NovelToon NovelToon

World Of Cyberpunk: Neo-Kyoto

Bab 1: Kilau Pedang di Bawah Neon

Langit Neo-Kyoto malam itu selalu sama: kabut asam bercampur polusi elektronik yang membuat bulan tampak seperti koin usang. Hujan buatan yang beraroma logam membasahi jalanan, memantulkan cahaya neon raksasa dari papan reklame yang tak pernah padam. Di tengah kekacauan visual itu, sosoknya berdiri tegak di atap gedung tertinggi, siluetnya menentang badai.

Namanya Kaelen. Bukan nama asli, tapi nama yang ia pilih ketika meninggalkan masa lalunya. Kaelen mengenakan trench coat panjang yang terbuat dari serat karbon, menutupi armor tipis yang terpasang di tubuhnya. Rambut peraknya basah kuyup, menempel di dahi, dan matanya memancarkan kilatan biru neon yang aneh. Itu adalah mata buatan, hadiah dari seorang ahli bedah siber yang terlalu murah hati. Di punggungnya, terikat sebuah pedang besar. Bukan pedang biasa, melainkan Katana Jiwa, pedang legendaris yang konon bisa memotong apa saja, baik materi maupun energi.

Ia ada di sana untuk satu misi: membunuh seorang pemimpin sindikat kriminal bernama Ryu Hoshi, si "Naga Elektronik". Ryu Hoshi adalah salah satu dari segelintir orang yang masih memiliki sisa-sisa Sihir Kuno, sebuah kekuatan yang hampir punah di era cyberpunk. Ia bisa memanipulasi energi listrik dan menggunakannya untuk menyerang atau bertahan. Kekuatan itu membuat ia hampir tak tersentuh. Namun, Kaelen tahu satu hal yang tidak diketahui orang lain: Katana Jiwa adalah satu-satunya benda yang bisa menembus perisai energi Ryu Hoshi.

Tiba-tiba, sebuah drone pengintai menyusur di dekatnya, memancarkan sinar laser merah. Kaelen menunduk, dan ia melompat dari atap ke atap. Setiap lompatannya presisi, menggunakan grappling hook yang terpasang di pergelangan tangannya untuk berayun di antara gedung-geding pencakar langit. Angin menderu, tapi ia merasa lebih hidup dari sebelumnya. Ia bukan manusia biasa lagi. Sejak ia menerima mata dan pedang itu, ia adalah makhluk hibrida, gabungan antara manusia dan teknologi yang tidak sempurna.

Setelah tiba di gedung markas Ryu Hoshi, Kaelen masuk melalui ventilasi. Di dalam, gedung itu adalah sarang teknologi. Cyborg penjaga, drone patroli, dan jebakan laser memenuhi setiap koridor. Ia mengeluarkan Katana Jiwa. Pedang itu terasa dingin di tangannya, namun memancarkan aura kehangatan yang aneh. Mata biru neonnya memindai sekeliling, mencari celah.

Kaelen menghadapi tiga cyborg sekaligus. Tubuh mereka terbuat dari logam dan dilengkapi dengan senjata api berat. Namun, Kaelen bukan petarung yang mengandalkan kekuatan. Ia mengandalkan kecepatan. Gerakannya secepat kilat, menghindari setiap tembakan yang datang. Dengan satu ayunan pedangnya, ia memotong kaki salah satu cyborg. Kilatan listrik dan percikan api keluar dari tubuh robot itu. Dua cyborg lainnya menembakkan laser. Kaelen mengayunkan pedangnya lagi, dan secara ajaib, pedang itu menciptakan perisai energi yang memblokir serangan. Serangan balik yang cepat dan akurat, Kaelen memotong tangan mereka satu per satu, sampai akhirnya kedua cyborg itu roboh tak berdaya.

Pertarungan itu menarik perhatian. Alunan suara alarm mengaum, dan ratusan penjaga datang ke arahnya. Kaelen tersenyum tipis. Ia mengayunkan pedangnya lagi, kali ini dengan kekuatan penuh, dan bilahnya memancarkan cahaya hijau neon. Cahaya itu bukan hanya cahaya biasa; itu adalah energi dari Katana Jiwa, yang mampu memotong dimensi. Kaelen berlari menuju pintu masuk, membelah pintu besi yang kokoh menjadi dua. Ia tidak bisa terlalu lama di sini.

Di tengah kebingungan para penjaga, sebuah suara feminin yang dingin menyapa. "Kau pikir bisa kabur begitu saja, Kaelen?"

Seorang wanita muncul dari bayang-bayang. Ia mengenakan baju kulit hitam ketat dan memiliki rambut merah menyala. Di tangannya, ia memegang sebuah tombak listrik yang bergetar. Kaelen mengenali wanita itu. Ia adalah Sora, tangan kanan Ryu Hoshi. Namun, di masa lalu, Sora adalah bagian dari timnya. Mereka berdua adalah pemburu bayaran yang paling ditakuti di Neo-Kyoto. Sampai akhirnya, Sora mengkhianati Kaelen.

"Tentu saja aku bisa kabur," jawab Kaelen, suaranya tenang namun penuh emosi. "Tapi sepertinya aku harus membuat sedikit kekacauan sebelum itu."

Sora tertawa sinis. "Kau masih sombong seperti dulu. Aku akan mengajari kau pelajaran yang sudah kau lupakan."

Pertarungan dimulai. Sora adalah seorang ahli dalam menggunakan tombak. Gerakannya gesit dan mematikan. Tombak yang ia pegang bisa menghasilkan gelombang listrik yang kuat, membuat Kaelen kesulitan untuk mendekat. Namun, Kaelen adalah ahli pedang. Ia menari dengan pedangnya, memblokir dan menghindari setiap serangan.

"Kau melupakan satu hal, Sora," kata Kaelen, sambil mengelak dari serangan tombak yang menghantam dinding di sampingnya. "Aku yang mengajarimu cara bertarung."

"Itu dulu!" seru Sora, dan tombaknya mengeluarkan ledakan energi. Kaelen terlempar ke belakang, punggungnya menghantam dinding besi. Matanya berkedip-kedip, dan ia merasakan sakit yang luar biasa. Tapi itu tidak cukup untuk menghentikannya. Ia bangkit, dan Katana Jiwa di tangannya mulai memancarkan cahaya yang lebih terang.

"Mungkin benar," jawab Kaelen, napasnya tersengal-sengal. "Tapi yang aku tidak pernah ajarkan padamu adalah bagaimana cara mengalahkan pedang."

Dengan satu serangan pamungkas, Kaelen mengayunkan pedangnya, dan energi hijau Katana Jiwa mengalir deras. Sora mencoba memblokir dengan tombaknya, tapi Katana Jiwa memotongnya dengan mudah. Tombak itu hancur berkeping-keping, dan Sora terlempar ke belakang, terkejut.

Kaelen menodongkan pedangnya ke leher Sora. Ia bisa saja membunuhnya, tapi ia tidak melakukannya. Ada sesuatu di matanya, keraguan yang tidak bisa ia sembunyikan.

"Kenapa kau berkhianat, Sora?" bisik Kaelen. "Kenapa kau meninggalkanku?"

Sora menatapnya dengan pandangan dingin. "Aku menemukan jalan yang lebih baik. Dan, aku akan kembali untuk menghabisimu."

Sebelum Kaelen bisa bereaksi, sebuah asap tebal memenuhi ruangan. Ketika asap itu hilang, Sora sudah tidak ada lagi. Kaelen berdiri sendirian, memegang Katana Jiwa, dan matanya memancarkan kesedihan. Ia telah menemukan Ryu Hoshi, tapi ia juga telah bertemu dengan masa lalunya. Misi ini tidak hanya tentang membunuh seorang kriminal, tapi juga tentang mencari tahu kebenaran di balik pengkhianatan Sora. Dan ia tahu, ini hanyalah awal.

Kaelen menghela napas panjang, asap pertempuran masih memenuhi udara di sekitarnya. Alarm terus meraung, menandakan bahwa waktu baginya sangat terbatas. Ia harus segera keluar dari gedung ini sebelum bala bantuan yang lebih besar tiba. Katana Jiwa ia genggam erat, siap untuk menghadapi siapapun yang menghalangi jalannya.

Dari arah lorong, terlihat puluhan sosok bersenjatakan senapan laser dan tongkat listrik berlarian menuju tempatnya. Mereka adalah garda depan Ryu Hoshi, para petarung jalanan yang diperkuat dengan implan siber mematikan. Kaelen menyeringai tipis. Ini akan menjadi jalan keluar yang cukup ramai.

Tanpa ragu, ia menerjang maju. Ayunan Katana Jiwa menciptakan jalur energi hijau yang menebas senjata dan melumpuhkan lawan dalam sekali tebasan. Gerakannya cepat dan mematikan, seperti tarian pedang di tengah badai petir. Setiap musuh yang mendekat, tumbang dengan luka sayatan bersih atau terkena ledakan energi pedangnya.

Namun, jumlah musuh terlalu banyak. Mereka datang bergelombang, mencoba mengepungnya dari segala arah. Kaelen menyadari bahwa ia tidak bisa terus bertarung seperti ini. Ia membutuhkan jalan keluar yang cepat. Pandangannya tertuju pada langit-langit ruangan yang tinggi. Beberapa lampu neon besar tergantung di sana, terhubung dengan kabel-kabel tebal. Sebuah ide muncul di benaknya.

Dengan cepat, ia menembakkan grappling hook ke salah satu struktur penyangga lampu. Kait baja itu mencengkeram erat, dan dalam sekejap, Kaelen terayun tinggi ke atas, menghindari serbuan para penjaga di bawahnya. Mereka hanya bisa menatap ke atas dengan bingung saat ia melayang di atas kepala mereka.

Bab 2: Palu dan Pedang di Bawah Tanah

Sambil berayun, Kaelen melepaskan beberapa lemparan pisau siber kecil yang tersimpan di balik trench coat-nya. Pisau-pisau itu melesat cepat, mengenai beberapa lampu neon dan menyebabkan korsleting yang menghasilkan ledakan kecil dan hujan pecahan kaca. Kegelapan dan kekacauan yang tercipta memberikannya kesempatan untuk bergerak lebih bebas.

Ia mendarat dengan mulus di sebuah platform di atas, tempat sistem ventilasi utama gedung berada. Dari sini, ia bisa melihat peta jalur ventilasi yang tertera di dinding. Ini adalah jalur tikus yang sempurna untuk melarikan diri tanpa harus menghadapi lebih banyak musuh secara langsung.

Kaelen membuka paksa salah satu penutup ventilasi dan masuk ke dalamnya. Lorong-lorong sempit dan gelap, penuh dengan debu dan bau ozon. Namun, ini jauh lebih baik daripada bertarung melawan puluhan cyborg bersenjata. Sambil merangkak di dalam ventilasi, ia masih bisa mendengar suara gaduh dan teriakan para penjaga di bawah. Mereka pasti sedang berusaha mencari jejaknya.

Tiba-tiba, pendengarannya menangkap suara langkah kaki yang mendekat di dalam lorong ventilasi yang sama. Seseorang mengikutinya. Kaelen berhenti dan menyandarkan punggungnya ke dinding lorong. Ia menggenggam erat Katana Jiwa, bersiap untuk menghadapi penyergapan.

Sosok itu semakin dekat, dan Kaelen bisa merasakan hawa keberadaannya. Bukan cyborg, melainkan manusia. Detak jantungnya sedikit meningkat. Apakah itu Sora? Atau mungkin Ryu Hoshi sendiri yang turun tangan?

Saat sosok itu berbelok di sudut lorong, Kaelen terkejut. Itu adalah seorang wanita muda dengan rambut ungu panjang yang dikepang dan mata hijau cerah yang tampak ketakutan namun juga penuh tekad. Di tangannya, ia memegang sebuah palu perang kecil yang terlihat usang namun terawat. Ia bukan salah satu penjaga Ryu Hoshi.

"Siapa kau?" bisik wanita itu, suaranya bergetar.

Kaelen menurunkan pedangnya sedikit. "Aku bukan musuhmu. Siapa kau dan apa yang kau lakukan di sini?"

Wanita itu tampak ragu sejenak, lalu menjawab dengan suara pelan, "Namaku Anya. Aku... aku ditahan di sini."

Kaelen mengerutkan kening. "Ditahan? Oleh Ryu Hoshi?"

Anya mengangguk lemah. "Mereka menangkapku beberapa hari yang lalu. Aku... aku tahu sesuatu yang tidak seharusnya kuketahui."

Sebelum Kaelen sempat bertanya lebih lanjut, suara langkah kaki lain terdengar semakin dekat. Kali ini, lebih dari satu orang, dan suara mereka terdengar lebih mengancam.

"Kita tidak punya waktu untuk ini," kata Kaelen. "Kau ikut denganku."

Tanpa menunggu jawaban, ia meraih tangan Anya dan menariknya bersamanya menyusuri lorong ventilasi yang sempit. Palu perang di tangan Anya tampak seperti mainan di bandingkan dengan Katana Jiwa milik Kaelen, namun ada sesuatu dalam tatapan matanya yang menunjukkan bahwa ia bukanlah orang yang lemah. Mereka berdua sekarang dalam pelarian, terperangkap di dalam sarang Naga Elektronik.

Kaelen dan Anya merangkak di dalam labirin ventilasi, suara alarm yang samar-samar masih terdengar di bawah mereka. Anya mengikuti Kaelen dengan patuh, meskipun ketakutan tampak jelas di matanya. Palu perang yang ia pegang tampak janggal, seolah ia tidak pernah menggunakannya untuk bertarung.

"Tadi kau bilang kau ditahan," bisik Kaelen, saat mereka berhenti di sebuah persimpangan. "Kenapa? Apa yang mereka inginkan darimu?"

Anya menundukkan kepalanya, suaranya pelan dan bergetar. "Mereka... mereka mencari Kode Genesis. Mereka pikir aku tahu di mana letaknya."

Mata biru neon Kaelen melebar. Kode Genesis adalah legenda. Konon, itu adalah source code kuno yang bisa mengendalikan seluruh jaringan elektronik di Neo-Kyoto. Siapa pun yang memilikinya akan menjadi penguasa kota, bahkan bisa membangkitkan kembali Sihir Kuno yang hampir punah.

"Kau serius? Kode itu hanyalah mitos," gumam Kaelen, tidak percaya.

"Tidak, ini nyata," jawab Anya, menatap Kaelen dengan mata penuh kepastian. "Aku... aku keturunan dari Klan Serigala, salah satu klan kuno yang menjaga rahasia ini. Kode itu ada di dalam darahku."

Kaelen terdiam. Ia pernah mendengar tentang klan-klan kuno, tapi ia menganggapnya sebagai dongeng. Jika yang dikatakan Anya benar, maka ia baru saja menolong orang yang paling dicari di Neo-Kyoto. Ia tidak hanya melawan Ryu Hoshi, ia juga membawa beban yang sangat besar.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Kali ini, suara itu bukan datang dari bawah, melainkan dari lorong ventilasi yang sama. Kaelen menodongkan Katana Jiwa-nya, bersiap. Namun, yang muncul bukanlah penjaga biasa. Itu adalah Zarek, seorang pemburu bayaran yang memiliki reputasi kejam. Ia mengenakan baju besi stealth berwarna hitam legam dan membawa sebuah tombak plasma yang memancarkan cahaya ungu redup.

"Kaelen," sapa Zarek, suaranya seperti gerungan mesin. "Ryu Hoshi menawarkan hadiah besar untuk kepalamu."

Kaelen mendengus. "Ia selalu murah hati."

"Dan ada bonus untuk gadis kecil di sampingmu," tambah Zarek, matanya menyipit ke arah Anya. "Serahkan dia, dan aku akan membiarkanmu pergi."

Anya mengepalkan palunya erat, gemetar ketakutan. Kaelen menempatkan dirinya di depan Anya, melindungi gadis itu. "Aku rasa tidak."

Zarek menghela napas. "Pilihan yang buruk."

Pertarungan dimulai. Zarek adalah musuh yang jauh lebih kuat daripada penjaga biasa. Ia cepat, gesit, dan tombak plasma-nya bisa melepaskan ledakan energi yang berbahaya. Kaelen memblokir serangan pertama dengan pedangnya. Percikan api dan energi menyembur dari pertemuan kedua senjata. Kaelen merasa lengannya bergetar. Tombak Zarek memiliki kekuatan yang luar biasa.

Kaelen mengayunkan Katana Jiwa-nya, tapi Zarek menghindar dengan gerakan yang tidak terduga. Ia melompat ke atas, menendang dinding, lalu menyerang Kaelen dari belakang. Kaelen berhasil memblokir serangan itu lagi, tapi dorongannya membuat ia terhuyung.

Anya melihat Kaelen kesulitan. Tanpa pikir panjang, ia mengambil langkah maju. Dengan palu kecilnya, ia memukul dinding logam di sampingnya dengan sekuat tenaga. Palu itu, yang terbuat dari bahan aneh, mengeluarkan gelombang kejut yang merusak sirkuit dan menyebabkan lampu-lampu di lorong ventilasi berkedip-kedip. Zarek kehilangan keseimbangan sesaat.

Itu sudah cukup bagi Kaelen. Dengan kecepatan kilat, ia mengayunkan Katana Jiwa-nya. Bilah pedang yang bersinar hijau menebas tombak plasma Zarek. Kali ini, tombak itu tidak hancur, tapi retak dan meledak, mengirimkan gelombang energi yang melemparkan Zarek ke dinding. Zarek terbatuk, darah mengalir dari mulutnya. Ia menatap Kaelen dengan mata penuh kebencian.

"Ini belum berakhir," geram Zarek, lalu ia menggunakan perlengkapan jetpack kecil di punggungnya untuk terbang menjauh, menghilang dalam kegelapan.

Kaelen menoleh ke arah Anya. Gadis itu terengah-engah, masih memegang palunya. "Bagaimana... bagaimana kau bisa melakukan itu?" tanyanya. "Palu itu...?"

Anya menatap palunya, seolah ia sendiri tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan. "Palu ini... ini adalah Palu Perusak. Itu terbuat dari bahan yang sama dengan Katana Jiwa milikmu. Ini juga adalah pusaka klan."

Kaelen terdiam, menatap palu di tangan Anya. Ia tahu, pedang dan palu itu adalah dua sisi dari koin yang sama. Pedang untuk memotong, palu untuk merusak.

Tiba-tiba, suara dari sistem komunikasi Kaelen berbunyi. Itu adalah suara seorang wanita, suaranya familier dan membuat Kaelen merasa tidak nyaman.

"Kau pikir kau bisa kabur?" suara itu adalah suara Sora. "Aku tahu kau bersamanya. Aku bisa merasakannya. Dia milikku."

Kaelen mematikan komunikasi itu, wajahnya tegang. Anya menatapnya, bingung.

"Siapa itu?" tanyanya.

"Sora," jawab Kaelen, suaranya dingin. "Sepertinya ia bukan hanya sekadar kaki tangan Ryu Hoshi. Ia juga salah satu dari Klan Serigala. Dan entah kenapa, ia menginginkanmu."

Kaelen sekarang berada dalam posisi yang sulit. Ia harus melindungi Anya dari Ryu Hoshi, Zarek, dan sekarang Sora, yang tampaknya memiliki hubungan pribadi dengan gadis itu. Misi untuk membunuh Ryu Hoshi kini menjadi lebih rumit dan jauh lebih pribadi. Ia harus membawa Anya ke tempat yang aman, namun di dunia cyberpunk yang berbahaya ini, tidak ada tempat yang benar-benar aman.

Bab 3: Lorong Kegelapan dan Bisikan Masa Lalu

Kaelen menatap Anya, wajahnya disinari cahaya redup dari panel-panel yang rusak di lorong ventilasi. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat tegang. Informasi tentang Sora sebagai anggota Klan Serigala, dan kemungkinan adanya hubungan keluarga dengan Anya, memutar semua rencananya. Ia bukan lagi seorang pemburu bayaran yang menjalankan misi sederhana; ia adalah pelindung seorang gadis yang memegang kunci rahasia besar, diburu oleh masa lalunya sendiri.

"Kita harus keluar dari sini," kata Kaelen, suaranya pelan dan mendesak. "Ventilasi ini tidak aman lagi. Mereka pasti sudah memblokir semua pintu keluar."

Anya mengangguk. Matanya yang ketakutan kini menunjukkan sedikit tekad setelah ia menggunakan Palu Perusak. Ia tidak selemah yang Kaelen duga. "Di mana kita akan pergi?"

Kaelen berpikir keras. Neo-Kyoto adalah labirin. Setiap sudutnya dikendalikan oleh sindikat kriminal, korporasi rakus, atau militer. Tidak ada tempat yang benar-benar aman. Kecuali...

"Aku tahu satu tempat," jawab Kaelen. "Bawah tanah. Ada jaringan terowongan kuno yang ditinggalkan di bawah sektor 7. Itu adalah tempat persembunyian terbaik di kota."

Mereka kembali merangkak, bergerak lebih cepat. Kaelen memimpin jalan, mencari jalur yang paling jarang dilewati dan menghindari sensor panas yang dipasang oleh Ryu Hoshi. Setelah beberapa saat, mereka menemukan sebuah pintu keluar darurat yang menuju ke sebuah terowongan servis. Kaelen dengan mudah merusak kunci digitalnya dengan tool kit kecil di pergelangan tangannya.

Begitu mereka keluar dari ventilasi, udara di sana terasa lebih dingin dan lembap. Lorong servis itu dipenuhi dengan pipa-pipa tebal dan kabel-kabel yang menjuntai. Di ujung lorong, sebuah tangga besi spiral turun ke dalam kegelapan.

"Ini dia," kata Kaelen. "Jalur menuju bawah tanah."

Mereka menuruni tangga, dan kegelapan total menyelimuti mereka. Hanya lampu biru neon dari mata Kaelen dan cahaya redup dari palu Anya yang menerangi jalan. Kaelen terus memimpin, waspada dengan setiap suara yang ia dengar.

Saat mereka berjalan, Anya memecah keheningan. "Kau bilang... Sora... ia adalah bagian dari timmu?"

Kaelen menghela napas. Ia tidak ingin membicarakan masa lalu. Tapi ia tahu, Anya berhak tahu. "Ya. Kami... kami adalah pemburu bayaran. Aku, Sora, dan seorang lagi. Kami adalah tim terbaik di kota ini."

"Apa yang terjadi?"

"Satu misi," jawab Kaelen, suaranya menjadi lebih dingin. "Misi untuk menyerang salah satu markas korporasi terbesar. Sora mengkhianati kami. Ia membunuh anggota tim kami yang lain dan melarikan diri dengan data-data penting. Aku hampir mati malam itu. Ia meninggalkan kami begitu saja."

Anya terdiam, mencerna cerita itu. "Kenapa... kenapa ia melakukan itu?"

"Aku tidak tahu," jawab Kaelen, jujur. "Ia tidak pernah memberi tahu alasannya. Tapi sekarang... sekarang aku tahu. Ia pasti sudah menjadi bagian dari Ryu Hoshi. Mereka pasti menjanjikan sesuatu padanya. Kekuatan. Atau... mungkin mereka juga mencari Kode Genesis."

Mereka terus berjalan, melewati lorong-lorong gelap. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakang mereka. Kaelen menarik Anya ke sebuah sudut gelap di balik pipa besar.

"Ada seseorang yang mengikuti kita," bisik Kaelen. "Mereka bukan penjaga biasa."

Sosok itu muncul dari kegelapan. Seorang pria bertubuh kekar mengenakan baju besi ala samurai yang diperkuat dengan teknologi siber. Di punggungnya, terikat sebuah tombak besar, jauh lebih besar dari yang dipegang oleh Sora. Itu adalah Jiro, jenderal pribadi Ryu Hoshi.

"Kaelen," panggil Jiro, suaranya bergema. "Ryu Hoshi ingin kau mengembalikan gadis itu. Serahkan dia dan kau akan dibiarkan hidup."

Kaelen maju, berdiri di depan Anya. Ia tidak punya pilihan selain bertarung. "Aku tidak akan menyerahkan siapa pun."

Pertarungan pun pecah. Jiro adalah petarung yang mengandalkan kekuatan murni. Setiap ayunan tombaknya membelah udara dan meninggalkan retakan di dinding beton. Kaelen harus menggunakan seluruh kecepatannya untuk menghindari serangan brutal itu. Katana Jiwa dan tombak Jiro beradu, menciptakan percikan api besar yang menerangi lorong yang gelap.

Jiro jauh lebih kuat. Ia berhasil memukul Katana Jiwa Kaelen hingga pedang itu terlepas dari genggamannya dan terlempar jauh. Kaelen terhuyung, lengannya terasa mati rasa. Jiro maju, tombaknya teracung, siap untuk menghabisi Kaelen.

Namun, sebelum Jiro bisa menyerang, Anya melompat dari persembunyiannya. Dengan Palu Perusak-nya, ia memukul tombak Jiro dengan sekuat tenaga. Ledakan energi besar terjadi, lebih kuat dari sebelumnya. Palu itu bukan hanya merusak, tapi juga mampu melepaskan ledakan energi kinetik yang sangat kuat. Jiro terlempar ke belakang, terhuyung-huyung, sementara Anya jatuh berlutut, kehabisan napas.

Kaelen, melihat kesempatannya, berlari ke arah Katana Jiwa-nya. Ia mengambil pedang itu, dan dalam sekejap, ia sudah berada di belakang Jiro. Dengan satu ayunan pedang yang cepat dan presisi, ia memotong kabel-kabel di punggung baju besi Jiro. Baju besi itu korsleting, percikan api berhamburan, dan Jiro jatuh tersungkur.

Ia menang, tapi ia tahu ini hanya masalah waktu. Ryu Hoshi tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan kembali Anya dan Kode Genesis. Mereka terus bergerak, lebih cepat, lebih dalam, menjauhi cahaya Neo-Kyoto. Kaelen tahu mereka menuju ke wilayah yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Tempat di mana legenda dan teknologi kuno bertemu.

Mereka terus berjalan ke dalam kegelapan, jauh di bawah jalanan Neo-Kyoto. Udara menjadi semakin dingin dan lembap, dan suara mesin-mesin di atas mereka tidak lagi terdengar. Kaelen berjalan di depan, mengandalkan mata neon-nya untuk menerangi jalan. Anya mengikutinya dari belakang, palu di tangannya terasa berat, sebuah beban sekaligus jaminan keamanan.

Setelah berjam-jam berjalan, mereka akhirnya tiba di sebuah gerbang besi kuno yang tertutup lumut dan karat. Gerbang itu diukir dengan simbol-simbol yang aneh, seolah berasal dari peradaban yang hilang. Kaelen menyentuh gerbang itu, dan Katana Jiwa di punggungnya bergetar.

"Ini dia," bisik Kaelen. "Gerbang ke Dunia Bawah."

Anya menatap gerbang itu dengan kagum. "Apa ini? Aku belum pernah melihatnya."

"Legenda mengatakan, ini adalah gerbang yang dibuat oleh klan-klan kuno untuk menyembunyikan diri dari peradaban modern," jawab Kaelen. "Aku menemukannya secara tidak sengaja saat masih menjadi pemburu bayaran. Aku tidak pernah masuk ke dalamnya. Ini adalah tempat terakhir yang bisa kita tuju."

Kaelen mengeluarkan sebuah perangkat kecil dari sakunya. Itu adalah kunci digital kuno yang ia temukan bersamaan dengan gerbang itu. Ia memasukkan kunci itu ke celah di gerbang. Dengan suara gemuruh, gerbang besi itu terbuka, menampakkan sebuah lorong yang diselimuti kabut dan cahaya biru redup.

Mereka melangkah masuk. Lorong itu terasa seperti tempat yang hidup. Udara di sana terasa berbeda, lebih murni, dan ada bisikan-bisikan aneh yang terdengar di telinga mereka. Bisikan itu seperti nyanyian kuno, berbicara tentang kekuatan, kehancuran, dan kehidupan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!