NovelToon NovelToon

Ocean, Rain At The Midnight

Perasaan yang Tidak Asing

Suara bising deburan ombak nan amat nyaring disertai angin kuat yang menerpa rambut panjang dari seorang gadis cantik yang sedang menyusuri pinggir bibir pantai tanpa berbalut alas kaki. Gadis cantik ini juga memiliki nama yang cantik pula ia adalah Seriya Althea. Dengan mendatangi pantai ini seorang diri semata-mata hanya untuk mencari ketenangan. Namun siapa sangka ia malah menjumpai seorang pemuda yang menurutnya cukup menarik namun terlihat terlalu muda baginya. Pemuda itu terpantau sedang bersenda gurau bersama teman-temannya sambil bermain dengan air.

Seakan terhipnotis, tak terasa Seriya hampir menghampirinya. Meskipun tidak sampai bertemu karena ia sudah melenggang pergi dari tempatnya bermain tadi. Dipandangnya pemuda itu sampai dirinya bener-bener menghilang dari jangkauan sorot matanya. Setelah itu barulah Seriya melanjutkan perjalanannya untuk menyusuri bibir pantai.

Dari kejauhan sana terlihat seorang pemuda yang mengendarai sebuah ducati berwarna hitam yang menerjang hujan nan begitu derasnya. Ia hendak berhenti untuk menepi, sepertinya ia terlalu khawatir apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan saat menerobos hujan. Pemuda itupun benar-benar menepi ke tempat dimana aku menepi juga. Tanpa menyadari kehadiranku ia  buru-buru membuka jaket kulitnya yang basah tepat setelah turun dari ducati miliknya. Pandangannya mengitari sekitar, sontak ia tersentak setelah ia mendapati diriku yang sebelumnya berlari di tengah hujan juga. Kini penampilanku sungguh berantakan, basah kuyup dengan rambut acak-acakanku yang tak terikat. Pemuda itu tersentak lantaran pandangannya langsung tertaut dengan mataku yang memancarkan sorot mata yang sayu.

Suasana pun terasa begitu canggung diantara pemuda dan gadis ini. Tidak ada yang berinisiatif diantara keduanya untuk mengeluarkan suara terlebih dahulu. Keduanya terjebak dalam kesunyian, hanya terdengar suara gemericik hujan saja. 

Pemuda yang masih duduk di bangku kelas XII ini memutuskan untuk memberanikan diri melirik ke arah gadis yang duduk sedikit berjarak dengan dirinya. Alhasil ia kemudian tersentak untuk yang kedua kalinya saat pandangannya langsung bertautan dengan gadis di sampingnya itu yang telah lebih dulu meliriknya. Suasana kikuk itu kemudian hilang setelah gadis yang ditatapnya menampakkan semburat senyum manis dari bibirnya, tentu saja si pemuda pun membalas senyuman tersebut. 

Seiring berjalannya waktu derasnya hujan mulai mereda. Terdengarlah suara halus yang berasal dari sebuah mobil lamborghini berwarna senada dengan ducati milik pemuda itu. Mobil mewah itu melambatkan lajunya lalu menepi ke tempat dua orang tadi yang sedang meneduh. Gadis yang sedang meneduh itupun beranjaknya dari duduknya kemudian menengok ke arah si pemuda. Sesaat sebelum pergi ia ukir senyuman manis dari bibirnya untuk ia perlihatkan kepada pemuda yang sempat meneduh bersamanya. Gadis itu pun melangkahkan kakinya kemudian masuk ke mobil yang tadi menepi.

Gadis cantik itu adalah Seriya Althea yang kebetulan berjumpa kembali dengan pemuda yang ia jumpai sekilas di pantai. Ia amat sangat senang telah dipertemukan kembali dengan pemuda itu. Pemuda tadi juga terus saja memperhatikan mobil yang ditumpangi oleh Seriya sampai mobil itu benar-benar menghilang dari jangkauan matanya.

Di sepanjang perjalanan pulang, tak henti-hentinya Seriya tersenyum. Sampai membuat seseorang di sampingnya melontarkan sebuah ajakan.

"Kau mau ke rumah sakit tidak? Aku akan mengantarkanmu ke sana jika kau mau."

Seriya yang mendengar itu menajamkan pandangannya sambil melipat kedua tanganya di dada, "Maksudmu? Apa aku terlihat seperti orang yang sedang sakit di matamu?" tanya Seriya.

"Maksudku ke rumah sakit jiwa," lontaran itu sukses membuat darah Seriya mendidih karena kesal. Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah luar kaca jendela mobil. Orang yang meledek tadi hanya terkekeh melihat bagaimana adik perempuannya merajuk. Orang yang meledek dan menjemput Seriya ini adalah sang kakak, ia adalah Sanjaya Ararya Adhikari.

Di tempat lain, si pemuda yang masih bergelar pelajar itu yang bernama Findra Faresta Danidyaksa itu tak mampu menghilangkan bayang-bayang Seriya dari benaknya. Findra merasa tidak asing dengan paras cantiknya Seriya. 

Findra bahkan mengalami insomnia belakangan ini, perasaan gelisah yang iapun tak begitu tahu apa alasannya. Bayangan sosoknya Seriya seakan menghantui dirinya. Setiap ia membayangkannya jantungnya selalu berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. 

"Apakah ini serangan jantung?" lanturnya.

Findra lalu berpikir apakah mungkin manusia dapat langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan manusia lainnya. Findra menganggap itu cukup konyol, ia menyangkal perasaan seperti itu dengan beralasan bahwa itu tidak masuk logika. 

"Jika aku kembali dipertemukan dengan gadis cantik yang tak sengaja ku temui tempo hari lalu. Akan kuartikan sebagai sebuah takdir dan bukanlah kebetulan semata."

Di pagi harinya, Seriya dan Sanjaya seperti biasa sarapan bersama. Mereka memang hanya tinggal berdua saja di rumah yang megah itu. Nyatanya mereka bukanlah saudara biologis. Ayah dari Sanjaya menikahi ibunya Seriya yang pada saat itu ia baru menginjak usia 2 tahun. Ayahnya Seriya meninggalkan ibunya yang dulu sedang mengandung Seriya.

Pernikahan dari kedua orang tua mereka dilaksanakan 2 tahun setelah kematian ibunya Sanjaya di kecelakaan lalu lintas. Pernikahan tersebut tidak bertahan lama, mereka memutuskan untuk bercerai saat Seriya berusia 18 tahun. Alasan dibalik perceraian itu juga menjadi hal yang misterius. 

Sebelum kepergian ibunya Seriya, ia sempat mengobrol dengan anak perempuannya itu. 

"Like father like son. Sayangku Seriya segera tinggalkanlah rumah ini. Bunda akan menemui kamu sewaktu-waktu."

Seriya tertegun dengan apa yang telah disampaikan oleh bundanya. Ia tak bisa menangkap maksud dari kata-kata sang bunda. Kenapa juga ia tidak mengajak dirinya sekalian pergi dari rumah ini. 

Seriya kebingungan dan tak tahu harus bereaksi seperti apa. Di tengah keheningan inilah Sanjaya datang.

"Seriya, sudah tidak apa-apa aku kan masih ada untukmu di sini. Aku akan bertanya pada papa yah?" 

"Memangnya ... memangnya beliau bisa ditemui? Papa kan ... dia selalu menghindari pertemuan denganku. Bukankah sudah sangat jelas bahwa papa sudah membuangku karena papa—beliau bercerai dengan ibuku?"

Sanjaya tak tega melihat kondisi adiknya yang kacau setelah ditinggalkan oleh ibunya. Sanjaya perlahan mendekati sang adik yang kemudian ia rangkul adiknya dan didekapnya erat di dalam pelukannya membiarkan Seriya melepaskan seluruh kesedihannya. 

Sanjaya menyuruh Seriya pergi ke kamarnya untuk tidur. Ia yang akan menangani semuanya.

Dengan langkahnya yang pasti Sanjaya menuju kamar ayahnya. Ia yakin sang ayah pasti berada di sana. Alih-alih mengetuk pintu Sanjaya lebih memilih untuk menendang pintu yang tidak terkunci itu.

Dengan suara beratnya ia berteriak ke arah ayahnya yang sedang menikmati segelas wine di tangannya, "Papa sudah tidak waras? Kenapa tiba-tiba bercerai seperti ini. Kenapa juga kau menghindari Seriya akhir-akhir ini?"

Edward jelas tidak menerima perlakuan kurang ajar dari anak laki-lakinya itu, "Sanjaya Ararya! Mana sopan santunmu. Kau menerobos masuk ke ruangan pribadiku sambil berteriak persis seperti anjing yang menggonggong."

"Sanjaya Ararya? Dimana Adhikarinya?"

Ayahnya Sanjaya kemudian membalas, "Kau ingin nama belakangku? Kalo begitu tunjukkanlah rasa hormatmu kepadaku brengsek!"

Erwin yang tak terima dengan perlakuan kurang ajar putranya itu, ia melempari Sanjaya dengan gelas wine yang ada di genggamannya. Gelas itu sukses mendarat tepat di dahi kirinya Sanjaya. Sanjaya yang seperti enggan untuk menghindar berakhir dengan darah segar yang mengalir dari luka di dahinya.

Setelah beberapa saat berpandangan mata Sanjaya kemudian melenggang pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.

Dilewatinya pintu yang ia tadi tendang tanpa perasaan bersalah itu. Lirikan matanya mendapati Seriya yang sedang menundukkan kepalanya tepat di samping pintu kamar ayah mereka.

Sanjaya menghela nafas dalam-dalam sebelum ia membuka suara, "Maaf Seriya, aku tidak mengetahui alasan dari perceraian mereka."

Seriya mendengarkan perkataan Sanjaya tanpa mengangkat kepalanya. Sanjaya kemudian menyentuh dagu Seriya memaksanya untuk menengadah menatapnya. Alangkah terkejutnya Seriya saat mendapati wajah sebelah kiri Sanjaya yang sudah berlumuran darah. Seriya semakin sedih melihat Sanjaya yang masih bisa tersenyum dalam keadaan seperti ini. Sanjaya mengerti kekhawatiran adiknya, ia kemudian terkekeh melihat Seriya yang mati-matian menahan air matanya agar tidak jatuh. Ikatan mereka benar-benar terjalin dengan baik

6 tahun pun berlalu sejak perceraian itu. Janji ibunya Seriya tidak pernah ia tepati. Grania Althea menghilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak apapun.

Berjumpa Lagi dengan Dia

Rinai hujan yang tak kunjung surut, membawa suasana tenang bagi siapapun yang memperhatikannya. Di salah satu kafe yang menyuguhkan pemandangan hamparan sawah nan luas yang kini dihujani oleh tetesan air dari awan.

Di tempat ini menghadirkan seorang pemuda yang dilanda kasmaran. Ia menatap lekat-lekat ke balik dinding kaca yang menghadap ke persawahan. Lamunannya yang begitu dalam, begitu pula sorot matanya yang sayu.

Setelah beberapa saat dalam keheningan, pemuda ini akhirnya mengeluarkan suara, "Daffin, Ettan have you ever fallen in love?"

Kedua orang yang ditanyainya itu saling melemparkan pandangan satu sama lain. Arah pandangan Findra masih belum dapat teralihkan. Sorot matanya menatap lekat-lekat persawahan di bawah sana.

"You fell in love? When was it, where was it, with whom?" gerutu Daffin karena terkejut mendengar itu.

Ettan juga ikut buka suara, "Is she pretty?" katanya dengan wajah dan nada yang serius.

Findra kemudian menghela nafas dalam-dalam sesaat sebelum akan menjawab rasa penasaran kedua temannya.

"Masih belum ... aku masih belum yakin apakah aku benar-benar telah jatuh cinta pada perempuan cantik itu. Tapi ... sepertinya dia sudah memiliki pacar. But who knows?"

Sambil menghirup aroma kopi dari cup kopinya Ettan kembali menyahut, "But who knows what?"

Tanpa mendapat jawaban dari findra ia kemudian berbisik pada Daffin, "I think she's driving him crazy"

Siapa sangka Findra mendengar suara bisikan itu. Pandangannya itu kemudian ia alihkan untuk menatap Ettan sinis.

"Sorry man," Ettan langsung ciut dilontarkan pandangan seperti itu.

Di tengah-tengah obrolan trio, saat itu juga melayang satu tamparan yang mengenai kepala belakangnya Ettan, "Fuck."

Ettan menggertakkan giginya lantaran kesal tiba-tiba ditampar seperti itu. Ia langsung berdiri sambil menggebrak meja kemudian berbalik ke belakang sambil berteriak, "Hey apa masalah—Eh I minta money dong."

Findra dan Daffin hanya bisa bengong menyaksikan adegan itu. Orang yang dimintai uang oleh Ettan adalah seorang perempuan berkacamata dengan look independent itu.

Perempuan yang dimintai uang oleh Ettan itu membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit melorot, "I gak akan kasih you money sebelum you mau pulang dulu ke rumah," titahnya.

Sebelum Ettan sempat menjawab perempuan itu kemudian lanjut bicara, "You jangn ganggu dulu I. Soalnya I mau ketemu sama temen kampus I," setelah diberi hormat oleh Ettan iapun melenggang pergi untuk pergi ke tempat duduk yang telah ia reservasi sebelumnya.

Ettan sama sekali tidak menjelaskan apa-apa dan hanya melanjutkan kegiatannya mengupas kuacinya. Daffin dan Findra hanya diam menunggu Ettan buka suara.

Ettan yang merasa sedang diperhatikan kemudian mengangkat kepalanya, "It's not what you thinking, she's my older sister," jelasnya.

Findra dan Daffin secara bersamaan hanya berkata, "Ahhhhhhhh," mereka pun lanjut mengemil.

Setelah dirasa puas berkumpul-kumpul di kafe, mereka memutuskan untuk pulang. Kali ini hanya Findra yang membawa mobil. Jadi Findra lah yang bertanggung jawab

mengantarkan mereka pulang.

Findra mengantarkan Daffin pulang terlebih dahulu setelah itu ia lanjutkan untuk pergi ke rumah Ettan. Setelah sekian lama tidak pulang akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Findra yakin uangnya pasti sudah habis, hanya inilah satu-satunya alasan dirinya akan pulang ke rumah.

Di pertengahan perjalanan, kakak perempuannya Ettan tiba-tiba menelpon, "Little brother, help me dong! Temen I ninggalin gelangnya ini. Tolong you kasihan ke dia yah! I ngga bisa soalnya."

Dengan nada kesalnya Ettan membalas titah kakaknya di sambungan telepon, "Older sister, I udah mau nyampe rumah ini."

"Oke, you udah ngga butuh I lagi yah?"

Mendengar itu Ettan langsung berdehem, ia tidak boleh menyinggung ATM berjalannya ini. Bisa-bisa nanti saldonya beku.

Sambungan pun terputus begitu saja. Dengan sedikit ragu Ettan bertanya pada Findra, "Luh denger sendiri kan fin? Boleh ngga ngerepotin luh sedikitttttt aja hheee."

Findra langsung merespon sambil tersenyum, "Kemana nih? Posisi kakak luh masih di kafe?" Ettan membalasnya dengan anggukan.

Setelah menerima gelang yang dimaksud. Mereka pun bergegas melanjutkan misinya yang hanya berbekal alamat sebuah rumah.

Sesampainya di alamat yang tertera, dengan hanya melihat gerbang rumah itu membuat Ettan terkagum-kagum. Itu terlalu mewah hanya untuk sebuah gerbang, ia jadi penasaran dengan isi di dalamnya.

Setelah gerbang itu dibukakan oleh penjaga keamanan, mereka di arahkan untuk menunggu di ruang khusus untuk tamu.

Ternyata benar kata Ettan, di dalam sini lebih mewah lagi. Furniturnya didominasi oleh warna emas dan putih.

Selama menunggu, Ettan mengeluarkan gelang tersebut dari saku jaketnya. Disimpan lah gelang itu oleh Ettan di atas meja di hadapan mereka.

Findra meneliti gelang itu tanpa menyentuhnya sama sekali. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya dari gelang itu. Tapi saat hendak akan menyentuhnya ia mendengar suara pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita yang anggun nan cantik jelita.

Mereka sontak buru-buru berdiri lalu memberikan salam. Perempuan itu pun mempersilahkan mereka untuk duduk kembali.

Ettan menyodorkan gelang itu kepada pemiliknya, "Permisi sebelummya, anda meninggalkan barang milikmu saat bersama Karissa. Saya disuruh olehnya untuk memberikannya padamu."

"Terima kasih, kamu adiknya Karissa? Mirip sekali." pemilik dari gelang itu tidak lain adalah Seriya.

Lontaran singkat dari Seriya akhirnya memecahkan lamunan Findra yang sedari tadi hanya memperhatikan Seriya. Orang yang diperhatikannya hanya terkekeh, Seriya menyadarinya dari awal.

"Ah iya, nice to meet you. Saya memang adiknya, saya Ettan Fahar."

Seriya tersenyum kemudian melirik Findra, "And you? Siapa kamu?"

Ditanyai tiba-tiba seperti itu membuatnya terlonjak kaget. Dibalasnya pertanyaan Seriya dengan cepat ditambah dengan nada bicaranya yang sedikit bergetar di awal, "Findra ... Findra Faresta Danidyaksa. Nice to meet you."

Salah tingkahnya Findra membuat Seriya menahan tawanya. Ettan pun menyadari tingkah kikuknya Findra saat di hadapan Seriya.

"Saya Seriya Althea, nice to meet you too."

Perbincangan mereka tidak berlanjut karena suasana terlalu kaku. Mereka pun memutuskan untuk pamit pulang. Begitulah pertemuan singkat mereka selesai.

Ettan tidak bertanya apa-apa mengenai sikap kikuknya Findra tadi saat di rumahnya Seriya. Ettan hanya mengabaikan itu.

Di sebuah balkon yang menyuguhkan pemandangan jalan raya, Seriya duduk di sebuah ayunan sambil memperhatikan gelangnya yang sempat hilang.

"Mau kubelikan gelang yang lain?"

Seriya menoleh ke arah sumber suara, "Tidak usah. Gelang ini sudah menjadi favoritku."

Sanjaya perlahan mendekati Seriya. Ia mengambil gelang pemberiannya yang lepas dan berada di dalam genggamannya Seriya. Sanjaya pun memasangkannya kembali ke pergelangan tangan kirinya sang adik, "Senang mendengar kau sangat menyukai gelang ini. Aku harap kau tidak akan kehilangan gelang ini lagi."

Setelah mengatakan itu sanjaya kemudian melenggang pergi begitu saja meninggalkan Seriya.

"Darimana dia tahu gelang ini sempat hilang?"

Sesaat sebelum Ettan dan Findra akan memasuki ruang tunggu tamu saat itu Sanjaya yang tengah menuruni tangga melihat mereka berdua. Sanjaya memperhatikan gerak-gerik kedua pemuda itu, "Aku sudah tidak menyukai mereka."

Sanjaya kemudian menghentikan langkahnya di tempat terakhirnya melangkah. Ia pun mendapati Seriya melangkah menuju ke tempat pemuda tadi masuk.

Tepat setelah Seriya masuk ke dalam ruangan, Sanjaya pun melanjutkan langkahnya untuk menuruni tangga. Sanjaya mendekati pintu ruang tunggu dan kemudian bersandar di dinding sebelah kiri dekat pintu. Tangan kirinya ia masukkan ke dalam saku celananya, sedangkan tangan kanannya memainkan pemantik api.

Sanjaya berdiri cukup lama di sana tanpa berpindah tempat. Mendengar obrolan orang-orang di dalam sana akan selesai. Sanjaya kemudian melangkah pergi dari tempatnya berdiam diri tadi.

Mengenalmu Lebih Baik

Pada dini hari yang sejuk, diiringi kicauan burung yang berbisik membangunkan Findra yang tengah tertidur lelap di ranjangnya dengan bertelanjang dada. Perlahan ia bangkit dari tidurnya kemudian duduk sambil memegangi kepalanya yang pusing. 

Tanpa kicauan burung, rumah ini akan menjadi hening tanpa suara apapun. Begitulah kondisi dari rumahnya Findra setiap saat. Daripada di sebut sebagai rumah seseorang, tempat ini lebih terlihat seperti rumah tak berpenghuni.

Findra selalu menjadi anak yang paling bersinar di luar rumah, berbanding terbalik saat ia berada di rumahnya. Ia akan menjadi anak paling murung yang kehilangan cahayanya.

Kehilangan sosok ibu adalah alasan terbesarnya Findra kehilangan cahayanya di rumah. Sialnya lagi sang ayah selalu menyibukkan dirinya sendiri di luar rumah. Ayahnya selalu meninggalkan rumah yang memberikan keheningan untuk penghuni lainnya. 

Masih terlalu pagi untuk seseorang bisa termenung di balkon kamar tidurnya. Di saat fajar bahkan belum menyingsing pun Findra sudah tampak merenung. Sorot matanya tertuju pada gerbang besar yang menjulang tinggi itu. Gerbang yang jarang dilalui oleh sang ayah.

Merenungi nasibnya seperti ini sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi.

Findra membuka handphonenya lalu menekan tombol telepon yang bernamakan Daffin, "Apaan anjir pagi pagi gini. Luh tau ngga ini ganggu?" 

"Gue jemput luh nanti siang. Kita pergi ke rumahnya Ettan!"

Sebelum sempat menjawab ajakan Findra yang lebih terdengar seperti perintah sambungan telepon diputuskan.

Sang fajar pun perlahan mulai menampakkan dirinya. Siang hari ini cukup panas terik sampai 35°. Kulit rasanya seperti terbakar. Hal itulah yang membuat Daffin merengek di sepanjang perjalanan menuju rumahnya Ettan. 

Sesampainya di tempat tujuan tuan rumah tampaknya bingung, "Lah kok pada ke sini? Emang chat di grup mau pada ke sini?" Ettan merasa tidak mendapatkan informasi tentang kedatangan mereka.

Findra sebagai biang keroknya tak menghiraukan kebingungan Ettan. Findra hanya menepuk pundak kanannya Ettan lalu menyelonong masuk ke dalam rumah mendahului sang tuan rumah. Daffin pun bersuara, "Stres," sambil menarik kerah kemejanya Ettan.

"Bangsat! Mau ke sini ngga bilang-bilang. Gue belum mandi ini njir," Ettan kesal lantaran hanya dirinya yang masih berpenampilan kucel. Findra sama sekali tidak mengindahkan gerutuan Ettan. Dirinya hanya sibuk berkutat dengan handphone di tangannya. Ettan pun jadi cemberut karena diabaikan Findra. 

"Bukan cuma luh korbannya. Ini gue juga korban di sini," mendengar itu Ettan hanya menghela nafas.

"Yaudah deh. Gue mau siap-siap dulu. Tungguin!" Ettan pun langsung lari menuju ke kamarnya. 

"Findra, kita mau ngapain di rumahnya si manja?"

Daffin ingin tahu apa tujuan dari pertemuaan tanpa agenda ini. Tapi Findra menahan cukup lama pertanyaannya Daffin dan hanya menjawab, "Yah mau aja."

Bungkam, Daffin tershutdown. Findra memang terkadang menjadi orang yang sulit ditebak. Dia penuh dengan kejutan.

Setelah beberapa saat, terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah mereka berdua.

"Who's there? Are you lost baby boy?" kemunculan kakak perempuannya Ettan, yaitu Karissa yang entah darimana mengagetkan mereka. 

"Hello sister"

"Hello brother"

Kedua kakak beradik itu saling menyapa, "You mau kemana udah dandan rapi kayak gitu?" selidik Karissa pada adik kecilnya itu.

"Ehh mana ada. Tau tuh si Findra gada angin gada hujan tiba-tiba dateng ke sini."

Karissa menoleh ke arah Findra lalu menyunggingkan senyuman. Karissa menyadari maksud dari kedatangannya Findra ke rumah mereka. Ia yakin tujuan Findra adalah dirinya. Karissa merupakan orang yang paling mampu untuk memahami situasi.

"You mau ketemu sama I kan?" Findra langsung mengangguk.

Ettan dan Daffin yang menyaksikan itu hanya diam dan saling melirik. Ada suatu perasaan ketegangan diantara Findra dan Karissa, "You mau apa?"

"Sister, what is this? Daffin, mencurigakan bukan?"

"Haha, Et—Ettan kita beli cemilan dulu yuk?"

Daffin ingin memberikan mereka ruang tersendiri untuk mengobrol. Ettan yang terheran-heran akhirnya pergi ke luar rumah atas ajakan Daffin.

"Lah kenapa tiba-tiba nyari cemilan?" gerutu Ettan yang tidak dihiraukan oleh Daffin.

Di tengah ketegangan antara Findra dan Karissa dipecahan oleh tawa Karissa, "You beneran suka sama temen I yang waktu itu?" 

Findra sama sekali tidak mengelak dan hanya mengiyakan pertanyaan dari Karissa.

Karissa sudah menyadari sesuatu saat di kafe waktu itu. Di saat ia masih menunggu kedatangannya Seriya, para trio terlihat tengah bersiap-siap akan beranjak pergi. 

Pada waktu inilah Seriya datang lalu memarkirkan mobilnya di parkiran terbuka. Keluarlah Seriya dari mobilnya. Ternyata bukan hanya Karissa yang memperhatikan Seriya. Ada satu orang lagi yang memperhatikan Seriya ia adalah Findra. Findra tampak menggelengkan kepalanya seperti tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Sesaat Findra melakukan itu Seriya masuk kembali ke dalam mobilnya sehingga saat Findra melirik lagi ke luar Seriya tidak terlihat lagi.

Karissa yang menyaksikan itu menyimpul sesuatu. Mereka pasti pernah bertemu di tempat lain dalam ketidaksengajaan. Karissa terlalu hebat untuk menyadari itu.

Satu hal lagi yang meyakinkan alibinya Karissa adalah melihat Seriya yang balik memperhatikan Findra saat akan memasuki mobil bersama dua orang lain temannya.

"Itu terlalu jelas. Aku ingin cerita lengkapnya," Karissa tampaknya sangat antusias dengan kisah di balik semua adegan tadi.

"Aku telat banget yah? Maaf yah sasa," lontar Seriya sesaat sebelum ia menarik kursi untuk duduk.

"Ngga apa-apa, I juga belum lama kok di sini," mereka pun membahas hal yang harus dibahas mengenai proyek kuliah mereka.

Karissa tak sengaja melirik gelang dengan warna zamrud di pergelangan tangannya Seriya. Pemilik gelang yang sadar langsung melepaskan kaitannya lalu menunjukkannya pada Karissa. Begitulah gelangnya Seriya bisa tertinggal.

Karissa kemudian berdehem, "You ngga akan dapet apa-apa dari I tentang Seriya."

Findra sedikit mengernyitkan dahinya, "Bukankah kalian berteman?"

"Listen boy! I sama dia baru-baru ini deket itupun juga karena ada proyek bareng aja. Sebelumnya I ngga kenal sama dia."

"Bolehkah kau menceritakan apapun yang kau ketahui. Aku ingin tahu sesuatu tentangnya walaupun hanya sedikit."

Karissa memang benar-benar tidak terlalu mengenal Seriya. Hanya beberapa hal saja yang ia ketahui, "Oke, listen! I cuma tahu dia tinggal berdua sama kakak laki-lakinya, mereka saudara tiri. I juga ngga tahu gimana kisah orang tua mereka. Intinya udah ngga ada keluarga yang bisa punya hubungan deket sama mereka."

"Mereka benar-benar hanya tinggal berdua? Di rumah semegah itu?"

"Oh iya, I inget kalo Seriya pernah bilang semua pelayan dan petugas keamanan rumah akan selalu pulang sebelum pukul 18:00 WIB. Jadi mereka akan benar-benar berdua setelah sekitaran jam tersebut dan akan kembali ke rumah itu pada pukul 05:00 WIB."

"Apa-apaan itu? Siapa yang membuat aturan aneh seperti itu?" 

Findra merasa aturan jadwal seperti itu sangat janggal. Seakan seseorang ingin memiliki banyak waktu kosong tanpa ada orang. Findra tidak bisa membayangkan akan sesepi apa rumah itu pada malam hari. Rumahnya saja yang masih banyak berseliweran pelayan sudah  sesepi itu lalu bagaimana dengan rumahnya Seriya.

"Tentu saja aturan itu di buat oleh kakaknya Seriya. Satu hal lagi, kakaknya bernama Sanjaya."

Karissa kemudian beranjak bangun setelah mendengar beberapa langkah kaki. Ettan yang melihat itupun bertanya, "Older sister, what are you talking about with him?"

Karissa kemudian menoleh, "Mind you own business," ia pun melenggang pergi begitu saja.

Duo yang baru datang itu kemudian membuka cemilan yang telah dibelinya. Saat sedang asik makan Daffin berinisiatif bicara, "Ettan? Kau tidak pernah memberitahu kami kau punya kakak perempuan," Daffin penasaran karna baru mengetahui kalau Ettan memiliki saudara perempuan. Findra juga sama penasarannya dengan Daffin.

Ettan tidak langsung menjawab, ia memberi jeda beberapa saat, "Sorry, I can't"

Findra memberikan isyarat pada Daffin untuk tidak lanjut bertanya lebih jauh. 

Akhirnya suasana pun terasa begitu canggung diantara ketiganya. Bahkan Suara bell rumah mengagetkan mereka yang dari tadi berada dalam keheningan.

Sebelum Ettan akan beranjak bangun, ia terhenti saat melihat Karissa yang menuruni tangga dengan sedikit berlari untuk segera menghampiri pintu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!