NovelToon NovelToon

Cat, Milik Sang Mafia

Bab 1

Hospital Guang Zhou.

Suasana siang hari yang padat di rumah sakit mendadak kacau oleh suara langkah kaki yang tergesa dan teriakan keras dari lorong belakang. Seorang gadis berpenampilan sederhana, mengenakan hoodie dan celana jeans longgar, terlihat berlari tergopoh-gopoh ke arah tangga darurat. Nafasnya memburu, rambutnya terurai berantakan, dan wajahnya penuh ketegangan.

"Sudah pindah ke kota... mereka masih mengejarku," gumamnya sambil menahan nafas, melirik ke belakang dengan panik.

Langkah-langkah berat terdengar semakin dekat. Lima pria berpakaian biasa dengan ekspresi garang terus mengejarnya. Suara teriakan mereka menggema di koridor sempit.

"Cat Liu ada di sekitar rumah sakit ini! Jangan sampai dia lolos!" teriak salah satu dari mereka.

Sementara itu, di lantai atas tangga darurat, seorang pria mengenakan setelan jas rapi tampak terduduk lemas di anak tangga. Wajahnya pucat, dadanya naik turun dengan cepat, dan tangannya bergetar hebat. Ia berusaha mengeluarkan ponsel dari saku jas, namun karena tremor yang tak terkendali, ponsel itu terjatuh dan meluncur menuruni beberapa anak tangga.

Pria itu mulai terbatuk-batuk, napasnya tersengal, terdengar seperti seseorang yang tengah sekarat.

Cat Liu menghentikan langkahnya saat melihat pria itu. Seketika nalurinya sebagai tabib mengambil alih rasa takutnya. Ia menunduk dan mendekatinya dengan waspada.

"Tuan, ada apa denganmu?" tanyanya cepat, matanya menelisik kondisi pria itu.

"T-tolong... aku... aku..." jawab pria itu lirih, berusaha menyelesaikan kalimatnya, tapi suara itu tenggelam oleh suara napas yang makin berat. Ia memegangi dadanya, seolah paru-parunya menolak bekerja.

"Asma?" gumam Cat pelan. Ia segera merogoh tas kecil yang menggantung di pinggangnya dan mengeluarkan gulungan kain yang berisi jarum akupuntur.

Tangannya bergerak cepat. Dengan satu hentakan, ia menarik salah satu jarum, lalu tanpa ragu ia menusukkan jarum tersebut ke titik di sekitar leher dan dada atas pria itu—titik yang dikenal dalam pengobatan tradisional untuk membantu merangsang aliran udara.

"Tahan sebentar..." katanya sembari menahan tekanan pada titik tersebut.

Beberapa detik kemudian, napas pria itu mulai melambat, tidak lagi terdengar seperti seseorang yang kehabisan udara. Tubuhnya yang semula kaku mulai rileks, dan warna pucat di wajahnya mulai memudar sedikit demi sedikit.

Pria itu memejamkan mata sejenak, lalu membukanya perlahan. Sorot matanya menatap Cat Liu, antara heran dan takjub.

"Kau... siapa sebenarnya?" bisiknya.

Cat tidak menjawab. Suara langkah kaki dari bawah mengingatkannya kembali pada bahaya yang belum usai.

"Maaf, Tuan... aku harus pergi. semoga kamu panjang umur," ucapnya pelan, lalu segera berlari kembali naik, menghilang di balik lorong atas tangga.

Cat yang baru saja menolong pria pengidap asma itu segera melangkah cepat menuju lorong utama rumah sakit. Nafasnya masih memburu, namun tatapannya fokus. Saat melihat seorang dokter berpakaian putih tengah berjalan sambil memeriksa berkas, Cat segera menghampirinya.

"Dokter! Cepat, ada seorang pria di tangga darurat... asmanya kambuh parah!" ucap Cat dengan suara mendesak sambil menunjuk ke arah tangga.

Tanpa menunggu reaksi sang dokter, Cat segera melesat pergi, menghilang ke lorong lain demi menghindari kejaran para pria yang masih memburunya.

Sementara itu, di luar Rumah Sakit Guang Zhou...

Tiga mobil hitam berhenti mendadak di area parkir darurat. Pintu mobil pertama segera dibuka oleh sang sopir, memperlihatkan sosok pria tinggi berwibawa yang melangkah keluar dengan penuh dominasi. Ia mengenakan setelan jas hitam berkelas, dan sorot matanya tajam seperti seekor elang.

Asistennya segera mendekat, membungkuk sedikit sambil menyampaikan laporan.

"Bos, anak buah kita tidak bisa menghubungi Tuan Muda Kedua. Terakhir terlihat sedang dikejar oleh musuh kita. Kemungkinan besar, dia masih berada di dalam rumah sakit ini."

Pria itu mendengus pelan, matanya menyapu bangunan rumah sakit di depannya dengan pandangan tajam.

"Pencar. Cari sampai dapat. Temukan Ekin... dan musuh-musuh kita..." ucapnya dingin.

Kemudian, suaranya berubah menjadi keras dan mematikan.

"Siapa pun yang berani menyinggung keluarga Zhang… patahkan leher mereka!"

Dengan langkah pasti, ia berjalan menuju pintu masuk rumah sakit, diikuti oleh beberapa anak buahnya yang berpakaian rapi namun membawa aura pembunuh yang tidak bisa disembunyikan.

Seorang pria berpakaian hitam melangkah cepat menghampiri sosok tinggi berwibawa yang baru tiba.

"Bos, Tuan Muda Kedua telah ditemukan. Saat ini dia sedang dalam penanganan di ruang pemeriksaan," lapor pria itu dengan nada serius.

Maximilian Zhang menoleh, sorot matanya tajam bagai pisau.

"Apa yang terjadi padanya?" tanyanya datar namun mengandung tekanan yang mematikan.

"Tuan Muda ditemukan di tangga darurat… asmanya kambuh parah," jawab pria itu, yang merupakan asisten pribadi Ekin—Leo.

Tak lama kemudian, pintu ruang pemeriksaan terbuka. Seorang dokter paruh baya keluar dengan wajah lega. Ia menoleh pada pria-pria berpakaian hitam yang berdiri dengan aura mencolok di depan ruangannya.

"Apakah Anda anggota keluarga pasien?" tanya sang dokter sopan, walau sedikit terintimidasi.

Maximilian mengangguk singkat. "Bagaimana keadaan adik saya?" tanyanya dengan suara tegas, nyaris tanpa emosi.

Dokter itu menghela napas sebelum menjawab, "Pasien berhasil diselamatkan. Jujur saja, ini adalah keajaiban karena pasien diselamatkan seseorang. Serangan asmanya sangat parah—jika tidak segera ditangani, dia bisa saja meninggal dalam hitungan menit."

Maximilian mengernyit. "Siapa yang menyelamatkannya?"

"Seorang gadis. Sepertinya dia seorang tabib tradisional. Saat kami tiba, kami menemukan jarum akupuntur yang masih tertancap di titik-titik vital pasien. Kemungkinan besar itu yang membantunya bertahan sampai kami datang," jelas dokter itu sambil tersenyum kecil, kagum.

Leo melangkah maju. "Apakah Anda mengenal gadis itu?"

Dokter menggeleng. "Tidak. Dia pergi begitu saja setelah memberitahu kami tentang kondisi pasien. Masih muda, tapi sangat terampil dan berani."

Maximilian menyipitkan mata, tatapannya berubah tajam namun penuh ketertarikan.

"Temukan gadis itu." Suaranya pelan, tapi mengandung tekanan yang membuat Leo langsung menegakkan badan.

"Bayar dia berapa pun yang dia minta. Jika dia memang seorang tabib, jadikan dia tabib pribadi Ekin mulai sekarang. Tidak peduli berapa biayanya!" lanjutnya tegas.

Leo mengangguk mantap. "Baik, Bos."

Maximilian Zhang bukanlah pria biasa. Ia adalah kepala keluarga Zhang—keluarga mafia paling disegani di Guang Zhou, bahkan namanya bergema di dunia bawah tanah internasional. Sekali ia mengeluarkan perintah, siapa pun tahu: itu harus dilakukan, atau nyawa jadi taruhan.

Maximilian Zhang, dikenal sebagai Mafia yang paling terpengaruh dan menakutkan. selalu mendapatkan sesuatu yang dia inginkan dengan segala cara. Termasuk Cat Liu yang selalu kabur darinya.

Bab 2

Di dalam ruang perawatan, Rumah Sakit Guang Zhou.

Ekin Zhang perlahan membuka mata. Wajahnya yang tadinya pucat kini mulai terlihat segar, meski tubuhnya masih terasa lemas. Ia duduk perlahan di ranjang pasien, menyesuaikan diri dengan keadaan sekeliling. Di ujung ranjang, berdiri seorang pria dengan aura kuat dan dingin—Maximilian Zhang, sang kakak yang juga kepala keluarga Zhang.

"Kakak..." suara Ekin terdengar serak, namun penuh kesadaran. "Gadis itu... dia menyelamatkanku. Apakah kalian sudah menemukannya?"

Maximilian menatap adiknya, matanya tenang namun tajam seperti biasa. Ia menyilangkan tangan di depan dada.

"Charles sedang memeriksa rekaman CCTV. Tenang saja, tidak lama lagi kita akan menemukannya," jawabnya mantap.

Ekin menunduk sesaat, mengingat sosok gadis sederhana yang muncul seperti penyelamat di saat kritis.

"Aku belum sempat mengucapkan terima kasih. Waktu itu dia terlihat panik… seperti sedang dikejar. Mungkin dia dalam masalah," gumam Ekin dengan nada prihatin.

Maximilian mengangkat dagunya sedikit, menyeringai samar.

"Serahkan saja padaku. Kita tidak pernah kesulitan menemukan orang yang kita cari. Setelah kau benar-benar pulih… akan aku serahkan lima wanita untukmu," ucapnya santai.

Ekin mengernyit heran. "Kakak, apakah mereka calon istri yang dipilihkan nenek? Bukankah perjodohan itu seharusnya untukmu? Apa yang salah dari mereka? Ada lima calon, tapi kakak menolak semuanya dan justru menyerahkannya padaku?"

Maximilian terkekeh singkat. Ia melangkah perlahan ke arah pintu.

"Aku tidak butuh mereka. Jadi aku berikan saja padamu. Nikahi mereka semua kalau perlu... dan berikan keturunan untuk keluarga kita," jawabnya dingin sebelum keluar ruangan.

"Kakak selalu saja seperti ini..." gumam Ekin sambil menyandarkan tubuh ke bantal dengan senyum kecil.

Leo, sang asisten pribadi, tertawa kecil dari samping.

"Tuan Muda, setidaknya kali ini Tuan Zhang tidak mengusir mereka seperti biasanya," ujarnya sambil menata setelan jasnya.

Ekin tersenyum miris. "Itu karena kakak mencemaskan aku, jadi dia melepaskan mereka. Tapi kalau begini terus... cepat atau lambat nenek pasti akan marah besar," jawabnya sambil menghela napas panjang.

Di luar ruang perawatan.

Maximilian Zhang berdiri di lorong rumah sakit bersama salah satu anggotanya, dengan posisi tubuh tegak dan tangan memainkan pemantik api kecil berwarna perak.

Seorang pria mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinganya.

"Tuan, orang itu sudah ditemukan. Anggota kita membawanya ke jembatan kota. Mereka sedang menunggu perintah."

Maximilian mengangguk ringan, matanya menatap kosong ke kejauhan. Api dari pemantiknya menyala sebentar, lalu padam.

"Aku akan mengurusnya sendiri," ucapnya pelan namun mengandung bahaya tersembunyi.

Tak lama kemudian, Charles—anak buah terpercaya Maximilian—datang tergesa, membawa sebuah ponsel dan memperlihatkan layar kepada bosnya.

"Tuan, ini fotonya. Kami mendapatkannya dari kamera depan rumah sakit," ucap Charles singkat.

Maximilian memperhatikan layar itu sejenak. Wajah gadis yang terekam memang tidak begitu jelas, namun sorot matanya tak bisa disembunyikan—masih muda.

"Kelihatannya masih muda…" gumam Maximilian, sebelum menatap Charles dengan pandangan penuh perintah.

"Temukan dia. Cari tahu apakah dia benar-benar bisa menyembuhkan Ekin. Jika ya, bayar dia... dan pastikan dia tinggal di sisi Ekin setiap saat. Kalau dia menolak... temui keluarganya. Buat mereka tunduk pada kita, apa pun caranya!"

"Baik, Tuan," jawab Charles dengan tegas. Ia melirik kembali ke layar ponsel. "Meskipun fotonya tak terlalu jelas, tapi dengan jaringan kita, tidak akan sulit menemukannya."

Maximilian menutup pemantiknya, memasukkannya ke saku jas, dan melangkah pelan ke arah lift. Wajahnya dingin, nyaris tak berperasaan.

Malam hari.

Langit kota Guang Zhou diselimuti awan kelabu, angin malam meniup helai rambut Cat Liu yang berantakan. Nafasnya memburu, langkah kakinya tak pernah berhenti sejak siang. Gadis itu terus berlari melewati trotoar sepi, hanya diterangi lampu jalan yang berkedip lemah.

"Kejar dia!" teriak salah satu pria yang mengejarnya dari belakang.

Cat menoleh sekilas. Bayangan beberapa pria berpakaian biasa masih mengekorinya, tak kenal lelah. Ia mempercepat langkah, menyelinap masuk ke jalur menuju jembatan pejalan kaki yang melintang di atas jalan raya.

"Dari siang sampai malam mereka terus mengejarku... kalau begini terus, umurku bisa lebih pendek dari umur jagung," gerutunya lirih, kehabisan tenaga namun tetap berlari.

Ia mulai menaiki tangga jembatan, tubuhnya gemetar karena letih dan cemas. "Ternyata jadi anak orang kaya juga tidak menjamin hidup bisa aman. Mereka dari desa sampai ke kota mengejarku. Guru... walau Anda sudah pergi, murid-muridmu masih saja menghantuiku. Raja Obat benar-benar meresahkan!"

Langkahnya akhirnya mencapai bagian atas jembatan. Namun saat Cat hendak melanjutkan pelariannya, tubuhnya mendadak kaku. Matanya membelalak saat melihat pemandangan mengerikan di pertengahan jembatan.

Seorang pria bertubuh tegap, mengenakan jas gelap, tengah menikam seorang pria lainnya berkali-kali dengan pisau panjang. Darah mengalir deras, membasahi lantai jembatan hingga menyentuh ujung sepatu pria itu.

Cat mematung. Mulutnya terbuka sedikit karena terkejut.

"P-Pembunuhan...?" gumamnya tanpa sadar.

Salah satu pria yang berada di dekat pembunuh itu menoleh. "Siapa di sana?!" teriaknya keras, suaranya memantul di struktur besi jembatan.

Pria yang baru saja menghabisi nyawa seseorang itu menghentikan gerakannya. Ia menoleh perlahan ke arah suara… ke arah Cat. Sosok itu adalah Maximilian Zhang.

Tatapan matanya tajam, dingin, dan mematikan. Seperti hewan buas yang baru saja mencium aroma mangsanya.

"G-Gawat… dia melihatku! Apa aku akan dibunuh?!" batin Cat, tubuhnya membeku di tempat.

"Baru saja berhasil lolos dari sarang buaya... malah masuk ke kandang serigala," bisiknya putus asa.

Dari balik Maximilian, Charles menyipitkan mata menatap Cat. Ia mengambil langkah maju dan mendekati bosnya sambil berbisik, "Tuan... bukankah itu gadis yang kita cari?"

Maximilian tidak menjawab. Ia mulai melangkah perlahan ke arah Cat. Langkah-langkahnya tenang namun berat, menyiratkan bahaya yang nyata.

Bab 3

Cat memundurkan langkahnya dengan wajah cemas. Sementara itu, Maximilian justru semakin mendekatinya, menatap wajah polos gadis itu yang tanpa riasan. Namun, terlihat cantik natural.

"Paman, maaf... aku tidak berniat mengganggu kalian. Aku hanya ingin lewat jembatan ini. Aku akan segera pergi," ucap Cat sambil menunduk, menutupi wajahnya. Ia tidak berani menatap pria itu.

Maximilian menahan lengannya. “Paman? Berapa usiamu?”

“Delapan belas tahun. Paman adalah orang dewasa, tidak mungkin mempermasalahkan hal sepele dengan gadis kecil sepertiku, kan?” sahut Cat gugup.

"Aku hanya dua belas tahun lebih tua darimu, dan kau memanggilku paman?” tanya Maximilian, alisnya terangkat.

“Paman... maksudku, Tuan! Tolong jangan bunuh aku. Aku masih muda dan tidak sengaja melihat semuanya. Aku bisa pura-pura tidak mengenalmu," ucap Cat sambil memohon.

Maximilian mencubit dagu Cat pelan dan bertanya, “Siapa namamu?”

“Cat... Marga Liu,” jawabnya pelan.

Di kejauhan, Charles bergumam, “Ada apa dengan Bos? Kenapa banyak sekali pertanyaan pada gadis itu? Tidak biasanya Bos begitu dekat dengan wanita.”

Tiba-tiba terdengar teriakan dari kejauhan.

“Gadis itu di sana! Tangkap dia!” Lima orang pria berlari ke arah mereka di atas jembatan.

“Sepertinya banyak yang berminat padamu,” ujar Maximilian sambil menoleh ke arah mereka.

“Aku benar-benar dalam bahaya… yang satu buaya, satu lagi serigala,” gumam Cat, panik.

“Siapa yang kau maksud buaya dan serigala?” bisik Maximilian.

“Bukan itu maksudku... Paman adalah serigala. Yang hebat dan kuat,” jawab Cat terbata.

“Hei! Siapa kalian?! Serahkan gadis itu!” bentak salah satu pria yang mengejar.

Charles maju cepat dan menendang pria itu hingga terjatuh, lalu menodongkan pistol ke arah mereka.

“Hanya dua pilihan. Mati atau hidup!” ujar Charles tegas.

Kelima pria itu ketakutan dan langsung kabur dari jembatan.

“Hei! Kalian mau ke mana? Bukankah kalian tadi berniat menculikku?!” teriak Cat kesal.

Para pengejarnya lari terbirit-birit, bahkan ada yang sampai menabrak pagar jembatan dan jatuh berguling.

“Dasar pengecut. Tidak berguna!” gumam Cat. “Lebih baik jatuh ke tangan mereka, setidaknya aku masih bisa melawan.”

Ucapan itu terdengar jelas di telinga Maximilian.

“Nona, tenanglah. Mereka sudah kabur dan Anda sudah aman,” ujar Charles menenangkan.

“Aman?” Cat menatap Maximilian dengan ragu. “Apa mungkin aku lebih aman di tangannya?” gumamnya pelan.

“Karena Anda telah menyelamatkan Tuan Muda kami, maka kami akan melindungi Anda,” kata Charles serius.

“Aku bahkan tidak tahu siapa itu Tuan Muda kalian,” jawab Cat.

“Tuan muda kami sempat kambuh asmanya, dan Anda yang menolongnya. Kami juga tengah mencari Anda. Selain itu, Anda pantas menjadi tabib pribadi beliau,” jelas Charles.

“Tidak perlu berterima kasih. Biarkan aku pergi. Anggap saja kita tak pernah bertemu,” ujar Cat buru-buru hendak pergi. Namun belum sempat ia melangkah, tubuhnya langsung diangkat oleh Maximilian dan diletakkan di pundaknya.

“Hei! Lepaskan aku! Jangan bunuh aku! Aku sudah menyelamatkan tuan muda kalian, kenapa malah menculikku?!” teriak Cat panik.

Maximilian tak menjawab. Ia melangkah mantap menuju mobilnya, membawa Cat di pundaknya.

Cat terus meronta saat tubuhnya terangkat ke pundak pria itu.

"Turunkan aku! Aku tidak punya urusan dengan mafia sepertimu!" teriaknya sambil memukul punggung Maximilian.

Namun Maximilian tetap melangkah dengan tenang, membawa gadis itu seakan tak berbobot menuju mobil hitam mewah yang terparkir tak jauh dari jembatan.

"Charles, buka pintunya," perintah Maximilian dingin.

Charles menurut tanpa suara. Pintu belakang mobil terbuka, dan dalam satu gerakan cepat, Maximilian melempar tubuh mungil Cat ke dalam. Gadis itu mendarat di jok dengan wajah panik, berusaha cepat-cepat bangkit dan melarikan diri. Tapi sebelum ia sempat bergerak, Maximilian sudah masuk dan menutup pintu. Mobil pun langsung melaju, meninggalkan jembatan yang kini sunyi.

Cat mundur ke pojok mobil, napasnya memburu.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanyanya, suaranya bergetar, menahan rasa takut dan marah sekaligus.

Maximilian mendekat pelan. Wajahnya datar, tapi matanya penuh intensitas saat menatap Cat yang masih tanpa make-up, polos, dan ketakutan.

"Aku benci dipanggil paman," katanya lirih.

Cat semakin meringkuk. "Maaf… aku hanya ingin hidup. Aku tidak akan bicara ke siapa pun—"

Ucapan Cat terpotong. Dalam satu gerakan yang cepat dan tak terduga, Maximilian menarik tubuhnya mendekat dan membungkam mulutnya dengan ciuman.

Mata Cat terbelalak, tubuhnya membeku. Ciuman itu kasar dan penuh emosi. Bukan ciuman yang lembut, Tapi ciuman penuh nafsu.

Charles terbelalak kaget melihat aksi bosnya melalui cermin di atas.

“Bos mencium wanita? Apakah dunia akan segera kiamat? Bos paling benci disentuh wanita, apalagi mencium salah satunya? Siapa sebenarnya Cat Liu? Baru pertama kali bertemu, bos sudah kehilangan kendali?" batinnya tak percaya.

Sementara itu, Cat Liu mencoba melepaskan diri dari pelukan Maximilian. Wajahnya memerah bukan hanya karena emosi, tapi juga ketakutan.

"Lepaskan aku!" teriaknya, mencoba mendorong dada pria itu.

Maximilian akhirnya melepaskan ciumannya, tetapi lengannya tetap melingkar erat di pinggang gadis itu. Senyumannya mencurigakan, matanya tajam mengunci pandangannya.

“Usiamu masih terlalu muda. Sepertinya kau belum pernah berciuman,” ucapnya dengan nada menggoda.

"Apa yang kau inginkan sebenarnya, aku hanya tidak sengaja melihatmu membunuh orang," kata Cat.

Maximilian tidak tersinggung. Sebaliknya, ia justru tertawa kecil.

“Tidak ada yang bisa lepas dari tanganku, Cat Liu,” katanya dingin.

“Apa kau akan membunuhku? Hidupku sudah cukup berantakan tanpa harus terlibat denganmu. Tolong lepaskan aku…” Suara Cat mulai gemetar.

Alih-alih menjawab, Maximilian menyentuh pelan bagian belakang kepala gadis itu, menatap bibirnya seolah ingin kembali melakukan hal yang sama.

“Sayangnya, aku tidak pernah melepaskan apa yang sudah aku pilih,” ucapnya dengan nada tajam, lalu perlahan kembali mendekat dan melanjutkan ciumannya.

Ciuman Maximilian semakin brutal sehingga gadis itu tidak mampu melawan.

Cat menutup bibirnya dengan rapat dan memejamkan matanya.

"Buka mulutmu!" ucap Maximilian yang kemudian tangannya meraba paha gadis itu.

Cat yang dikejutkan dengan sentuhan itu, ia ingin berteriak, Namun Maximilian menjulurkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu dan menguasai ciumannya dengan brutal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!