Di sebuah ruangan yang diterangi cahaya lembut dari lampu meja, seorang gadis duduk di depan laptopnya dengan postur sedikit membungkuk. Wajahnya menampakkan ekspresi serius ketika tengah fokus pada layar. Mata cokelatnya terlihat sedikit lelah, mungkin akibat berjam-jam telah terjaga di depan layar.
Luna. Jari-jarinya lincah bergerak di atas keyboard, ia mengetik dengan cepat seolah semua ide yang ada di pikirannya harus segera dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Di samping laptopnya, terdapat secangkir kopi hitam yang sudah setengah kosong, asapnya mengepul pelan.
Dalam hening malam, suara notifikasi terdengar lebih keras dibanding biasanya. Layar laptopnya menjadi menyala lebih terang menampilkan aplikasi pesan terbuka dengan latar belakang yang gelap, sebuah pesan baru muncul di kolom komentarnya.
Nama pengirimnya tidak dikenali, hanya tertulis huruf-huruf Kuno yang bahkan tidak ia ketahui artinya, dan disertai dengan profilnya yang gelap.
Pesan darinya singkat, hanya. “Membosankan, hanya itu yang bisa anda tulis?”
Luna, gadis itu mengernyit dan menyenderkan tubuhnya pada kursi khususnya. Matanya menatap lurus pesan itu, jemari tangannya mengetuk pelan di atas meja seolah berpikir. Setelah beberapa saat, ia menutup jendela pesan itu, memutuskan untuk mengabaikannya dan kembali melanjutkan tulisannya, mau bagaimanapun selama ia telah menjadi Penulis, banyak yang ingin menjatuhkannya hanya dengan melalui pesan-pesan seperti itu.
Suara notifikasi kembali muncul, menampilkan lebih banyak pesan kembali, seperti. “Apa anda tidak merasa penasaran dengan kehidupan asli di dunia ciptaanmu?”
Merasa penasaran, Luna membuka jendela pesannya sehingga dapat menampilkan pesan yang dikirim oleh orang asing itu secara hampir keseluruhannya. “Siapa kau?” Ketik Luna, kemudian mengklik untuk mengirimnya.
“Tugasmu adalah menulis ulang Adegan secara nyata sesuai dengan semua yang anda tulis disini, hanya itu. Dan jika beruntung.. Anda bisa kembali.”
“Apa maksudnya itu? Sungguh membosankan.” Gumam Luna, tangannya meraih cangkir kopi di sampingnya. Namun Pesan selanjutnya yang ia terima mengejutkannya, cangkir kopinya tergelincir dari pegangannya, jatuh dengan keras dan menumpahkan isi yang masih panas hingga menciprat ke seluruh permukaan laptopnya, rasa panas menyengat saat beberapa tetes dari kopi itu merembes ke tangan kanannya.
Ia memastikan kembali pesan yang telah ia terima. “Membosankan? Kupikir cerita ini tidak akan menjadi membosankan lagi jika ada Penulisnya langsung disini.”
Disertai dengan sebuah gambar gelap, ia memperbesar skala foto itu untuk melihat dengan lebih detail.
Gambar seorang gadis duduk di hadapan sebuah laptop.
“Itu.. Aku?!” Pikirnya sebelum layar laptopnya mulai bermasalah, mungkin sebab beberapa tetes dari kopi itu yang mulai meresap ke dalam celah-celah keyboard laptop miliknya.
Tepat setelah beberapa detik kemudian, layar laptop itu menyala kembali namun dengan tulisan error yang muncul hingga kemudian cahaya dari layar itu menjadi semakin terang dan menjadi sangat menyilaukan.
Gadis itu memejamkan matanya hingga ketika ia merasa cahaya itu tak lagi ada, dengan perlahan ia membuka matanya.
Luna tak yakin dimana ia berada sekarang, tetapi yang ia tahu adalah ini bukanlah kamarnya lagi.
Ruangan ini tampak seperti Kelas, dengan suasana sepi yang terasa kuat di setiap sudutnya, dinding-dinding bercat putih yang memudar serta lapisan jendela yang berdebu meyakinkannya bahwa tempat ini adalah Kelas kosong yang sudah tak digunakan kembali, tetapi.. Mengapa ia berada disini?
Ia bangun, melangkah sedikit demi sedikit menuju ke sebuah pintu yang ia yakini bahwa itu adalah pintu keluar dari Ruangan menyeramkan ini.
Pintu itu terkunci dari luar, beberapa kali ia mencoba untuk mendorongnya paksa namun tak berhasil.
“Apa ada orang diluar?” Tanyanya memastikan sembari menggedor pintu itu berharap jika akan ada suatu keajaiban yang dapat membuat pintu itu terbuka.
Langkah kaki terdengar mendekat setelah beberapa waktu ia menunggu.
“Tolong! Siapapun yang diluar, aku terjebak disini!” Jeritnya kencang, memanfaatkan saat yang singkat itu.
Dari luar ruangan itu, seorang pria berlari mendekat setelah mendengar teriakan seorang gadis dari salah satu ruangan itu.
“Apa ada orang di dalam?” Tanyanya.
“Ya, tolong! Saya terjebak disini.”
“Bisakah anda mundur sedikit, saya akan mencoba membuka paksa pintu ini.” Kata pria itu setelah mencoba membuka dengan cara yang baik.
“Ba-baik!”
Setelah beberapa saat Luna melangkah mundur, pintu itu terbuka dengan suara yang keras dari arah luar, cahaya terang dengan cepat meneranginya dari luar sehingga membuatnya kesulitan untuk membuka matanya dan melihat sekitar.
“Nona, apa anda baik-baik saja?”
“Mengapa ada dapat berada disini?” Tanyanya, namun tak ada satupun dari pertanyaannya yang dapat dijawab oleh Luna, bagaimana ia tahu alasan mengapa ia dapat berada disini?
“Saya akan membawa anda kembali.” Katanya, Luna mengikutinya, meski ia tak tahu siapa pria itu namun ia dapat merasa jika pria ini pasti memiliki maksud yang baik.
Selama mereka berjalan, Luna memandang sekelilingnya, Koridor-Koridor itu memiliki lampu dengan bentuk yang unik di setiap sudutnya sehingga membuat tempat itu menjadi sangat terang dibandingkan ruangan tempat ia terjebak sebelumnya.
“Pakaiannya formal seperti seorang.. Apa dia satpam?” Pikir Luna, memandang pria itu yang sedang melangkah menuntun jalan di depannya.
“Apa itu? Seperti bola-bola cahaya yang melayang..” Ia menggosok matanya, seakan tak mempercayai sesuatu yang dilihatnya kini. Tidak sempat ia memastikan kembali secara lebih jelas, Pria itu berhenti tepat di sebuah ruangan, ia mengetuk pintu itu kemudian berbicara dengan orang di dalam sana.
“Ketika berkeliling untuk melakukan pemeriksaan, saya bertemu dengan Pelajar ini di Kelas kosong Area Utara yang sudah lama tidak digunakan, melihat dari penampilan dan kondisinya saat ini tampaknya dia mengalami perundungan.” Ucap pria itu.
“Dirundung? Aku?”
Luna diminta untuk segera masuk ke ruangan itu, sementara pria yang membantunya sebelumnya pergi terlebih dahulu untuk kembali menjalankan tugasnya. Dengan langkah pelan Luna masuk ke ruangan itu.
Tampak seorang wanita duduk di tengahnya, di sebuah meja yang dikelilingi oleh buku-buku dan catatan yang berserakan. Ia mencatat sesuatu, dan di sekeliling ruangan itu terlihat cukup terang oleh pencahayaan dari lilin yang menyala di setiap sudutnya.
“Anda adalah Pelajar baru Tahun pertama Akademi kan? Berapa nomor Asramamu?” Tanya wanita itu kepadanya.
Luna seakan tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu kepadanya, ia hanya diam tak mengatakan sepatah katapun.
“Duduklah.” Pinta wanita itu kepadanya. Setelah ia duduk, ia diberi teh hangat. Dan wanita itu kemudian duduk di depan berhadapan dengannya.
“Siapa namamu?” Tanyanya lagi, kali ini memandang langsung ke arah Luna.
“Nama saya Luna.”
“Baiklah, saya sudah mendengar ceritamu sebelumnya. Apa anda tahu siapa orang-orang yang telah membawamu ke ruangan itu?” Ia bertanya dan Luna menggeleng.
“Apa anda tahu bagaimana bisa anda berada disana?” Tanyanya lagi dan lagi-lagi Luna hanya dapat menggeleng karena sebetulnya ia memang tidak mengerti dengan situasi yang terjadi kepadanya sekarang ini.
“Jangan khawatir, anda bisa ceritakan semuanya dan saya akan membantumu. Tetapi jika anda tidak mengatakan apapun, saya tak akan dapat tahu apa yang sebenarnya telah terjadi kepada anda dan saya tidak bisa membantu anda lebih lanjut lagi.” Ujarnya kepada Luna.
“Bolehkah saya bertanya?”
“Tentu, tanyakan apapun yang ingin anda ketahui.” Mendengar jawaban dari wanita itu yang ramah membuat Luna merasa lega, ia dapat segera mengetahui apapun yang ada dipikirannya saat ini.
“Dimana saya berada sekarang?”
Wanita itu diam, memandangnya seolah bingung.
“Ini adalah Ruanganku, panggil saja aku Profesor Ella. Para Pelajar yang bermasalah maupun yang mengalami suatu masalah akan kemari, dan saya akan membantu mereka secara adil sesuai dengan Informasi yang saya dapatkan.” Jelasnya
“Dan untuk masalah anda pun sama, sebab itu anda tidak perlu takut dan jelaskan saja semuanya.” Lanjut Profesor Ella, suaranya lembut tanpa rasa penekanan apapun yang dapat membebani Luna.
“Aku baik-baik saja.” Ucap Luna, namun jawabannya tak membuat Profesor Ella merasa lega. Melihat dari penampilan dan rambut Luna yang acak-acakan, jelas ia dapat segera tahu bahwa anak itu telah dirundung disini. Tetapi mengapa ia tetap diam dan memilih untuk tidak menjawab apapun?
“Tadi anda menjelaskan bahwa disini adalah Akademi, bisa saya tahu Akademi apa yang anda maksud itu?” Luna memberanikan dirinya untuk bertanya hal itu, tidak mungkin ia hanya diam saja tanpa mengetahui secara jelas tempat apakah ia berada saat ini.
Namun respon setelahnya yang ia dapatkan cukup untuk mengguncang suasana hatinya. Wanita itu, Profesor Ella. Mengernyitkan keningnya sebelum akhirnya ia bertanya kembali. “Anda benar-benar tidak ingat?”
Luna tak menjawab apapun, ia hanya tampak diam sembari menunggu jawaban dari pertanyaannya itu.
Akademi Aden, ia terletak di tengah Hutan yang dikelilingi oleh keajaiban dan pegunungan berkabut, Hutan Eldoria.
Tersebar beberapa Akademi Sihir terkenal di seluruh penjuru dunia, dan Akademi Aden adalah salah satunya. Akademi ini merupakan satu-satunya Akademi yang tidak berfokus pada latar belakang dari Pelajarnya, untuk itu mau Bangsawan ataupun Rakyat biasa dapat masuk kesini, dengan syarat bahwa mereka dapat menguasai Sihir, minimal dasarnya. Karena tidak semua orang di dunia ini dapat memiliki Kemampuan dalam Penguasaan Sihir.
.......
.......
.......
“Dari hasil pemeriksaan, anak ini sepertinya telah mengalami Amnesia Disosiatif.”
“Amnesia Disosiatif?”
“Ya, Amnesia Disosiatif ini adalah kondisi dimana ketika seseorang kehilangan sebagian atau seluruh ingatan masa lalu, dan kondisi ini biasanya dapat terjadi karena pengalaman traumatis yang telah mereka alami.” Jelas seorang pria kepada Profesor Ella. Pria itu adalah Aren, seorang Dokter muda yang berpengalaman.
Profesor Ella memandang Luna yang pada saat itu berada dalam jarak yang cukup jauh dari mereka.
Pada saat itu, Luna seakan meneliti keadaan sekitarnya, ia melangkah perlahan memandangi satu-persatu benda asing yang sebelumnya tak pernah ia temui.
“Dan melihat dari proses pemeriksaan, saya dapat menyimpulkan sebagai dugaan sementara bahwa ia turut mengalami gejala Delirium.” Lanjut Dokter itu, mengambil kembali perhatian Profesor Ella.
“Delirium adalah kondisi dimana penderitanya akan merasa kebingungan parah yang menyebabkan kesulitan berpikir dan fokus, serta bisa disertai dengan berbicara melantur."
"Dan saya mendapatkan gejala-gejala tersebut ada pada gadis itu.” Jelasnya.
“Apakah Amnesia ini dapat terjadi secara bersamaan dengan Delirium, Aren?” Tanya Profesor Ella.
“Ketika seseorang mengalami Delirium, fungsi otak yang mengatur memori bisa terganggu, sehingga menyebabkan masalah dalam mengingat. Oleh karena itu, sangat mungkin seseorang mengalami Delirium dan Amnesia secara bersamaan.” Jelas Dokter Aren.
“Lalu bagaimana proses penyembuhannya? Berapa lama yang dibutuhkan untuknya agar dapat kembali pada kondisi semulanya?”
“Penyembuhan Amnesia Disosiatif dan Delirium umumnya memiliki waktu yang bervariasi, tergantung pada penyebab dan tingkat keparahannya."
"Amnesia Disosiatif bisa sembuh dalam hitungan menit, jam, atau bahkan berbulan-bulan atau bertahun-tahun."
"Sedangkan Delirium biasanya membutuhkan waktu hanya dalam beberapa minggu untuk pemulihan penuh, meskipun beberapa gejala mungkin menetap lebih lama.” Jawabnya.
“Saya akan memberikan beberapa obat untuk membantu Amnesia serta Deliriumnya, pastikan agar ia mengonsumsinya secara tepat waktu.” Kata Dokter Aren kembali. Ia mulai menyiapkan obat-obatan khusus tersebut.
“Profesor Ella, apa saya boleh memberi saran?”
“Tentu, Aren.”
“Berikan sedikit perhatian lebih kepadanya dan jika bisa jangan biarkan gadis ini kembali mendapatkan kejadian seperti hari ini."
"Meski saya tidak tahu bagaimana kronologi kejadiannya, tetapi jika melihat kondisinya kini.. Akan menjadi semakin buruk jika ia tetap berada di lingkungan saat ini.” Ujar Dokter Aren.
Profesor Ella mengangguk mengerti, tentunya sebab ia memiliki pikiran yang sama dan rasa simpati terhadap kondisi Luna saat ini, terutama karena melihat usianya yang masih sangat muda untuk menanggung Penyakit semacam ini.
Profesor Ella mendekati Luna yang saat itu masih tampak fokus mengamati sebuah Lukisan Kuno. “Tampaknya selera anda cukup bagus.” Ucapnya, Luna memandangnya seolah menunggu penjelasan darinya.
“The Night, Karya Seniman Islay Bryn. Jika anda penasaran, anda bisa mengunjungi Galeri Seni kapanpun, tempatnya terletak di ujung Selatan Akademi.”
Profesor Ella berbalik, mulai melangkah menuju pintu keluar yang kemudian diikuti oleh Luna.
“Galeri Seni.. Menarik.”
“Em.. Profesor Ella, boleh saya bertanya lagi?”
“Ya, ada apa?”
“Sebenarnya apa yang terjadi kepada saya? Saya ingat sebelumnya masih berada di kamar dengan laptop saya, lalu sesuatu yang aneh terjadi dan saya tiba-tiba berada disini, ditempat yang bahkan saya tidak kenal. Bisakah anda jelaskan?”
Profesor Ella memandang ke arahnya sejenak, tersenyum namun tak mengatakan apapun.
Entah berapa lama mereka sudah melangkah dan malam sudah semakin larut hingga kemudian mereka berhenti di sebuah ruangan dari sekian banyaknya ruangan lain disana.
Profesor Ella mengetuk pintu itu dan tak lama seorang gadis membukakannya.
“Profesor?” Tanya gadis itu, mengusap matanya. Ia tampak seperti baru saja terbangun dari tidurnya.
“Maaf telah mengganggu tidur anda Sierra, saya membawa seorang gadis, dia adalah Pelajar Tahun Pertama. Jika tidak salah, di Asrama anda masih tersisa satu tempat kan?”
Gadis itu memandang ke arah Luna ketika dikenalkan oleh Profesor itu. “Oh ya, silahkan masuk.” Ucapnya kepada Luna.
“Barang-barangmu akan dipindahkan kemari besok, mulai hari ini tempat ini adalah Asramamu. Dan jika ada pertanyaan lain, bisa ditanyakan kepada teman Asramamu.” Ujar Profesor Ella, Luna mengangguk.
Profesor Ella pergi, dan Sierra mempersilahkan Luna untuk masuk. “Tolong jangan berisik, yang lain sedang tidur.” Katanya, Luna mengikutinya masuk.
“Ini adalah tempat tidurmu, sedikit berdebu karena sudah tak ditempati cukup lama.”
“Jika ada pertanyaan, tanyakan kepadaku besok.” Ujar Sierra, ia melangkah ke tempat tidurnya untuk melanjutkan tidurnya kembali, dan Luna pun sama.
Ruangan itu cukup gelap sehingga Luna tak bisa melihat sekitarnya dengan jelas, dan karena ia cukup mengantuk setelah seharian ini mengalami sesuatu hal yang aneh, akhirnya ia memutuskan untuk memejamkan matanya dan membiarkan tubuhnya untuk beristirahat.
~
Pagi itu Sierra dan beberapa gadis lain bagun terlebih dahulu, mereka bersiap seperti hari-hari biasanya, namun kehadiran Luna di Asrama mereka membuat orang-orang itu merasa heran.
“Siapa gadis ini? Mengapa dia bisa ada di Asrama kita?” Tanya salah satunya, memandang Luna dari jauh.
“Profesor Ella membawanya kemari semalam, dia adalah Pelajar Tahun Pertama yang baru masuk ke Akademi.” Jawab Sierra, berdiri di depan sebuah cermin, membetulkan kerah pakaiannya.
“Pelajar Tahun Pertama? Lalu kenapa dia bisa bergabung dengan Asrama kita?” Tanya gadis lain, mendekatkan wajahnya untuk mengamati struktur wajah serta penampilan Luna secara lebih dekat. Dan karena ini, Luna terbangun olehnya.
“Berhentilah mengganggu dia Rosie.” Ujar Sierra, namun Luna sudah terlebih dahulu terbangun sebelum gadis itu, Rosie. Berhenti mengganggu tidurnya.
Rosie mundur beberapa langkah. “Baiklah, baiklah..”
Luna memandang sekitarnya, menyesuaikan diri dengan pencahayaan terang saat ini. Cahaya matahari bersinar lembut menyinari langsung ruangan itu melewati jendela.
“Siapa namamu, anak baru?” Tanya gadis itu, Rosie.
“..Luna.” Jawabnya setelah beberapa saat.
“Halo Luna, aku Aline. Mulai hari ini kita adalah teman sekamar. Eh, kurasa bisa dibilang mulai dari semalam.” Kata gadis lain, mengenalkan dirinya secara informal. Ia bersender pada dinding di samping cermin sembari menyisir rambutnya.
“Aku Rosie, gadis tercantik dari seluruh Akademi ini. Mungkin?” Sambung Rosie yang juga ikut mengenalkan namanya.
“Kurasa kau tak begitu percaya dengan perkataanmu sendiri Rosie, karena ada kata mungkin dibalik itu.” Ujar Aline, tertawa namun itu tak disanggah oleh Rosie.
Luna memandang ke arah Sierra seakan menunggunya untuk memperkenalkan dirinya setelah yang lainnya. Namun Sierra melangkah ke arah pintu keluar sebelum itu. “Aku keluar dulu, masih ada yang harus kulakukan.” Katanya.
“Namanya Sierra, dia orang yang tidak suka berbasa-basi dan yaah cukup datar.” Kata Aline.
“Sierra..” Luna memikirkan bahwa semalam gadis itulah yang membawanya untuk masuk.
“Tadi pagi ada orang yang datang mengantarkan barang-barangmu. Dan bajumu kuletakkan disini.”
“Kami akan keluar dulu, sampai jumpa nanti lagi di Asrama, Luna.” Lanjut Rosie, kemudian ia keluar bersama dengan Aline membiarkan hanya Luna disana.
Luna bangun dan melangkah untuk mengambil pakaiannya. Ia melihat ke arah cermin dan mendekati itu untuk bercermin. Namun langkah selanjutnya membuat jantungnya terasa seperti berhenti sesaat, pakaian yang ia pegang terlepas dari genggamannya dan ia seakan membeku di hadapan cermin itu.
Tangannya meraba pipinya, tampak terlihat sedikit kemerahan alami di pipinya, kulitnya tampak cerah dan terasa halus seperti porselen. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai, menunjukkan warna abu-abu dengan kilau lembut yang misterius. Dan matanya berwarna biru cerah, seperti langit yang bersih tanpa awan.
Secara keseluruhan, ia terlihat cantik dengan pesonanya tersendiri, meskipun tubuhnya terlihat sedikit kurus di cermin itu.
“Ini.. Aku?”
^^^“Apa anda tidak merasa penasaran dengan kehidupan asli di dunia ciptaanmu?” ^^^
^^^“Tugasmu adalah menulis ulang Adegan secara nyata sesuai dengan semua yang anda tulis disini, hanya itu. Dan jika beruntung.. Anda bisa kembali.”^^^
^^^“Membosankan? Kupikir cerita ini tidak akan menjadi membosankan lagi jika ada Penulisnya langsung disini.”^^^
Pesan-pesan itu terus muncul di pikiran Luna, seakan terbesit tanpa bisa dikontrol. Kepalanya terasa sakit ketika ia berusaha berpikir dengan lebih dalam, dan dadanya terasa sesak.
“Siapa orang itu?”
“Pasti dia yang melakukannya.”
Luna mengacak rambutnya, ia merasa frustasi.
Dan bahkan ia telah mencoba melukai dirinya sendiri, berharap agar ia dapat segera kembali ke dunianya dan terbangun dari mimpi panjang ini.
Namun usaha-usaha itu gagal, bukannya mendapatkan sebuah kenyataan bahwa akhirnya ia dapat segera kembali ke dunianya. Melainkan sebaliknya, hanya rasa sakit yang dapat ia rasakan dari perbuatan nekadnya itu.
Luna melihat kedua tangannya, kecil dan kurus. Tubuhnya kini tampak sedikit lebih muda dibandingkan tubuh aslinya, mungkin usianya saat ini sekitar 14 tahunan.
Ia tidak tahu apa yang sebenarnya telah pemilik asli tubuh ini alami, namun melihat dari responsif Profesor Ella sebelumnya serta beberapa kalimat yang ia katakan, Luna tahu ada hal tidak beres yang telah terjadi kepada gadis ini, pemilik tubuh aslinya.
“Perundungan..”
“Ya! Perundungan, aku mendengar mereka membicarakan hal ini sebelumnya!” Ucap Luna yakin, sebelumnya Profesor Ella berusaha untuk menginterogasinya tentang hal itu, dan kini Luna tahu mengapa ia melakukannya.
“Pasti pemilik asli tubuh ini telah dirundung..”
“Tugasmu adalah menulis ulang Adegan secara nyata sesuai dengan semua yang anda tulis disini, hanya itu. Dan jika beruntung.. Anda bisa kembali.”
“Dan untuk pesan itu.. Apa maksudnya?”
"Aku bisa.. Kembali?" Pikir Luna, berusaha untuk mencari tahu.
Mau berapa kali pun ia berusaha memikirkan nya, tetap tak ada hasil yang cukup masuk akal untuknya pikirkan.
“Baiklah! Karena aku sudah berada disini, jadi langkah pertama yang harus kulakukan adalah mencari tahu terlebih dahulu tentang dunia apa yang ada disini!” Ujar Luna serius, kini ia telah bertekad.
Luna mengambil kembali pakaiannya yang terjatuh, ia pergi untuk mengganti pakaiannya. Namun cukup aneh baginya untuk keluar dengan pakaian tersebut, meski tak buruk tetapi ia cukup tak terbiasa dengan jubah panjang semacam itu.
Akhirnya ia melangkah keluar dari ruangan itu, Asrama tempatnya tinggal sekarang.
Luna berjalan pelan menyusuri lorong koridor yang amat sangat luas baginya, ada banyak lengkungan di sudut manapun dan bagi siapapun yang baru saja pertama kali kemari pun pasti akan merasa kebingungan untuk menghafal jalan.
Koridor itu tampak sepi tanpa ada seorang pun disana, Luna berpikir jika semuanya telah pergi dari Asrama mereka. Namun tidak dengan seorang gadis yang ternyata berdiri di sudut Koridor, diam-diam memperhatikannya.
Luna menghela nafasnya untuk yang kesekian kalinya.
“Kurasa aku sudah melewati tempat ini beberapa kali, sebenarnya dimana jalan keluarnya?” Ocehnya, sedikit merasa frustasi.
“Nona, apa ada masalah?” Tanya seorang gadis, menghampiri Luna.
Karena kemunculannya yang cukup tiba-tiba dan tidak disadari oleh Luna, itu cukup mengagetkannya.
“Ah maaf, maaf. Apa saya mengejutkan anda?” Tanya gadis itu lagi dengan rasa bersalah.
“Tidak, tidak. Itu bukan salah anda, saya yang memang mudah terkejut.” Ujar Luna, menggeleng.
“Saya melihat anda sudah beberapa kali kembali disini, apa ada yang bisa saya bantu?”
“Ya!” Dengan cepat Luna mengangguk.
“Bisakah anda membawa saya keluar? Lorong-lorong disini tampak sama semua, dan saya cukup kesulitan untuk mencari arah keluar dari Asrama ini.” Pinta Luna.
“Tentu, saya akan membawa anda keluar dari tempat ini. Apa anda Pelajar Pindahan disini?” Ia bertanya sembari mulai berjalan dan Luna mengikutinya disampingnya.
“Em..” Luna bergumam sejenak, ia berpikir tentang situasi kemarin malam ketika Profesor memberitahu Sierra bahwa dirinya adalah Pelajar Tahun Pertama Akademi yang artinya adalah bahwa dirinya bukanlah seorang Pelajar Pindahan.
Luna menggeleng. “Aku masih Pelajar Tahun Pertama disini.” Ucapnya.
“Oh.. Berarti kita berada di Tahun yang sama, aku juga merupakan Pelajar Tahun Pertama yang baru masuk Akademi tahun ini.” Kata gadis itu, tersenyum ramah.
“Boleh kutahu siapa namamu?” Tanya Luna.
“Kamu bisa memanggilku Elena.” Jawabnya.
Nama itu terdengar tidak asing bagi Luna, terasa akrab namun ia tak tahu dimana ia pernah mendengar nama itu.
“Lalu.. Bagaimana aku memanggilmu?” Tanya Elena balik.
“Aku Luna. Senang berkenalan denganmu Elena.” Ujar Luna, Elena tersenyum dan mengangguk.
Mereka telah berjalan melewati beberapa lengkungan, dan Luna masih memikirkan nama tidak asing itu hingga kemudian sebuah nama melewati benaknya, Elena Evigheden.
Nama Pemeran Utama dalam Novel yang telah ia tulis. Namun tidak mungkin jika gadis itu benar-benar merupakan Tokoh Utama dalam Novel Ciptaannya bukan?
Luna melirik gadis itu, dari penampilannya memang sangat cocok dengan deskripsi yang ia tulis di Novelnya.
Elena Evigheden, gadis cantik berkulit putih dengan mata birunya yang mempesona serta bentuk tubuh yang ideal dan rambut pirang alami yang panjang turut melengkapi penampilan sempurnanya.
Untuk melepas keraguannya, Luna mencoba untuk memastikannya secara langsung. “Elena Evigheden..” Gumamnya, Elena memandangnya.
“Apa itu adalah namamu?” Lanjut Luna, menyelesaikan ucapannya.
Gadis itu mengangguk. “Ya, bagaimana kamu bisa tahu nama lengkapku?” Tanyanya kembali.
Jawaban darinya tentunya sangat mengguncang hati Luna, mau bagaimanapun ia belum siap atas situasinya saat ini.
Sebelumnya ia tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi secara nyata kepada dirinya sendiri, tentu saja karena ini semua sangat tidak masuk akal untuk dipikirkan dari sisi manapun.
Tugasmu adalah menulis ulang Adegan secara nyata sesuai dengan semua yang anda tulis disini
Pesan itu kembali terlintas seolah peringatan yang tak kunjung hilang.
“Apa ini adalah maksud dari Pesan itu? Pesan itulah yang telah membawaku masuk kesini, ke dalam Cerita Novel yang telah kutulis sendiri. Dan.. Apa orang itu ingin aku berpartisipasi dalam Adegan nyatanya juga?”
Elena berhenti sesaat, ia bertanya karena menyadari ada sesuatu dari Luna yang tidak beres. “Luna, apa kamu baik-baik saja?” Tanyanya khawatir.
Di tengah itu, Luna berusaha tersenyum agar Elena tidak merasa khawatir serta mencari tahu lebih dalam atas kondisinya.
“Aku tidak apa-apa, hanya merasa sedikit pusing saja.” Ujarnya.
Mereka kemudian lanjut berjalan, namun tidak ada percakapan yang terjadi lagi selama itu.
Pikiran Luna menjadi berisik setelah beberapa saat ia mengetahui semuanya, jika dipikir dan dilihat kembali dari situasi malam itu, serta dengan penjelasan dari Profesor Ella yang mengatakan bahwa tempat ini adalah Akademi Aden.
Dapat dipikirkan secara terperinci lagi bahwa tempat ini memang adalah Dunia yang diciptakan olehnya sendiri, Dunia dalam Novel berjudul Whispers of the Enchanted Realm.
“Elena!” Seseorang memanggilnya, dan Luna turut menoleh ke arahnya.
“Profesor Eloise mencarimu.” Katanya.
“Baiklah, aku mengerti.” Ucap Elena, gadis itu kemudian pergi setelah selesai menyampaikan pesannya.
“Luna, aku harus pergi, kamu hanya perlu berjalan lurus dari sini untuk dapat keluar dari Asrama. Disana adalah Taman, dan setelah kamu berjalan sedikit lebih jauh lagi kamu akan dapat melihat Akademi dengan lebih luas lagi.” Ujarnya, Luna mengangguk. Dan ia kemudian pergi terlebih dahulu dari tempat itu.
Luna kembali melangkah, kali ini suasana hatinya sudah sedikit lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Ia memandang sekitarnya, banyak Lukisan indah terpajang di dinding-dinding itu sampai akhirnya ia memasuki ke lorong koridor yang lebih terbuka, banyak tanaman indah yang tumbuh di sana, bunga-bunga yang bahkan belum pernah ia lihat dan ketahui bahwa itu ada di Dunia ini.
Semakin ia melangkah, semakin takjub pula dirinya.
Hal-hal aneh seperti warna Tanaman yang berubah dengan cepat setelah beberapa detik dan proses mekarnya bunga yang berlangsung instan, tentunya hal ini tak dapat diproses secara logika jika itu terjadi di Dunia nyata.
Dari jarak beberapa langkah, Luna melihat sebuah bunga yang telah layu dan tak lama kemudian bunga itu gugur hingga akhirnya kembali tumbuh menjadi suatu bentuk bunga baru yang indah kembali.
Seorang wanita disana, berdiri di samping bunga itu. Ialah yang membangunkan kembali seluruh bunga indah disana.
Tampaknya kehadiran Luna disana disadari oleh wanita tersebut. “Bukankah bunga-bunga ini tampak indah?” Katanya. Luna menoleh ke sekitarnya, mencoba memastikan dengan siapa wanita itu berbicara sekarang.
“Jenis bunga-bunga ini tumbuh berbeda di setiap musimnya, dengan gaya dan wujud yang selalu berubah.” Lanjut wanita itu, kali ini ia memandang ke arah Luna.
Luna melangkah mendekat. “Bagaimana cara anda melakukannya?” Tanyanya penasaran.
“Dengan Sihir semua hal bisa dilakukan dengan mudah.” Jawabnya.
“Sihir?”
“Disini bahkan ada Sihir?!”
“Jika penasaran, anda bisa mengikuti Kelas Herbologi atau Kelas Botani Sihir. Kedua Kelas itu mencakup tentang Sihir beserta manfaat penggunaannya untuk Tanaman-Tanaman ini.” Ucap wanita itu kepadanya.
“Dimana saya bisa masuk ke Kelas itu?”
Wanita itu menatapnya seakan berkata, serius? Kau bertanya kepadaku?
Tentunya tatapan itu membuat Luna merasa tidak nyaman. “Apa ada yang salah, Nyonya?” Tanyanya lagi.
“Oh, tidak, tidak. Untuk memilih Kelas ulang, anda bisa menemui Profesor Darla, dia yang akan mengatur ulang Kelasmu jika anda mau.” Ucapnya.
“Bukankah seharusnya saat ini para Pelajar Sedang berkumpul di ruang Aula Utama? Mengapa anda masih berada disini?”
“Benarkah? Pantas saja aku tak melihat ada Pelajar lain lagi disini..” Gumam Luna, mempertimbangkan suasana sepi yang dilaluinya sedari tadi.
“Bisakah anda memberitahu saya jalan untuk menuju ke ruang Aula itu?” Pinta Luna.
Wanita itu akhirnya memberitahu Luna jalan apa saja yang perlu ia lewati untuk tiba di ruang Aula Utama Akademi ini, dan Luna mengikuti Jalur paling cepat yang dikatakan oleh wanita itu kepadanya.
Wanita itu masih memandangi Luna yang telah pergi. “Melihat dari pakaian yang dikenakan dan usianya.. Bukankah dia adalah seorang Pelajar? Pembukaan untuk Pelajar Tahun Pertama sudah berlalu sekitar 6 bulan yang lalu, dan bukankah seharusnya semua Pelajar sudah memiliki Kelas yang mereka pilih sendiri?” Pikirnya, merasa cukup aneh atas ketidaktahuan Luna.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!