Di dunia ini sistem kekuatan mereka diatur dengan yang namanya kodra, yaitu semacam energi yang mengalir didalam tubuh mereka, ini pula yang menjadi inti kekuatan dalam diri Aether dan Halflings
Dalam Aether terbagi menjadi 6 elemen yaitu: Api, Air/es, Tanah/logam/material bumi, Angin.
Dan untuk spesies yang dikhususkan yaitu light dan dark.
Mereka disebut khusus karena Dark merupakan keturunan dari iblis sedangkan Light merupakan keturunan dari para malaikat,
Dan di aether terdapat satu golongan lagi yaitu keturunan mulia. Mereka merupakan keturunan langsung dari dewa Zeus yang memiliki dua elemen sekaligus yaitu Api dan Petir. Mereka pula menjadi satu satunya Aether yang memiliki elemen petir.
Dan untuk Halflings mereka merupakan manusia yang mampu merubah dirinya menjadi hewan humanoid. Contoh: mereka bisa berubah menjadi badak yang berdiri dengan dua kaki.
Kalau tubuh hewan mereka dikalahkan ataupun mereka kekurangan kodra untuk merubah diri mereka menjadi hewan mereka masih bisa menggunakan tubuh manusia mereka untuk bertarung namun meminjam tenaga dari hewannya.
oke itulah penjelasan singkat tentang semuanya yang perlu kalian ketahui untuk sekarang.
Tetaplah membaca dan aku harap kalian tidak kecewa
Arsen
Anak lelaki yatim yang dibesarkan di panti asuhan tanpa mengerahui siapa orang tuanya, dan mengapa mereka membuangnya.
Seumur hidup ia mengira bahwa ia adalah suatu produk kegagalan atau seseorang yang tidak diinginkan oleh orang tuanya.
Arsen berambut warna putih, wajah yang imut dan memiliki tinggi 145 cm diumurnya yang sekarang 15 tahun ini, dia adalah sosok yang introvert dan kutu buku. Namun bukan berarti dia tidak kuat atau bagus dapam kekuatannya.
Arsen adalah seorang Aether elemen air/es, ia sudah belajar dengan sangat giat dan melatih elemennya agar ia bisa menyusul sahabat masa kecilnya yang akan menghadiri Akademi Aetheris di tahun yang sama dengannya.
Mereka sudah lima tahun tidak bertemu namun Arsen tetap menganggapnya sebagai teman karena ia mengingat segala kebaikan yang pernah dilakukannya.
Axel
Teman masa kecil Arsen. Ia adalah putri dari seorang bangsawan dan memiliki harta besar dan juga terlahir dengan keadaan kaya raya.
Axel sering bertemu dengan Arsen karena orang tuanya adalah penyumbang bagi panti asuhan tempay tinggal Arsen.
Axel memiliki tinggi 175 cm dan berambut hitam.
Sifatnya juga sangat berbalikan dengan Arsen, Axel adalah irang yang extrovert dan ceria dan semena mena padahal dia adalah seorang perempuan bangsawan yang seharusnya anggun.
/////////////////////////////
10 tahun lalu
Arsen kala itu masih berumur 5 tahun.
Ia hanya duduk dibawah pohon dan membaca buku pelajaran yang ia ambil dari perpustakaan panti asuhan.
Kala itu para penyumbang sedang datang dan bermain dengan anak anak panti, banyak dari anak panti yang mencoba untuk menarik perhatian orang orang kaya agar bisa di adopsi suatu saat.
Namun Arsen dengan banyaknya penolakan yang sudah ia alami kini ia menyerah untuk mendapatkan adopsi dan lebih memilih untuk memfokuskan untuk belajar dan menjadi orang yang kuat suatu saat nanti.
“Kau sudah mencoba eskrim ini Arsen?” Tanya Axel yang datang dengan dua eskrim ditangannya.
Arsen tanpa mengalihkan pandangannya dari buku “aku kira aku tidak dapat” jawab Arsen.
padahal ia hanya malu untuk memintanya.
“Makanlah” Axel memberikan eskrimnya kepada Arsen.
Namun itu semua hanyalah kenangan dan ingatan kekanak kanakan
Kini mereka telah berumur lima belas tahun dan berada di sekolah yang sama
Namun……
////////
Axel tertawa lepas bersama dua temannya di bangku depan. Arsen hanya duduk diam di barisan belakang, jari-jarinya menari di atas permukaan meja, mengembunkan uap air dari udara.
Lima tahun. Sudah lima tahun sejak terakhir mereka bicara sungguhan. Dulu, Axel sering datang ke panti asuhan tempat Arsen tinggal, menyelinap keluar dari kereta kuda keluarga bangsawannya hanya untuk main layang-layang di belakang dapur.
Waktu itu Axel masih belum tahu sopan santun bangsawan, dan Arsen belum belajar caranya menutup diri.
"Aku lebih tinggi darimu sekarang, Arsen!" seru Axel saat mereka berpisah di usia sepuluh tahun. "Tapi aku bakal tetap jadi temanku ya!"
Arsen masih ingat kata-kata itu, tapi tak ada yang tersisa kini selain senyum sekilas dan anggukan canggung setiap kali mereka tak sengaja bertemu di lorong akademi.
Dia melihat Axel bercanda dengan para kadet lain—anak-anak dari para penguasa wilayah, atau penerus garis darah Aether yang terpandang. Axel tampak begitu mudah berbaur, seolah tak pernah ada sejarah antara mereka.
“Jangan terlalu berharap dari seseorang yang sudah punya dunia sendiri sekarang,” gumam Arsen pelan, lebih ke dirinya sendiri.
Mereka sempat berpapasan di hari pertama sekolah dan Arsen tau bahwa Axel masih mengenalnya. Namun Axel hanya tersenyum canggung dan melewatinya begitu saja bersama teman barunya.
Arsen memahami maksud dari tindakan itu yaitu Axel sudah punya teman dan dunia baru sekarang. Arsen tidak kecewa tidak pula marah, karena ia selalu mementingkan kebahagiaan Axel dibanding dirinya sendiri.
Ketika pelajaran selesai Arsen langsung kembali ke kamarnya untuk istirahat sebelum nanti sore ia pergi ke perpustakaan untuk membaca buku.
Di Akademi Aetheris tiap siswa memiliki kamarnya masing masing dan kamar mandi di dalamnya dan juga tersedia lemari.
Arsen mengganti pakaiannya menjadi pakaian santai yaitu kaos oversize dan celana pendek, kaos itu hampir menutupi celana pendeknya namun tidak sepenuhnya.
Ia istirahat sebentar rebahan di atas kasurnya dan memejamkan matanya. Ia sangat sadar bahwa sekarang ia tidak tertidur, namun ada hal yanng mengganjalnya.
Yaitu bahwa sekarang ia tidak bisa bergerak, dan ia kini berada ditempat yang gelap.
Namun ia tersadar bahwa ini bukanlah mimpi. Namun kenangan yang lama tersimpan.
“Zeno….”
”—Zeno”
Entah mengapa nama itu terus disebut dalam kenangannya. Ia terus mendengar nama itu.
‘Siapa?… siapa Zeno?’ Batinnya. Ketika ia hampir mendapat jawaban akhirnya ia terbangun dan terduduk di atas kasurnya.
Nafasnya yang masih terengah engah ia coba untuk netralkan.
Ia mulai beranjak ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dan mengambil kacamatanya beranjak ke perpustakaan.
Ia akan mencari tau apa arti dari nama Zeno itu.
Ia mengambil buku sejarah yang ada di perpustakaan dan membawanya ke pojokkan.
Ia mencari nama tersebut yaitu Zeno. Namun ia tak menemukan apapun. Hanya ada nama Aleanzo yang terukir di sejarah.
Aleanzo adalah nama keluarga dari keturunan mulia. Generasi pertama bernama Atlas Aleanzo pemilik kekuatan mulia pertama. Dilanjut dengan generasi ke dua putranya yaitu Aslan Aleanzo. Mereka berdua telah meninggal karena gugur di medan perang melawan 4 raja neraka dan 6 dewa naga.
Kini yang tersisa adalah generasi ke 3 sampai lima.
Di generasi ke tiga ada putra dari Aslan yaitu Arci Aleanzo yang juga dikenal sebagai Aether terkuat sepanjang masa. Ia memiliki kekuatan yang mampu mengimbangi dewa naga.
Dan untuk generasi ke empat dan lima memang belum mencatat nama mereka di buku sejarah.
Arsen tidak menyadari bahwa selama ia membaca buku tadi ada seseorang yang duduk disebelahnya.
“Hai” ucap orang itu.
Arsen pun terkejut dan sedikit terlompat. Ia menoleh ke samping dan mendapati Axel yang duduk disebelahnya dan menatapnya dengan senyuman.
“H-hai” jawab Arsen.
“Bukankah kau sudah menyelesaikan buku itu dari beberapa tahun lalu?” Tanya Axel.
“A-a-aku hanya membaca ulang, takut ada yang kelupaan” jawab Arsen gugup.
Pasalnya ia tidak pernah berbincang lagi dengan Axel semenjak mereka bertemu kembali maka dari itu suasana canggung terbuat.
Namun Axel hanya terkekeh dan menatap Arsen dengn serius.
“Arsen…” panggilnya
Arsen mendelik dan ikut menatapnya juga.
“Kita berdua tau bahwa kau menyukaiku kan” ucap Axel secara terang terangan kepada Arsen.
Arsen hanya bisa menunduk dan mengangguka menahan rasa malu dan menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Aku juga tau bahwa kau sering curi pandang kepadaku beberapa waktu ini” lanjut Axel.
Arsen semakin malu untuk menatap wajahnya sekarang. Ia semakin menundukkan wajahnya.
"Aku menghargai itu, sungguh. Kamu satu-satunya orang di tempat itu yang membuatku merasa jadi anak biasa, bukan putri bangsawan. Tapi sekarang..." Dia mengangkat pandangannya. "Duniamu dan duniaku... terlalu jauh, Arsen."
Hening.
Arsen hanya tersenyum kecil, lalu menjawab lirih, "Aku tahu."
Axel menatapnya, terkejut dengan ketenangannya.
"Aku hanya ingin kau bahagia," lanjut Arsen. "Kalau aku bukan bagian dari kebahagiaan itu... tidak apa-apa."
Axel tersenyum ia senang memiliki teman yang bisa mengerti.
“Baiklah, aku tadi kemari ingin mencari barangku yang tertinggal setelah bolos tadi, namun aku menemukanmu secara tak sengaja, aku harus segera pergi latihan untuk turnamen,
Aku tidak sepertimu yang bisa paham hanya dengan teori” Axel beranjak dan meninggalkan Arsen dengan tersenyum.
Arsen kini sudah berada di kamarnya. Serasanya ia ingin menangis sekeras kerasnya. Munafik kalau ia tidak patah hati. Ini merupakan pengalaman pertamanya mencintai seseorang, namun ini bukanlah penolakan pertamanya.
Tapi mengapa ini terasa lebih menyakitkan dari penolakan yang lain. Mungkin karena penolakan ini berasal dari orang yang memang dekat dengannya.
‘Sudahlah, lebih baik aku fokus ke pelatihanku saja’ batinnya.
Ia memantapkan hatinya untuk melupakan permasalahan cinta dan mulai fokus kepada dirinya sendiri.
Ia bertekad untuk menunjukkan kepada orang prang yang dulu menolak dan membuangnya bahwa ia bisa menjadi lebih baik dari mereka. Bukan tentang pembalasan, tapi tentang pembuktian.
/////////////
Keesokan harinya di kelas
Arsen terus memperhatikan guru yang sedang mengajar di kelasnya dan sesekali mencatat apa yang dijelaskan.
Sedangkan Axel terus mencuri pandang ke arah Arsen. Jujur ia merasa bersalah karena ia tau bahwa Arsen sudah terlalu banyak ditolak oleh dunia ini. Namun ia juga tidak bisa membohongi diri bahwa ia memang tidak mempedulikan kehidupan percintaan.
“Kau mengenalnya?” Tanya Razen, sahabat dari Axel yang merupakan putra bangsawan.
Axel pun gelagapan.
“Kau dari tadi meliriknya. Sepertinya ada sesuatu diantara kalian” sambung Rize yang berada di sebelahnya.
”ini urusanku. Kalian tak perlu ikut campur” jawab Axel sambil mengalihkan pandangannya ke depan.
Ketika mencapai pertengahan pelajaran. Tibalah seseorang yang mengetuk pintu kelas dan memasukinya.
“Wahai.. sepertinya kau kemari membawa kabar Zareth” ucap sang guru.
“Iya prof. Wilkins saya ada beberapa pengumuman yang harus disampaikan” jawab pria tersebut.
Dia adalah siswa tahun ketiga sekaligus ketua pengurus siswa di Akademi Aetheris.
Sudah pasti satu sekolah bahkan mungkin satu benua mengenalnya.
Dia adalah Zareth Aleanzo. Keturunan mulia Generasi kelima. Rambut berwarna perak dan mata berwarna merah darahnya terlihat sangat memukau dan memberikan kesan yang tajam pada dirinya.
Seragamnya paling beda dari siswa lain.
Untuk para Aether biasa mereka memakai seragam kemeja putih dan jas hitam dengan list berwarna merah dan celana hitam. Dengan emblem Elemen masing masing di bagian lengan sebelah kiri.
Sedangkan untuk para keturunan mulia mereka memakai seragam kemeja berwarna biru muda dan kas berwarna putih dan celana berwarna putih juga dengan list berwarna biru. Dengan emblem Api di sebelah kanan dan petir di sebelah kiri.
“Saya kemari untuk mengumumkan nama nama siswa yang layak berpartisipasi dalam turnamen Aetheris yang akan mendatang.
Harap didengar baik baik karena saya hanya akan membaca sekali.
perwakilan Elemen Api: Axel von seravia
Perwakilan Elemen Air: Arsen
Perwakilan Elemen Tanah: Razen Deuraya
Perwakilan Elemen Angin: Shaka Aksara
Sekian informasi yang saya sampaikan saya pamit undur diri” ia membungkuk hormat kepada Prof. Wilkins sebelum pergi.
Axel terkejut dan pangsung melihat ke belakang ke arah Arsen.
Ternyata Arsen sama terkejutnya mendengar bahwa ia layak untuk mengikuti turnamen yang akan mendatang.
Turnamen Aetheris adalah kegiatan yang diadakan setahun sekali untuk menunjukkan kualitas dari seluruh siswa yang belajar di Akademi Aetheris.
Namun sesungguhnya itu adalah tujuan kedua.
Turnamen ini akan disaksikan juga oleh sepuluh manusia terkuat yang juga disebut dengan 10 permata dewa. Tujuan utamanya adalah untuk mereka merekrut beberapa siswa yang layak untuk menjadi bagian dari kaderisasi permata dewa.
10 permata dewa merupakan 10 manusia terkuat yang mencakup Aether dan Halflings. Namun keturunan mulia dikecualikan. Karena mereka memiliki Partai tersendiri untuk mereka.
10 permata dewa adalah orang orang yang menjadi ujung tombak dari benua mereka ini yang juga akan berada di garda terdepan jika musuh melawan.
Jadi di benua mereka ada 4 partai yang mengatur benua ini. Yaitu 3 pemimpin negara, 4 tetua, 10 permata dewa, dan keturunan mulia.
Dan diatas mereka ada pimpinan benua yaitu Rakesh Alvares. Pemimpin sebelumnya merupakan kepala sekolah Akademi yang diangkat menjadi pimpinan benua yang bernama Zera Antares. Ia diangkat menggantikan pemimpin sebelumnya yang merupakan mantan tetua.
Namun ia meninggal di suatu ekspedisi dungeon. Dan digantikan dengan pilihan rakyat.
Mereka tidak memilih salah satu dari para tetua lagi karena para tetua sering memerintah semena mena. Seperti pemimpin sebelum Zera yang merupakan mantan tetua yang bernama Vulcan.
Dan kini rakyat sudah mulai tidak percaya dengan para tetua.
Kembali ke Arsen.
Setelah pelajaran selesai ia langsung berjalan menuju kamarnya namun di tengah perjalanan ia ditarik oleh seseorang.
Axel.
Arsen menatapnya dengan tatapan bingung.
“Ada apa?” Tanya Arsen dengan bingung.
“Kau yakin ingin mengikuti turnamen?”tanya Axel dengan serius.
Arsen mengangguk dan melanjutkan “ya… tentu saja, ini merupakan kesempatan yang besar bagiku”
Axel menghela nafas pelan. “Tapi kau tidak pernah latihan praktek Arsen. Kau bisa saja terluka parah”
Arsen malah terlihat kesal, ia merasa diremehkan oleh seseorang yang seharusnya mendukung dan mempercayainya.
“Kau meragukanku?” Timpal Arsen.
“B-b-bukan aku mergukanmu, aku hanya khawatir bagaimanapun juga kau adalah temanku dan aku adalah orang yang paling memahami dirimu”
“Kalau kau memang memahami diriku berarti kau pasti tau kalau aku sangat menginginkan berada di turnamen ini” balas Arsen sambil berlalu meninggalkannya.
Axel menghela nafas panjang.
“Tunggu!” Titah Axel.
Arsen pun menghentikan langkahnya.
“Nanti sore jam tujuh, aku tunggu kau di ruang pelatihan, buktikan kenapa aku harus mengizinkanmu mengikuti turnamen”
Axel pun berlalu dari tempatnya menuju kamarnya.
“Kenapa juga aku harus meminta izin padanya…..
ya sudahlah anggap saja sebagai salah satu metode latihan” gumam Arsen.
Ia menuju kamarnya dan mengganti bajunya menjadi baju santai seperti kemarin. Kaos oversize dan celana pendek.
Ia rebahan sebentar dan memainkan Hapenya.
Ya. Di dunia ini memang sudah ada hape. Teknologi memang sudah maju karena ulah satu negara yang bernama Igniterra.
Igniterra adalah negara independen yang tidak termasuk organisasi benua ini. Namun kerjasama perdagangan dilakukan antar benua. Karena memang benua ini membutuhkan relasi yang baik dengan negara tersebut.
Teknologi yang mereka datangkan kepada benua ini seperti internet, dan barang elektronik lainnya.
Namun ada pula yang mengatakan bahwa teknologi yang lebih canggih masih di simpan di negeri sana.
Ia meng-search dengan kata kunci Zeno.
Namun tidak ada yang muncul sebelum akhirnya diblokir.
Ia terkejut. Semua internet diakses oleh negara Igniterra. Dan mengapa harus sampai diblokir pencarian pada nama Zeno.
Ia terbangun dari rebahannya. Dan muncullah spekulasi bahwa Zeno pasti ada hubungannya dengan negara tersebut.
Dan ia harus pergi ke negara itu suatu saat dan mencari jawabannya.
Tak lama kemudian waktu menunjukkan hampir jam tujuh sore. Ia pun bergegas menuju ruang pelatihan karena ia sudah punya janji dengan seseorang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!