NovelToon NovelToon

Rahasia Kuil Naga

Episode 1

Bab 1~Kuil kuno di tengah hutan.

Di sebuah hutan lebat, seorang pria muda tengah dikejar oleh sekelompok pria dewasa dengan membawa berbagai senjata di tangan.

Wajah mereka terlihat garang. Tubuhnya yang kekar dan tegap itu dipenuhi bekas luka hingga wajah. Pakaian yang dikenakan seragam, namun yang membedakan adalah bentuk fisik serta wajah. Melihat dari ciri-cirinya, bisa dipastikan bahwa sekelompok pria itu adalah sebuah pasukan khusus.

Langkah kaki berlarian menyusuri hutan dengan sangat cepat, tapi pemuda itupun tak kalah cepat. Ia berlari hampir menyamai kecepatan kuda, melesat seperti angin hingga para pasukan khusus yang ingin menangkapnya pun tertinggal jauh di belakang.

"Cepat, kejar dia! Jangan sampai kita kehilangan jejaknya!" teriak pemimpin mereka menginstruksi.

Langkah kaki para pasukan pun semakin dipercepat agar bisa mengejar buruan. "Kejar!"

Riuh gemuruh langkah kaki berlarian disertai teriakan keras para pasukan menyusuri hutan belantara demi bisa menangkap pemuda tadi.

Sret ... Sret

Anak panah terus dilesatkan ke arah pemuda tadi, namun tak satupun yang mengenainya.

Walaupun usianya masih muda, tapi pemuda itu adalah keturunan murni suku Feima hingga kecepatan berlari atau menghindarinya sangat baik.

Suku Feima atau biasa disebut penyihir terkenal dengan tipu daya, kekuatan bertarung jarak jauh, serta kecepatan. Maka dari itu, pasukan khusus tersebut tidak mudah untuk menangkapnya.

"Hah ... Hah ... Hah!" Deru napas memburu tapi tak sedikitpun ia menyerah walaupun tubuh terasa lelah. Pemuda ini tak mau tertangkap karena dia tahu apa yang menjadi konsekuensinya. Maka dari itu, ia harus bisa menyelamatkan diri.

Hutan belantara ini sangat luas. Entah ke mana ia harus bersembunyi di hutan yang luas seperti ini sebab tidak ada tempat yang bisa dijadikan persembunyian. Terlebih, para pasukan itu adalah sebangsa Gui atau yang lebih dikenal sebagai manusia siluman.

Para Gui terkenal kuat, lincah, memiliki penciuman tajam juga sangat kejam. Mereka pasti bisa menemukan pemuda tersebut cepat atau lambat jika ia bersembunyi di hutan ini.

Tidak ada jalan untuknya keluar atau menghindari kejaran bangsa Gui. Jalan satu-satunya ialah bersembunyi di dalam air. Air bisa menyamarkan penciuman para Gui dari bau tubuhnya.

Tapi, di mana ia bisa menemukannya?

"Itu dia!"

Pemuda tersebut menoleh ke belakang. Ternyata jarak para Gui sudah lebih dekat dengannya. Jika seperti ini terus, ia bisa ditangkap dan dipenjarakan. Tidak masalah jika hanya dipenjara dan disiksa, tetapi lebih parah dari itu yaitu kepalanya akan dipenggal dan tubuhnya menjadi santapan binatang spirit bangsa Gui. Itulah hukuman yang diterapkan di wilayah Bandao.

Konon, kekuatan binatang spirit bangsa Gui ialah dari makanannya yaitu sebangsa Feima atau sejenis manusia kuat lainnya.

Pemuda ini berpikir keras mencari jalan keluar untuk menyelamatkan diri, tapi tak ada cara apapun yang terlintas saat ini. Mungkin karena panik, otaknya tidak bisa berfungsi dengan baik.

Kakinya dipaksa berlari kembali guna menjauh. Sesekali ia berhenti, tangannya terayun sembari merapal mantra untuk menyerang para Gui.

Slash

Munculah sebuah kabut ilusi tanpa ujung menghalangi jalan mereka. Pasukan khusus itu berhenti sebab jalan mereka terhalangi sebuah kabut penghalang.

"Jangan panik, ini hanya trik kecil darinya!" pemimpin pasukan berbicara. "Ayo, kita terobos kabut ilusi ini!" ujarnya menginstruksi.

Awalnya mereka ragu, namun pemimpin pasukan yang berama Laohu itu terus meyakinkan hingga mereka bergegas maju untuk menerobos kabut ilusi tersebut.

Satu persatu pasukan Gui menerobos kabut ilusi itu dengan mengibaskan pedang mereka. Namun belum jauh melangkah, terdengar jerit kesakitan rekan mereka yang sudah masuk lebih dulu ke dalam kabut ilusi tersebut.

"Aaaaaarrrrrgggghhhhh," jerit kesakitan saling bersahutan. Pasukan yang menerobos lebih dulu tewas seketika. Jasad mereka tak ditemukan, hanya ada ceceran darah segar menetes di dedaunan kering yang berserakan di tanah.

"Apa yang terjadi?!" Semua orang kebingungan, tapi Laohu mencoba memahami situasi saat ini.

Ia mulai memikirkan cara mengatasi kabut ilusi tersebut dengan menyuruh pasukan menghancurkannya. Anak panah ditembakkan secara beruntun ke arah kabut ilusi, berharap menghilangkan kabut tebal yang membentuknya.

Kabut ilusi mulai retak. Perlahan kabut tebal itu menghilang, lalu menampakkan kembali hutan belantara dengan pohon-pohon besar di sekitarnya. Di sana nampak jelas terlihat jasad pasukan Gui yang menerobos tadi sudah terpotong jadi beberapa bagian.

Tercium bau amis darah menyeruak di area tersebut.

"Argh, sial!" Laohu sangat marah melihat rekan-rekannya mati mengenaskan. Rahangnya mengeras seiring tangan yang terkepal. "Tangkap pemuda Feima itu bagaimanapun caranya, baik hidup atau mati!" erangnya penuh emosi.

"Baik!"

Pencarian pun dilanjutkan. Para pasukan berlarian mencari 'buruan' yang telah membunuh rekan-rekan mereka dengan kejam. Balas dendam pun dimulai, tapi mereka harus menemukan si pemuda terlebih dulu untuk membalaskan dendamnya.

Sementara Shizen, pemuda suku Feima itu terus berlari untuk menyelamatkan diri dari kejaran pasukan Gui yang ingin menangkapnya.

Mata Shizen membelalak ketika melihat sebuah bangunan kuno berdiri megah di tengah hutan belantara. Di depan pintu kuil, terdapat sepasang patung naga dengan tubuh melingkari kuil tersebut hingga ekornya terlihat di atas bangunan.

Antara takjub juga bingung, namun kakinya terus melangkah mendekati pintu kuil kuno tersebut.

"Tempat apa ini? Mengapa aku baru tahu ada kuil di tengah hutan belantara ini?" gumamnya sembari memperhatikan sekitaran.

Rasa penasaran dan takjubnya harus terhenti sebab terdengar teriakan para pasukan Gui yang hendak menangkapnya telah mendekat.

"Itu dia, tangkap!" Laohu berteriak keras ketika melihat Shizen berdiri di ambang pintu kuil.

Tak ada pilihan lain selain memasuki kuil kuno tersebut. Walaupun Shizen sedikit takut karena merasakan energi kuat dari dalam kuil itu, namun ia tak peduli. Keselamatannya lebih penting saat ini.

Laohu menembakan anak panah ke arah Shizen dengan sangat cepat sebelum tubuh Shizen masuk sepenuhnya ke dalam kuil.

Sreeeeetttt

"Ugh," Tubuh Shizen sedikit terhuyung setelah punggungnya terkena tembakan anak panah.

Darah mulai merembes membasahi pakaiannya disertai rasa panas yang menjalar di area luka tersebut. Kesadarannya sedikit terganggu membuat Shizen harus menggelengkan kepala berulangkali.

Namun sebelum itu, ia berhasil menutup pintu kuil dengan tangan bergetar. Kemudian, tubuhnya ambruk, terduduk di lantai sembari meringis kesakitan.

"Sial, ini adalah racun pelumpuh. Hah, hah, leherku seperti dicekik. Ukhuk ... Ukhuk," Shizen berusaha merangkak ke arah altar, di mana terdapat beberapa patung Dewa diletakkan. "Dewa, tolong aku! Aku tak ingin mati sia-sia seperti ini. Jika Kau menyelamatkanku sekarang, aku bersumpah akan mengabdi sepenuhnya padamu seumur hidupku. A-aku ber-jan-ji!" Suaranya sedikit tercekat di tenggorokan.

Sementara di luar, pasukan Gui berlari mendekati kuil kuno tersebut. Mereka harus menangkap Shizen bagaimanapun caranya, hidup atau mati, karena itu perintah dari sang pemimpin tertinggi.

"Dobrak pintu kuil ini!" Terdengar teriakan Laohu memerintah bawahannya.

Tak lama kemudian suara dobrakan di pintu terdengar jelas semakin keras.

Brak ... Braaaaakkk

Namun pintu kuil tak terbuka sama sekali, bahkan tak tergores sedikitpun ketika pasukan Gui memukulnya dengan berbagai senjata mereka.

Shizen semakin cemas, tapi tak lama kemudian ia pun menoleh ke arah pintu.

Bukan suara dobrakan lagi yang terdengar, melainkan jerit kesakitan para Gui melengking membelah langit.

"AAAAAAAAARRRRRGGGHHHHH!"

Shizen bertanya-tanya, apa yang terjadi.

Tapi, sebelum ia mengetahui jawabannya, sesuatu telah menariknya cukup keras dan kasar.

WUUUSSSHHHH

"AAAAAAAAAAAAARRRRRGGGHHHH!"

...Bersambung ......

Episode 2

Bab 2~Usulan Untuk Mencari Kuil Naga.

Seratus tahun kemudian ...

"Ukhuk ... Ukhuk." Ming Yun memuntahkan darah segar dari mulut untuk yang ke sekian kalinya. Napasnya sudah tak beraturan, wajahnya pucat pasi, tubuhnya pun gemetar akibat menahan sakit yang teramat sangat.

Melihat ibunya menderita, Zhang Yuze pun tak kuasa. Ia segera meraih tangan sang ibu lalu mengecupnya dalam sambil berkata, "Apa yang harus aku lakukan untuk menyembuhkannya, Kakek? Aku tak tahan melihat Ibu kesakitan," cetusnya dengan mata berkaca.

Sang kakek, Ming Ji, menatap nanar putri keduanya dengan perasaan yang sulit diartikan. Setelah itu, ia pun melirik sang cucu yang masih setia duduk di samping ibunya.

"Yuze, Ibumu terkena racun hitam yang sangat mematikan. Tak ada yang bisa kita lakukan untuk menyembuhkannya selain keajaiban Dewa," ujarnya putus asa.

Zhang Yuze segera menoleh marah ke arah kakeknya tersebut. "Kakek jangan berbicara seperti itu! Bukankah Kakek Alkemis terhebat di kota Xiang ini? Mengapa Kakek tak bisa menyembuhkan Ibuku dan selalu menunggu keajaiban Dewa?!" teriaknya membantah.

Ming Ji pun menepuk pundak cucunya sambil berkata, "Aku memang seorang Alkemis, tapi aku bukanlah Dewa, Nak! Racun hitam di tubuh Ibumu sudah menyebar dan aku tak bisa melakukan apapun!" sesalnya sembari menunduk.

Zhang Yuze menggeleng. "Tidak, aku tidak bisa merelakan Ibuku begitu saja! Aku sudah merelakan kepergian Ayahku dan kini aku tak bisa lagi!" lirihnya.

"Yuze, apa kau tak kasihan melihatnya terus menderita? Sudahlah, berhenti bersikap keras kepala! Lagipula, kita tidak tahu kapan suku Buluo akan datang menyerang lagi. Kita tak mungkin menjaga Ibumu yang sedang sekarat ini, 'kan?!" Kakak sepupu Zhang Yuze, Ming Hui berkata.

Tentu saja perkataan tersebut membuat Zhang Yuze marah.

Pemuda itu berbalik lalu mencengkram kerah baju Ming Hui sangat erat. "Bicara apa kau, Ming Hui? Jika kau tak mau menjaganya, masih ada aku yang akan menjaga Ibuku. Aku tidak akan menyusahkan mu!" hardiknya geram.

Ming Hui segera menepis tangan Zhang Yuze cukup keras. "Bagus kalau begitu, karena aku tak sudi harus mengorbankan nyawa demi mayat hidup sepertinya!" sarkasnya.

"MING HUI!" Rahang Zhang Yuze mengeras. "Jaga bicaramu! Jangan kira karena kau adalah cucu tertua keluarga Ming, aku akan takut padamu dan hanya diam saja ketika kau berkata kasar tentang Ibuku. Tak kan kubiarkan kau mengeluarkan sepatah kata lagi!" geramnya dengan tangan terkepal.

Ming Ji menghela napas dalam melihat perdebatan kedua cucunya tersebut. Pria tua itu berusaha melerai. "Cukup! Ini bukan saatnya kalian bertengkar. Keadaan Desa kita cukup genting, kita juga tidak tahu kapan suku Buluo kembali menyerang. Aku minta kalian untuk tetap waspada di barisan depan karena ilmu beladiri kalian cukup mumpuni untuk membantu warga menghalau suku bar-bar itu!" pintanya kemudian.

"Ming Hui, bantu Ayahmu bersama warga lain di gerbang Desa sebelah selatan! Kita harus tetap waspada dari segala penjuru," sambung Ming Ji pada cucu tertuanya.

Tak ada pilihan lain selain menuruti perintah sang kakek walaupun hatinya masih dongkol pada adik sepupunya, Zhang Yuze. "Baik, Kakek!"

Pemuda itupun pergi setelah melemparkan tatapan sengit pada Zhang Yuze yang dibalas hal serupa oleh adik sepupunya tersebut.

Kini Ming Ji berbalik menatap Zhang Yuze. "Yuze, pergilah ke gerbang timur dan bantu Pamanmu bersama warga lain. Sementara a... Hei, apa yang kau lakukan?!" Pria tua itu terkejut ketika Zhang Yuze hendak menggendong tubuh ibunya.

Pemuda itu tak menjawab pertanyaan sang kakek hingga membuat Ming Ji marah.

"Berhenti kataku, Zhang Yuze! Kau tak berhak membawanya begitu saja!" cegah Ming Ji.

"Kenapa? Aku Putranya," Zhang Yuze meninggikan suaranya. Baru kali ini ia melakukan hal tak sopan seperti itu pada sang kakek karena kondisi ibunya.

Sejujurnya Zhang Yuze adalah cucu penurut di antara cucu-cucunya yang lain sehingga Ming Ji sedikit tersentak mendengar nada bicara Zhang Yuze saat ini.

Tangan Ming Ji mencengkram kuat pundak cucunya tersebut. "Dia Putriku," ujarnya berusaha meredam emosi.

"Tapi kau tak berniat menyembuhkannya, Tetua Ming." Zhang Yuze tetap menyudutkan.

"Bukannya tidak mau menyembuhkan, tapi kondisi Ibumu ...!" Ming Ji menghela napas pelan tak berniat melanjutkan ucapannya, kemudian menatap cucunya. "Lantas, kau mau bawa dia ke mana? Kau tahu, kondisi Ibumu saat ini, kan?!"

"Aku tak peduli selama aku bisa menyembuhkannya," pungkas Zhang Yuze. "Aku akan membawa Ibuku ke Desa Changming dan meminta bantuan Tetua Zhang untuk merawatnya. Beliau pasti punya cara untuk menyelamatkan nyawa Ibuku," tukas Zhang Yuze seraya pergi menggendong tubuh lemah Ming Yun.

Ming Ji berusaha mencegah. "Yuze ... Yuze!" Seruannya tak dihiraukan Zhang Yuze.

Pemuda itu tetap berlalu meski kakeknya terus memanggil. Begitupun ketika para pelayan dan penjaga kediaman Ming berusaha menghentikan.

"Tuan Muda, Anda tidak boleh membawa Nyonya pergi seperti ini! Kondisi Beliau__"

Semuanya tertunduk takut dan tak melanjutkan ucapannya ketika Zhang Yuze melempar tatapan tajam.

"Ini urusanku. Siapkan kereta sekarang juga!" titahnya kemudian.

Para penjaga saling melirik satu sama lain sebelum mengangguk pasrah. Mereka segera menyiapkan kereta kuda untuk membawa Zhang Yuze dan ibunya ke desa Changming, desa yang terletak di wilayah selatan.

Perjalanan dari desa Xiang ke desa Changming cukup jauh dan memakan waktu dua hari penuh. Walaupun begitu, Zhang Yuze tetap membawa ibunya ke sana untuk meminta bantuan keluarga dari pihak ayahnya.

Sesampainya di desa Changming, ia disambut hangat oleh keluarga sang ayah sehingga Zhang Yuze merasa yakin jika keputusannya untuk datang ke tempat ini memang tepat.

"Para Tetua sekalian, aku mohon bantuannya!" Zhang Yuze membungkuk dalam, meminta dengan penuh hormat.

Zhang Bai, sang kakek pun tersenyum kecil menanggapi permohonan cucunya. "Tidak usah sungkan begitu, Yuze. Bagaimanapun, Yun'er adalah menantuku. Sudah sepatutnya kami merawatnya seperti keluarga lainnya. Akan tetapi ..." Ucapannya terdengar sengaja digantung, tapi Zhang Yuze tak menyadarinya.

"Tetapi apa, Kakek?" Ia penasaran.

Pria tua tersebut memperlihatkan wajah sedihseolah menyesali apa yang hendak dikatakan. "Begini, Nak!" Tangannya menepuk pelan pundak Zhang Yuze. "Dilihat sekilas saja, kondisi Ibumu ini sangat parah. Tak ada yang bisa menyembuhkannya selain Dewa,"

Zhang Yuze sudah tahu bahwa kedua kakeknya akan mengatakan hal yang sama. Tapi, yang ia sukai dari tetua Zhang ini selalu terus terang dalam mengatakan alasan dan jawabannya.

"Kudengar di sebuah hutan ada Kuil Naga yang memiliki kekuatan dahsyat yang bisa mengabulkan permintaan apa saja. Energi Yin dan Yang di sana sangat kuat karena dijadikan tempat persinggahan para Dewa dan Dewi."

Zhang Bai menjeda ucapan sembari memperhatikan reaksi cucunya. Setelah memastikannya, ia pun kembali melanjutkan ucapannya. "Bagaimana kalau kau mencari Kuil Naga dan meminta bantuan pada Dewa untuk menyembuhkan Ibumu?!"

"Apa betul seperti itu, Kek?!" Zhang Yuze terlihat berantusias.

"Kau tidak percaya padaku?" Pria tua itu balik bertanya.

Tanpa berpikir lama, Zhang Yuze pun menyetujui usulan kakeknya. Namun ia tidak tahu, bahaya besar apa yang akan menyambutnya di tempat yang hendak ditujunya.

Hari itu juga Zhang Yuze segera berangkat menuju wilayah barat sesuai petunjuk kakeknya, Zhang Bai. Ia tak perlu mencemaskan ibunya sebab keluarga Zhang khususnya sang kakek berjanji akan merawat ibunya dengan baik sampai dirinya kembali.

"Ibu, aku pasti bisa menyembuhkanmu!" gumamnya dalam hati.

...Bersambung .......

Episode 3

Bab 3~Memulai perjalanan

"Tetua Zhang, apa dia akan baik-baik saja? Dari yang kudengar, jangankan Kuil Naga, hutan misterius saja sudah sangat berbahaya." Xiaojin berkata setengah berbisik.

Zhang Bai menyeringai sambil menoleh. "Dia cucuku dan aku percaya padanya,"

"Tapi Tetua, apa Anda yakin Tuan Muda akan menemukannya? Bukankah tak ada seorangpun yang tahu tempat misterius itu?!" Xiaojin ragu.

Dia tahu betul cerita tentang kuil naga yang masih menjadi misteri sampai sekarang itu. Sudah seribu tahun berlalu tapi tak ada satupun yang bisa melihat wujud kuil kuno secara langsung, bahkan kabar terakhir yang didengar bahwa ada seseorang yang melihatnya namun ia menjadi gila.

Misteri kuil kuno belum terpecahkan hingga kini. Walaupun seratus tahun lalu pernah ada yang tak sengaja melihatnya, tetapi sayangnya tak ada satupun yang selamat dan memberikan kesaksian pada semua orang.

"Dengan tekad yang kuat Yuze pasti bisa menemukannya," cetus Zhang Bai yakin. Pria tua itu bahkan tersenyum sembari menatap jauh ke arah pegunungan dengan kedua tangan bertaut di belakang. "Jika Yuze berhasil menemukannya dan kembali dengan selamat, aku orang pertama yang akan menyambut dan memeluknya!" sambungnya kemudian.

Melihat keyakinan terpancar di wajah Zhang Bai, Xiaojin pun tak bisa berkata lagi. Ia merasa terharu akan kasih sayang dan rasa bangga yang ditunjukan pria tua itu untuk cucunya walaupun mereka jarang berkumpul bersama.

"Tuan Muda sungguh beruntung memiliki Kakek seperti Tetua Zhang. Walaupun Ayahnya sudah tiada, tapi masih ada Kakek yang mampu membimbing dan menyayanginya sepenuh hati." batin Xiaojin lega.

Zhang Yuze melangkahkan kaki menjauh dari kediaman Zhang di desa Changming menuju wilayah barat.

Wajahnya mendongak ke atas, menatap langit yang cerah dengan tekad bulat. Ia harus menemukan kuil naga kuno yang bisa memberikan kekuatan dan mengabulkan permintaan.

Kata kakeknya, ia harus mencari hutan misterius terlebih dahulu. Hutan yang sekilas terlihat kecil dan biasa saja, namun begitu berada di dalamnya, tak ada celah yang bisa dilewati cahaya matahari sekalipun.

Hutan belantara yang memiliki banyak rahasia dan tak berujung itu adalah tempat paling berbahaya di daratan Bandao. Namun sayangnya Zhang Yuze tak mengetahui hal itu karena tekadnya yang kuat untuk menyembuhkan sang ibu.

Hatinya begitu sakit saat menyaksikan penderitaan ibunya ketika racun hitam mulai bereaksi lagi. Beruntung Ming Ji membuatkan resep obat herbal untuk menahan efek racun walau hanya sementara.

Zhang Yuze sedikit menyesal telah bersikap kasar pada kakek Ming, padahal kakeknya itu sangat baik. Buktinya, beliau tetap membekali obat-obatan herbal untuk ibunya ketika dibawa ke desa Changming.

Perjalanan yang jauh itu membuatnya lelah hingga Zhang Yuze harus berkali-kali istirahat. Bekal makanan yang diberikan keluarga Zhang sudah habis dimakannya, namun ia belum juga sampai di tempat tujuan.

Teriknya Mentari membuat tubuhnya bermandikan peluh. Zhang Yuze bahkan terus mengusap dahinya yang basah dibanjiri keringat.

"Sudah berhari-hari aku berjalan melewati beberapa hutan, tapi aku tak menemukan Kuil Kuno seperti yang dikatakan Kakek. Apa benar Kuil Naga itu ada? Jangan-jangan Kakek keliru?!" Zhang Yuze menjadi ragu.

Tidak masalah baginya melakukan perjalanan jauh jika tempat yang ditujunya itu benar-benar ada. Namun jika tidak ...?

"Tidak, apa yang dikatakan Kakek pasti benar. Aku tak boleh ragu sedikitpun demi kesembuhan Ibu." putusnya meyakini.

Zhang Yuze kembali bertekad. Ia harus segera menemukan kuil naga dan meminta bantuan dewa.

Ketika sedang berjalan menuruni bukit, Zhang Yuze tak sengaja ditabrak seseorang yang berlari ke arah dengan tergesa-gesa.

Penampilannya seperti seorang ninja, dengan pakaian serba hitam lengkap dengan penutup wajah.

Bruk

"Ah, maaf, aku__" Ia hendak meminta maaf dan menolongnya, namun orang tersebut mengabaikan dan memilih berlari lebih cepat sembari celingukan.

Zhang Yuze mengerutkan kening sambil memicingkan wajah ketika melihat tetesan darah di tanah. Wajahnya kembali menoleh ke belakang, memperhatikan orang yang ditabraknya tadi, tapi ia sudah berlari jauh dari posisinya.

Tak selang berapa lama, beberapa pria berwajah sangat berlari ke arah yang sama. Para pria itu menghentikan langkah Zhang Yuze dengan mendorong dadanya menggunakan gagang golok.

"Hei, kau! Apa kau melihat seseorang yang berlari ke arah sini?" tanya mereka tak sopan.

Sedetik Zhang Yuze membaca situasi saat ini. Orang tadi pasti sedang dikejar para pria ini. Tapi, siapa dia? Apa dia penjahat atau korban?

Namun, melihat sekilas saja wajah garang para pria ini sudah dapat dipastikan bahwa mereka pun bukan orang baik.

Bahunya terangkat sedikit. "Entahlah, aku tak melihat siapapun kecuali kalian!" jawabnya langsung. "Dan juga dia," Namun tak diucapkannya dengan lantang.

Mereka mengeram. "Jangan bohong! Kau tahu siapa kami? Kami adalah penguasa wilayah ini." Pertanyaan itu dijawab sendiri, kemudian mereka menyudutkan Zhang Yuze sampai mundur membentur pohon besar di belakangnya. "Jika kau berani berbohong, maka nyawamu tak kan selamat!" ancamnya sembari menggerakkan golok di depan leher.

Tak sedikitpun terlihat ketakutan di wajah Zhang Yuze walaupun saat ini mendapat ancaman.

Zhang Yuze menyeringai kecil lalu mengangkat wajahnya pelan seolah menantang. "Aku melakukan perjalanan ini bukan untuk menyia-nyiakan nyawa," ucapnya penuh penekanan.

Mereka saling pandang sebelum tertawa terbahak. "Hahaha, berani juga kau!" ejeknya kemudian.

Salah satu pria mengulurkan tangan hendak mencengkram leher Zhang Yuze, tapi ditariknya kembali setelah mendengar suara keras seperti benda jatuh.

Mereka menoleh serempak ke arah sumber suara kemudian saling mengangguk lalu pergi begitu saja.

Sebelum pergi, para pria itu melempar tatapan tajam seolah memberikan peringatan 'awas kau'.

Zhang Yuze menggelengkan kepala lalu melanjutkan perjalanannya lagi. Tapi, sebelum kakinya melangkah jauh, orang yang berpenampilan ninja tadi tiba-tiba muncul dari semak-semak kemudian memegangi tangannya dengan erat.

"Tolong aku!" pintanya lirih.

Suara terdengar seperti seorang ...

"Maaf Nona, apa kau terluka?" Zhang Yuze bertanya serius.

Wanita itu mendongak. "Lenganku hanya tergores pedang," sahutnya lemah.

"Sepertinya kau terkena racun," ujar Zhang Yuze. "Sebaiknya kau ikut aku terlebih dahulu sebelum mereka kembali lagi!" ajaknya sambil memperhatikan sekitaran.

Wanita itu terkejut, tapi kemudian mengangguk mengiyakan ajakan Zhang Yuze, pria asing yang baru ditemuinya.

Zhang Yuze mencari tempat aman terlebih dahulu agar bisa mengobati luka wanita tersebut.

Akhirnya, sebuah goa yang jauh dari tempat tadi mereka bertemu menjadi tempat persembunyian sementara keduanya.

Tanpa diminta wanita itu membuka penutup wajah, memperlihatkan kepada Zhang Yuze tanpa ragu sedikitpun.

Wajahnya sangat cantik bisa membuat mata pria berbinar, tetapi Zhang Yuze terlihat biasa saja seolah tak terpesona oleh kecantikan wanita tersebut.

Pemuda itu tiba-tiba saja merobek pakaian si wanita membuat wanita itu marah. "Hei!"

Tapi Zhang Yuze tak merasa bersalah. Ia justru memeriksa luka wanita tersebut lalu membuka kantong bawaannya dan mengeluarkan daun-daun yang sempat dipetiknya dalam perjalanan.

Sebelum ditempeli obat herbal, luka itu di sayat kembali menggunakan belatinya untuk mengeluarkan sisa racun yang masih menempel.

Desisan kecil terdengar seiring tangan yang mengerat, wanita itu terlihat kesakitan.

Setelah dirasa cukup, barulah obat herbal itu ditempel di bagian lukanya kemudian diikat agar tidak lepas ketika bergerak.

"Pedangnya dilumuri racun. Jika tidak segera diobati, kau akan merasakan sakit yang luar biasa sebelum kehilangan nyawa." Zhang Yuze menjelaskan.

Wanita itu tertegun mendengar penjelasan Zhang Yuze. "Kenapa kau bisa tahu bahwa aku terkena racun?" tanyanya penasaran.

"Kulihat darahmu sedikit hitam, jadi aku yakin jika kau terkena racun." sahut Zhang Yuze. "Setelah beristirahat sebentar, sebaiknya kau segera pergi dari sini, Nona. Jangan sampai mereka menangkap dirimu lagi" Nasihatnya kemudian.

"Betul. Aku harus segera pergi. Tapi, jika boleh tahu, kau hendak pergi ke mana, Tuan? Sepertinya kau bukan warga Desa ini," tebak wanita tersebut.

"Aku hanya pengembara biasa," Zhang Yuze tersenyum ramah.

Tiba-tiba wanita itu mengulurkan tangan dan memperkenalkan dirinya. "Xia Lien. Siapa namamu, Tuan?"

Pemuda itu menyambut uluran tangan Xia Lien dan menjabatnya. "Zhang Yuze," ucapnya sambil tersenyum.

Keduanya beristirahat di goa tersebut untuk beberapa waktu. Namun, mereka tidak tahu jika di dalam goa tersebut ada sesuatu yang sejak tadi memperhatikan.

Apa itu hal baik? Atau justru bahaya yang sedang mengintai?

...Bersambung ......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!