NovelToon NovelToon

Suamiku Boneka Keluarganya

Bab 1

"Aku tulang rusukmu, bukan tulang punggungmu Mas," ucap lirih seorang perempuan bernama Yuni kepada Suaminya.

Yuni mencoba memberanikan diri menyampaikan keluh kesahnya kepada Sang Suami yang selama ini sudah menjadikan Yuni sebagai tulang punggung keluarga.

"Yuni, kalau kamu tidak ikhlas membantu mencukupi semua kebutuhan keluargaku, sebaiknya kamu berhenti bekerja saja. Percuma jika kamu melakukannya secara terpaksa, karena semua itu tidak akan menjadi amal ibadah juga untuk kamu," ujar Hendra dengan nada tinggi.

Bukannya Yuni tidak ikhlas membantu ekonomi keluarga Hendra, hanya saja Yuni sudah merasa tidak sanggup menerima hinaan yang selalu dilontarkan oleh keluarga Suaminya tersebut.

Selama ini Yuni selalu diam dan masih bisa menerima jika keluarga Hendra menghinanya, tapi Yuni tidak terima jika mereka menghina kedua orang tuanya.

"Mas, bukannya aku tidak ikhlas, tapi aku juga hanya manusia biasa yang memiliki perasaan dan juga batas kesabaran. Aku tahu kalau aku berasal dari keluarga miskin, selama ini aku selalu diam jika keluarga kamu menghinaku, tapi aku tidak rela jika mereka sampai menghina kedua orang tuaku. Ibu dan Bapakku hanya memungut barang yang sudah dibuang ke tempat sampah, bukan maling seperti yang dikatakan oleh keluarga kamu."

Hendra yang mendengar perkataan Yuni lagi lagi selalu membela keluarganya, karena Hendra lebih mempercayai keluarganya dibandingkan dengan Yuni yang berstatus sebagai Istrinya sendiri.

"Yuni, kamu pasti hanya salah faham terhadap keluargaku. Tidak mungkin Mama menuduh kedua orang tua kamu sebagai pencuri. Mama bicara seperti itu hanya merasa kesal terhadap pemulung yang kemarin sudah mencuri barang-barang yang Mama simpan di belakang rumah."

"Lalu bagaimana dengan mereka yang selalu menghinaku karena aku hanya lulusan Paket C dan berprofesi sebagai seorang Cleaning service? Bahkan Mama kamu selalu bilang kalau profesiku sudah mempermalukan nama baik keluarga kamu, makanya selama ini mereka tidak pernah menghargaiku. Apa aku salah jika aku juga ingin dihargai?" ucap Yuni dengan lirih.

Selama ini Yuni tidak mengharapkan ucapan terimakasih dari keluarga Suaminya, tapi Yuni hanya ingin mereka menghargai semua pengorbanan yang telah dirinya lakukan.

"Memangnya berapa gaji seorang Cleaning service sampai-sampai kamu meminta untuk dihargai?" tanya Hendra dengan tersenyum mengejek.

Degg

Jantung Yuni rasanya berhenti berdetak mendengar perkataan yang ke luar dari mulut Hendra. Hatinya berdenyut sakit karena sedikit pun Yuni tidak pernah menyangka jika Suami yang dia harapkan bisa menjadi sandaran dan tempat untuk berkeluh kesah, dengan teganya malah berkata seperti itu.

"Apa Mas lupa kalau selama ini gaji seorang Cleaning service lah yang sudah mencukupi kebutuhan Mas dan keluarga? Selama ini aku selalu mengesampingkan kebutuhanku sendiri, bahkan aku tidak pernah memberikan sepeser pun untuk kedua orang tuaku," ucap Yuni.

"Selama tujuh tahun kita berumah tangga, jangankan merasakan, bahkan aku tidak pernah melihat gaji Suamiku yang sekarang sudah berhasil menjadi seorang Manager," sambung Yuni dengan berderai air mata, karena Yuni sudah tidak tahan lagi memendam semuanya.

Hendra diam mematung ketika teringat dengan masa lalunya saat pertama kali bertemu dengan seorang Yuni pada sepuluh tahun yang lalu.

Saat Hendra pertama kali bertemu dengan Yuni, Hendra merupakan seorang OB juga, tapi semenjak keduanya menjalin hubungan, Yuni selalu mendampingi serta mendukung Hendra untuk menggapai cita-citanya.

Keberhasilan yang Hendra dapatkan saat ini tidak luput dari dukungan dan pengorbanan Yuni, karena ketika dulu Hendra ingin mengambil Kuliah sambil bekerja, Yuni bahkan rela memberikan uang tabungannya untuk membantu biaya Kuliah Hendra.

Yuni pikir Hendra tidak akan berubah setelah berhasil menggapai cita-citanya, tapi ternyata dugaan Yuni salah, karena Hendra tidak pernah ingat dengan semua pengorbanan yang telah Yuni lakukan, bahkan dengan bangganya Hendra mengatakan kepada semua orang jika keberhasilan yang dia dapatkan adalah berkat kerja keras serta dukungan dari kedua orang tuanya.

"Yuni, apa aku salah jika aku berbakti kepada orang tua ku? semenjak Ayah meninggal dunia, aku sebagai Anak Lelaki satu satunya harus menjadi tulang punggung keluarga. Kalau bukan aku yang memenuhi semua kebutuhan Ibu dan kedua saudara perempuanku, mereka harus bergantung kepada siapa lagi?" teriak Hendra yang semakin tersulut emosi mendengar perkataan Yuni.

"Mas, bukannya aku melarang kamu untuk berbakti kepada orang tuamu, tapi apa kamu ingat dengan kewajiban kamu sebagai seorang Suami yang harus menafkahi Anak dan Istri?"

"Setelah seorang lelaki menikah, seharusnya seorang Suami lebih mengutamakan kebutuhan Istri dan Anaknya dibandingkan dengan keluarganya, apalagi sekarang kita sudah memiliki dua orang Anak. Apa Mas tidak memikirkan masa depan mereka?" ujar Yuni.

Hendra mengacak rambutnya secara kasar. Selama ini dia selalu dituntut oleh Ibu serta kedua Saudara perempuannya untuk memenuhi semua kebutuhan mereka, bahkan Hendra sampai lupa dengan kewajibannya sebagai seorang Suami, apalagi keuangan Hendra selalu di atur oleh Ibunya.

"Yuni, kurang baik apa selama ini Mama sama kita? Seharusnya kita berterimakasih karena sudah diperbolehkan tinggal di sini oleh Mama, jadi kita tidak perlu mengeluarkan uang untuk mengontrak rumah," tutur Hendra.

Hendra selalu memuji Ibu nya, padahal jika dia tidak memberikan tiga perempat gajinya untuk biaya hidup Ibu dan kedua saudarinya, Yuni dan Hendra pasti sudah bisa memiliki rumah sendiri.

"Mas, aku tahu kalau kita tinggal di sini gratis, tapi apa Mas lupa kalau semua kebutuhan keluarga Mas kita yang tanggung? bahkan Mas sampai mengorbankan nafkah untuk Anak dan Istri supaya bisa membahagiakan Ibu dan Keluarga Mas."

"Jika aku boleh memilih, aku lebih memilih tinggal di rumah kontrakan dari pada tinggal bersama keluargamu, karena setelah berumah tangga, seharusnya kita tidak tinggal satu atap dengan keluarga kita supaya tidak banyak campur tangan dari orang lain," ujar Yuni yang entah memiliki keberanian darimana, karena biasanya Yuni hanya akan diam dan tidak akan protes jika sudah menyangkut keluarga Suaminya.

"Jadi selama ini kamu menganggap Keluarga ku sebagai orang lain? Pantas saja kamu merasa keberatan ketika kamu harus membantu aku menjadi tulang punggung keluarga," sindir Hendra dengan tatapan tajam.

Yuni hanya bisa menghela nafas panjang. Dirinya merasa percuma berkeluh kesah kepada Sang Suami jika semuanya hanya berujung pertengkaran, karena Yuni selalu salah di mata Hendra jika sudah menyinggung keluarganya.

"Mas, kapan kamu akan mengerti tentang perasaanku? Aku sudah melakukan semua yang aku bisa untuk membahagiakan keluargamu, tapi yang aku dapatkan dari mereka bukanlah ucapan terimakasih, melainkan cacian dan hinaan, bahkan mereka selalu menganggap aku sebagai Pembantu," ujar Yuni.

Hendra sebenarnya mengetahui sikap Ibu dan kedua saudara perempuannya, apalagi mereka selalu terang-terangan menghina Yuni di depan Hendra, tapi sekali pun Hendra tidak pernah membela Yuni dengan alasan takut menjadi Anak durhaka.

"Yuni, kamu tolong mengerti posisi aku. Kamu tau sendiri bagaimana watak Mamaku. Aku tidak mau menjadi Anak durhaka apabila sampai melawannya, karena Surga itu berada di telapak kaki Ibu," ujar Hendra dengan memegang kedua pundak Yuni.

"Aku tidak pernah menyuruh kamu melawan Ibumu Mas, karena aku juga tau jika Surga itu berada di telapak kaki Ibu. Tapi bagaimana dengan nasib aku dan Anak-anak kita? Kami juga sudah menjadi tanggung jawab Dunia dan Akhiratmu," ujar Yuni dengan air mata yang kembali menetes membasahi pipinya.

Mohon dukungannya dengan menekan tombol like dan subscribe, terimakasih 🙏

*

*

Bersambung

Bab 2

Hendra merasa bersalah ketika melihat Yuni menangis, apalagi selama ini Yuni tidak pernah berkeluh kesah terhadap dirinya.

Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku tega sekali membuat Yuni menangis? Padahal selama ini Yuni merupakan sosok Istri, Menantu, dan Ibu yang baik, bahkan dia tidak pernah berkeluh kesah terhadap ku, tapi aku malah membuat Yuni semakin merasa sedih, ucap Hendra dalam hati.

Hendra menghela napas panjang ketika menyadari kesalahan yang telah dirinya lakukan, sampai akhirnya Hendra meminta maaf atas semua perkataan yang telah menyakiti perasaan Yuni.

"Sayang, maafin aku ya, aku tidak bermaksud menyakiti perasaan kamu apalagi sampai membentak kamu. Aku tau kalau selama ini aku sudah salah karena menjadikan kamu sebagai tulang punggung keluarga, aku juga sadar jika aku lebih mementingkan keluargaku dibandingkan dengan kamu dan Anak-anak," ucap Hendra dengan menangkup kedua pipi Yuni.

Yuni yang tidak mau terus berdebat dengan Hendra hanya diam mendengar perkataan Suaminya tersebut, apalagi dia takut jika kedua Anaknya sampai mendengar perdebatan antara dirinya dan Hendra.

"Yun, kamu tau sendiri kalau gaya hidup Mama seperti kaum sosialita, Mama bahkan sampai meminta aku mengkredit mobil supaya bisa pamer terhadap Teman-temannya, belum lagi biaya kuliah Dela yang mahal, ditambah dengan Kak Rani yang selalu meminta uang untuk jajan Anak-anaknya, jadi uang gajiku saja tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan mereka," sambung Hendra.

Yuni hanya bisa mendengarkan keluh kesah Suaminya. Meski pun sebenarnya dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Hendra yang lebih mementingkan semua kebutuhan keluarganya dibandingkan dengan Anak dan Istrinya sendiri.

Ternyata sosok Suami yang aku harapkan bisa menjadi sandaran, bahkan tidak pernah mengerti apa yang aku inginkan.

Aku ingin sekali tinggal terpisah dari keluarganya, aku ingin membangun rumah tanggaku sendiri tanpa campur tangan dari Ibu serta kedua saudara perempuannya. Apa aku salah jika menginginkan semua itu?

Selama ini aku bahkan sudah mengesampingkan kebutuhan keluargaku demi keluarganya, tapi yang aku dapatkan bukanlah ucapan terimakasih, melainkan hinaan dan cacian, karena selama ini aku hanya di anggap sebagai Pembantu bukan Menantu, ucap Yuni dalam hati dengan menahan sesak dalam dadanya.

Setelah merasa lebih tenang, Yuni dan Hendra ke luar dari dalam kamar mereka, apalagi dari tadi Mama Meti terus berteriak memanggil Yuni.

Hendra dan Yuni langsung menghampiri Mama Meti yaitu Ibu Mertua Yuni yang sudah terlihat menunggu di meja makan.

"Yuni, apa kamu lupa menyiapkan makanan untuk kami?" teriak Mama Meti dengan membanting tudung saji yang berada di atas meja makan.

"Maaf Ma, Yuni belum sempat memasak."

Yuni yang merasa kecapean karena baru pulang bekerja sampai lupa untuk memasak, apalagi Yuni langsung berdebat dengan Hendra, bahkan dia belum sempat mengambil kedua Anaknya yang ia titipkan di rumah tetangga.

Yuni sebenarnya tidak tega menitipkan Anaknya pada orang lain, tapi Mama Meti tidak mau repot mengurus kedua Anak Yuni dengan alasan harus membantu Rani menjaga kedua anaknya, jadi Yuni terpaksa memakai jasa tetangga untuk menjaga Anak bungsunya yang masih berusia dua tahun selama ia pergi bekerja.

"Dasar Menantu tidak punya otak, bisa-bisanya kamu sampai lupa masak. Apa kamu sengaja ingin membuat kami mati kelaparan?" teriak Mama Meti lagi.

Sebagai seorang Istri dan Menantu yang baik, Yuni selalu bersikap sopan kepada Suami serta Mertuanya, meski pun balasan yang ia dapatkan tidak pernah sesuai dengan yang dirinya harapkan.

"Tunggu sebentar ya Ma, Yuni mau masak dulu."

"Kalau aku nunggu kamu selesai memasak, bisa-bisa aku mati kelaparan, apalagi bahan-bahan masakan di rumah juga sudah habis. Kamu memang tidak pernah becus mengurus keluarga," ujar Mama Meti dengan bertolak pinggang.

Hendra hanya diam tanpa mengeluarkan satu patah kata pun untuk membela Yuni sehingga Yuni selalu merasa kecewa terhadap Suaminya tersebut.

"Hendra, kenapa kamu bisa memiliki Istri yang sangat bodoh? Dari dulu Mama sudah bilang kalau dia tidak pantas menjadi Istri kamu. Seharusnya kamu menikahi perempuan yang sederajat dengan keluarga kita, bukan seperti dia yang hanya bisa menjadi benalu," ujar Mama Meti.

Lagi lagi Hendra hanya diam ketika mendengar perkataan Ibunya yang selalu bermulut pedas terhadap Yuni.

"Kamu jangan diam saja, sebaiknya sekarang kamu cepat ganti baju supaya kita bisa segera makan di Restoran. Tadi Mama dengar di dekat sini ada Restoran yang baru buka, jadi Mama ingin sekali mencicipinya, apalagi kata orang-orang makanan di sana sangat enak," ujar Mama Meti.

Setelah Mama Meti selesai bersiap, Mama Meti bergegas memanggil Rani dan Dela serta kedua Cucu kesayangannya yang sedang bermalas-malasan di dalam kamar.

"Rani, Dela, ayo kita pergi makan di Restoran yang baru buka itu," teriak Mama Meti, sontak saja kedua saudara perempuan Hendra beserta kedua Keponakannya bergegas menghampiri Hendra dan Mama Meti yang sudah terlihat bersiap untuk pergi.

"Ayo cepat Ma, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah tidak sabar ingin makan di Restoran," ujar Dela dengan antusias, begitu juga dengan Rani dan kedua Anaknya.

Yuni yang mengira jika dirinya beserta kedua Anaknya akan di ajak makan di Restoran juga, mengatakan akan mengambil kedua Anaknya terlebih dahulu.

"Kalau begitu Yuni ambil Anak-anak dulu sebentar ya Ma."

"Memangnya kamu mau pergi ke mana? Apa kamu pikir kami akan mengajakmu? Jangan mimpi kamu Yuni, seorang Pembantu tidak pantas makan dengan majikan, karena kamu hanya akan membuat kami malu saja," ujar Mama Meti sehingga membuat hati Yuni semakin berdenyut sakit.

"Iya benar. Kamu itu tidak pantas makan bersama kami. Aku malu punya Kakak ipar seorang cleaning service seperti kamu," ejek Dela.

"Seharusnya kamu sadar diri. Lihat tubuh kamu yang kotor dan bau itu," sindir Rani dengan tersenyum mengejek.

Hendra ingin sekali membela Yuni, apalagi sikap Mama Meti, Dela dan Rani sudah benar-benar keterlaluan, tapi Hendra selalu takut menjadi Anak durhaka, sampai akhirnya Hendra mengurungkan niatnya ketika hendak angkat suara.

"Ayo Hendra, kita berangkat sekarang. Mama sudah tidak sabar ingin cepat-cepat memakan makanan yang enak-enak," ujar Mama Meti dengan menarik tangan Hendra ke luar dari dalam rumah.

Yuni hanya bisa menatap nanar kepergian Hendra beserta keluarganya. Dia kembali merasa kecewa karena Hendra selalu diam serta lebih menuruti semua keinginan Keluarganya tanpa memikirkan perasaan Yuni.

Baru saja kamu meminta maaf kepadaku Mas, tapi lagi-lagi kamu membuat aku kecewa. Kamu adalah Imamku, tapi ternyata kamu lebih memilih menjadi Boneka keluargamu, ucap Yuni dalam hati dengan menitikkan air mata.

Terimakasih banyak bagi yang sudah berkenan membaca Karya-karya receh saya. Mohon dukungannya dengan like dan subscribe, sehat dan sukses selalu untuk semuanya 🙏

*

*

Bersambung

Bab 3

Ketika Hendra dan keluarganya tengah makan enak di Restoran, Yuni dan kedua Anaknya hanya bisa makan dengan telur yang dicampur dengan tepung terigu, karena hanya ada satu telur yang tersisa di dalam kulkas.

Yuni belum sempat belanja apalagi saat ini cuaca tengah hujan deras, jadi Yuni memutuskan untuk menambahkan beberapa sendok tepung terigu supaya telurnya menjadi banyak.

"Bu, kenapa Ayah tidak mengajak kita makan di Restoran juga? Sedangkan Oma, Tante Rani, Tante Dela, Bagus dan Indah di ajak?" tanya Denis yaitu Anak sulung Yuni dan Hendra yang saat ini sudah berusia enam tahun.

Ketika Hendra dan keluarganya hendak berangkat menuju Restoran, Denis yang berada di rumah tetangga Yuni, tidak sengaja mendengar bahkan melihat kepergian Hendra dan keluarganya, tapi Denis tidak berani menghampiri Ayahnya tersebut, karena Mama Meti pasti akan memarahi Denis.

"Nak, mungkin Ayah masih ada pekerjaan, makanya Ayah tidak mengajak kita," ujar Yuni dengan mengusap lembut kepala Denis.

"Selama ini Ayah tidak pernah mengajak Ibu, Denis dan Dira jalan-jalan, tapi kenapa Ayah selalu mengajak Oma dan Keluarganya? Padahal Denis juga ingin mencoba naik mobil baru Ayah. Apa Ayah tidak sayang kepada kita?" tanya Denis lagi.

Yuni hanya bisa menahan sesak dalam dadanya ketika mendengar pertanyaan Denis, tapi Yuni selalu memberikan pengertian kepada Denis tanpa menjelek-jelekan Hendra dan keluarganya.

"Nak, Denis jangan berbicara seperti itu lagi ya. Ayah pasti sangat menyayangi kita, hanya saja Ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya. Nanti, kalau Ibu sudah gajian, Ibu bakalan ngajak Denis dan Dira pergi ke Taman bermain," ujar Yuni dengan menampilkan senyum palsu di hadapan kedua Anaknya.

Denis tersenyum bahagia mendengar perkataan Yuni yang akan mengajaknya pergi ke Taman bermain, apalagi sudah lama sekali Denis tidak pergi jalan-jalan.

"Bu, kalau Denis sudah besar, Denis akan bekerja yang giat supaya bisa membahagiakan Ibu dan Dira, jadi Ibu tidak perlu capek bekerja lagi," ujar Denis dengan memeluk tubuh Yuni.

"Makasih banyak ya sayang, Denis memang Anak yang baik," ujar Yuni yang sudah tidak kuasa lagi membendung air matanya.

Denis kembali bertanya kepada Yuni ketika melihat Yuni mengelap air mata yang terus menetes pada pipinya.

"Kenapa Ibu menangis?" tanya Denis dengan membantu Yuni mengelap air mata.

"Ini adalah tangisan bahagia. Ibu merasa sangat beruntung memiliki Denis dan Dira. Sebaiknya sekarang kita makan dulu. Denis sudah cuci tangan kan?" tanya Yuni, dan Denis menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Kalau begitu, Denis baca do'a dulu sebelum makan," sambung Yuni.

Setelah Denis membaca do'a, Denis terlihat makan dengan lahap meski pun hanya dengan lauk yang sederhana.

"Masakan Ibu memang selalu enak. Sekarang Ibu juga harus makan," ujar Denis dengan menyuapi Yuni dan Dira, sehingga membuat Yuni tersenyum bahagia.

Tuhan, terimakasih banyak karena telah mengirimkan dua Malaikat kecil ke dalam kehidupanku, ucap Yuni dalam hati.

......................

Di tempat lain, saat ini Hendra dan keluarganya tengah menikmati makanan di Restoran, bahkan Mama Meti sengaja memesan banyak makanan enak tanpa memikirkan Menantu dan kedua Cucunya yang berada di rumah.

"Hendra, kenapa kamu diam saja? Kamu harus makan yang banyak biar sehat, apalagi kamu harus bekerja supaya bisa menghasilkan uang yang banyak untuk kami," ujar Mama Meti dengan menambah lauk pada piring Hendra.

"Iya benar Kak, Kakak harus cari uang yang banyak untuk kami, soalnya Dela pengen beli motor baru."

"Kak Rani juga pengen beli tas branded keluaran terbaru, Bagus pengen mobil mobilan remot, dan Indah mau boneka baru juga," cerocos Rani tanpa tahu malunya, padahal Rani sudah memiliki Suami yang saat ini bekerja di luar kota, tapi Rani masih saja sering meminta uang dari Hendra.

"Tuh kamu denger sendiri perkataan Kakak sama Adik kamu, jadi kamu harus makan yang banyak supaya selalu sehat," ujar Mama Meti dengan tersenyum.

Hendra sebenarnya teringat kepada Yuni dan kedua Anaknya yang entah makan dengan lauk apa di rumah, tapi Hendra merasa takut untuk menyampaikan pendapatnya.

Apa selama ini aku sudah keterlaluan karena selalu menuruti semua kemauan Mama dan keluargaku? Bahkan aku sampai melupakan kewajiban sebagai seorang Ayah dan Suami. Aku di sini makan dengan lauk yang enak, sedangkan Yuni dan kedua Anakku entah makan dengan apa, batin Hendra.

"Hendra, jangan bilang kalau kamu sedang memikirkan Yuni?" ujar Mama Meti ketika melihat Hendra terus saja melamun.

"Ma, apa salah jika Hendra memikirkan Istri dan Anak-anak Hendra yang entah makan dengan lauk apa di rumah? Sedangkan sekarang kita makan dengan beraneka macam lauk yang rasanya enak," ucap Hendra dengan lirih.

"Apa maksud kamu Hendra? Jadi kamu sudah berani melawan Mama hanya demi perempuan kampung itu?" ujar Mama Meti dengan penuh penekanan.

"Ma, yang Mama sebut perempuan kampung itu adalah Istri Hendra dan Menantu Mama sendiri," ucap Hendra dengan nada yang cukup tinggi.

Baru kali ini Hendra berani membalas perkataan Mama Meti yang selalu bersikap keterlaluan terhadap Yuni, padahal biasanya Hendra akan diam seperti boneka.

"Kamu keterlaluan Hendra, bisa-bisanya kamu membentak Mama," ucap Mama Meti dengan berlinang air mata.

"Maaf Ma, Hendra tidak bermaksud seperti itu."

Hendra memutuskan pergi ke kamar mandi karena dia tidak mau terus berdebat dengan Mamanya, apalagi saat ini mereka sedang berada di tempat umum.

Ketika berada di dalam kamar mandi, Hendra mengacak rambutnya secara kasar.

Hendra kembali teringat dengan perkataan Yuni yang lebih memilih tinggal di rumah kontrakan dari pada tinggal bersama keluarga Hendra.

"Apa aku coba saja menuruti kemauan Yuni untuk tinggal terpisah dari keluargaku? Kasihan juga Yuni, sepertinya dia merasa tertekan dengan perlakuan keluargaku," gumam Hendra.

Pada saat ke luar dari dalam kamar mandi, Hendra terus saja melamun, bahkan dia sampai menabrak seseorang.

"Awww," pekik perempuan cantik dan seksi yang tidak sengaja Hendra tabrak.

"Maaf Nona, saya tidak sengaja," ucap Hendra.

Hendra begitu terkejut ketika melihat sosok perempuan yang saat ini berada di hadapannya.

"Lisa," ucap Hendra.

"Mas Hendra," ucap Lisa yang sama terkejutnya dengan Hendra.

"Mas, kamu apa kabar?" tanya Lisa kemudian memeluk serta melakukan cipika cipiki terhadap Hendra.

Hendra ingin sekali menolak perlakuan Lisa terhadap dirinya, tapi Hendra tidak ingin membuat Lisa malu jika sampai Hendra menghindarinya.

"Alhamdulillah aku baik. Maaf Lisa, aku duluan," jawab Hendra yang sengaja ingin menghindari Lisa.

Pada saat Hendra hendak melangkahkan kakinya untuk pergi, Lisa tiba-tiba mencekal pergelangan tangan Hendra.

"Mas tunggu, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan," ucap Lisa.

*

*

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!