Seorang gadis menuruni tangga di rumahnya dengan bersenandung ria. Saat sudah sampai di lantai bawah tepatnya di meja makan ia menyapa kedua orang tuanya yang sudah lebih dulu duduk untuk sarapan. "Selamat pagi mama, papa, dan kakak,"sapanya seraya mengecup pipi mereka.
"Pagi juga sayang,"balas kedua orang tuanya serempak." Berbeda dengan sang kakak yang justru mencibirnya. "Dasar bocil,"ucapnya mengejek.
"Ihh kakak apa sih sirik saja."sahut gadis cantik yang bernama Gisella Bagaskara. Gisella adalah gadis cantik dan ceria yang selalu bersikap manja dengan keluarganya. Ia putri kedua dari pasangan Sinta Bagaskara dan Rizal Bagaskara. Ia mempunyai seorang kakak yaitu Marcel Bagaskara yang sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas terkenal di Jakarta,universitas Pelita Harapan. Sedangkan Gisella masih duduk di bangku kelas dua SMA Harapan Bangsa. Mereka sarapan dengan suasana yang ramai karena Gisella dan Marcel yang selalu adu mulut. "Kamu coba deh jadi cewek yang kalem dan tenang biar ada cowok yang mau deketin kamu. Percuma cantik tapi bar - bar dan rusuh,"ejek Marcel sembari tertawa renyah. Gisel mendengkus kesal,"Banyak kok yang antri mau jadi pacar aku,tapi emang aku aja yang pilih - pilih. Lagian gimana mau punya pacar kalau tiap ada yang mau antar jemput aku kakak atau papa akan selalu melarang. Katanya belum boleh pacaran lah,masih kecil lah. Padahal kakak sendiri juga udah punya pacar,nggak adil banget deh,"sungut Gisella merengut. Papa Rizal yang sedari tadi hanya diam kini angkat suara.
"Ya beda dong sayang, kamu kan masih SMA sedangkan kakak kamu sudah kuliah."ujarnya.
Marcell menjulurkan lidahnya saat sang papa membelanya dan itu membuat Gisella semakin merasa kesal. "Tapi kakak sama kak Rania pacaran dari kelas dua SMA,"katanya mencari pembelaan.
"Ia soalnya Rania mau dideketin sama kakak sedangkan kamu siapa yang mau coba, baru mau ajak ngobrol juga pasti udah kamu tonjok duluan,ujarnya lagi. "Ck mama papa lihat tuh kak Marcel ledekin aku terus."adunya dengan wajah cemberut. Kedua orang itu pun hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum.
Mereka sudah terbiasa melihat kedua kakak beradik itu saling mengejek. Namun meskipun begitu dalam hati mereka saling menyayangi dan melindungi.
Gisella adalah gadis manis namun sedikit bar - bar dan sering membuat masalah di sekolahnya. Bukan berarti Gisel anak yang nakal dan bermasalah. Keburukan Gisel adalah tidak bisa melihat seorang siswa yang di bully oleh orang lain sehingga membuat dia sering mendapat hukuman dari guru karena sudah menghajar orang yang melakukan bullying pada siswa yang lemah. Gisella juga gadis yang rajin membantu mamanya memasak jika sedang dirumah. "Kamu sudah belum sarapannya,ayo berangkat kakak ada kelas pagi."
"Udah kok yok berangkat aku juga harus ucapara kalau telat nanti bisa kena hukum,"Gisel meminum susunya hingga habis lalu bangkit dari duduknya.
"Bukanya sudah sering ya kamu dihukum,"cibir Marcel kepada adiknya. Gisell melengos lalu berucap "iya sih tapi kalau di hukum kaya gini kan kaya beda gitu kak."balasnya dengan senyum polos.
"Apanya yang beda orang sama - sama di hukum kok," balasnya tak mau kalah.
Keluarga Bagaskara memang selalu mempunyai kebiasaan jika setelah makan malam mereka akan berkumpul di ruang keluarga untuk menceritakan kegiatan hari ini. Hal itu dilakukan agar kedua orang tuanya tetap bisa memantau kedua anaknya dan agar keluarga mereka selalu kompak dan harmonis.
Mereka pun bangkit dari duduknya dan berpamitan kepada kedua orang tuanya.
"Mama papa kita berangkat dulua ya,"Marcel mencium tangan mama dan papanya lalu disusul Gisella yang juga mencium tangan kedua orang tuanya. "Kalian hati - hati ya jangan ngebut - ngebut. Belajar yang bener,"ujar mama Sinta.
"Iya mama sayang,"ucap mereka serempak.
Gisel dan Marcel masuk mobil lalu mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.
"Semoga mereka selalu rukun ya pah."
"Iya ma,papa yakin kok kalau sebenarnya mereka saling menyayangi. Kamu ingat kan dulu saat Gisella dipukul anak tetangga kita. Marcel dengan sigap membalas memukul anak itu hingga babak belur."
Mama Sinta terkekeh mengingat kejadian itu. Pasalnya setelah kejadian itu orang tua anak tersebut tidak terima dan meminta pertanggung jawaban dan ingin memenjarakan Marcel.
Namun karena usia Marcel yang masih di bawah umur akhirnya mereka memilih jalur damai.
Marcel melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Di dalam mobil suasana begitu ramai karena Gisella yang selalu bercerita tentang kejadian di sekolahnya atau hal - hal yang konyol.
Sesekali Marcel menanggapi dengan deheman namun tak jarang ia tertawa mendengar kekonyolan adiknya dalam membela teman - temannya.
20 menit kemudian mobil berhenti tepat di depan gerbang. Terlihat seorang guru yang sedang melakukan razia kepada siswa dan siswi yang masuk. Jika ada yang tidak memakai dasi atau baju tidak di masukkan maka guru tersebut akan langsung memberi hukuman dan peringatan.
"Kakak aku turun dulu ya,kakak hati - hati,"ucapnya sembari mencium tangan Marcel.
"Hmm...belajar yang bener jangan bikin ulah mulu."
"Iya kakakku sayang." Setelah mengatakan itu Gisel turun dan ia melihat sahabatnya juga baru turun dari mobil. "Pagi Gisella Bagaskara,"suara melengking itu memekikan telinga siapa saja yang berada disana.
"Ck..mulut lo..bisa nggak jangan teriak - teriak,"ucapnya dengan menggosok telinganya yang berdengung. Kania hanya tertawa mendengar ucapan sahabatnya. Iya dia adalah Kania, sahabat Gisella yang selalu membuat darahnya mendidih karena selalu membuat telinganya panas karena suara cemprenganya ditambah otaknya yang lemot.
Mereka berjalan bersama menuju gerbang.
"Eh Selly belum dateng ya,"tanya Gisel yang belum melihat sahabatnya di kerumunan siswa lain.
"Ya mana gue tahu orang kita datangnya barengan kok." Mereka asyik berbincang hingga sampai dimana gurunya berdiri dengan segerombolan siswa di depannya. "Selamat Pagi Bu Rini,"sapa Gisel.
"Selamat pagi Gisella, Kania." Balasnya ramah.
Gisell menatap ke arah siswa yang tengah di hukum lalu tersenyum jahil. "Wah wah wah para pangeran SMA Harapan Bangsa kena hukum. Gimana nanti kalau kena matahari jadi bau keringet nggak yang mau deketin dong," sindirnya sarkas.
Yang di sindir pun lantas berdiri tepat di depan Gisella. " Kenapa elo mau lap keringet gue ? Meskipun tubuh gue penuh dengan keringat tapi badan gue tetep wangi karena parfum gue mahal."ucap Revan Mahendra. Dia adalah cowok yang selalu berselisih dengan Gisella."
"Cih..parfum harga 100 ribu saja bangga,"ejeknya.
Revan mengepalkan kedua tangannya "elooo.."
Revan tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena suara guru yang terdengar tegas "sudah cukup kalian itu selalu saja berantem kalau ketemu. Gisel kamu masuk sekarang dan Revan kamu lanjutkan hukuman kamu." Perintahnya tidak bisa di bantah.
"Baik bu saya permisi."
Sedangkan Revan kembali menjalankan hukumannya bersama Rio dan Rendi,sahabatnya.
"Elo liat aja Sel, gue akan balas nanti,"batinnya.
Setelah melakukan hukuman yang diberi oleh guru kini Revan dan kedua sahabatnya duduk di dekat lapangan sembari menikmati minuman dingin.
"Gila panas banget dan kaki gue juga pegel banget di jemur di bawah matahari selama satu jam,"keluh Rio."Iya nih mana keringatan lagi rasanya nggak enak banget lengket semua ni badan,"tambah Rendi sembari mengibas - ngibaskan bajunya.
Sedangkan Revan hanya diam tidak menanggapi ocehan sahabatnya. Revan Mahendra seorang siswa berandal yang sering keluar masuk ruang BK dan hampir setiap hari kena hukuman karena ia selalu membuat keributan. Jika tidak membully siswa lain ya melanggar peraturan contohnya bolos sekolah atau kalau tidak berkelahi dengan siswa lain. Namun meskipun begitu ia begitu menyayangi kedua orang tuanya terutama sang bunda, Diana Mahendra. Revan adalah anak dari pengusaha ternama di Jakarta yaitu Derry Mahendra. Wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang gagah meski masih SMA membuat banyak siswa yang mengaguminya. Namun Revan adalah sosok yang dingin dan kejam. Ia tidak pernah berpikir panjang jika sudah dalam mode marah ia akan nekat melakukan apapun. Ia selalu di manja oleh bunda Diana karena ia tunggal. Tapi ia juga telah di bebani pekerjaan oleh Ayah Derry karena suatu saat ia yang akan memimpin perusahaannya.
Derry sudah memberi Revan beban pekerjaan agar ia siap menjalankan bisnisnya suatu saat nanti.
"Bos lihat tuh si Gisel lagi sendirian gimana kalau kita kerjain. Tadi pagi kan dia sudah bikin masalah sama lo." Kata Rendi menatap Gisel yang berjalan sendiri dengan buku - buku di tangannya.
Sepertinya ia ditugaskan oleh salah satu guru untuk membawakan buku tugas teman sekelasnya.
Revan menatap ke arah tunjuk Rendi lalu tersenyum smirk. Tanpa mengulur waktu ia bangkit dari duduknya diikuti oleh Rio dan Rendi lalu melangkah mendekati Gisella. Dengan sengaja ia menyeggol bahu Gisel hingga membuat buku - buku yang ia bawa terjatuh dan berserakan di lantai.
Gisel yang kaget pun reflek mengumpat.
"Shit..jalan pakai mata dong..nggak lihat apa ada orang disini." Gisel menengadahkan kepalanya untuk melihat siapa yang menabraknya.
"Ckk..jadi elo, elo sengaja nabrak gue supaya buku - buku itu jatuh."tanyanya dengan sorot mata marah.
"Kalau iya mau apa lo? Gue udah bilang gue akan balas semua apa yang udah lo lakuin ke gue."ucap Revan dengan senyum licik.
"Ambilin dan kumpulin lagi buku itu,"perintahnya dengan menunjuk buku - buku yang sudah berserakan di lantai. Bukanya menurut Revan justru menendang buku - buku itu hingga berserakan kemana - mana. Revan dan kedua sahabatnya tertawa puas melihat buku - buku itu.
"ups sorry nggak sengaja,"ujarnya lalu melenggang pergi meninggalkan Gisel dengan buku masih di atas lantai. Gisella menatap semua itu sorot yang mematikan. "Breng*ek..." tanpa aba - aba Gisel berlari mengejar mereka yang sudah lebih dulu pergi. Gisel menarik kerah baju belakang Revan hingga ia berhenti total. "Elo beresin itu atau kalau nggak gue akan buat lebih parah dari ini."ancamnya.
Revan menghempaskan tangan Gisel lalu berbalik badan menatap gadis cantik yang kini tengah menatap tajam ke arahnya. Tampak jelas Gisella menahan amarah yang besar. "Kalau gue nggak mau elo mau apa?"ujarnya dengan wajah tengilnya.
"Ck elo..." Gisella mengangkat tangannya ingin menampar Revan namun belum sempat tangannya mendarat seseorang memanggilnya dari belakang.
"Gisel ini ada apa?" Tanya seseorang dari arah belakang. Gisella menoleh dan melihat Andi kakak kelasnya menatapnya dengan bingung. Terlebih banyak buku berserakan di lantai.
"Eh kak maaf ini ada orang rusuh yang tiba - tiba nabrak aku saat aku akan antar tugas ke ruang guru."ucapnya dengan melirik ke arah tiga cowok yang masih berdiri tegak di tempatnya.
Andi yang memang menjadi ketua OSIS di sekolahnya mencoba menyelesaikan permasalahan ini. "Revan apa benar yang dikatakan Gisella?"
Revan hanya diam tak bergeming. Andi beralih bertanya kepada Rio dan Rendi. "Kalian berdua apa benar apa yang diucapkan Gisella tadi?"tanya nya dengan nada yang lebih tegas. Rio dan Rendi saling pandang lalu menganggukkan kepalanya.
Andi menghela napas panjang. "Kalian harus tanggung jawab dengan apa yang sudah kalian lakukan. Cepat ambil kembali buku - buku itu sebelum ada guru yang melihat."ujarnya.
"Ogah,"ujar Revan lalu melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. Sedangkan Rio dan Rendi bingung harus bagaimana. Mereka terlalu lelah jika harus mendapatkan hukuman lagi maka tak ada pilihan lain selain mengambil lagi buku - buku itu.
Gisella tersenyum puas melihat itu meskipun sang ketua justru pergi meninggalkan kedua sahabatnya.
"Terima kasih ya kak,"kata Gisella kepada Andi.
Andi mengangguk dengan senyum manis di wajahnya. Dalam hati ia begitu mengagumi Gisella namun ia tidak pernah mempunyai kesempatan untuk berdeketan dengannya karena ia selalu menghindar. Rio dan Rendi telah selesai mengumpulkan kembali buku - buku itu lalu menyerahkan kembali kepada Gisella. Gadis itu pun menerima buku itu dengan senyum mengejek.
"Sini biar gue aja yang bawa bukunya."pintanya kepada Gisella. "Nggak papa kak biar gue saja."
"No gue akan antar elo ke ruang guru lalu kita bisa makan siang bersama di kantin."harapnya.
"Tapi kak maaf gue sudah ada janji sama Kania dan Selly."ucapnya dengan wajah yang dibuat menyesal.
Andi lagi - lagi merasa kecewa. Selalu susah untuk berduaan dengan sang gadis. "Boleh gue gabung."
Gisella diam sejenak lalu mengaggukkan kepalanya.
"Boleh kok kak silahkan saja, gue juga nggak akan larang." Lalu mereka berjalan menuju ruang guru setelah itu menuju ke kantin untuk makan.
Sesampainya di sana sudah ada Kania dan Selly yang sudah duduk di salah satu meja dengan makanan dan minuman di sana.
"Lama banget sih lo ini udah gue pesenin makanan kesukaan elo." Kania mencerocos saat melihat Gisella yang mulai mendekati meja mereka.
Namun saat melihat Gisel tidak datang sendiri ia pun tersenyum manis dan berubah kalem saat melihat ketua OSIS nya turut bergabung.
"Eh kak Andi duduk kak kita makan bareng atau mau gue pesenin makanannya."kata Kania lebih lembut lagi. Andi menggelengkan kepalanya " tidak perlu gue akan pesan sendiri. Ia pun melangkah untuk memesan makanan dan minumannya.
"Kok elo bisa sama kak Andi?bukanya elo tadi ke ruang guru?"tanya Selly keheranan.
"Iya cerita nya panjang, tadi ada kejadian yang bikin gue naik darah." Ujarnya menggebu - gebu.
"Kenapa Revan dan antek - anteknya lagi."
Gisella mengangguk sedangkan yang dibicarakan muncul dari pintu dengan wajah datar dan dingin.
Semua yang siswa yang berada di kantin menatapnya dengan tatapan kagum.
Revan berjalan dengan gaya cool bak model. Gisel memutar bola matanya malas tapi berbeda dengan kedua sahabatnya yang menatap mereka tanpa berkedip sedikitpun. Tak lama Andi datang dengan nampan di tangannya. "Nih untuk cemilan setelah makan,"ucapnya seraya menyerahkan buah - buahan di depan Gisella.
"Terima kasih kak."
Revan berjalan dengan gaya cool bak model. Gisel memutar bola matanya malas tapi berbeda dengan kedua sahabatnya yang menatap mereka tanpa berkedip sedikitpun. Tak lama Andi datang dengan nampan di tangannya. "Nih untuk cemilan setelah makan,"ucapnya seraya menyerahkan buah - buahan di depan Gisella.
"Terima kasih kak."
Revan melihat semua itu, namun ia berusaha acuh.
Seorang siswa dengan kaca mata besar bertengger dimatanya. Ia membawa nampan berisi es teh dan juga bakso di tangannya sembari matanya clingak clinguk mencari bangku kosong. Saat ia melihat di ujung ada meja kosong lalu ia melangkahkan kakinya menuju kesana namun saat akan melewati meja Revan cs ia pun menunduk dan tubuhnya sedikit gemetar. Ia melanjutkan langkahnya pelan - pelan namun ternyata usaha itu tetap sia - sia karena ia terjatuh di lantai saat merasa kakinya di jegal oleh seseorang. Tubuhnya gemetar ketakutan di tambah tanganya yang panas karena terkena kuah bakso yang sangat panas. Sontak kantin mendadak menjadi ricuh. Rio dan Rendi tertawa puas dan tak merasa bersalah sedikit pun sedangkan Revan hanya menikmati pemandangan di depan matanya itu. Sedangkan Gisella menatap geram ke arah gerombolan anak itu.
Gisella membantu siswa tersebut untuk berdiri dan menyuruh kedua sahabatnya membawa dia ke ruang UKS agar segera mendapat pertolongan.
Dengan gerakan cepat ia mendekati meja mereka dan tak menunggu lama Gisel menarik kerah baju Rio lalu melayangkan pukulan di wajah Rio.
"Elo pikir ini lucu?elo pikir enak jatuh dan kena air panas hah?" Teriak Gisella geram.
Rio memegangi wajah yang telah di bogem oleh Gisella. " mau lo apa sih hah? Jangan pikir elo cewek trus gue nggak berani ya kelakukan lo ini."
Rio merasa dipermalukan di depan teman - temannya. "Jangan lo pikir gue takut sama lo mentang - mentang lo cowok dan berada di bawah ketiak anak pemilik sekolah ini. gue nggak takut ya sama kalian. Gue paling nggak suka sama orang yang suka melakukan bullying sama siswa yang lemah." Gisella berapi - api jelas ia sangat emosi.
Revan yang tadinya hanya diam kini bangkit dan membuka suaranya. " dia yang jatuh dia yang kena air panas terus kenapa elo yang ribet hah?"
Gisel menatap penuh kebencian kepada Revan.
"Elo sebagai anak pemilik sekolah kenapa diem aja melihat siswa siswi disini di bully sama temen - temen lo? Elo nggak takut sekolah elo tercemar karena beredar kasus bullying.oh atau perlu gue video saat kalian melakukan bullying setelah itu gue upload video itu di media sosial dan grup bass SMA.
Biar semua orang tau dan orang tua lo juga tahu kalau putra semata wayangnya membuat nama baik sekolah tercemar dengan kelakuannya sendiri."
"Elo bener - bener nantang gue ya.." Revan menatap tajam ke arah Gisella. Sedangkan tanpa rasa takut sedikitpun Gisella menatap tajam pula ke arah Revan. Ia sama sekali tidak pernah takut selama ia berada di posisi yang benar. Andi sebagai ketua OSIS yang sedari hanya diam kini ikut bergabung dalam pertengkaran mereka.
"Kalian mau sampai kapan adu mulut seperti ini hah? Dan elo Rio, sampai kapan elo berbuat hal buruk pada siswa lain? Elo nggak pernah capek buat onar sedangkan gue udah terlalu capek ngasih hukuman tiap hari ke elo. Hari ini kalian benar - benar sudah melebihi batas jadi gue putuskan gue skors kalian selama 3 hari."putus Andi tak bisa di bantah. Tak lama bel suara masuk pun berbunyi.
"Sudah kalian semua bubar masuk ke kelas kalian masing - masing."perintahnya lagi.
Semua siswa yang berada di kantin pun akhirnya bubar dan kembali ke kelas karena bel sudah berbunyi menandakan waktu istirahat telah habis.
Gisel dan Revan masih saling pandang dengan sorot penuh kebencian bukan sorot yang penuh cinta.
Tidak ada kata - kata yang keluar dari bibir mereka. Hanya tatapan yang saling menyampaikan pesan satu sama lain yang tak bisa diucapkan dengan kata.
"Gisella elo juga masuk kelas sekarang,"pinta Andi.
"Iya kak,gue permisi." Ia menatap sekali lagi wajah tampan itu sebelum benar - benar keluar dari kantin. "Dan elo bertiga meskipun kalian di tapi kalian wajib melakukan pembelajaran daring di rumah. Gue akan suruh ketua kelas kalian melakukan zoom saat pelajaran berlangsung." Setelah mengatakan itu ia berlalu pergi.
"Brengs*k, cewek itu selalu saja buat gue naik darah. Kita lihat saja gue akan buat dia menyesal telah berani cari masalah sama gue." Revan mengepalkan kedua tangannya disisi kanan dan kiri tubuhnya.
***
Waktu pulang sekolah pun tiba, Gisella berjalan menuju gerbang bersama kedua sahabatnya.
Mereka berjalan sambil bercanda dan bercerita.
Saat tiba di parkiran tiba - tiba Andi memanggil Gisella. "Gisel.."teriak Andi dari arah belakang Gisel.
Sontak gadis cantik itu berhenti sejenak sedangkan kedua sahabatnya berjalan lebih dulu karena Kania akan nebeng di mobil Selly.
"Kenapa kak?"tanya nya saat Andi sudah sampai di depannya. "Elo pulang sama siapa boleh nggak kalau gue anter?" Tanya nya penuh harap pasalnya setiap akan mengantarkan Gisel pulang ia selalu menolaknya. "Maaf kak gue udah di jemput sama kakak gue." Lagi - lagi Andi harus menelan penolakan yang selalu diberikan oleh Gisella.
"Hmm..kalau misalnya gue ajak elo jalan bisa nggak?"pintanya berharap masih ada kesempatan.
"Nanti gue coba tanya sama mama gue dulu ya kak."
Andi memasang wajah cemberut, ia menganggukkan kepalanya pelan frustasi.
Tinn...tinnn..
Terdengar suara klakson mobil dari arah gerbang dan Gisel tahu jika itu sang kakak yang datang menjemputnya. "Gue duluan ya kak,"pamitnya lalu berlalu pergi meninggalkan Andi yang masih mematung di tempatnya.
"Kenapa susah sekali sih Sel deketin elo. Padahal gue udah suka sama elo saat pertama lihat elo masuk sekolah ini."batin Andi menatap teduh.
Gisella masuk ke dalam mobil lalu memasang sabuk pengamannya. "Cowok tadi siapa?"ulik Marcel.
"Kakak kelas aku kak,ketua OSIS juga namanya Andi.
"Kamu deket sama dia?"tanya nya lagi.
"Enggak kakak,kita cuma temen aja nggak lebih.
"Terus kenapa tadi ngobrolnya deket banget dan cara dia lihat kamu kaya..."
"Ck kakak...aku nggak ada apa - apa sama kak Andi. Kita cuma temen aja ya walaupun kak Andi selalu berusaha deketin aku tapi aku nggak tanggapi hal itu. Aku juga selalu bersikap sewajarnya aja. Dan oya kak tadi dia mau ajak aki jalan - jalan katanya boleh nggak?" Gisel berharap Marcel akan mengizinkannya karena ia juga ingin bebas pergi dengan teman walaupun hal itu tidak akan pernah mungkin terjadi.
"Nggak boleh.." emang kamu ngga cukup dekat dengan kakak atau papa aja. Mobil pun kini membela jalanan yang tampak macet.
Gisella hanya mampu mendesah kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!