NovelToon NovelToon

I Became An Extra In My Own Story

Bab 0: PROLOG

Namaku Yoga Permana, usiaku dua puluh dua tahun, tidak kuliah, hanya seorang karyawan yang bekerja di perusahaan milik keluarga (keluarga orang).

Aku tidak menjalin asmara, bukan karena aku tidak laku, hanya saja aku bosan. Bosan kalau endingnya putus terus.

Arah hidupku? Entahlah, beberapa tahun ini aku suka membaca webnovel, yang filemnya ngegantung banget, jadi aku putuskan untuk lanjut di webnovel.

Entah bagaimana aku hanyut dalam novel-novel yang kubaca.

“Padahal ga ada gambar, cuman tulisan tapi kok seru...?!“ Ucapku beberapa tahun lalu.

beberapa tahun lalu aku membaca novel My Death Flags Show No Sign Of Ending, webnovel pertama yang aku baca.

Aku lahir di Jakarta Barat, namun aku besar di Citayam. Walau aku lahir ditempat berbeda, rasanya Citayam ini seperti rumah, tempat aku merasakan segala hal, mulai dari teman pertama, masa sekolah, pertama kali jatuh cinta, dan pertama kali dicampakkan...

Saat aku dicampakkan, rasanya seperti ingin menyudahi saja dunia ini

“Andai saja aku gapernah jatuh cinta” terlintas dalam pikiranku saat aku dicampakkan pertama kali. Dan rasanya “Aku ingin dilahirkan kembali.” itu perasaan yang nyata, sesak didalam, namun tampak sehat diluar, raut wajahku seperti orang yang bosan hidup, rambut panjang yang berantakan, tatapan mata yang suram, badan yang kurus.

“Mati rasa itu gaenak ya.” ucapku, setelah aku merasakannya sendiri.

Saat masa SMA, aku menilai lebay percintaan, teman-temanku yang galau dan terlalu dramatis menanggapi hal yang kuanggap sepele, seperti dunia ingin berakhir saja.

Hidupku berubah drastis, dari ceria menjadi suram, ekstrovert menjadi introvert

Aku mudah bergaul, namun setelah dicampakkan aku enggan berkenalan dengan orang baru. Menghabiskan waktuku didalam kamar, kehilangan pekerjaanku, bahkan mengonsumsi obat-obatan, hanyut dalam kesedihan.

Mencoba bangkit, aku kembali menjalin hubungan baru, namun gagal lagi, terus berulang.

Hingga aku lelah.

“Cinta Pertama itu beda yaa...”

"Semakin ingin dilupakan, semakin terbayang...“

“Seharusnya, aku dengarkan kata temanku...”

Satu kesalahan, terlarut dalam cinta hanya membawamu ke keputusaasan.

Satu penyesalan, mencintai orang yang salah.

Namun aku tumbuh, kembali bekerja.

Selama empat tahun aku bekerja di perusahaan keluarga orang. Karirku membaik, tubuhku menggemuk, namun hatiku tidak. Masih sama dengan satu nama, masih tersimpan kenangan masa remaja.

Selama empat tahun aku selalu dihadapi drama pekerjaan, tanpa percintaan.

Selama itu juga aku selalu membuka kenangan lama yang tersimpan dalam ponselku, dalam penyimpanan onlineku, atau kenangan sosial media.

Rasanya baru kemarin aku jatuh cinta, seperti tidak ada apa-apa diantara kita.

Dan sekarang yang kupunya hanya foto lama, video lama yang kusimpan.

Mulya Rahmayanti Amalsyah

Nama yang selalu kusebutkan dalam hati, yang selalu menghantui.

disisi lain aku ingin kembali, namun disatu sisi aku ingin tetap asing.

Menahan kerinduan dalam seribu satu malam, melawan sepi seorang diri.

“Bahkan dia saja ga peduli sekarang aku hidup apa sudah mati.” Pikirku setiap malam.

Namun aku selalu tahu tentangnya, walau sudah lama berpisah. Jangan panggil aku penguntit, hanya karena aku mencari tahu.

Aku hanya terbelenggu masa lalu, perasaan yang takkan pernah hilang.

Hanya aku, dan tuhan saja yang tahu.

Aku memutuskan pergi dari Citayam, kembali ke Jakarta. aku bekerja selama empat tahun untuk melupakan semua rasa yang pernah ada, pernah tercipta.

“Hoaaanmmm, aku malas menulis...” Ucapku sambil menguap. “Lagipula siapa yang mau baca?”

Aku seorang penulis, namun inkosisten, setiap buang air besar, bukan ide bab baru yang kudapat, melainkan judul naskah baru yang kupikirkan.

“Membuat premis cerita itu lebih seru...” ucapku setengah mengantuk didepan layar dokumen.

“Paling malas nulis prolog” Ucapku, terus mengeluh, padahal satu kata pun belum jadi.

Lagi dan lagi pelarianku hanya scroll fesnuk, menonton reels, membaca komik.

Namun setiap aku membaca novel milik orang lain, aku kembali menulis.

“Kesian juga nih MC naskah.”

“Kalo ga dilanjutin ga tamat-tamat.”

Setiap kali aku menulis, aku teringat.

“Kalo digantungkan rasanya gaenak.”

Setiap kali aku memiliki motivasi untuk menulis.

“Baiklah reader setiaku satu-satunya yang aku gatau kamu siapa, ini kelanjutannya...”

Aku mengetik dengan kecepatan super sonic.

Namun baru tiga puluh menit aku kembali scroll fesnuk.

Melihat postingan meme, reels ibu-ibu fesnuk, dan sindiran.

Setiap tersindir aku kembali menulis.

Namun baru lima belas menit, aku kembali scroll fesnuk.

Kali ini postingan jomok muncul diberandaku.

Aku kembali menulis dengan perasaan jijik.

Namun baru sepuluh menit aku kembali scroll fesnuk

“Dasar penyakit FESNUK GILA!” Aku berteriak keras hingga tetangga sebelah rumahku memukul dinding tepat di dinding kamarku.

“BERISIK WOY!”

“...”

hening.

“Lagipula kenapa aku jadi penulis sih... Padahal ga ada di list cita-citaku...”

Menjadi penulis namun malas menulis, hari demi hari berjuang untuk satu bab yang tak kunjung pernah jadi.

“Ya, sebaiknya aku baca novel pertamaku yang dulu”

Sudah lama sekali aku tidak membaca novel yang membuatku menjadi penulis yang malas menulis.

Dalam hatiku, menulis sesuatu itu menyenangkan, imajinasiku berkembang, bahkan jauh.

Terkadang aku bingung dengan apa yang kutulis

“Padahal aku sendiri penulisnya, tapi aku juga yang ga ngerti.”

Memaksakan plot yang tak masuk akal pada tokoh utama.

“Tidak, MC ku ini sangatlah kuat, kamu villain harus mati.”

“INI DIA KEKUATAN PLOT ARMOR SETEBEL BOKONG PETRIK! SEKARANG KAMU PUNYA KEKUATAN YANG MENIADAKAN VILLAIN SERIBU TAHUN DENGAN KULIT PISANG!”

Mendapati komentar buruk.

“APA MAKSUDMU?! HAH?! KAMU LIAT INI KARAKTER SEMPURNA, TAMPAN OVERPOWER DAGU LANCIP! HAREMNYA SEKEBON!! KAMU BILANG AMPAS!!”

Mendapat pujian.

“Hahhh itulah MC ku hehehehehehehehe seribu kali”

Brainstorming

“Hah kalo lagi buntu ide gini mending buka grup komunitas.”

Semua menyenangkan, dari riset pengalaman menjadi sebuah kisah. (walau gaada yang baca)

Semua rasa campur aduk, sebagai penulis (yang malas menulis) aku sangat mencintai momen-momen ini, karena aku kesepian, tak lagi punya teman, jauh dari keluargaku, hanya sepulang kerja lalu menulis.

“Oke... akhirnya selesai juga premisnya.”

Kutatap layar laptop dengan penuh kebanggaan palsu.

Premis ini sudah kususun dengan susah payah pas lagi buang air besar, pas ngelamun, pas disindir ibu-ibu fesnuk.

“Sekarang tinggal... prolog.”

Kucoba mengetik satu kalimat.

"Di dunia di mana sihi—"

BRZZT

Layarku berkedip.

“Eh?”

BRZZT BZZZTTTTT KRAK

Layar laptopku mulai pecah seperti kaca, padahal belum pernah jatuh.

Warnanya berubah jadi ungu pekat dengan semacam retakan cahaya di tengahnya.

“Aneh banget...”

Lalu, dari celah layar itu, muncul tangan.

Tangan hitam berasap, mencengkramkan jari-jarinya ke pinggir laptop, seperti membuka portal. Lalu mengacungkan jari tengah.

“Oii oii oi, ini pasti prank YouTube ya?! Kalian di mana?! kamera?! nyempilnya?!”

Terlambat.

Tangan itu menarikku masuk ke dalam layar.

Tubuhku tersedot seperti ditelan lubang hitam, dan...

Gelap.

“Selamat kamu terpanggil ke dunia Pe and Kob”

Suara itu menggema didalam kepalaku.

“E-eh apa?! Pe and Kob.”

Itu judul novel yang sedang aku tulis prolognya.

“Kamu salah orang!! Aku bahkan belum menulis prolognya.”

“Justru itu. Kamu akan menulisnya... dari dalam.”

“HAH?! Nggak ada manualnya ini?!”

Lalu semuanya menghilang.

Gelap, sepi, dan... loading bar muncul di bawah kakiku.

[Sedang memuat dunia isekai... 7%]

“...Ya Tuhan, aku bahkan belum kasih nama kerajaan.”

[Sedang memuat dunia isekai... 16%]

[Sedang memuat dunia isekai... 23%]

[Sedang memuat dunia isekai... 48%]

“Ayolah, setidaknya temani aku ngobrol, aku bosan melihat loading bar khas RPG ini.”

[Sedang memuat dunia isekai... 78%]

“Apa aku bisa tinggal tidur sampai loading selesai? Tapi gimana caranya?”

[Sedang memuat dunia isekai... 99%]

“Woahhh ini dia, apa aku akan punya harem?!”

[ERROR!!]

“EHHHH APA-APAAN INI?! APA AKU AKAN MATI?!”

"Ya walau aku bosan hidup sih...”

[Maaf, data anda tidak cocok...]

“Bodo amatlah, sampe kiamat aja begini, ya walau udah kiamat sih bagiku.”

[Memuat...]

[Memuat data ke dunia ini dengan tubuh...]

“Eh?! tubuh apa?!”

[Sedang memuat dunia isekai... 100%]

“LAHHHH!!”

[Selamat menjalani kehidupan Pe and Kob]

Bab 1: Transmigrasi

“Suara itu, suaranya mirip Mulya...”

Aku tersadar, tubuhku masih terbaring, melihat atap-atap yang terlihat asing, tanganku meraba sekitar, terasa bukan seperti kasur lipat yang aku beli online dengan voucher potongan harga.

“Yang benar saja.” suaraku berbeda. Sontak aku terbangun dalam posisi duduk.

Rambut panjang langsung menyentuh leher sampai kebawah bahu.

“Suara anak perempuan?!”

Aku menyentuh rambutku, halus, tak seperti rambutku, panjang dan bersih. Panik? Tentu saja, ini menakutkan, yang kuharap ini cuman mimpi, melihat kaki yang pendek, lalu menatap tanganku sendiri, kecil dan gemulai.

“Jadi bukan mimpi yaa?”

Aku mencoba untuk bangun, tapi, bukankah aku sudah terbangun? Ini terasa nyata, bahkan panas tubuhku ini nyata, semua indraku nyata, nafasku kencang karena terkejut, detak jantungku terdengar sampai ke telingaku sendiri, tekananku naik.

Mencoba untuk tenang, aku menoleh ke arah kanan, disana seorang perempuan dewasa tertidur dengan posisi terduduk dilantai dan kepala diatas kasurku. Begitu juga aku menoleh ke arah kiri, kini seorang pria dewasa yang tertidur dengan posisi yang sama.

"Ahh jadi ini nyata... Apa ini dunia Pe and Kob?” aku menyeringai, karena dunia Pe and Kob adalah humor yang kutulis dari kata Pekob.

Suara yang memanggilku kedunia ini sama persis dengan suara mantanku, tak hanya itu, sistem loading bar yang kulihat sebelum transmigrasi ke dalam novel yang aku tulis premisnya, bahkan prolog belum jadi.

Aku memundurkan tubuhku keujung kasur dan bersandar.

“Takdir kejam banget.” keluhku dengan banyak beban pikiran.

Bukan hanya transmigrasi. Aku bahkan menjadi seorang perempuan.

“Jadi ini maksud sistem tentang tubuh...”

“Kenapa ga kirim aku ke naskah yang sudah jadi? Malah ke dalam naskah yang prolognya saja belum...”

Tanpa sadar aku menangis sesegukan kecil...

sesegukan itu terdengar, dan membangunkan pria dewasa yang tertidur disebelah kiri kasur

“Lala!! Kamu sudah sadar?!” Suara pria dewasa itu keras, membelalak panik.

Suara pria itu membangunkan wanita dewasa yang tertidur disebelah kanan kasur

“Lala?!! syukurlah nak, kamu buat ibu khawatir”

Refleks wanita dewasa itu memeluk erat tubuhku yang sudah berhenti sesegukan

“E-ehh?”

Aku terheran, situasi apa yang sedang terjadi sekarang.

“Ada apa nak?”

Pria dewasa itu bertanya mengusap kepalaku.

“K-kalian siapa?”

Sudah jelas aku akan bertanya, aku tidak mengerti, bahkan mencoba untuk tetap tidak memikirkan apa yang terjadi, namun situasi ini terlalu ambigu untukku.

“A-apa maksudmu Lala?”

Wanita dewasa itu kini yang bertanya, dengan ekspresi wajah bingung.

Lanjut pria dewasa itu berucap

“Lala, jangan bikin kami jantungan...”

Nadanya lembut tak seperti saat dirinya terbangun.

Tapi serius, aku memang tidak tahu siapa kalian.

“...Aku memang tidak tahu siapa kalian”

Ucapku untuk meyakinkan mereka, yang kuharap mereka menjelaskan, siapa aku, siapa kalian, dimana kita, dan Lala? Apa itu namaku?

“Lala itu siapa?”

Tanyaku kembali pada mereka.

“Sayang, apa maksudnya ini?”

Wanita dewasa itu bertanya pada pria dewasa yang kini tengah berdiri disebelah kasur.

“Ga mungkinkan...?!”

Lirih pria dewasa itu, kini wajahnya pucat

Aku melihat mereka berdua, wajah mereka berkeringat sangat banyak... Wanita dewasa itu menangis. Pria dewasa mencoba tenang, namun matanya seperti menampung banyak beban.

Aku tersadar, jadi mereka adalah orang tua tubuh ini, aku masih merasa menjadi Yoga. Kini harus menjadi Lala.

“Nak, kamu ga inget beneran?”

Wanita dewasa itu terlihat gelisah, dengan keringat sebesar jagung menetes dari dahinya, dan air mata yang masih mengalir di pipi.

“Aku ga ngerti”

Aku bergumam, walau rasanya tak mau kuungkapkan.

Pria dewasa itu kini memeluk kami berdua. Ia berucap, nadanya pelan, lembut, dan menenangkan.

“Ga apa Lala, Ayah dan Ibumu akan menjagamu.”

Sebagai sesama pria dikehidupan lamaku, aku mengerti perasaan itu, pria dewasa yang menyebut dirinya 'ayah' mencoba untuk tetap rasional, pria selalu mengandalkan logika dan pengalamannya.

Saat menjadi Yoga Permana, aku juga sama, dulu aku sering duduk diteras rumah, mencoba untuk tenang, mencari solusi tentang masalah yang datang dari segala arah.

Definisi pria tidak bercerita. Seperti itulah pria.

Setelah mereka tenang dan menjelaskan, akhirnya aku mengerti

Aku adalah Lala Rosalia, putri dari Dave Rodriguez dan Liria Elphene

Usia anak ini, maksudku, usiaku saat ini adalah empat tahun, namun jiwaku adalah pria dewasa berusia dua puluh dua tahun, dengan ingatan kehidupan lama yang masih utuh.

Keluarga ini hidup di desa Carrington, desa kelahiran protagonis novel ini.

Mereka juga menjelaskan latar waktu yang terjadi sekarang, tahun 666, bulan 6, tanggal 6.

Yang artinya ini adalah premis naskah, aku menulisnya memang seperti itu, kisah novel ini terjadi saat usia empat tahun protagonis ditahun tersebut.

“Usia protagonis sama denganku...”

Aku semakin yakin, dunia ini memang Pe and Kob.

Masalahnya, novel ini belum ditulis, aku tidak tahu apa yang terjadi di masa depan, namun aku tahu gambaran besarnya.

Sebagai seorang penulis, aku tahu naskah yang berkembang itu seperti apa, kadang berubah drastis dari yang direncanakan.

Aku juga teringat sebuah komik bajak laut yang aku baca dikehidupan lama, penulisnya pernah menyatakan, komiknya akan tamat dalam kurun waktu lima tahun, namun sampai dua puluh tahun komik itu masih berlanjut, hingga seribu chapter lebih panjangnya dan belum tamat.

Dan ini novel yang prolognya saja belum jadi, lantas ini bukan lagi novel, ini kehidupan nyata dengan garis besar yang sudah kupahami gambarannya.

James, adalah protagonis Pe and Kob.

Ryan, rival sekaligus sahabat protagonis, juga teman masa kecilnya

Natasya, heroine utama, teman masa kecil mereka.

Mereka hidup di desa ini, di desa yang sama denganku.

“Coba kuingat-ingat dulu...”

Jelas mereka adalah calon pahlawan, dunia ini di masa depan akan ada perang.

“Bisakah aku hidup tenang dan nyaman?”

Aku sudah menentukan endingnya, ada dua ending yang aku rencanakan.

Good ending, protagonis berhasil menyelamatkan dunia.

Bad ending, rencana kedua yang kubuat jika villain terlalu kuat, salah satunya cara membuat protagonis gagal dan kalah.

“Bagaimana jika aku tidak ikut campur? Lagipula kisah akan tetap berjalan tanpa adanya aku.”

Hal yang aku syukuri saat ini, hanya menjadi tokoh extra, npc desa yang tidak penting.

Namun satu hal yang kupikir.

“Apa Lala juga salah satu tokoh penting? Karena konflik yang berkembang?”

Terlebih lagi ini adalah novel fantasy. Logika kehidupan lamaku tak bisa lagi dipakai di dunia ini, namun pengalamanku sebagai orang dewasa mungkin bisa membimbing mereka.

Diluar rumah aku melihat dari jendela kamarku, aku tidak diizinkan keluar rumah oleh Dave dan Liria, seperti pedesaan di bumi dengan sawah-sawah disekitarnya, seperti desa Carrington yang aku siapkan.

Namun ada buku tentang sihir.

“Pe and Kob, Pekob... Kalo dibalik bisa dibanned platform inimah...”

Aku hanya ingin menulis humor, tapi mengapa terjebak dalam humor ini.

“Ya tuhan, janji deh... Aku gabakalan malas nulis lagi...”

Dan kupikir sistem itu akan muncul lagi, mungkin karena ini bukan tubuhku, hanya tubuh seorang extra, mungkin.

Bab 1: Transmigrasi (2)

Latar waktu yang terjadi saat ini adalah, tahun 666, bulan 6, tanggal 6. Saat kubuat premisnya, ini adalah latar waktu yang akan aku tulis di prolog sebelum cerita utama protagonis.

Protagonis hidup di desa ini dengan rival dan heroine utama, namun aku memiliki masalah saat ini. Aku tidak bisa keluar rumah.

Kenapa? Karena orang tua tubuh anak ini takut hal yang sama terulang lagi.

Dave dan Liria memang tidak berbicara padaku apa yang terjadi saat aku belum terbangun, namun aku mendengarkan mereka diam-diam dibalik pintu kamarku.

Lala, anak dari tubuh ini, terjatuh dari atas pohon saat dirinya bermain sendiri. Kepala belakangnya terbentur pada batu besar, tak sadarkan diri selama empat hari.

Anak berusia empat tahun terjatuh dan kepala bagian belakangnya terbentur batu, sudah jelas anak ini akan mati dengan pendarahan di otak, mungkin jiwanya pergi dan aku menggantikannya.

Ini juga bukan keinginanku, aku hanya ingin menulis lalu terjebak dengan suara mantanku dan sistem yang aneh.

“Bagaimana caranya aku keluar?” ketusku, melihat dunia luar dari balik jendela kamar.

Aku berniat kabur untuk menemui protagonis, dilatar waktu saat ini, ini momen krusial antara tiga teman masa kecil di desa ini, pertemuan pertama mereka

“James, Ryan, Natasya.” gumamku, menyebut tokoh penting novel Pe and Kob

“Lebih baik aku kabur lewat jendela ini saja.” pikirku, terlintas dari niat awal hanya ini satu-satunya cara

Namun tubuh ini kecil dan lemah, panas tubuh ini sangat terasa, jika demam mungkin aku akan merintih, tubuh anak kecil selalu lemah.

Aku bergegas ke pintu kamarku yang tertutup, menempelkan telinga pada pintu.

Aku mendengarnya, Dave dan Liria sedang diruang tamu, mereka membicarakan solusi tentang situasi anak ini.

“Bukankah ini kesempatan” gumamku, dengan mata berbinar dan telinga yang masih tersandar pada pintu kamar.

“Maaf, bukannya aku mau mengkhawatirkan kalian, tapi aku juga bukanlah anak kalian, aku hanya anomali penulis naskah ini yang terjebak di tubuh Lala.” dalam batinku, aku melangkah perlahan ke arah jendela.

Membuka jendela kamarku, kulihat tanah terlihat tinggi dari posisiku saat ini. Mungkin setinggi pinggang orang dewasa.

Tak lupa, aku juga membawa buku tentang sihir yang ada di dalam kamar.

“Mungkin Lala suka membaca ya? Anak umur empat tahun membaca buku sihir, bukan buku dongeng.” sambil menatap buku yang ku genggam, aku melemparnya keluar jendela.

Lalu...

Woashhhh

Aku melompat dari jendela.

“Eh, e-ehhh...” Saat menapaki tanah, aku mencoba untuk tetap seimbang, tubuh ini terlalu kecil, dan belum terbiasa.

“Hap!” serentak dengan pose tangan membentang kearah samping seperti huruf T dan kaki yang dirapatkan.

Dan aku tidak terjatuh saat mendarat.

Aku melangkah perlahan meninggalkan rumah.... Langkah kaki ini sungguh kecil, mungkin tiga kali aku melangkah sama dengan satu kali orang dewasa melangkah.

“Tidak ada gunanya mengeluh juga...” batinku dengan raut wajah masam.

"Sambil berjalan, lebih baik aku baca buku ini.” kubuka buku sihir dengan langkah demi langkah kecil

“Heh... Jadi buku bergambar yaa... Dave dan Liria pengertian sebagai orang tua.”

Ini mudah dipahami untuk anak-anak, dengan gambar dan penjelasan.

Dibuku tertera gambar anatomi manusia, dengan inti api biru di dadanya, dan memiliki jaringan seperti saraf menghubungkan titik-titik setiap tubuhnya.

"Ini yang dinamakan Mana, sesuai yang aku rencanakan di novel ini...” sedikit takjub dengan gambar dan rasa penasaranku semakin lanjut.

“Seperti apa dunia novel ini? Apa seperti imajinasiku saat aku membuat premisnya?” rasa penasaran itu bukan hanya sekedar rasa, melainkan tentang sihir. “Berarti aku bisa keluarin sihir dong?”

Langkahku semakin menjauh dari rumah, disekitar ku kini sawah yang membentang dan beberapa pemukiman. Aku membuka halaman buku berikutnya.

“Api (hangat), Air (basah), Tanah (kotor), dan Angin (hembusan)” ketusku saat membaca isi halaman itu, dengan gambar orang yang sedang menghangatkan diri, penyihir yang kebasahan, gambar orang tua yang bajunya kotor karena sihir tanah, dan orang yang rambutnya terhembus angin.

Saat aku buka halaman berikutnya, tidak ada yang istimewa, hanya gambar ksatria yang memegang pedang dan penyihir, mungkin petualang.

Dan isi dongeng.

“Benar-benar diperuntukkan untuk anak-anak.” senyumku melebar, karena aku puas dengan penjelasan yang mudah ini.

Kututup buku, dan aku tiba di pemukiman, banyak warga lalu-lalang.

Pakaian rakyat sederhana, karena novel Pe and Kob adalah novel yang berisi bangsawan.

“Hmm, jika aku melihat anak kecil pakaiannya rapih, sudah jelas dia Ryan si bangsawan.”

Dalam novel Pe and Kob, aku rencanakan Ryan adalah seorang anak bangsawan wilayah desa ini, sedangkan Natasya dan James hanya anak desa biasa, sepertiku, si tokoh extra yang ga terlalu penting.

Sebagai penulis yang prolognya belum jadi, apa premis bisa dijadikan patokan? Bahkan prolog belum ditulis.

“Mungkin ada beberapa hal yang tak direncanakan...” gumamku, setengah memikirkan dengan apa yang terjadi di masa depan.

“Apa perang akan tetap terjadi?”

“Atau akan berubah?”

“Sistem itu tidak muncul lagi, banyak yang ingin aku tanyakan.”

Saat aku melangkah, melewati gang kecil, aku melihat gadis kecil.

“Rambut pendek berwarna merah... Tertunduk” dengan rasa penasaran diantara dinding pemukiman kecil dan gadis kecil berambut merah yang kulihat. Seperti ketakutan

Aku menghampirinya.

“Hey... Kamu?” Sapa ku, memanggil dirinya.

“AHHHHH!!” Ia terkejut dengan sapaan lembutku.

“Ehh kenapa kamu berteriak?” Tanyaku dengan posisi tolak pinggang dan alis terangkat.

“Ehh, siapa kamu? Aku kira orang jahat...” ketus gadis itu, sepertinya dirinya lega karena yang menyapanya adalah anak-anak seumuran dengannya.

“Aku Lala Rosalia, anak petani diujung desa. Salam kenal!” jawabku, dengan senyuman selebar daun kelor.

“Ehh... Aku Natasya...” gadis itu menyebutkan namanya, tak disangka dia adalah heroine utama James.

Terkejut, membeku, secepat ini aku bertemu dengan dirinya, namun sesuai latar waktu, dua yang lain ada disekitar sini.

Dalam latar waktu prolog yang akan aku tulis James bertemu dengan Natasya untuk pertama kalinya, dalam kondisi yang ketakutan, sementara Ryan, mereka bertemu Ryan saat pertama kali dengan mengejek mereka, namun selalu bermain dengan James dan Natasya.

“L-lala, kenapa diam?” tanya Natasya, dengan raut wajah terheran.

“A-ahh maaf Nasya” jawabku singkat dengan nama panggilan baru.

“Ehh, siapa Nasya?” dengan polosnya Natasya bertanya

“Ya kamu dong... Biar lebih mudah manggilnya.” jawabku pada Natasya yang terheran.

“E-ehh? B-baiklah Lala...” Natasya menyapakati, seperti teman lama padahal baru beberapa menit kami berkenalan.

Setelah berkenalan, lanjut aku bertanya.

“Kenapa kamu ada di gang?”

Natasya menjawab dengan raut wajah sedih.

“Aku terpisah dengan ibuku saat berbelanja.” tangannya mengepal.

“Ehh, mau aku bantu? Aku ini orang dewasa loh” ketusku mencoba meyakinkan, padahal dimata Natasya aku juga anak kecil.

Namun matanya berbinar, seseorang datang saat ia membutuhkan pertolongan.

Menemukan ibu Natasya kembali itu urusan belakangan, rencanaku adalah bertemu para tokoh penting di titik ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!