Dor
Dor
Dor
Seorang pria berpakaian hitam dengan topeng yang menyembunyikan wajah aslinya berdiri ditengah-tengah mayat-mayat musuh yang baru saja ia habisi dengan brutal. Ia menatap tajam pimpinan musuhnya yang berdiri seratus meter darinya mengacungkan senjata api padanya. Ia sama sekali tidak merasa takut akan senjata api yang diacungkan musuhnya itu.
"Mati kau Arsa," teriak pria yang kini mengacungkan senjata api pada pria yang bernama Arsa itu. Ia yakin kemenangan ada ditangannya malam ini karena musuhnya kehabisan anak peluru.
Dor
Dor
Dor
Bruk
"Kau tidak akan bisa menyentuh saudaraku, Franco," ucap seseorang yang keluar dari kegelapan malam menyandang senjata api laras panjangnya menyunggingkan senyumannya dengan tatapan tajamnya.
"Deva...no," lirih pria bernama Franco itu yang kini jatuh tersungkur diatas tanah. Ia kira kemenangan adalah miliknya malam ini ternyata dugaannya salah. Ia melupakan para saudara Arsa yang pastinya akan ikut dalam peperangan malam ini.
"Kita pergi dari sini!," ucap pria yang memakai topeng itu pada Devano. Ia langsung balik badan diikuti Devano dari belakang.
Dor
Devano kembali menoleh ke belakang dan tersenyum kecil lalu mengacungkan jempolnya pada seorang pria yang baru saja kembali menembak Franco yang hendak kembali berusaha untuk membidik Devano dan pria bertopeng itu.
"Kau pergilah kearah timur, Devano," ucap pria bertopeng itu meminta Devano untuk pergi ke arah timur dimana di sana masih terjadi pertumpahan darah antara anak buahnya dan musuhnya.
"Tapi Kak, bagaimana kalau--
Pria bertopeng itu melayangkan tatapan tajam pada Devano. Ia paling tidak suka jika dibantah, setiap ucapannya adalah perintah yang harus dipatuhi.
"Baiklah Kak," angguk Devano segara berjalan ke arah timur. Tatapan Arsa begitu mengerikan baginya meski mereka sudah tumbuh bersama namun sifat dingin dan kejam Arsa adalah perpaduan dari Zaki dan Eyangnya yang dulunya juga pimpinan mafia.
Pria bertopeng itu melanjutkan langkahnya dimana tidak jauh dari hadapannya anak buahnya terlibat peperangan dengan musuhnya. Ia mengeluarkan senjata api yang tersimpan dibalik jubah panjang yang ia kenakan lalu melumpuhkan satu persatu musuhnya.
Kafka Arsalan Iskandar, pria berusia 30 tahun adalah pimpinan dari Black Serpent yang merupakan kelompok mafia yang paling ditakuti. Dan malam ini ia menurunkan beberapa anak buahnya untuk menghabisi musuhnya yang mencoba mencari lawan dengannya. Franco dua hari yang lalu mengganggu saudari kembarnya membuatnya meradang dan tidak terima kalau adik kesayangannya berusaha untuk dilenyapkan. Dengan membabi buta ia menghabisi siapa saja yang ada dihadapannya hingga kehadiran seseorang membuatnya menghentikan serangannya.
Tiba-tiba saja sebuah peluru mengenai lengan Arsa, pria itu memejamkan matanya bukan karena sakit akan peluru yang menembus kulitnya. Tapi kesialannya kali ini, ia menoleh kesamping menatap pria yang sudah menghadiahkannya timah panas itu. Ia mengetatkan rahangnya saat pria itu tersenyum puas karena berhasil melukainya.
Dor
Arsa yang baru akan mengangkat senjatanya tiba-tiba sebuah peluru kembali melesat kearahnya namun mengenai anak buahnya yang rela memasang badan untuk melindunginya.
Arsa tanpa belas kasihan menembaki pria itu hingga meregang nyawa ditangannya. Ia meringis pelan saat rasa sakit menjalar di lengan kiri nya. Sepertinya anak peluru yang bersarang di lengannya memiliki racun.
Arsa berjalan sembarangan arah karena anak buahnya juga sudah terlihat kelelahan. Ia mengabaikan teriakan anak buahnya yang menyerukan namanya. Musuh-musuh yang ada di sana sudah dilumpuhkan. Ia berjalan menuju mobilnya untuk mengobati lukanya dan setelahnya ia akan menyusul Ibra yang ada di arah selatan.
Saat akan hampir sampai didekat mobilnya, Ia hampir saja terjatuh karena luka di lengannya membuatnya lemah. Ia menabrak seseorang yang berjongkok dipinggir jalan.
"Argh...," erang Arsa saat tubuhnya terjatuh keatas aspal dan hampir menghimpit tubuh kecil orang yang tengah berjongkok itu.
"Tuan..."
"Jangan menyentuhku!," sentak Arsa menepis dengan kasar tangan orang itu. Ia berusaha untuk bangkit namun ia kembali terjatuh dan mengerang keras.
Orang itu mengusap sisa air mata di pipinya lalu berdiri dan berusaha membantu Arsa. Ia menatap sekeliling, tidak ada satupun orang disini kecuali mereka berdua. Tempat ini memang sangat sepi dan sekelilingnya hutan belantara. Ia tadinya di turunkan oleh keluarganya disini yang membuangnya.
"Tuan, anda terluka. Mari saya bantu!," ucap orang itu mengulurkan tangannya pada Arsa. Ia tidak tega melihat pria yang tidak ia kenali ini tampak kesakitan.
"Jangan menyentuhku!," ucap Arsa tanpa menoleh pada orang itu. Ia tidak akan memandangi perempuan kecuali Mommy dan adik kembarnya.
Orang itu tanpa memperdulikan penolakan Arsa membantu Arsa untuk berdiri. Tubuhnya yang jauh lebih kecil dari Arsa membuatnya cukup kesulitan untuk memapah Arsa. Ia mendudukkan Arsa dipinggir jalan lalu mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya. Ia mengeluarkan beberapa peralatan medisnya lalu meminta Arsa untuk membuka pakaiannya agar ia bisa mengobati lukanya.
"Tidak perlu," jawab Arsa.
Orang itu benar benar geram dengan sikap arogan Arsa. Ia kembali meminta Arsa untuk membuka pakaiannya, demi keselamatan pria itu sendiri agar darah yang mengalir di lengannya bisa dihentikan.
Arsa akhirnya menurut membuka jubah hitamnya dan juga kemeja hitam yang ia kenakan. Tangannya terasa begitu sakit sehingga pergerakan tangannya sedikit lambat.
Melihat Arsa yang begitu lambat membuka kancing bajunya, membuat orang itu akhirnya berinisiatif membantu Arsa membuka kancing bajunya. Ia melihat luka tembak Arsa yang sudah membiru.
"Racun," gumam orang itu. Ia langsung mengambil obat bius untuk ia suntikan pada Arsa agar ia bisa mengeluarkan peluru yang ia yakini mengandung racun itu.
"Keluarkan saja langsung. Aku tidak butuh obat bius itu!," ucap Arsa tanpa menoleh pada orang itu.
"Tapi ini akan sangat sa--
"Lakukan saja!," ucap Arsa. Tubuhnya rasanya semakin lemah. Ia bisa saja melakukannya sendiri tapi tubuhnya benar-benar lemah saat ini.
Dengan berat hati orang itu langsung mengiris luka tembak Arsa untuk mengeluarkan peluru itu. Ia melirik pada Arsa yang tampak diam saja tanpa ekspresi. Ia fokus pada luka Arsa dan akhirnya ia berhasil mengeluarkan peluru itu. Ia mengoleskan antibiotik pada luka Arsa. Ia yang tidak memiliki obat penawar racun, lalu merobek syalnya dan melilitkannya pada lengan Arsa agar racun itu tidak menyebar.
Arsa menoleh pada orang itu, saat mendengar robekan dari syal orang itu. Untuk pertama kalinya ia memandangi seorang perempuan. Ia menatap orang itu tanpa berkedip.
"Tuan..."
Arsa menoleh kepada asal suara, terlihat beberapa anak buahnya mengelilinginya. Arsa memberikan kode pada anak buahnya untuk pergi namun suara orang itu mengalihkan perhatiannya.
"Bawalah Tuan kalian ke rumah sakit, jika tidak racun yang ada di lengannya bisa menyebar ke jantung," ucap orang itu sembari merapikan peralatan medisnya.
"Baik Nona, terimakasih sudah menolong Tuan kami," jawab salah satunya.
"Ini untukmu!," ucap Arsa memberikan sebuah gelang pada orang itu sebelum ia pergi.
"Tuan, saya tidak pantas--
"Terima saja Nona," ucap salah satu anak buah Arsa lalu pergi menyusul Arsa yang lebih dulu berjalan menuju mobil.
...****************...
Hai pembacaku semua. Sudah lama author tidak menulis tema Mafia. Nah ini Author hadirkan lagi karya baru Author dengan tema Mafia. Untuk yang sudah membaca Karya Author yang judulnya Terjebak cinta CEO Arogan dan Pengantin untuk mafia kejam. Ini kelanjutan cerita mereka ya.
"Bagaimana bisa kamu kecolongan Arsa?," tanya Dave dengan tatapan dinginnya menatap Arsa yang saat ini mendapatkan perawatan dari Dokter keluarga.
"Mungkin sudah takdirku Uncle," jawab Arsa dengan tatapan tidak kalah dinginnya. Ia menggenggam syal milik perempuan yang sudah menyelamatkannya itu. Ia paling benci yang namanya hutang budi tapi kali ini ia sudah berhutang budi pada perempuan itu.
Dave menghembuskan nafas beratnya, ia tahu luka yang didapat Arsa tidak lah seberapa namun yang menjadi pikirannya, Arsa yang biasanya memiliki perhitungan yang detail dan insting yang kuat terhadap musuh kenapa bisa terluka. Lalu kemana putranya yaitu Devano yang selalu berada di sisi Arsa tidak terlihat batang hidungnya.
"Kak kita menang dan ini mereka yang kemarin berusaha mencelakai Kakak perempuan kami," ucap Devano menyeret satu persatu anak buah Franco ke hadapan Arsa.
Devano, Ibra dan Lucky putranya Mack tersenyum puas dengan hasil peperangan malam ini meski mereka juga mendapat beberapa luka di bagian tubuh mereka namun tidak separah Arsa. Hanya mereka bertiga yang bergabung dengan Black Serpent, Daffa dan Daffi tidak diizinkan Arsa untuk bergabung karena ia ingin kedua adik laki-lakinya itu tetap berada di jalan yang benar.
"Cukup!," ucap Arsa pada Dokter yang membalut lukanya setelah menyuntikkan obat penawar racun. Ia berdiri dari duduknya menatap tajam satu persatu anak buah Franco yang berhasil diseret Devano ke sini. Darahnya mendidih, andai kemarin Lucky tidak menyelamatkan Queen maka sudah dipastikan saudarinya itu merenggang nyawa ditangan Franco.
Arsa menarik rambut salah satu anak buah Franco ke belakang. Darahnya mendidih, Queen adalah princess di keluarga Iskandar dan ia begitu memanjakan sang adik. Tapi mereka malah berusaha untuk melenyapkannya.
"Argh...," erang pria itu saat Arsa membenturkan kepalanya ke lantai.
"Sekap mereka Devano!. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Dark light kalau anak buahnya pada kita," ucap Arsa mematahkan kepala pria itu hingga erangan keras terdengar di markas itu.
Lucky dan Ibra bergidik ngeri melihat apa yang dilakukan Arsa. Ia tahu Kakaknya itu kejam tanpa belas kasihan jika keluarganya diusik. Sudah dipastikan pria itu tewas.
"Persiapkan dirimu Lucky, peperangan yang sebenarnya akan dimulai setelah ini. Pria itu adalah kaki tangan Dark light. Dan Kakakmu sudah menghabisinya," bisik Ibra menepuk pundak Lucky dengan pelan.
"Huf... perang lagi?," gumam Lucky. Meski diantara mereka ialah yang paling muda akan tetapi darah mafia mengalir ditubuhnya.
"Kau takut Luck?. Jika iya kembalilah ke Thailand!, jadilah anak kucing yang manis di sana," ujar Dave menatap penuh selidik pada Lucky.
"Tentu saja tidak Uncle. Aku di kirim Daddy ke sini untuk bergabung dengan Black Serpent," jawab Lucky dengan cepat. Dave adalah panutannya, sejak kecil ia sudah berkeinginan seperti Dave.
"Bagus. Jangan kecewakan Daddy mu," ucap Dave.
"Iya Uncle," angguk Lucky.
Sementara Arsa, ia pergi ke kamarnya dan sebelum itu ia menyambar syal yang tadi ia genggam. Ia harus menghadiri zoom meeting dengan para jajaran perusahaan. Ia saat ini tidak hanya menjadi pimpinan mafia tapi juga CEO dari perusahaan milik Daddynya yang kini di wariskan padanya. Tidak hanya perusahaan Daddynya, ia juga memimpin sekaligus perusahaan mendiang Opanya.
Arsa memasuki kamarnya yang luas lalu menuju kamar mandi. Ia memilih tinggal di markas ketimbang di rumah keduanya orangtuanya. Ia tidak ingin Mommy nya tahu pekerjaannya ini. Selama ini ia juga menyembunyikan tentang keluarganya dan ia juga tidak memakai marga Iskandar dibelakang namanya. Semuanya ia lakukan demi keselamatan keluarganya. Entah kenapa kali ini kecolongan dan Dark light mengetahui tentang adiknya.
Saat Arsa keluar dari kamar mandi, ia mendapati ponselnya berdering. Tampak panggilan masuk dari adiknya. Ia langsung mengangkat panggilan sang adik takutnya terjual sesuatu di kediaman orangtuanya.
"Kak...Mommy meminta Kakak untuk pulang," ucap Queen saat panggilan telepon terhubung.
"Baiklah," jawab Arsa.
"Sekarang Kak," ucap Queen lagi.
"Maaf, Kakak tidak bisa," jawab Arsa. Ia sebentar lagi harus melakukan zoom meeting.
"Tapi Kak, Mommy--
"Besok pagi" sela Arsa.
"Janji ya Kak," ucap Queen.
"Ya," jawab Arsa.
"Bye Kak," ucap Queen.
"Hem"
Tut.
***
Arsa tampak sudah rapi dengan pakaian kerjanya namun sesuai janjinya pada sang adik, pagi ia akan ke kediaman orangtuanya. Sudah dua minggu ia tidak mengunjungi Mommy nya karena kesibukannya.
Arsa keluar dari kamarnya, ia mendapati para anak buahnya seperti biasa sibuk menyiapkan pengiriman persenjataan ke negara tetangga. Jangan kira bisnis nya ini legal, ia menekuni bisnis ilegal ini sudah sejak berusia 21 tahun dan sudah sembilan tahun ia menjalani bisnis ini. Dan untuk yang lainnya di kelola oleh Uncle Dave nya. Ada beberapa macam bisnis ilegalnya yang lainnya termasuk barang haram.
"Kak...aku membutuhkan tanda tanganmu," ucap Ibra menghadang langkah Arsa. Memang bisnisnya ini ia serahkan pada Ibra untuk mengelolanya.
Arsa langsung membubuhkan tandatangannya tanpa membacanya terlebih dahulu karena ia yakin jika Ibra tidak akan pernah mengkhianatinya.
"Terimakasih Kak, selamat bekerja," sambung Ibra hanya diangguki oleh Arsa.
Arsa melanjutkan langkahnya keluar dari markas, sebenarnya pekerjaannya di perusahaan cukup banyak tapi ia harus menemui Mommy nya terlebih dahulu jika tidak wanita yang sudah melahirkannya itu akan mendatanginya ke kantor lalu menceramahinya panjang lebar.
"Selamat pagi Tuan," sapa sopir pribadi Arsa lalu membukakan pintu mobil untuk Arsa.
Seperti biasa, Arsa hanya mengangguk saja. Ia paling irit bicara dan hanya bicara seperlunya saja. Tanpa suara ia langsung memasuki mobil dan duduk dibalik kemudi.
"Kita ke rumah dulu," ucap Arsa pada sang sopir saat pria itu duduk dibalik kemudi.
"Baik Tuan," angguk sang sopir dengan patuh.
Arsa duduk dengan wajah tenang dan dinginnya di kursi penumpang. Namun bayangan perempuan yang menolongnya semalam terus menghantuinya bahkan semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena setiap kali ia memejamkan matanya wajah sendu perempuan itu terus membayanginya.
Untuk pertama kalinya ia memandangi perempuan selain Mommy dan adiknya. Selama ini ia tidak pernah peduli dengan sekitarnya. Bahkan ia tidak tertarik sedikitpun secantik apapun wanita yang berusaha mencari perhatiannya.
Sesampainya di kediaman kedua orangtuanya, Arsa langsung turun dari mobil setelah sopir membukakan pintu mobil untuknya. Ia memasuki kediaman orangtuanya dengan langkah tegapnya.
"Tuan muda, anda sudah ditunggu Nyonya di meja makan," ucap pelayan yang menunggu kedatangan Arsa.
Arsa hanya mengangguk kecil lalu berjalan menuju ruang makan. Tatapannya semakin tajam saat melihat pria asing yang tidak ia kenali sebelumnya duduk di meja makan berbincang hangat dengan Mommy nya.
"Arsa....kamu sudah datang?. Ayo duduk!. Mommy sudah memasakkan makanan kesukaan kamu," ucap Kinar menyambut kepulangan sang putra dengan senyuman lebarnya.
Arsa mengangguk kecil lalu duduk di dekat Daddynya yang tampak diam saja sejak tadi."Siapa dia Dad?," tanya Arsa pada Daddy nya dengan ekspresi dinginnya menunjuk pria yang duduk di sebelah adiknya menggunakan isyarat matanya.
"Kak--
Arsa mengangkat tangannya mengisyaratkan agar adiknya itu diam. Ia bertanya pada Daddynya bukan pada adiknya
"Calon suami adikmu Arsa," jawab Zaki tetap dengan ekspresi datarnya.
Arsa menyembunyikan keterkejutannya, selama ini yang ia tahu Queen tidak pernah dekat dengan pria manapun. Ia selalu meletakkan bodyguard untuk menjaga adiknya itu.
"Kak, kenalkan ini Daren. Kekasih aku," ucap Queen memperkenalkan pria yang duduk di sebelahnya.
Arsa hanya diam saja menatap penuh selidik pria yang diperkenalkan adiknya itu. Ia tahu sudah saatnya Queen berumahtangga tapi ia ingin adiknya mendapatkan pria yang tepat.
"Nyonya...ini Jus jeruknya," ucap pelayan pada Kinar dengan membawa segelas jus jeruk ditangannya.
"Terimakasih ya Mahira, tolong letakkan di depan anak saya," jawab Kinar menunjuk Arsa.
Arsa merasa tidak asing dengan suara itu menoleh pada pelayan itu. Ia tampak terkejut saat melihat perempuan itu yang meletakkan jus jeruk didepannya.
...****************...
Arsa dengan tatapan dinginnya memperhatikan pelayan muda yang baru saja meletakkan jus di depannya berdiri tidak jauh dari meja makan. Ia yakin sekali kalau pelayan inilah yang menyelamatkannya semalam. Tapi kenapa dia ada disini?.
"Arsa...lusa keluarga Daren akan melamar Queen secara resmi," ucap Kinar membuat Arsa tersentak dari lamunannya.
Arsa menatap pria yang bernama Daren itu tampak tersenyum kecil padanya."Apakah Mommy yakin pria ini bisa membuat Queen bahagia?," jawab Arsa.
"Kak Arsa, saya sangat mencintai Queen. Saya berjanji akan membahagiakannya dan meratukan nya," ucap pria bernama Daren itu terlihat penuh kesungguhan.
Arsa mengangkat sebelah alisnya mendengar jawaban Daren. Ia beralih menatap Daddy nya yang hanya diam saja sejak tadi. Entah kenapa ia merasa pria yang bernama Daren ini tidak baik untuk adiknya. Arsa mengangguk kecil saat Daddy nya tersenyum kecil padanya. Ia tahu isyarat itu dan ia mempercayakan semuanya pada Daddynya.
Suasana meja makan terasa mencekam dan canggung karena Arsa tidak menjawab ucapan Daren. Apalagi sang suami, sejak kedatangan Daren tadi terlihat diam saja. Kinar meminta agar sarapan segara dimulai saja agar suasana tidak semakin mencengkam.
Sementara itu Arsa hanya makan beberapa suap saja. Ia menyudahi sarapannya dan melirik jam tangannya. Ia harus segara ke kantor karena beberapa jam lagi akan ada meeting.
"Mom...aku ingin dia bekerja padaku!," ucap Arsa menunjuk pelayan muda yang tadi mengantarkan minuman untuknya.
Pelayan itu terlihat terkejut saat Arsa menunjuknya. Ia mengangkat kepalanya menatap Arsa yang menatapnya dengan tajam. Ia yang tidak berani menantang tatapan Arsa kembali menundukkan kepalanya.
"Arsa...kamu yakin?," pertanyaan itu datangnya bukan dari Mommy nya tapi dari Daddynya. Di rumah ini hanya dirinya yang tahu pekerjaannya anaknya yang sebenarnya. Lalu anaknya ini meminta pelayan perempuan ini untuk bekerja padanya, apakah tidak akan membahayakan nyawa pelayan ini nantinya.
Arsa mengangguk kecil, ia begitu penasaran dengan perempuan itu. Kenapa dia tadi tidak mengenalinya, padahal semalam dialah yang kekeuh ingin menolongnya dan satu lagi seorang pelayan bisa melakukan operasi kecil.
"Mohon maaf Tuan muda, keponakan saya ini masih baru bekerja disini. Saya--
"Aku tidak mau mendengar alasan apapun. Aku ingin dia bekerja padaku," sela Arsa yang terlihat kesal, ia paling tidak suka dibantah. Apa yang ia inginkan, maka ia akan mendapatkannya. Apapun caranya. Ia langsung berdiri dari duduknya dan berpamitan pada Mommy dan Daddynya mengabaikan sang adik yang tampak kecewa akan sikapnya. Ia tidak peduli, nantinya ia akan menuntut penjelasan dari adiknya itu. Sejak kapan adiknya itu memiliki kekasih, apakah diam diam dibelakangnya adiknya menjalin hubungan dengan pria itu.
Kinar menatap punggung Arsa yang semakin menjauh ,ia tahu bagaimana sifat Arsa, jika dia sudah menginginkan sesuatu maka anaknya itu akan melakukan apapun untuk mendapatkannya. Dan ia tidak mengerti kenapa tiba-tiba saja Arsa ingin Mahira bekerja padanya. Biasanya putranya itu sangat tidak suka ada wanita yang bekerja disekitarnya tapi kenapa anaknya itu sekarang menginginkan Mahira bekerja padanya. Aneh.
Setelah Arsa pergi, Kinar dan yang lainnya melanjutkan sarapan mereka. Ia menatap Queen sejenak, entah kenapa ia merasa Arsa tidak respect pada Daren. Ia mengalihkan pandangannya dan fokus pada sarapannya. Sebagai seorang ibu tentu saja ia ingin Queen segara menikah karena usia putrinya itu tidak lagi muda.
Selesai sarapan ia membiarkan Queen mengantar Daren ke depan sedangkan sang suami berpamitan untuk ke ruang kerjanya. Meski suaminya sudah menyerahkan kerajaan bisnisnya pada Arsa namun dia masih memiliki bisnis lainnya.
Sementara Kinar ia meminta Mahira untuk berbicara empat mata dengannya terkait keinginan putranya tadi. Mahira baru bekerja padanya, semalam seorang pelayan meminta pekerjaan untuk keponakannya disini dan ia menyanggupinya setelah pelayan itu mengatakan kalau Mahira dibuang oleh keluarganya. Ia dulu yang juga pernah berada di posisi Mahira tidak tega dan bersedia memberikan pekerjaan pada Mahira.
"Mahira kamu sudah dengar permintaan anak saya?," tanya Kinar menatap Mahira yang menundukkan kepalanya ke bawah.
Mahira mengangguk kecil."Iya Nyonya," jawab Mahira.
"Kamu bersedia bekerja padanya?," tanya Kinar dengan tatapan penuh selidik.
Mahira kembali mengangguk, ia membutuhkan pekerjaan ini untuk menyambung hidupnya. Ia tidak lagi bisa bekerja karena Kakak tirinya mem-blacklist nya agar ia tidak bisa diterima bekerja di mana pun sesuai profesinya.
"Kamu nantinya jangan kaget kalau anak saya bersikap dingin sama kamu. Dia juga tidak suka jika ada yang menolak perintahnya," ucap Kinar.
"Iya Nyonya," jawab Mahira.
***
Sementara itu di perusahaan, Arsa yang tengah memimpin rapat melemparkan laporan keuangan ke tengah meja. Seluruh peserta rapat tampak terkejut melihat apa yang terjadi.
"Apakah kalian bosan bekerja?. Apakah itu pantas disebut laporan?," tanya Arsa dengan tatapan tajamnya.
Salah satu anggota rapat yang merupakan penanggungjawab laporan itu berdiri dari duduknya mengambil laporan yang dilemparkan Arsa tadi. Ia memeriksa pekerjaan bawahanya dan memang ada sebuah kesalahan tapi itu bukan dari nominal angka tapi dari kalimat saja. Ia tahu Arsa tidak akan menerima kesalahan walau sekecil apapun itu.
"Pak maaf--
"Sebagai penanggungjawab seharusnya kau memeriksa pekerjaan bawahanmu. Kau sepertinya lalai akan hal itu. Sekarang keluarlah!, meeting ini dibubarkan," ucap Arsa dengan tatapan dinginnya.
Devano yang berdiri di belakang Arsa hanya menggeleng kecil. Ia merupakan asisten pribadi Arsa disini dan ia yakin sekali kalau Kakaknya ini moodnya sedang tidak baik. Masih sangat untung penanggungjawab tadi tidak dipecat.
"Devano, ada yang melamar Queen," ucap Arsa saat di ruangan itu hanya ada mereka berdua.
Devano yang sedang membereskan meja dan kertas yang berserakan terkejut mendengar ucapan Arsa. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan rahang yang terlihat mengeras. Siapa yang sudah berani melamar Queen?.
"Lalu?," tanya Devano yang ini tatapan berubah dingin tanpa disadari oleh Arsa.
"Lusa keluarga pria akan melamarnya secara resmi," jawab Arsa memijit pangkal hidungnya. Ia tidak mempermasalahkan kalau Queen melangkahinya tapi ia masih belum terima Queen menikah, baginya Queen adik kecilnya yang belum pantas menikah padahal usia Queen sudah sangat matang untuk seorang gadis.
"Uncle Zaki setuju?," tanya Devano.
Arsa tidak menjawab pertanyaannya dan itu artinya Uncle Zaki setuju. Ia membuang nafas beratnya, entah kenapa ia tidak suka mendengar Queen akan menikah.
***
Arsa kembali ke Markas setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ia tidak sabar untuk sampai di markas setelah dua jam yang lalu Mommy nya mengabarkan kalau pelayan itu sudah di kirim Daddy nya ke tempat tinggalnya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada perempuan itu, dari tatapan matanya terlihat sekali banyak luka di sana.
"Lebih cepat lagi, Aji," ucap Arsa pada sopirnya.
Pria bernama Aji itu langsung menambah laju kecepatan mobil yang ia kemudikan. Ia dengan tenang menyopiri Arsa meski terkadang ia merasa merinding dengan tatapan dingin Arsa.
Sementara itu Mahira sibuk dengan masakannya, tadi sebelum ia dikirim ke sini, Nyonya Kinar sudah memberitahunya makanan yang disukai dan tidak disukai anaknya. Ia melirik jam dinding, tadi ia tidak sengaja mendengar dari beberapa pekerja disini kalau Tuan muda Arsa sudah berada di dalam perjalanan. Beberapa menit lagi ia yakin Tuan barunya itu akan sampai.
Benar saja, tidak lama berselang seorang pria tampan dengan tatapan dingin dan datarnya baru saja datang. Ia langsung menyajikan masakannya diatas meja makan. Ia tempat ini hanya ada ia dan Arsa saja.
"Tuan muda, makan malamnya sudah siap," ucap Mahira dengan sopan.
"Siapkan air mandi ku!," jawab Arsa tanpa menjawab ucapan Mahira. Ia menatap Mahira dengan tatapan tidak terbaca dan ia tersenyum misterius saat Mahira mengangguk mematuhi perintahnya.
"Menarik," gumam Arsa.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!