“Aku tidak mau Dad!" nada bicaranya naik, menahan amarah. Lucas meremas kedua tangan dengan deru napas kian memberat.
Suasana menegangkan pada sore itu dimana satu keluarga kecil sedang berkumpul di ruang keluarga yang terlihat cukup mewah dan megah. Di sana terdapat sepasang paruh baya yang tengah merencanakan pernikahan putra mereka, terutama Andrean selaku kepala keluarga sudah tidak tahan dengan kelakuan putranya yang terlalu mengikuti budaya barat.
“Kamu harus menikah dengannya minggu depan!” ujar Andrean dengan suara husky nya.
“Aku tidak mau, Dad! Jangan paksa aku, lagipula aku sudah memiliki pasangan yang akan segera kunikahi bulan depan,” imbuh Lucas memalingkan wajahnya dengan satu kali hembusan napas kasar yang keluar dari mulutnya.
Tatapan tajam menghunus itu terpaku pada seorang pria muda di hadapannya. “Siapa? Apakah wanita yang tidak memiliki harga diri itu? Sudah Daddy katakan wanita itu tidak baik bagimu dan Daddy tidak merestui pernikahan kalian?!” Andrean menggebrak meja dengan sangat keras hingga telapak tangannya memerah serta benda-benda yang berada di atasnya bergetar.
“Aku bukan lagi anak kecil yang berusia lima tahun, Dad. Ini hidupku dan apapun keputusannya aku yang akan menentukan!” balas Lucas dengan dada naik turun mengatur napasnya ia berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
Kedua pria yang memiliki ikatan darah itu bersikeras pada pendiriannya masing-masing. Rihanna tidak bisa membuka suara jika kedua pria itu sedang bersitegang seperti sekarang sebab mereka sama-sama keras kepala yang menurun dari Andrean. Setelah Rihanna menenangkan suaminya, Andrean kembali membuka suara.
“Daddy sudah tidak tahan dengan sikapmu dan Daddy sudah menyiapkan calon istri terbaik untukmu! Daddy dan Mommy sudah tua nak kau harus segera menikah dan memberikan kami seorang cucu.”
“Besok temui gadis itu di Kafe yang sudah Daddy reservasi untuk kalian berdua,” sambung Andrean kini ia sudah tampak sedikit lebih tenang setelah Rihanna membantunya untuk mengontrol amarahnya.
Lucas terlalu malas memperpanjang perdebatan dan hanya mengiyakan. “YA YA YA!”
Pria itu meninggalkan ruangan tanpa menoleh sedikitpun, kini ia menuju ke Apartemen miliknya pusing jika terlalu lama berada disana. Dalam perjalanan Lucas menggerutu kenapa kehidupan serta pernikahannya harus diatur oleh kedua orang tuanya.
“Aagh?! … Sialan!” pekiknya memukul stir mobil tatapan tajam lurus ke arah jalanan yang tampak sepi dengan dada naik turun cepat serta rahang yang bergetar dengan hebat menahan amarahnya.
“HAHA! Lelucon macam apa ini. Seorang Lucas Raymond akan dijodohkan dengan seorang perempuan yang tidak tahu berasal dari planet mana. Tapi gue penasaran perempuan seperti apa yang Daddy siapkan untuk gue? Aagh … Sit!” kembali ia memukul stir mobil dengan tawa yang terlihat sangat menyedihkan.
Tiga puluh menit berlalu kini Lucas tiba di depan unit Apartemen miliknya, setelah menempelkan kartu pada pintu kemudian pria itu masuk menuju ke dalam kamar pribadi miliknya dan segera merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king hingga kesadarannya sedikit demi sedikit hilang masuk ke alam mimpi.
*
*
*
Disisi lain terlihat gadis cantik dengan rambut tergerai indah dengan potongan brunette honey sedang duduk di kursi yang berada di depan pelataran rumahnya sambil membaca buku novel kesukaannya. Ia terlihat sangat fokus pada buku yang berada di tangan kirinya sedangkan tangan satunya lagi ia gunakan untuk memasukkan camilan coklat ke dalam mulut mungilnya itu.
“Kak Rara, di panggil Ayah tu di dalam,” teriak Lala membuyarkan fokus Kyara.
“Astaga! Kamu ini bikin kaget aja sih dek, iya–iya tunggu bentar,” spontan kue coklat yang akan masuk ke dalam mulutnya itu jatuh ke tanah sebab teriakan gadis kecil yang tidak lain adalah adiknya. Dengan wajah cemberut Kyara membereskan buku dan cemilannya lalu beranjak masuk ke dalam rumah.
Sampai di ruang tengah suara Agung menggema memanggil gadis itu untuk duduk di dekat nya, terlihat disana sudah ada Diyana yang tengah bergelut dengan hobi nya tidak lain adalah merajut.
“Nak, duduk sini sebentar,” pinta Agung menepuk tempat kosong di sebelahnya.
Gadis itu mendekat lalu duduk disebelah Agung. “Ada apa, Yah? Kok kelihatannya serius banget? Apa Ayah dapet bonus jadi kita berencana untuk liburan minggu depan?” Kyara menghayal menghabiskan waktu bersama keluarganya di pantai namun suara Agung membuyarkan khayalan itu.
“Engga, Nak. Ini tentang kamu,”
“Kam— kamu Ayah jodohkan dengan anak bos Ayah.” Lirih terdengar namun seperti tercekat di tenggorokan lalu pandangan kian menunduk.
Kedua mata bola mata indah gadis itu membelalak tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Agung barusan. Kerut alis yang tergambar jelas di wajahnya menandakan kebingungan.
“Haha a—apa? Ayah menjodohkan aku dengan anak bos Ayah? Apa Ayah sedang bercanda, nggak aku nggak mau, Yah.” dengkus kesal Kyara dengan tawa garing yang keluar dari mulut kecilnya.
Saat Kyara ingin beranjak tangannya ditahan oleh Agung. “Maafkan Ayah, Nak ….”
Tatapan sayu Agung seakan memohon membuatnya Iba, kembali Kyara duduk seperti semula. “Ayah terpaksa melakukan ini. Karena … karena Ayah terjerat hutang pada Pak Andrean dan kebetulan dia sedang mencarikan istri untuk anaknya.” Setelah kata-kata itu terucap, Agung menunduk dengan perasaan putus asa karena mengorbankan putrinya demi bisa meringankan hutangnya.
“Huft!” Kyara menarik napas dalam sembari menutup kedua matanya.
“Berapa jumlah hutang yang Ayah miliki biar Kyara bantu untuk melunasinya, tapi Kyara nggak mau nikah sama anak bos Ayah itu,” gumam Kyara.
“150jt nak, maafkan ayah nak.” Agung tertunduk lesu dengan tetes air mata yang telah jatuh di punggung tangannya.
“Hah?! Untuk apa Ayah uang sebanyak itu?” Sungut Kyara melotot kaget. Gadis itu tak percaya dengan nominal yang disebutkan Agung barusan.
“Untuk kebutuhan kita sehari-hari dan juga untuk biaya pendidikan kalian nak, Ayah tidak sanggup membayar semua itu. Hanya ada satu jalan kamu harus bersedia menikah dengan anak Pak Andrean. Ia akan memberikan sedikit keringanan pada hutang yang Ayah miliki jika kamu mau menikah dengan anaknya.”
Dengan suara parau Agung melanjutkan ucapannya. “Jika kamu bersedia besok temui dia di Kafe yang sudah dipesan Pak Andrean untuk kalian, nama Kafe nya “Rindu”. Ayah mohon, Nak.” Dengan tatapan memelas Agung melirik Kyara.
Gadis itu menggeleng dengan cepat kemudian dia berdiri lalu dengan sedikit berlari masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Agung dan Diyana tanpa memberi jawaban. Setelah di dalam kamar gadis itu segera mengunci pintu kamarnya, dia berlari kecil menuju ranjang lalu tidur terlentang menghadap langit–langit kamar dan mulai mencerna satu persatu ucapan yang dikatakan Agung barusan.
“Semoga apa yang gue dengar tadi cuma mimpi, gue gak mau di paksa nikah begini,” gumamnya pelan dan menutup bantal ke seluruh wajah nya.
Di ruang tengah Agung dan Diyana merasa tidak tega pada putri pertama mereka. Yang terpaksa menikah demi melunasi hutang yang Agung miliki.
“Mas, apa ini keputusan yang tepat? Umur Kyara masih 21 tahun. Apa dia nanti bisa membangun rumah tangga? Aku rasa Kyara belum mengerti banyak hal tentang hidup berumah tangga,” tanya Diyana dengan raut wajah yang begitu jelas tergambar kecemasan yang amat mendalam.
“Mas juga sebenernya masih ragu, Kyara masih terlalu kecil belum saat nya menikah, tapi Mas lihat sejauh ini tidak ada satupun laki-laki yang datang kerumah ini. Mas takut nanti Kyara jadi perawan tua, Dek.” Agung menyandarkan kepalanya di tembok dengan hembusan napas kecil keluar dari hidungnya.
“Iya, Mas. Kyara tidak memiliki teman lelaki, tapi biar lah Kyara yang memutuskan. Ini keputusan yang berat menyangkut masa depan nya,” sambung Diyana melanjutkan rajutan yang tertunda karena membahas rencana pernikahan Kyara dan anak bos suami nya.
*
*
*
***
Bersambung.
berikan dukungan mu dengan like dan comment. Stt! Jangan lupa follow author agar tidak ketinggalan cerita selanjutnya.
Salam hangat dari Amanda❤️
Dering ponsel membuyarkan mimpi indah pria tampan itu. Lucas berkali-kali mengabaikannya hingga ia terlihat sangat jengah lalu meraih ponsel yang berada di dalam saku celananya. Dengan sedikit memicingkan matanya dia melihat nama “Daddy” yang tertera di layar ponsel tersebut sudah puluhan kali menelpon dirinya tak lama ponsel itu kembali berdering.
“Apaan sih! Berisik banget ganggu orang tidur aja!” Lucas mengusap wajahnya dengan kasar, bagaimana tidak di dalam mimpinya ia lagi dikelilingi oleh beberapa wanita.
Dengan posisi masih berbaring dengan mata terpejam Lucas meletakkan benda pipih itu di atas dada bidangnya yang telah di Loudspeaker. “Ehm! Kenapa?”
“Halo, temui gadis itu hari ini. Jika tidak, kamu tahu apa yang akan Daddy lakukan padamu nanti!” tekan Andrean kemudian memutuskan sepihak sambungan telepon itu.
Lucas membuang ponsel itu ke arah samping tubuhnya dan meremas kasar rambutnya. “Ahh … SHIT!”
Ting! Sebuah pesan masuk kedalam ponselnya.
“Temui gadis itu di kafe Rindu pukul 11.00, jangan terlalu lama mengambil keputusan. Daddy tidak menerima penolakan,” pesan singkat dari Andrean.
“Iya.” Lucas menjawab singkat pesan itu.
Dengan malas ia beranjak ke kamar mandi, Lucas menenggelamkan diri di dalam bathtub untuk menghilangkan pusing di kepalanya. Sekitar tiga puluh menit pria itu keluar hanya mengenakan handuk putih yang melilit di pinggangnya dengan rambut basah menuju lemari khusus pakaiannya.
*
*
*
Di tempat lain seorang gadis cantik dengan balutan dress berwarna baby pink dengan rambut diikat half ponytail duduk di depan cermin meja rias miliknya, riasan tipis membuatnya terlihat sangat manis. Tak lupa tas kecil yang sudah melingkar di tubuhnya dengan sentuhan flat shoes berwarna senada dengan dress nya.
Saat baru saja membuka pintu kamarnya Diyana tidak sengaja melintas di sana. “Eee … aduhh cantik banget sih anak Ibu,” ucap Diyana mencolek hidung mancung gadis itu.
“Ibu ih … habis pegang sambel ya.” Dengan cepat Kyara memegang hidung yang baru saja di colek Diyana untuk menggoda ibunya.
Diyana langsung mencium kedua tangannya untuk memastikan apakah benar yang dikatakan oleh putrinya. “Nggak kok, baunya aja nggak ada dasar anak nakal.” Diyana mencubit gemas pipi gembul Kyara.
“Aduhh Ibu ampun, iya-iya ampun hehe….” Kyara langsung memeluk tubuh Ibunya sebagai tanda maaf.
“Nak ….” Diyana memegang bahu dan menatap lekat pada wajah putrinya, rasa cemas seketika terbesit di relung hatinya.
Dibalik senyum tipis yang coba ia pertahankan, Diyana menatap putri sulungnya dengan rasa cemas yang mendalam. Sebagai seorang ibu ia tahu pernikahan atas paksaan itu sangat lah menyakitkan bagai duri yang menusuk hatinya, melihat putri yang sangat ia sayangi harus menikah tanpa bisa memilih pada siapa pilihan hatinya jatuh.
“Kamu yakin dengan pilihan yang kamu ambil, Nak?” tanya Diyana dengan senyum getir yang tercipta di wajahnya.
“Aku sebenarnya masih ragu sih, Bu. Tapi—” ucapan Kyara terhenti. Sejenak ia terdiam menunduk menatap kakinya, setelah napas berat keluar dari hidungnya barulah ia kembali memberi jawaban dengan suara pelan. “Tidak ada pilihan, Bu. Hutang Ayah terlalu banyak darimana kita bisa melunasi itu semua.”
Setelah mendengar jawaban Kyara. Kedua mata Diyana berkilat oleh bulir-bulir yang nyaris jatuh, menahan perasaan yang tak mampu ia sembunyikan lagi. Perasaan hancur mampu Diyana rasakan di hati sang anak.
“Nak, maafkan Ayah dan Ibu harus mengorbankan kamu demi membayar hutang itu, jika kamu tidak bersedia kami akan mencarikan hutangan lain agar semua ini belum terjadi.” Dengan tangan gemetar Diyana meraih dan menggenggam tangannya lalu memeluknya menangis di bahu sang putri.
“Ibu … gapapa biar Kyara temui dulu dia ya, Bu. Sudah ibu jangan menangis.” Kyara tersenyum lembut, tangannya terulur menghapus bulir yang meninggalkan jejak di pipi Ibunya.
“Bu, Kyara pamit sudah jam 10.30 takut dia udah nungguin aku, Assalamualaikum,” pamit Kyara mencium tangan Ibunya, sepanjang jalan menuju keluar rumah ia mencoba tersenyum walau hatinya sangat getir.
“Iya, Nak. Wa'alaikumussalam hati-hati dijalan, Nak,” Diyana mengantarkan putrinya. Wanita itu bersandar pada pintu dengan pikiran yang berkelana entah kemana.
Kyara melajukan motornya ke Jalan Sumpah Pemuda dimana Kafe Rindu berada. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, Gadis itu sudah tiba di pelataran Kafe itu. Nuansa Kafe yang hangat cocok untuk kencan.
“Huft!” ada rasa berdebar yang muncul begitu saja saat ia tiba disana. “Akhirnya sampai juga, apapun keputusan nanti itulah yang terbaik buat gue.”
Gadis itu berjalan menuju meja resepsionis bertanya meja yang sudah di reservasi atas nama Pak Andrean, kemudian pegawai itu menyebutkan di meja dengan nomor 17. Setelah sampai di meja tersebut berbagai macam makanan dan minuman ringan tersaji. Kyara tidak melihat keberadaan pria itu, sembari menunggu pria tersebut ia duduk sambil bermain ponsel genggam miliknya.
“Ehkm!” Suara deheman Pria tepat di belakang Kyara.
Membuat sang gadis terperanjat kaget tanpa sengaja ponselnya jatuh ke lantai. Dengan cepat ia memungut kembali ponselnya, namun tanpa sengaja sikunya menyentuh kaki Lucas.
“Ceroboh!” sindir Pria itu.
Dengan santai pria itu duduk di hadapan Kyara tanpa memperdulikan perempuan itu di hadapannya, Lucas mengeluarkan benda pipih di saku jas nya kemudian mulai berselancar di dunia maya.
“Maaf ya, Mas. Tadi gak sengaja.” Kyara menundukkan kepala sebagai tanda rasa bersalah. “Ehm, kamu anak Pak Andrean kan, Mas? Kenalin nama aku Kyara Aletha Nugroho. Boleh tau nama kamu siapa mas?” tanya Kyara seraya mengulurkan tangan sebagai tanda awal perkenalan namun pria di hadapannya terlihat tidak menggubris sama sekali.
Bukan Kyara namanya jika tidak bisa diam, gadis itu terus saja bersuara. Jika orang yang tidak mengenalnya akan mengatakan dia sebagai perempuan cerewet namun jika sudah mengenal itu adalah hal yang bisa bagi mereka.
“Mas, apa pendapat kamu tentang rencana pernikahan ini. Menurutku apa kamu setuju?” kembali gadis itu membuka suaranya, sebagai gadis desa bercerita adalah hal yang sangat menyenangkan karena bisa bertukar pikiran.
Lucas menatap jengkel, gadis yang sedari tadi tiada henti mengeluarkan suara membuat suasana hatinya memburuk ditambah memikirkan harus jadi menikah dengan gadis itu. Lucas meletakan ponselnya di atas meja menahan emosi yang sedari tadi ia tahan dengan satu hembusan napas ia membalas ucapan gadis itu.
“Bisa diam gak! Mulut lo sudah kayak burung Beo tau gak! Gue gak setuju pernikahan ini terjadi!” dengan tatapan menghunus ia kembali melontarkan ucapannya. “Lo bilang sama bokap lo, pernikahan ini. BATAL!”
Deg!
***
BERSAMBUNG
Apa? Apa cerita selanjutnya? Bikin penasaran deh!
berikan dukungan kalian, like, comment stt! Beri bintang 5 kalo kalian suka
Salam hangat dari Amanda ❤️
Bagai tersambar petir di siang bolong gadis itu terpaku, hatinya terenyuh, mulutnya kelu setelah mendengar jawaban pria dihadapannya. Hanya suara musik pelan yang menghiasi pertemuan mereka.
Kembali Lucas mengeluarkan suara setelah membentak gadis di hadapannya. “Sekarang abisin tu makanan terus lo pergi dari sini! Gue gak mau liat muka lo lagi!” Lucas memalingkan wajah seraya menyandarkan tubuh pada sandaran kursi yang sedang ia duduki.
Tak ada percakapan lagi di antara mereka, semua terasa senyap menikmati makanan yang terasa hambar setelah perdebatan itu. Kyara hanya menatap sekilas pria yang belum dia ketahui namanya kini telah membuat hatinya terluka.
“Sudah selesai kan, sekarang lo cabut deh dari sini,” cecar Lucas, melihat piring gadis itu sudah tidak tersisa makanan sedikitpun.
“Lama-lama resek juga ni orang, siapa juga yang mau nikah sama cowok tengil kek gitu.” gumam Kyara dalam hati.
“Iya Mas, makasih buat pertemuan ini,” Kyara berdiri menundukkan sedikit badannya lalu melangkah pergi dari Kafe itu.
Setibanya di parkiran, motor yang Kyara gunakan tiba-tiba mogok. Ia mencoba menstarter dan mengengkol motornya tetap tidak bisa hidup. Lucas yang baru saja terlihat keluar dari Kafe itu melihat Kyara belum juga pergi. Ia mengangkat kedua bahunya acuh lalu melangkah ke arah mobilnya terparkir.
“Aduh … gimana ini pake acara mogok segala,” desahnya pelan menggaruk kepalanya dengan tatapan bingung. Setelah bertemu pria itu Kyara seperti mendapatkan kesialan dan kini motornya mogok.
Sepasang mata terus saja memperhatikan Kyara, ia melihat gadis itu terus saja mengengkol motor bututnya. Dengan langkah angkuh dan membuang napas kasar ia mendekat ke arah gadis itu berada.
“Motor butut aja masih di pake, mending buang aja noh ke laut. HAHA!” ejek Lucas bersandar di belakang motor lalu menyilangkan kedua tangannya.
Mendengar ucapan itu Kyara membalik badan mendapati Lucas di belakangnya dengan wajah yang menjengkelkan baginya. Tak mau kalah ia pun menyilangkan tangan di depan dadanya.
“Biarpun butut ini hadiah dari orang tua aku, mending kamu pergi aja dari sini Mas daripada menambah masalah,” sungut Kyara kesal dengan menghentakkan kakinya.
“Suka-suka gue dong! Oh atau lo berpura-pura alasan motor lo mogok. Tapi sebenernya masih mau melihat ketampanan yang gue punya kan. Ngaku deh lo!” Lucas kepedean dengan senyum smirk dan sesekali merapikan jasnya.
“Motor ini gak mau nyala Mas, jangan kegeeran deh saya juga nggak tertarik sedikitpun sama situ jadi jangan terlalu bangga deh, Mas.” Kyara tak mau kalah. Kepalanya mendongak lalu alisnya terangkat tipis, kemudian senyum tipis terukir di bibirnya.
Untuk pertama kalinya ada seorang gadis yang berani menolaknya mentah-mentah. Bukannya merasa tersinggung Lucas justru menyeringai tipis, tatapannya penuh tantangan seolah menandai itu sebagai permainan baru yang menarik.
Lucas mendekat hingga tak ada jarak di antara mereka berdua. “Baru kali ini gue terima penolakan dari gadis cupu kaya lo, jangan pernah lo anggap diri lo itu berharga. Karena harga diri lo bisa gue beli!” Mata Lucas melotot tajam dengan seringai siapapun yang melihatnya bisa menciut termasuk Kyara.
Mendapati perlakuan itu Kyara mengedipkan matanya cepat menahan air matanya. Lucas meninggalkan Kyara yang masih mematung di parkiran Kafe, lalu ia melajukan mobilnya kencang hingga menghilang diujung jalan.
Membuang napas yang sejak tadi tertahan. “Dasar orang gila, siapa juga yang mau nikah sama kamu,” teriak Kyara merasa geram.
Tak mau membuang banyak waktu dia mulai mendorong motornya keluar dari parkiran Kafe tak lama di ujung jalan terdapat sebuah bengkel. Tiga puluh menit berlalu sampailah dia di pelataran rumahnya, Kyara segera masuk ke dalam rumahnya. Gadis itu melihat Ayah dan Ibunya berada di ruang tengah Kyara langsung menghampiri sepasang orang tua itu.
“Assalamualaikum, Ayah, Ibu,” ucap Kyara menyalami tangan mereka satu persatu.
“Wa'alaikumussalam,” balas mereka.
“Lho, udah pulang nak?” tanya ibu .
“Iya, Bu. Oh iya ada yang ingin Kyara bicarain sama kalian.” Gadis itu terdiam sejenak merangkai kata-kata selanjutnya. “Ayah, Ibu. Apa sebaiknya kami tidak usah menikah? Aku merasa nggak cocok sama dia.”
“Kenapa seperti itu, Nak? Apa dia menyakitimu? Kalian baru bertemu satu kali, tidak mungkin langsung cocok, Haha kau ini Kyara ada-ada saja,” kekeh Agung.
Ternyata ucapannya hanya dianggap candaan oleh mereka, gadis itu hanya bisa tertunduk dalam diam. Kemudian suara Agung memecahkan lamunan gadis itu.
“Pak Andrean mengundang kita ke rumahnya nanti malam, kita bahas ini bersama dengan keluarga mereka,” ujar Agung.
*
*
*
Malam ini adalah malam minggu dimana semua orang merayakan malam yang ditunggu - tunggu, sedangkan keluarga Agung akan menemui calon besannya atau Bos nya.
“Rame banget ya, liat tuh kak ada bianglala.” Lala menunjuk wahana di seberang jalan itu.
“Iya, Dek. Besok kita kesana ya Ayah, Ibu,” sorak Kyara dari kursi belakang kemudi lalu hanya di angguki oleh kedua orang tua itu. Kedua pasangan itu hanya mampu tersenyum namun hati mereka sangat gelisah.
Pagar berukiran mewah dengan lapisan emas telah terlihat di depan mereka. Ya, itu adalah rumah Pak Andrean. Desain mewah dan megah dengan cat berwarna putih dan terdapat banyak pilar-pilar yang mengelilingi rumah tersebut menyambut kedatangan mereka. Perasaan mereka semakin minder, karena mereka hanya berasal dari keluarga yang sangat sederhana.
“Waw rumah rasa istana!” Decak kagum Kyara.
Mobil tua Agung telah terparkir di tempat yang telah tersedia, satu persatu mereka keluar dari mobil terlihat sepasang suami-istri sebagai tuan rumah telah menyambut mereka di pintu utama.
“Malam Pak Agung dan semuanya,” sapa Pak Andrean.
“Malam Tuan, Nyonya.” Agung membalas sapaan dengan senyum yang sedari tadi tercipta.
“Silakan masuk,” ajak Istri Pak Andrean. Mengayunkan tangan ke arah pintu dengan senyum tipis.
Keluarga Agung langsung diarahkan ke meja makan, meja makan yang berukuran sangat besar telah tersedia berbagai macam jenis makanan-makanan enak. Makanan yang Kyara lihat di restoran sekarang berada di atas meja makan itu.
“Bagaimana Pak Agung semua sehat?” tanya Andrean membuka pembicaraan. Duduk dengan posisi punggung lurus dengan dagu terangkat, membuat siapapun segan untuk berhadapan dengannya.
“Alhamdulillah semua sehat wal afiat Tuan, semoga Tuan dan Nyonya selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT,” sahut Agung.
Andrean memberi angukan dengan wajah datar, sedangkan Rihanna memberikan senyuman hingga menampilkan barisan gigi yang tertata sangat rapi.
“Kita berbincang santai saja ya, sekalian kita makan malam bersama,” ujar Pak Andrean lalu di anguki oleh Agung.
“Silahkan dinikmati, jangan sungkan. Anggap saja rumah sendiri,” sambung Istri Pak Andrean.
Terlihat Lucas menuruni anak tangga menuju ke meja makan dimana semua orang berkumpul. Ia langsung duduk didekat Ayah dan Ibunya.
“Sayang,” sapa Rihanna menggenggam tangan Lucas sekilas.
“Mom.”
Ketika suasana makan malam berlangsung tenang dan setiap orang tengah menikmati hidangan, suara husky Andrean memecahkan keheningan yang menyelimuti meja makan.
“Ehkm, mengenai rencana pernikahan kemarin … apa sudah ada jawabannya Pak?”
Mendengar pertanyaan yang Andrean sampaikan membuat Kyara tersedak makanan. “Uhuk!”
“Nak, pelan-pelan ini minum dulu.” Diyana memberikan segelas air pada Kyara. Lalu di teguk habis oleh gadis itu.
Degup jantung gadis itu berdentum tak terkendali seakan tubuhnya sendiri menolak tenang ketika pembicaraan mengarah pada topik pernikahan ini. Ia terus menggeliat kecil seakan kursi yang didudukinya terasa begitu tidak nyaman, gerak-geriknya tertangkap oleh Lucas.
“Saya sudah membicarakan ini kepada keluarga saya, Pak. Ini keputusan yang berat bagi kami maupun putri kami.”
“Biar kita semua mendengar jawaban langsung dari putri saya, karena ini menyangkut masa depannya,” lanjut Agung.
Tatapan semua orang tertuju pada gadis yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Hingga Andrean bertanya padanya. “Bagaimana menurutmu?” tegas Andean.
Kyara menarik napas panjang seraya berdoa dalam hati agar jawaban yang ia berikan bisa mereka terima.“Maaf sebelumnya saya rasa pernikahan ini tidak akan mungkin terjadi.”
Semua mata memandang gadis itu, ada rasa kecewa di kedua mata orang tua Kyara dan ada rasa amarah yang tertahan di mata Andrean.
“APA!”
***
BERSAMBUNG
penasaran kelanjutannya seperti apa???
Jangan lupa berikan dukungan kalian agar author semangat🔥
Like, comment, beri bintang 5 kalo kalian suka cerita ini
Salam dari bunga Amanda ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!