"Huaaaa......!"
Aku terkejut mendengar tangisan putra ku,gegas aku pergi ke dalam rumah meninggalkan sisa baju yang belum selesai ku jemur.
"Masya Allah... kamu udah bangun,sayang, cup...cup...cup,mama di sini sayang,udah ya....jangan nangis lagi,jagoan mama kan hebat " Ucap ku membujuk sambil mengusap kepala putra ku yang sudah basah rambutnya karena keringat.
"Ma...ma..." Putra ku merentangkan kedua tangannya meminta ku gendong,aku pun segera melakukan yang diinginkan putra ku.
"Iya sayang,mama gendong ya" Ucap ku. Hatiku lega karena putra ku tak lagi menangis,mungkin tadi dia terkejut karena ketika terbangun dari tidurnya aku tak ada di samping nya.
"Ma....ma....,uhhh....!" Putra ku menunjuk ke arah pintu yang terbuka
"Mau keluar ? Ok kita keluar ya,tapi nanti kamu duduk ya,jangan kemana-mana tunggu mama menyelesaikan pekerjaan mama,ok !" Ucap ku dengan lembut ,putra ku mengangguk sambil tersenyum.
"Masya Allah,pintar kamu nak " Bisik ku sambil mencium pipinya,putra ku terkekeh mungkin karena merasa geli,hal itu menjadikan ku semakin gemas. Segera ku bawa keluar,aku dudukan Arvan di kursi khusus balita. Arvan putra ku sudah berusia 2 tahun,tetapi entah kenapa putra ku masih belum bisa berbicara,ia hanya bisa menyebut kata mama saja, selebihnya hanya gerakan tangan yang menunjuk-nunjuk ketika menginginkan sesuatu. Tetapi,meski begitu Arvan sudah mengerti apapun yang aku katakan. Dia juga penurut ,dan tidak pernah rewel. Jika ingin pipis atau pup ,dia sudah mengerti harus melakukan apa,dengan melepaskan celananya putra ku akan langsung berlari ke arah kamar mandi,jika celananya basah dan kotor,putra ku akan langsung menaruh nya di keranjang cucian khusus pakaiannya,tetapi jika tidak ia akan meminta ku untuk memakaikan nya lagi,tak hanya itu putra ku akan mencari dan mengambil sendiri pakaian nya.
"Sebentar ya, sayang ! Mama selesai kan pekerjaan mama dulu " Ucap ku sambil memberikan mainan mobil-mobilan kecil,Arvan hanya tersenyum menanggapi ucapan ku.
Aku menghela nafas,lalu beranjak mengerjakan pekerjaan ku yang belum tuntas. Akan tetapi belum juga selesai sebuah suara membuat ku mau tidak mau harus menoleh.
"Iya Bu?" Tanya ku menatap ibu mertua yang ekspresi nya sudah tak enak di pandang.
"Lama banget sih ? Ngapain aja dari tadi ? Masa jemur pakaian saja belum kelar-kelar ?" Tanya nya sambil bersedekap dada.
"Iya Bu,tadi aku harus nenangin Arvan dulu yang nangis " Jawab ku,dalam hati aku pun menambahkan" Emang ini cucian nya siapa,hampir semua pakaian nya aku yang nyuci " Batin ku
Padahal aku sudah memberikan mesin cuci ku pada ibu mertua ,lebih tepat nya mengikhlaskan dengan terpaksa. Mesin cuci itu aku beli dari hasil kerja aku tidak kecampur uang suami. Belum juga aku memakainya,ibu mertua sudah lebih dulu memakainya. Setiap aku hendak mencuci pakaian,ibu mertua selalu mendahului. Hingga akhirnya aku kesal sendiri akhirnya aku ikhlaskan lah mesin cuci ku digotong ke rumah ibu mertua. Posisi rumah kami memang berdekatan, hanya satu langkah dari teras rumah ku ke teras rumah mertua.
"Makanya jangan sok mau adopsi anak segala,jadi repot sendiri kan ! Udah bener kamu kerja aja,dapet duit banyak. Sekarang malah berhenti kerja karena mau fokus ngurusin anak pungut haram " Ibu mertua mendelik ke arah putra ku
"Astaghfirullah Bu,...Arvan bukan anak haram " Bela ku,tak terima rasanya ketika putra yang aku rawat setulus hati dihina seperti itu.
"Halah...kalau bukan anak haram mana mungkin orangtua nya buang dia di tempat sampah,mana gagu lagi" cibir ibu mertua
"Astaghfirullah...." Air mataku sontak saja menetes, hatiku sakit mendengar kata-kata kasar ibu mertua. Bukan kali pertama ibu mertua ku seperti itu,hampir setiap hari selama dua tahun semenjak aku mengadopsi Arvan, kata-kata ibu mertua selalu menusuk di hati. Tak hanya ibu mertua, tetapi ipar-ipar dan keluarga suami lain nya juga sama. Jika saja mas Danu,suami ku sikap nya sama dengan keluarga nya mungkin sudah dari lama aku pergi. Meski sikap mas Danu selalu dingin terhadap Arvan tetapi mas Danu tak pernah mengatakan yang menyakiti hati ku, bahkan mas Danu juga sikap nya selalu manis dan lembut padaku . Mungkin lebih tepat nya mas Danu berada di tengah-tengah,tak membela aku dan tak juga memihak keluarganya.
"Oh iya,sebentar lagi ada bang keliling nagih,ibu lagi gak ada uang. Kamu bayarin dulu ,gak banyak kok cuman tiga puluh ribu " Ucap ibu mertua seenak jidatnya tanpa bertanya dulu apa aku ada uang atau enggak.
"Iya Bu " Hanya kata itu yang keluar dari mulut ku. Sebenarnya aku sudah lelah dan ingin menyerah dengan sikap ibu mertua ku,tetapi aku kembali teringat wajah mas Danu.
"Kalau gitu ibu mau tidur dulu. Jangan ganggu, kalau ada yang nanyain bilang aja lagi keluar " Setelah mengucapkan itu,ibu mertua lekas masuk ke dalam rumah nya.
"Huuuufffttthhhh...." Aku menghela nafas sambil menatap Arvan yang nampak anteng dengan mainan nya.
"Sabar....demi mas Danu" Untuk saat ini mas Danu lah yang jadi penguat ku ,meski ia tak pernah membela ku.
Bersambung.....
Jam masih menunjukan pukul sepuluh pagi di saat aku baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah. Setelah itu aku segera menyiapkan cemilan untuk Arvan,tadi sebelum aku kembali menyelesaikan pekerjaan ku,aku urus dulu putra ku yang mulai rewel karena mungkin sudah lapar. aku suapin dulu,setelah itu aku mandikan. Arvan sudah harum dan kembali anteng karena perut nya sudah terisi,aku pun melanjutkan pekerjaan rumah.
Baru saja aku duduk setelah meletakkan kue dan susu untuk Arvan,suami ku mas Danu datang. Keningku mengernyit,merasa bingung kenapa jam segini mas Danu sudah pulang.
"Tumben mas, sudah pulang ? Gak ada apa-apa kan ?" Tanya ku sedikit khawatir.
"Gak kok,kerjaan aman. Aku hanya sedikit meriang ,mungkin karena semalam begadang karena ikut meronda,tadi juga cuman tidur satu jam" Tutur maa Danu.
Dengan rasa cemas aku pun beranjak dan menghampiri mas Danu. Ku sentuh kening nya dengan punggung tangan ku.
"Iya mas, seperti nya kamu juga demam. Ya udah kalau gitu mas cuci kaki dulu gih,lalu istirahat. Aku siapin makan abis itu kamu minum obat " Mas Danu hanya mengangguk pelan,ku lihat matanya melirik sebentar ke arah Arvan. Ekspresi nya masih sama. Datar,tak lama mas Danu pun pergi ke kamar mandi sementara aku pergi ke dapur.
Selesai menyiapkan makanan dan obat,aku lihat mas Danu sudah berbaring di sofa ,di bawahnya Arvan tengah bermain memainkan mainan-mainan murah harga nya pun cuman dua ribuan,yang aku beli di warung depan rumah. Bukan tak mampu beli yang mahal tetapi mertua dan yang lainnya selalu nyinyirin aku, yang katanya buang-buang uang gak jelas namun pada akhirnya mainan yang mereka nyinyirin diambil juga buat anak ipar ku.
"Ini mas,dimakan dulu !" Ucap ku
"Iya,makasih ya " Ucap mas Danu meraih piring yang berisi nasi dan lauknya.
"Udah ah,gak enak rasanya nih mulut. Pahit dan enek "Baru tiga suap maa Danu menyudahi makan nya,aku pun memakluminya,untung saja aku mengambil nasinya tidak terlalu banyak.
"Udah,nanti dilanjut lagi makan nya. Tapi obat nya juga jangan lupa harus diminum biar cepat sembuh " Ucap ku meraih piring meletakan nya di meja. Aku juga mengambil obat lalu memberikan nya pada mas Danu. Dengan tersenyum lembut mas Danu meraih obat tersebut lalu meminumnya.
"Lebih baik mas istirahat di kamar saja biar gak keganggu. Nanti Arvan kalau tidur biar aku tidur kan di kamar belakang saja takut ganggu tidur kamu " Ucap ku
"Ya udah ,aku ke kamar dulu ya. Terima kasih udah pengertian " Ucap Mas Danu sambil menyentuh kepala ku.
"Iya mas,sudah seharus nya aku perhatian sama suami, lagipula aku gak tega lihat kamu sakit " Ucap ku pula
"Ya ampun,...istri siapa sih ini ,manis banget" Goda nya sambil tersenyum
"Hehehe...mas bisa aja " Aku pun tersipu dibuat nya. Tanpa gombalan selanjutnya mas Danu segera menuju kamar. Lagi-lagi dia mengabaikan Arvan yang tengah menatap nya tanpa kedip.
Aku menghela nafas berat,kasihan sekali putra ku. Mungkin dalam hatinya ia ingin disapa mas Danu, ingin pulang merasakan kasih sayang nya. Tatapan matanya mengikuti mas Danu hingga masuk ke dalam kamar.
"Ma...ma...ma..." Ucap Arvan sambil menunjuk ke arah kamar.
"Iya sayang,maafin papa ya nak. Papanya lagi sakit gak bisa main dulu "Ucap ku mengusap kepala nya
"Uh...uh...." Tunjuk Arvan lagi,namun kini ia menunjuk ke arah dapur
"Apa sih nak,mama bingung ?"
"Uh..." Arvan berdiri dan berlari ke dapur,aku lantas mengikuti.
Arvan berdiri di depan rak piring. Bocah kecil itu berjongkok lalu tangan nya yang mungil mengambil mangkuk plastik kecil yang sengaja aku letakkan paling bawah.
"Uh..." Arvan memberikan nya padaku.
Meski bingung aku terima saja,setelah itu Arvan beranjak ke sisi lain,bocah itu menunjuk-nunjuk ke atas lemari kabinet.
"Apa sih nak ?" Tanya ku sambil meraih tubuh mungil nya lalu ku angkat ku arahkan ke depan lemari kabinet yang sebelumnya telah aku buka.
"Mau apa ? Di sini gak ada apa-apa loh,cuman lap dan handuk kecil "
Arvan meraih kain lap,lalu meminta ku menurunkan nya dengan menggerakkan tubuhnya.
"Uh...uh ..uh ..." Arvan meletakan kain lap ke dalam mangkuk ,lalu dengan gerakan tangan nya menunjuk ke arah pintu,masih bingung aku tetap di posisi mencerna apa yang dimaksud putra ku itu,hingga akhirnya aku mengerti setelah Arvan meletakkan kain lap di kepalanya dengan tangan menunjuk ke arah pintu.
"Masya Allah....kamu mau mama mengompres papa nak,pakai kain ini?" Tanya ku ,Arvan mengangguk sambil tersenyum
Masya Allah mungkin karena aku sering mengompresnya ketika demam jadinya Arvan pun merekam hal itu di benak nya. Aku pun semakin bangga padanya.
"Baiklah,sekarang kita isi air nya dulu ya,terus kita kompres papa " Ucap aku yang dibalas senyuman dari Arvan.
Setelah itu,sambil menuntun Arvan aku pergi ke kamar. Akan tetapi saat sampai di ambang pintu aku melihat mas Danu yang tengah menelpon. Aku masuk tanpa bersuara demi menghargai seseorang di balik telpon,akan tetapi entah kenapa melihat sikap mas Danu seperti gugup dan langsung mengakhiri telepon nya.
"Udah nelpon nya mas? Siapa yang nelpon ?" Tanya ku sambil meletakan mangkuk berisi air dan handuk kecil di meja samping tempat tidur,aku pun duduk di sisi tempat tidur samping mas Danu. Tak lupa aku memeriksa kembali suhu tubuh nya. Arvan yang tadi ikut dengan ku hanya terdiam berdiri di dekat ku.
"Itu,..tadi teman kerja nanyain kondisi aku "Jawab Mas Danu sedikit gelagapan
"Oh,.." Jawab ku. Kemudian aku melirik pada Arvan
"Sini sayang !" Aku mengulurkan tangan. Anak ku segera naik ke tempat tidur dan duduk di samping ku.
"Gak perlu pake gituan lah,aku gak apa-apa kok cuman butuh istirahat sebentar" Ucap Mas Danu sambil melirik ke arah mangkuk di meja.
"Ya sudah,kalau gitu mas istirahat saja ya. Aku mau ajak main Arvan sebentar setelah itu mau tidurin Arvan" Ucap ku yang tak memaksa.
"Ok "
Aku segera membawa Arvan keluar dari kamar,namun baru saja aku sampai di ruang tengah suara ibu terdengar memanggil ku.
"Mila... Mila....!" Setengah berteriak ibu memanggilku
Akupun buru-buru membuka pintu takutnya suara ibu akan mengganggu istirahat nya Mas Danu.
"Iya Bu ,ada apa ?" Tanya ku begitu aku membuka pintu
"Kamu ini gimana sih ? Kan ibu sudah bilang,kalau ada yang datang nyari bilang gak ada ! Tuh cepet bayarin !" Sentak ibu mertua menunjuk seorang pria berjaket kulit hitam yang sudah berdiri di ujung teras rumah ibu mertua.
"Iya Bu,maaf. Sebentar aku ambil dulu uang nya " Ucap ku segera mengambil uang di dompet yang ku taruh di samping televisi.
"ini bu,uang nya " Aku berikan uang itu pada ibu mertua,yang kemudian ibu mertua berikan pada pria itu.
"Ini bang, besok-besok nagih nya ke sana ya,itu menantu saya uang nya sudah saya titip di sana !" Tunjuk ibu mertua pada ku.
Bersambung.....
Pukul empat sore,aku yang hendak memasak pergi keluar saat mendengar seseorang memanggil. Rupanya bi Edah yang tengah berjualan beberapa sayuran. Bakul nya nampak masih penuh ,mungkin belum ada yang laku atau mungkin bi Edah baru pergi jualan dan yang pertama didatangi adalah rumah ku.
"Kangkung sama selada air nya berapa an bi ?" Tanya ku
"Biasa lah neng Mila,tiga ribu seikat. Masih segar-segar,ini juga ada cabe,tomat ,dan terong ,semuanya serba tiga ribuan " Tutur bi Edah
"Aku beli kangkung nya seikat saja,sama cabe ,dan tomat deh" Ucap ku
"Siap...." Seru bi Edah
Saat itu mbak Tami,kakak ipar ku datang dan langsung memilih-milih sayuran. Perasaan ku mulai tidak enak,ditambah ibu mertua juga datang menghampiri.
"Nah kebetulan,ibu lagi kepengen makan lalapan,kamu bayarin dulu ya !" Ucap ibu mertua sambil membawa dua bungkus terong.
"Mila,sekalian bayarin dulu punya mbak ya,nanti diganti ! Males bolak-balik ke rumah " Tambah mbak Tami dengan tiga ikat kangkung ditangan nya. Padahal rumah nya hanya beberapa langkah dari rumah ku,tapi aku tahu itu hanya alasan nya saja.
Aku menghela nafas, ingin menolak tapi tidak ingin membuat kegaduhan karena yang pasti aku yang langsung diserang dan disalahkan,ya sudah akhirnya aku bayarin juga punya mereka.
"Alhamdulilah....semoga rezekinya neng Mila selalu mengalir deras ya,...neng Tami jangan lupa ganti uang nya,kan tadi bilang nya mau diganti " Ucap bi Edah yang nampaknya sudah hafal dengan sikap ipar ku itu.
"Iya...iya...usil banget sih !" Mbak Tami mendengus kesal
"Bukan usil tapi hanya memperingatkan, takutnya lupa,nanti ditagih nya di akhirat loh,seandainya mau masuk syurga pun gak jadi karena tertahan masalah utang yang belum dibayarkan "Tutur bi Edah panjang lebar
"Idih, siapa juga yang mau mati ! Lagian aku masih muda juga kok,masih jauh "
"Umur gak ada yang tahu neng,jangan kan yang sakit yang sehat saja bisa tiba-tiba mati. Ajal itu gak kenal tua ataupun muda, buktinya nyata,kemarin anak lima tahun tiba-tiba meninggal karena keselek kelereng,tetangga saudara saya di desa sebelah masih muda tubuh nya gagah rajin olahraga tetep saja mati kena serangan jantung. Yakin masih bisa nafas besok ..." Ujar bi Edah sambil membereskan dagangan nya ,nampak mbak Tami terdiam dengan wajah pucat. Nampak nya ucapan bi Edah mengena di hati nya.
"Kamu itu mau dagang atau mau nakut-nakutin anak saya,sih ? Dagang-dagang saja jangan kebanyakan ngomong !" Tegur ibu mertua tak terima
"Lah kok sewot ? Aku cuman bilang apa yang aku tahu kok,itu juga hasil dari mendengarkan tausiah kemarin pas pengajian. Makanya Bu,... sering-sering lah ikut kajian biar faham " Bi Edah mulai beranjak
"Makasih ya neng Mila, banyak-banyak istighfar dan sabar ya,...semoga Allah membukakan pintu hidayah nya " Ucap Bi Edah lekas pergi
"Iya bi,semoga dagangan nya cepat habis " Aku melihat kepergian Bi Edah sampai tak lagi terlihat.
"Kurang asem si Edah ! Bisa-bisa nya dia ceramahin aku. Awas ya,lain kali aku gak bakal beli dagangan nya lagi. Biar tahu rasa dagangan nya gak habis " umpat ibu mertua
"Emang siapa yang beli tadi, biasanya juga aku yang beli ,ibu dan mbak Tami cuman maunya dibayarin terus " Ucap ku yang tentunya dalam hati,bisa panjang urusan jika aku mengatakan nya langsung.
"Sudah ! Jangan kamu pikirin omongan nya,gak jelas begitu" Ucap ibu mertua pada Mbak Tami
"Mila,tunggu !" Seru mbak Tami saat aku hendak beranjak ke dapur,aku menoleh tanpa bertanya.
"Kamu mau masak kan ? Sekalian masakin juga buat keluarga aku ! Aku lagi males masak,gula sama bawang nya pada abis. Nih kangkungnya" Mbak Tami segera pergi setelah meletakkan tiga ikat kangkung di lantai.
Maklum saja,mbak Tami anak nya banyak ,jadi kalau masak sudah seperti masak untuk satu RT.
"Ini mau sekalian dimasakin ?" Tanya ku pada ibu mertua basa-basi
"Enggak perlu ! Ibu mau makan di rumah kamu saja,lagi males masak " Jawab ibu mertua ketus sambil berlalu
Aku bingung setiap hari selalu saja bilang nya males masak,padahal setiap hari juga makan nya di tempat aku,lalu buat apa ibu mertua suka beli bahan masakan,gak mungkin dimakan mentah juga,kan.
Astaghfirullah....aku merapikan hijab instan ku lali menoleh ke arah Arvan yang berdiri di ambang pintu.
"Kita masuk apa mau main ?" Tanya ku berjongkok di depan Arvan
"Uh..." Tunjuk Arvan ke halaman
"Ya udah,kita main sebentar ya tapi jangan main panas-panasan takut nya jadi pusing !" Ucap ku lembut,sambil mengusap kepalanya. Arvan mengangguk sambil tersenyum.
Aku terdiam duduk di teras sementara Arvan mulai bermain di halaman. Dia main lari-lari ke sana kemari,tanpa kenal lelah. Sesekali dia menghampiriku hanya untuk mendapatkan kecupan dari ku di pipinya. Habis itu Arvan kembali bermain sendiri. Ketika Arvan tengah asik bermain,Ajril dan Vani anaknya mbak Tami datang. Kedua nya masih berusia balita, Ajril usianya hampir sama dengan Arvan sedangkan Vani satu tahun diatas Ajril. Entah apa yang terjadi tiba-tiba Ajril mendorong Arvan hingga anak ku jatuh namun hebat nya Arvan tidak nangis tetapi justru cepat berdiri dan hal yang tak pernah aku duga ternyata Arvan malah membalas nya dengan mendorong Ajril. Tak sampai jatuh tetapi anak itu tiba-tiba nangis kejer hingga aku terkejut dan kalang kabut sendiri. Bisa rame kalau sampai emak nya datang. Aku berusaha menenangkan anak itu tetapi bukan nya berhenti nangis malah semakin kejer nangis nya sampai guling-guling di tanah.
"Astaghfirullah...." Aku menghela nafas panjang merasa putus asa,kulirik anak aku yang terdiam menatap Ajril. Dan Vani anak perempuan itu berlari memanggil ibunya.
"Mama... Ajril jatuh didorong Arvan....! "Adu nya
"Ya salam...." Lirih ku menepuk kening.
Sudah lah pasrah saja,aku yakin setelah ini pasti mbak Tami bakal ngamuk-ngamuk dan ujung-ujungnya pasti aku yang disalahkan.
"MILAA....!"
"Nah kan....." Gumam ku lirih
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!