehidupan yang sangat modern.
...----------------...
Keluarga Hadikusumo lainnya
Nyonya Nala Hadikusumo adalah bibi Gio adik satu-satunya mendiang ayah Gio, wanita berusia 47 tahun itu memiliki seorang suami penjilat bernama Hengky serta seorang putri bernama Tania dan menantunya bernama Jordi. Keempatnya memiliki sifat yang sama-sama serakah dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka mau.
Mereka kurang menyukai Gio karena ditunjuk oleh kakek Hadikusumo sebagai calon pewaris apalagi saat kedatangan Gia yang mereka anggap sebagai perusak generasi penerusnya mengingat kehidupannya yang begitu modern.
Bisakah Gia menyesuaikan dirinya ditengah keluarga suaminya yang sedikit kuno atau justru gadis itu yang akan membuat perubahan besar dalam keluarga tersebut, gadis itu seperti hidup dalam dua dunia yang berbeda yang membuatnya menyesali kenapa menerima tiket liburan yang di berikan oleh sang ayah.
Entah ini sebuah kebetulan atau justru ada konspirasi didalamnya karena tak biasanya kedua orang tuanya mempercayakannya kepada orang asing apalagi tinggal di negeri antah berantah yang jauh berbeda dari kehidupannya di kota besar.
Sebuah alunan musik nampak menggema nyaring disebuah club malam dan terlihat beberapa pengunjung asyik menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama yang dimainkan oleh seorang DJ ternama.
"Akhirnya sebentar lagi kita akan lulus," ucap seorang wanita yang tengah asyik menggoyangkan tubuhnya bersama kedua temannya yang lain disebuah lantai dansa bercampur dengan pengunjung lainnya.
Jarum jam baru menunjukkan pukul 9 malam namun tempat tersebut sudah mulai dipenuhi oleh muda-mudi metropolitan untuk mencari hiburan disebuah club elit tengah kota, beberapa pria dewasa pun juga nampak berada disana namun kebanyakan dari mereka memilih menghabiskan waktunya duduk di bar bersama teman-temannya, kolega atau pun seorang wanita penghibur yang disediakan oleh tempat itu.
"Kamu benar akhir-akhir ini kepala ku hampir pecah karena memikirkan ujian," timpal seorang gadis lain yang sejak tadi terlihat heboh mengikuti penampilan DJ terkenal itu.
Gadis tersebut adalah Gia Adrian, gadis berpenampilan modis itu terlihat cantik dengan sebuah rok selutut dan juga atasan berbentuk crop top hingga menampakkan sedikit perutnya yang terbuka, rambutnya dicepol beserta makeup tipis menghiasi wajahnya.
"Ngomong-ngomong ini jam berapa?" Gadis lainnya yang bernama Moana ikut menimpali pembicaraan kedua sahabatnya tersebut.
"Baru jam 9," sahut Nadia seraya menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya itu.
Mendengar itu pun Gia langsung melotot dan sontak menghentikan goyangannya. "Jam malamku telah habis, aku harus pulang." ucapnya dengan wajah paniknya, ia hanya memiliki batas malamnya sampai pukul 9 jika tidak maka ayah dan ibunya akan marah.
"Gia please, tak ada salahnya kamu sesekali melanggar peraturan ayahmu lagipula kamu sudah 21 tahun dan sebentar lagi akan lulus kuliah." tukas Nadia yang merasa heran dengan aturan kedua orang tua sahabatnya itu padahal putrinya sudah dewasa.
Gia berpikir sejenak, benar kata sahabatnya itu ia sudah beranjak dewasa dan ayahnya seharusnya tak begitu mengekangnya terutama tentang jam malamnya, lagipula ia sudah bisa menjaga dirinya sendiri dengan tidak pacaran sampai detik ini.
"Baiklah," ucapnya lantas kembali menggoyangkan tubuhnya mengikuti alunan musik dari DJ favoritnya dan melupakan sejenak segala aturan sang ayah.
Tak terasa jarum jam telah menunjukkan pukul 11 malam dan ketiganya pun memutuskan untuk meninggalkan club, saat sedang keluar dari lantai dansa Gia tak sengaja terdorong hingga hampir saja terjatuh jika saja seseorang tak segera menolongnya dengan menopang tubuhnya.
Keduanya nampak berpandangan sejenak tapi pria dengan pandangan sedingin es itu langsung melepaskannya.
"Tak seharusnya gadis remaja sepertimu berkeliaran ditempat ini," ucap pria tersebut dengan tatapan mengintimidasi hingga membuat Gia langsung naik pitam karena berani sekali pria itu mengguruinya.
"Bukan urusanmu," ucapnya dengan tatapan tajam lantas segera mengajak kedua sahabatnya berlalu pergi dari sana.
"Ck, dasar gadis liar." pria itu pun hanya menggeleng kecil menatap kepergian mereka kemudian segera berlalu ke meja dimana seorang pria nampak melambaikan tangan kearahnya.
"Tuan Gio," ucap pria tersebut menatap rekannya yang baru saja datang itu.
Sementara itu dengan menggunakan mobilnya Gia segera mengantar kedua temannya Moana juga Nadia pulang.
"Gia kamu kenal dengan pria tampan tadi? tatapannya oh astaga bikin hatiku ngilu," ucap Nadia saat mobil yang dikendarai oleh sahabatnya itu melaju kencang membelah jalanan malam itu.
"Tidak," sahut Gia singkat dengan pandangan fokus ke jalanan depannya karena baginya pembahasan mereka tidak penting.
"Kira-kira dia pengusaha apa ya? aku jadi penasaran, siapa tahu pria itu menjadi jodoh diantara kita bertiga." tukas Nadia lagi mengingat pria yang menolong sahabatnya itu seperti bukan pria sembarangan bahkan pakaiannya pun sangat mahal.
"Benar, dia benar-benar tampan dan juga maskulin." imbuh Moana menimpali.
Gia Hanya menggeleng kecil. "Kalian berdua saja aku tak tertarik," timpalnya.
Sejauh ini ia memang belum menemukan seseorang yang mampu menggetarkan hatinya, entah dimana pria itu tapi ia yakin akan ada waktunya mereka bertemu lagipula benar kata ayahnya ia harus fokus dengan pendidikannya dahulu karena kedua temannya yang sering gonta-ganti pacar lebih banyak memiliki problem dari pada hidup tenang.
Sesampainya di rumahnya Gia segera berjalan mengendap-endap, semoga saja kedua orangtuanya sudah terlelap tidur karena sebelumnya ia meminta pelayannya untuk mengatakan jika dirinya telah tidur di kamarnya.
"Syukurlah," gumamnya saat baru membuka pintu rumahnya menggunakan kunci cadangan dan melihat beberapa lampu juga telah padam itu berarti seluruh orang rumahnya baik kedua orang tuanya maupun para pembantunya sedang tidur namun saat baru menutup pintunya tiba-tiba semua lampu rumahnya menyala hingga membuatnya langsung berjingkat kaget.
"Papa?"
Gia sontak menelan ludahnya ketika melihat ayahnya sedang duduk diatas sofa kebesarannya, entah sejak kapan pria itu ada disana.
"Pa-papa belum tidur?" imbuhnya seraya mendekati pria paruh baya tersebut.
"Kamu tahu ini jam berapa?" pandangan tuan Gerard sang ayah tajam kearah putrinya itu seperti hendak mencincangnya kecil-kecil.
Gia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya tersebut. "Pukul 11.20 menit," sahutnya dengan wajah mulai pucat.
Sebenarnya ayahnya jarang sekali marah bahkan ia terkesan diperlakukan seperti tuan putri hanya saja pria itu selalu bersikap tegas jika peraturannya dilanggar padahal ia bukan anak-anak lagi saat ini bahkan sebentar lagi ia akan lulus kuliah.
"Apa kamu lupa batas waktu malammu?" tuan Gerard masih menatap tajam anak gadisnya tersebut.
Gia langsung tersenyum nyengir. "Pa please cuma hari ini saja tadi Moana ulang tahun aku tidak enak jika tidak ikut merayakannya," terangnya memberikan alasan.
Hari ini sahabatnya itu memang ulang tahun namun perihal pergi ke club malam sudah sering ia lakukan tanpa sepengetahuan sang ayah karena ia memang selalu pulang tepat waktu.
"Dengan pergi ke club malam?" potong tuan Gerard seraya mengeraskan rahangnya.
"Da-darimana papa tahu?" Gia langsung gugup dan mulai gelisah, apa ayahnya mulai mengawasinya? Tidak, ia bukan anak kecil lagi yang hidupnya terus dikekang disaat gadis seusianya bisa menikmati masa mudanya dengan bebas.
"Itu tidak penting Gia tapi tempat itu bukan tempat yang baik untuk kamu kunjungi ...."
"Aku hanya ingin bersenang-senang pa, lagipula aku tidak pacaran apalagi hamil jadi papa tidak berhak mengawasiku karena aku juga memiliki privasi dan memilih kebahagiaan ku sendiri." potong gadis itu berapi-api lantas menghentakkan kakinya pergi meninggalkan ayahnya tersebut.
"Gia papa belum selesai berbicara oh astaga anak ini," tuan Gerard benar-benar tak habis pikir dengan sikap putrinya yang semakin hari semakin tak bisa di atur.
Bukannya mendengarkan teriakan sang ayah gadis itu justru terus berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Nyonya Andrea sang ibu yang terbangun karena mendengar keributan pun langsung berlalu keluar dari kamarnya.
"Sayang ada apa?" ucapnya menatap sang suami.
"Gia baru pulang," sahut pria itu yang terlihat menyandarkan punggungnya disandaran kursi sembari memijit pelipisnya yang tiba-tiba nyeri.
"Jam segini? oh astaga bukankah kata bibi dia sudah tidur sejak tadi?" tentu saja wanita itu terkejut mendengarnya.
"Anak itu semakin lama semakin susah diatur saja," keluh sang suami dan sang istri hanya bisa menenangkannya tanpa berniat menyalahkan pria itu yang memang sejak dahulu terlalu memanjakan putrinya.
"Pa, aku minta maaf atas kejadian semalam. Aku janji bisa menjaga diriku sendiri, aku tidak pacaran dan tidur dengan sembarangan pria tapi aku hanya ingin bersenang-senang seperti dengan teman-temanku yang lain."
Pagi itu Gia yang melihat ayahnya sedang membaca surat kabar di meja makan langsung menghampirinya dan meminta maaf, semalam ia memang bersalah karena melanggar jam malam yang telah mereka sepakati bersama.
"Kami hanya khawatir padamu nak, kamu satu-satunya anak perempuan di keluarga kami bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu?" timpal sang ibu yang baru datang dari dapur dengan membawa sarapan untuk mereka dibantu oleh pelayannya.
"Aku tahu ma, tapi aku sudah dewasa bahkan tak lama lagi aku akan lulus kuliah, aku tahu mana yang baik dan buruk untuk hidupku, aku masih mengingat pesan kalian jika aku takkan mempermalukan keluarga kita apapun yang terjadi." mohon Gia, ia bukan anak kecil lagi jadi ia ingin memberikan kedua orang tuanya pengertian. Tak selamanya ia akan tinggal bersama mereka jadi ia juga ingin tahu kehidupan diluar seperti apa.
Mendengar itu pun tuan Gerard nampak menghela napas panjangnya, ia tahu putrinya bisa menjaga dirinya sendiri hanya saja ia belum bisa menerima jika gadis itu telah beranjak dewasa dan pada akhirnya akan meninggalkannya.
"Kemarilah!" ucapnya seraya menepuk pahanya dan gadis itu pun segera berlalu mendekat lantas duduk diatas pangkuan pria itu sembari memeluknya.
"Papa hanya khawatir terjadi sesuatu denganmu nak karena tak semua orang diluar sana itu baik terutama pria terkadang mereka hanya ingin bersenang-senang semata tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya," lirih sang ayah dengan wajah sedihnya.
"Aku baik-baik saja pa dan akan selalu baik-baik saja," tukas Gia meyakinkan.
"Berjanjilah kepada papa jika kamu akan baik-baik saja," mohon tuan Gerard dengan penuh harap.
Sang putri langsung mengangguk. "Tentu saja aku berjanji akan baik-baik saja dan akan selalu menjaga diriku, aku bahkan masih mengingat perkataan mama jika aku harus mencintai diriku sendiri sebelum orang lain jadi tidak mungkin aku akan merusaknya pa." tukas gadis itu lagi.
Tuan Gerard mengangguk kecil, raut wajahnya sedikit lega rupanya tanpa ia sadari pemikiran putrinya sudah sedewasa ini.
"Papa mencintaimu sayang," ucapnya lantas kembali membawa gadis itu kedalam pelukannya.
Nyonya Andrea yang melihat itu pun nampak tersenyum lebar, diantara mereka memang sering terjadi perdebatan namun tak bertahan lama karena setelah saling memaafkan hubungan ayah dan anak itu kembali membaik. Sementara ia hanya bisa menjadi penengah mengingat mereka hidup ditengah lingkungan modern dan gaya hidup bebas tapi ia selalu menasihati sang putri untuk tetap memegang prinsip sebagai seorang wanita yang berharga juga terhormat.
Kini ketiganya segera menyantap sarapan paginya, Gia tak segan menerima suapan dari kedua orangtuanya meskipun ia memiliki makanan sendiri. Sebagai satu-satunya anak perempuan tentu saja ia diperlakukan layaknya seorang putri, ia begitu dimanja apapun yang ia mau semuanya ada bahkan terkadang saat ia sedang malas mandi pun ada pelayan yang siap membantunya.
Beberapa hari kemudian tak terasa hari kelulusan pun telah tiba, Gia bersama teman-temannya nampak menyambutnya dengan suka cinta apalagi mereka sama-sama mendapatkan nilai memuaskan.
"Akhirnya kehidupan dewasa yang sesungguhnya akan kita mulai," ucap Nadia yang nampak masih mengenakan toga sama seperti yang lainnya.
"Hm, sebenarnya aku malas sekali bekerja tapi mau bagaimana lagi mama sudah menyiapkan ku sebagai manager catering di perusahaannya." timpal Moana yang keluarganya menekuni bisnis makanan.
"Benar, papaku juga memintaku untuk mengelola salah satu pabriknya dan jika tak berhasil aku harus kuliah lagi benar-benar malas sekali," tukas Nadia ikut mengutarakan isi hatinya.
"Ngomong-ngomong kamu akan bekerja di kantor ayahmu kan Gia?" imbuh gadis itu menatap Gia yang nampak sedang tersenyum sendiri melihat layar ponselnya, entah sedang berkirim pesan dengan siapa karena terlihat seru sekali.
"Gia, apa kamu tak mendengar kami?" Moana langsung menepuk punggung sahabatnya itu ketika obrolan mereka sejak tadi tak dihiraukan.
"Aku dengar, kalian mau bekerja kan setelah ini." tukas Gia menanggapi.
"Memang kamu sedang berkirim pesan sama siapa sih?" Nadia nampak penasaran karena tak biasanya sahabatnya itu lebih mementingkan ponselnya, apa jangan-jangan gadis itu diam-diam telah memiliki seorang kekasih?
Gia pun langsung menunjukkan pesan dalam ponselnya tersebut kepada mereka dan kedua temannya langsung melotot tak percaya.
"Kamu serius kita akan pergi liburan?" Moana langsung histeris begitu juga dengan Nadia.
"Hm, papa memberikan kita 3 tiket liburan selama satu minggu kedepan." terang Gia meyakinkan, sebenarnya bisa liburan bertiga adalah cita-cita mereka sejak dahulu sayangnya setiap kali libur kuliah mereka harus liburan bersama keluarganya masing-masing.
Akhirnya keesokan harinya ketiganya pun pergi liburan kesebuah pulau yang sejak dahulu ingin mereka kunjungi, Nadia yang gemar berfoto nampak membawa peralatan foto dengan harga yang tak biasa sementara Moana yang gemar belanja sudah menyiapkan daftar barang-barang antik yang akan ia beli sedangkan Gia yang ingin bebas dari pengawasan orang tuanya nampak tak sabar mengunjungi tempat-tempat wisata yang menarik.
Setelah menempuh dua jam penerbangan kini ketiganya telah sampai disebuah pulau yang terkenal dengan wisata alamnya tersebut serta adat istiadat yang masih dijaga dengan baik, gunung dan lautan saling berdampingan seakan memperlihatkan bagaimana megahnya ciptaan sang maha kuasa.
"Udaranya benar-benar sangat sejuk," Gia nampak berhenti sejenak setelah keluar dari bandara untuk menikmati udara yang masih alami berbeda sekali dengan keadaan ibukota yang penuh dengan polusi.
Sesampainya di hotel yang telah dipesan oleh sang ayah ketiganya pun segera menyimpan barang-barang bawaannya dan bersiap mengunjungi tempat wisata yang ada disana.
Mengenakan bikini yang dilapisi oleh kemeja tipis ketiganya langsung pergi berenang ke kolam yang terhubung langsung dengan lautan yang berada tak jauh dari tempatnya menginap, ayahnya benar-benar terbaik karena memilihkan hotel premium untuk mereka dengan fasilitas bintang 5 sebagai hadiah kelulusannya.
Tak banyak pengunjung disana karena memang benar-benar privat dan hanya beberapa pengunjung yang mampu membayar mahal untuk menikmati pegunungan sekaligus lautan menjadi satu.
Gia melepaskan kemeja yang sejak tadi membungkus tubuhnya dan membiarkannya berserak dipinggir kolam lalu gadis itu pun segera masuk kedalam kolam menyusul teman-temannya yang sudah lebih dahulu masuk.
Mereka benar-benar bersenang-senang sore itu seperti tak ada lelah meskipun baru saja menempuh perjalanan jauh bahkan ketiganya tak segan berkejaran dan bermain air di bibir pantai sembari menunggu sunset datang namun tanpa mereka sadari seorang pria yang sedang tertidur tak jauh dari sana merasa terganggu dan langsung membuka matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!