NovelToon NovelToon

BOSS WITH BENEFIT

CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA

"Namanya siapa?" tanya Gavindra pada Bimo sang asisten. Gavindra adalah seorang pebisnis muda, pemilik pabrik skincare sedang menatap intens pada seorang gadis yang merupakan karyawan di perusahaannya.

Tiba-tiba saja bagian tubuh bawah Gavindra menegang saat menatap gadis itu. Sebuah moment yang sudah lama tak dirasakan oleh Gavindra, merasakan gairah bangkit setelah dikhianati oleh sang kekasih. Padahal, gadis itu tidak memakai pakaian terbuka, malah sangat sopan.

Gadis itu bernama Jasmine Putri, salah seorang tim content spesialist di perusahaan Gavindra. wajahnya cantik, postur tubuhnya tinggi, dan kepiawaiaannya public speaking menarik perhatian Gavindra yang baru menginjakkan kaki di perusahaan ini.

Selama ini perusahaan miliknya dihandle oleh sang kakak, dia melanjutkan sekolah Magister dan bekerja sebagai multinasional networking di Australia, dan sekarang sang kakak harus pindah ke Singapura mengikuti sang suami, otomatis Gavindra menghandle perusahaan yang sudah dirintis sejak menjadi mahasiswa semester 3 dulu.

"Ada yang salah dengan Mimin?" tanya Bimo kaget. Setahu dia, kalau Gavindra lebih disiplin daripada sang kakak. Bimo dan Gavindra teman sejak SMP. Saat Gavindra ke Australia, mencari pengalaman dalam dunia bisnis serta S2 di sana, ia menyerahkan perusahaan skincare ke sang kakak yang dibantu Bimo. Sehingga lelaki play boy ini lebih tahu soal karyawan.

Menurut Bimo, Mimin bukanlah karyawan yang bermasalah, justru dia karyawan baru yang potensial. Kerjanya cekatan serta kemampuan otaknya luar biasa, tapi cerewetnya naudzubillah. Bahkan Bimo yang dikenal playboy tidak pernah berhasil mengajak Jasmine jalan. Sungguh, harga diri sebagai playboy nyungsep di hadapan Jasmine.

"Mimin?" tanya Gavindra heran, gadis secantik itu namanya Mimin? Gak salah. Bimo pun menjelaskan nama panjang dan nama panggilan Jasmine kalau di kantor. "Lo kayaknya tahu banget sama dia, Bim? Naksir?" tanya Gavindra dengan tawa sinis, sembari menepuk pundak asisten pribadinya.

Bimo hanya cengengesan, dari gelagatnya saja Gavindra tahu, kalau Bimo termasuk pengincar Jasmine. Fix perempuan unik sampai Bimo mengincar. Terlebih pengakuan sang asisten bahwa dia tidak pernah berhasil mengajak Jasmine kencan. Wah, jiwa laki-laki Gavindra jelas tertantang. Masa' iya Jasmine menolak pesonanya.

Gavindra pun ikut meeting darurat dengan tim content, sejenak ia memberikan kode pada beberapa karyawan yang melihatnya untuk diam, agar Jasmine tidak terganggu dan diskusi mereka tetap jalan.

Permasalahan mereka ternyata terletak pada model yang biasa mereka hire, sedang sakit. Sehingga proses syuting dan upload video di web serta media sosial perusahaan terganggu. Jasmine mengusulkan untuk ganti model, toh untuk sementara. Sedangkan Surya, manajer pemasaran tidak berkenan. Selain sudah kontrak, model tersebut juga mengatakan minta istirahat 3 hari saja sampai kondisi pulih.

"Ya gak bisa dong, Mas Sur. Deadline promosi moisturizer ini masa' iya diundur, kasihan tim kita dong sudah list beberapa agenda, harus mundur sedangkan promosi produk lain juga tetap jalan!" kekeh Jasmine menolak, berharap bagian pemasaran bisa menerima solusi yang ditawarkan oleh Jasmine dan tim content lainnya.

Gavindra bertanya pada beberapa karyawan di dekatnya, apa duduk permasalahan sehingga Jasmine sengotot itu. Gavindra paham, dan suka dengan pemikiran Jasmine yang punya second opinion dalam masalah ini, yakni ganti model baru, dan model yang sudah dikontrak bisa dialihkan ke produk selanjutnya. Toh, dalam kontrak juga disebutkan bahwa akan diganti model lain bila model tersebut sakit dalam waktu kurun waktu tertentu.

“Bagaimana kalau Nona Jasmine yang menjadi modelnya?” peserta meeting langsung menoleh ke sumber suara. Bahkan gerakan kepala Bimo melebih kecepatan cahaya, terlalu kaget mendengar usulan Gavindra. “Benarkan?”

Semua orang menelan ludah kasar, mau menggeleng juga mana berani, berhadapan dengan bos baru yang katanya lebih displin dan lebih julid dari sang kakak. Keberanian mereka tak sebesar itu. Sedangkan Jasmine yang ditunjuk langsung hanya bisa melongo, mengerjapkan mata beberapa kali, bahwa moment ini nyata. “Mbak Sandra, Pak Bos mabuk?” bisik Jasmine sembari menggenggam tangan seniornya.

“Bagaimana Pak Sur?” Gavindra meminta pendapat manajer pemasaran itu. Jelas Surya ingin menolak. Diganti dengan model lain saja ia tak mau apalagi diganti dengan Jasmine yang menurutnya level kecantikan Jasmine di bawah jauh dari model.

“Kalau menurut saya, tetap menunggu model utama, Pak. Silahkan produk yang sudah siap syuting bisa naik dulu.”

Tim content langsung menurunkan pundaknya, jelas Pak Sur tidak bisa diajak kompromi. Action plan dari tim content sudah ditata sedemikian rapi malah diobrak-abrik Pak Sur hanya karena model kebanggaannya sakit. Shit!

Gavindra pun memberi jalan tengah, kalau memang Jasmine ditolak menjadi model oleh Pak Sur, maka solusi yang diberikan Pak Sur bisa dikerjakan oleh tim produksi dan tim content. Meeting berakhir dengan mengikuti saran dari Pak Sur. Tim produksi dan tim content bisa apa selain menurut padahal action plan yang disusun oleh tim content sudah ditunjukkan kepada model produk lain. Mereka jelas punya pekerjaan lain, tak mungkin sekali mau syuting dadakan juga.

“Gila si Surya, sengotot itu memeprtahankan modelnya,” protes Sandara ketika sudah masuk ke ruangan tim content. Dirinya memang sudah muak dengan Surya ini terlalu memanjakan model itu. Sudah berapa kali tim content harus reschedule jadwal demi menyamakan jadwal dengan model itu. Harusnya model lah yang menurut jadwal perusahaan, tapi khsusus model kesukaan Pak Sur tidak. Model yang mengatur tim, emang sinting!

“Jangan-jangan Pak Sur ada main sama dia?” tebak Jasmine langsung menepuk bibirnya. Sedangkan yang lain hanya menghela nafas berat. Gosip itu sudah lama beredar. Pak Sur selalu memiliki model kesayangan dan jelas saja sudah dikencani oleh pria berusia 30 tahun itu. Jasmine saja yang baru bergabung, tidak tahu lebih dalam kinerja Pak Sur.

“Udah lama kali, Tot!” sahut Fadli jengkel mendengar tebakan Jasmine yang gak update itu.

“Tat tot tat, geli kuping gue!” sahut Jasmine tak kalah kesal karena dipanggil bontot oleh para senior.

“Sama, berasa seperti ngajak Ngen*ot,” sahut Sandra tak kalah absurd. Ya Allah tolong, punya senior kok mulutnya tanpa rem begini. Telinga Jasmine sering kali mendengar istilah dewasa, dirinya yang masih berumur 21 tahun jelas saja merinding disko dengan istilah-istilah itu.

“Eh, Min. lo udah kenal sebelumnya sama bos?” tanya Fadli tiba-tiba. Padahal mereka sudah menghadap laptop, fokus pada pekerjaan masing-masing. Malah Fadli memancing kekepoan yang lain.

“Kenal apaan, baru tahu juga tadi secara real. Biasanya lewat foto segede gaban depan lobi!” sahut Jasmine tak kalah sewot. Jengkel juga bila mengingat Namanya disebut sebagai model oleh bos itu. Bagi Jasmine, mata bosnya minus kali. Wajah Jasmine jelas saja tidak masuk ke kriteria cantik untuk dipotret, malah diajukan jadi model. Geger dunia padepokan.

“Senyum aja terpaksa, apalagi lihat kamera!” goda Fadli yang langsung dilempar bolpoin oleh Jasmine, dia gak sejelek itu kali. Cuma kaku aja kalau berhadapan di depan kamera, disyuting dan diupload ke media sosial lagi. Ouh tidak mungkin.

“Gue kira sih bos naksir lo, Min. Cinta pada pandangan pertama,” ujar Sandra mendramatisir dan membuat Jasmine memegang kepalanya, pening tiba-tiba.

PENGAKUAN BOS

Cinta pada pandangan pertama? Hah, Jasmine tersenyum sinis mendengar istilah itu, apalagi seorang bos memiliki perasaan padanya, sangat tidak mungkin. Jasmine sadar dirinya siapa, hanya seorang karyawan biasa yang tak punya kelebihan apapun untuk menarik cinta bos Gavindra. Terlebih, Jasmine tak percaya akan cinta.

Baginya cinta hanya sebuah rasa yang membuat sakit hati. Orang mengatakan cinta itu indah, dan membahagiakan, tapi mereka lupa untuk mengatakan untuk mendapat cinta yang indah dan bahagia membutuhkan proses dan perjuangan yang luar biasa, bahkan bisa menyakiti hati, dan belum tentu semua orang bisa mencapai level itu.

Sebut saja orang tua Jasmine, dulunya saling mencinta hingga membuahkan dirinya, namun proses pendewasaan dalam mempertahankan cinta gagal, sehingga Jasmine sebagai anak menjadi korban keegoisan mereka.

Ibu, kata orang kasih sayangnya sepanjang masa pada anak. Namun itu hoax. Ibu Jasmine tega meninggalkan Jasmine. Menitipkan Jasmine kecil pada neneknya, dengan alasan menjadi TKW sampai Jasmine berusia 21 tahun tak pernah kembali lagi.

Sedangkan kata orang, Ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Lagi-lagi Jasmine tak mendapatkan itu. Setelah perceraian dengan ibu Jasmine, sang ayah lupa kalau mempunyai anak perempuan. Dia pergi sebebas mungkin layaknya seorang perjaka tanpa tanggung jawab, hingga Jasmine bisa mencari uang, tanpa pernah merasakan nafkah dari sang ayah.

Kejam ya mereka? Andai saja, Jasmine bertemu dengan mereka, boleh gak sih dia tidak menyapa atau memanggil ibu dan ayah. Sepertinya tingkah mereka tak patut mendapat panggilan itu. Karena mereka juga, Jasmine tak mau mengenal cinta. Tak percaya semua orang di dekatnya kecuali sang nenek. Hanya nenek yang dipercaya Jasmine, namun lagi-lagi Jasmine harus dipisakan oleh orang tulus seperti nenek karena kematian.

Lalu sekarang bos yang baru saja datang, disebut cinta sama Jasmine, khayal. Mana mungkin secepat itu. Jasmine jelas tak percaya.

Sedangkan Gavindra sendiri masih memikirkan pesona gadis itu. Bahkan ia tersenyum sendiri mengingat signal tubuh bawahnya beraksi cukup kuat, seolah menemukan rumah yang pas untuk dimasuki. Sial.

Gavindra mengacak rambutnya kesal, apa yang harus ia lakukan untuk mendekatinya. Sepertinya dia tidak mudah didekati, atau bahkan disuguhkan modus playboy seperti Bimo.

"Vin, lo naksir Jasmine?" tanya Bimo tiba-tiba masuk ke ruangannya, membawa ponsel dan laptop, sepertinya dia mau mengerjakan pekerjaan di ruangan ini.

"Iya!" jawab Gavindra tegas.

"Kan lo tahu gue naksir dia, Vin!" protes Bimo tak terima. Mungkin kalau mereka bersaing, di depan kuku saja bisa ditebak siapa yang akan dipilih Jasmine. Jelas Gavindra lah.

"Sebenarnya gue juga gak naksir sama dia kali, Bim. Hanya saja si Elang (panggilan untuk tubuh bawah Gavindra) langsung berdiri pas lihat dia."

Bimo melongo, tak menyangka saat Gavindra di ruang meeting ternyata menahan hasrat. "Lo?"

Gavindra mengangguk, bermain bolpoin seraya mengingat betapa kuatnya si Elang menegang. Bahkan kalau orang yang memperhatikannya tadi, telinga Gavindra jelas memerah. Beruntung tak ada yang lihat, bahkan Bimo saja tak sadar.

"Bisa bangun ternyata," ejek Bimo yang tahu permasalahan Gavindra sejak dikhianati sang kekasih. Bimo ingat betul, saat dia mengunjungi Gavindra di Ausie dulu, mereka sempat ke club, dan banyak perempuan yang berpakaian sexi menggelayut manja di lengan Gavindra, tapi tak ada respon sama sekali.

Bimo sudah blingsatan ingin memangsa semua perempuan di hadapannya, tapi Gavindra sangat anteng. Dia minum jus jeruk tanpa meladeni para perempuan itu serta tanpa mau menyentuh alkohol. Prinsip yang ia pegang sejak dulu, tak pernah mau meniduri perempuan kecuali yang ia cintai. Dengan mantan pun Gavindra mengaku belum pernah. Nah apakah dengan Jasmine ini ia akan merobohkan keteguhannya menjadi pria baik. Perlu dibuktikan.

"Dia susah sih didekati, kalau menurut gue jangan terlalu menunjukkan kalau lo suka sama dia. Percaya, gue terlalu berambisi, dilirik saja tidak."

"Lo emang gak ganteng-ganteng amat sih, Bim! Makanya ditolak."

"Dih sialan lo," ujar Bimo tak terima.

Nyatanya Gavindra juga mendengar saran Bimo. Masih mengamati pergerakan Jasmine saja. Dia pun sok-sok an tak tertarik pada gadis itu. Saat berpapasan dengan Jasmine pun, ia berlagak seperti bos sombong yang tak bisa disentuh oleh karyawan.

Namun, Bimo hanya berdecak sebal. Jaim lo! Ceplos Bimo kesal.

Benar kata Bimo, Jasmine memang sulit didekati. Dia sangat profesional, dan bergaul baik dengan beberapa rekan dari tim lain. Semakin hari, Jasmine terlihat cantik dan mempesona, dan hal itu semakin membuat Gavindra tersiksa.

Bagaimana tidak, saat mereka berpapasan, terpaksa Gavindra harus masuk ke ruangannya secepat mungkin. Sesak sudah celananya. Ia sampai memejamkan mata untuk menahan hasrat itu. Sangat tersiksa cuy. Gavindra harus segera bertindak.

"Bim, panggil Fadli, Arga dan juga Tomi ke ruangan!" pinta Gavindra tegas. Bimo yang sedang menganalisis hasil penjualan kaget mendapat perintah itu. Ada apa? Belum satu bulan masa' iya mereka bermasalah dengan Gavindra. "Setelah makan siang!" titahnya lagi.

Ketiga pegawai itu bingung juga kenapa dipanggil bos baru, perasaan mereka tak melakukan kesalahan ataupun datang terlambat. Sebagai sesama pria, mereka sih tak cemas berlebihan ketika dipanggil, prinsip mereka bertiga bila ditanya maka akan dijawab begitu saja, tanpa overthinking berlebih.

Wajah bos juga tak terlalu menyeramkan, pertanda tak ada masalah yang serius. "Kamu Fadli, benar?" tanya Gavindra sembari menunjuk rekan kerja Jasmine. Menurut pandangan Gavindra, gadis incarannya itu sering sekali duduk berdampingan dengan Fadli apalagi kalau sudah menatap layar laptop, pasti mereka sangat serius. Yah wajar juga sebenarnya, mereka satu tim.

"Kamu Tomi?" tunjuk bos pada seorang pemuda yang berasal dari tim pemasaran, baru tadi pagi Gavindra memergoki Jasmine bicara dengan Tomi. Sepertinya mereka hanya sesekali terlibat diskusi serius.

"Dan yang terakhir, Arga. Betul?" tanya Gavindra menujuk pria terakhir yang ia panggil. Pria itu adalah kakak kelas Jasmine di SMA, kalau Arga berada di devisi keuangan. Sebenarnya jarang interaksi, hanya saja sudah dua kali Gavindra memergoki Arga makan siang bersama Jasmine.

Ketiga pria ini dipanggil karena alasan intensitas berinteraksi dengan Jasmine. Saat diungkapkan ketiga pria tersebut kaget. Hanya karena Jasmine mereka masuk ke ruangan bos ini? Sungguh tak penting sekali. Bahkan mereka dibuat melongo saat bos mengutarakan permintaan khusus kepada mereka.

"Saya menyukai Jasmine, dan tolong saya minta kalian atau siapapun pria meminimalisir berinteraksi dengan gadis incaran saya!"

Ketiga pria itu saling tatap. Nih bos baru, gak masalah kah mengungkapkan perasaannya pada mereka yang benar-benar menganggap Jasmine hanya rekan kerja. Kayaknya bos salah alamat deh memanggil mereka. Semua orang di kantor tuh tahu bahwa Jasmine tak mau terlibat asmara di kantor.

TANGGAPAN

Fadli berdehem, sepertinya dia akan meluruskan pandangan Pak Bos tentang Jasmine. Sebagai rekan kerja, Fadli tentu tahu kebiasaan Jasmine soal asmara, bukan karena ia punya rasa. Fadli sendiri sudah punya pacar, memang benar-benar murni rekan kerja bersama Jasmine.

"Dia punya latar belakang keluarga yang kacau, Pak. Dia tidak percaya yang namanya cinta atau bahkan pernikahan!" jelas Fadli, satu tim saat makan siang bersama pernah diskusi soal married dan semua melongo saat mendengar pandangan Jasmine tentang pernikahan.

"Dia memang sejak kecil tinggal bersama neneknya, dan saat dia semester 8 kemarin, neneknya meninggal!" lanjut Arga yang memang tahu keluarga Jasmine. Bahkan mantan pacar Arga adalah teman kelas Jasmine.

"Semisal Pak Gavin mau mendekati sih, gak masalah hanya saja saya sarankan untuk tidak to the point. Buat dia nyaman saja dulu dekat Pak Gavin, setelah itu dia bisa dekat dan mau cerita kok!" saran Fadli selogis mungkin.

Gavindra pun mengizinkan mereka keluar, dan meminta mereka untuk keep pengakuannya. Ia akan mengikuti saran Fadli, tapi dengan memberi ultimatum dari kalian bertiga jangan terlihat terlalu dekat dengan Jasmine, bahkan sampai terlihat Gavindra. Bakal ditegur nanti.

Percayalah ketiga pria itu keluar dari ruangan bos langsung tertawa ngakak. Bagaimana tidak, mereka dipanggil hanya karena perasaan. Ya Tuhan, nih bos kok gak ada jaim-jaimnya sih. Biasanya bos kan tidak mau ketahuan suka sama karyawannya, nah ini malah langsung konferensi pers.

"Kenapa sih?" tanya Jasmine saat Fadli masuk ke ruangan dengan tawa dan menggelengkan kepala berkali-kali.

"Kesambet di ruangan bos lo?" sindir Sandra masih dengan mata fokus pada layar laptop.

Jasmine yang tidak tahu apa-apa, menggeser kursinya. Mendekati seniornya, Fadli dan Sandra. "Kenapa Kak Fadli dipanggil? Berbuat salah?" tanya Jasmine dengan wajah polosnya mendekati Fadli.

"Minggir sana!" ujar Fadli sembari mendorong kursi Jasmine hingga kembali ke tempat semula. Namun, Sandra yang heran. Sejak kapan Fadli ogah duduk di dekat Jasmine. Dua rekannya ini bagaikan perangko, selalu dekat dan sefrekuensi dalam hal pekerjaan. Namun kali ini Sandra menangkap ada yang aneh pada sikap Fadli.

Sebagai ketua Tim, Sandra tak mau anak buahnya saling sikut soal pekerjaan. Maka diam-diam Sandra mengirim chat pada Fadli, dan pura-pura fokus pada laptop.

Kenapa lo? Ada masalah sama Jasmine?

Iya.

Serius?

Duarius malah.

Sandra langsung menatap tajam pada Fadli. Buruan jawab.

Bos naksir Jasmine.

"Sumpah?" teriak Sandra namun kemudian sadar bahwa sedang chat rahasia bersama Fadli. "He, sori mama gue bilang mau makan seblak level 10."

Beruntung Jasmine tak memperpanjang. Sandra pun kembali meneruskan chat dengan Fadli.

Gimana ceritanya?

Sesuai dugaan kita. Pak Bos cinta pada pandangan pertama sama si bontot.

Terus?

Ya kita cowok-cowok kantor jangan terlalu dekat sama Jasmine.

Diancam?

Yoi

Gila bener. Selevel bos siap-siap dikick sama Jasmine.

Nyatanya Gavindra tidak menunjukkan secara jelas kalau dia naksir Jasmine, bisa dibilang profesional sebagai bos. Hanya saja bagi Fadli, Arga dan Tomi sadar kalau saat rapat begitu yang melibatkan Jasmine, bos selalu duduk di samping Jasmine. Bahkan pernah Jasmine batuk, Pak Bos dengan tanggap langsung membukakan air mineral buat Jasmine meski dia fokus pada analisis meeting. Langsung disodorkan begitu tanpa melihat.

Peserta meeting jelas shock, bahkan Jasmine saja kaget. Ia malah terus menatap botol itu seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru.

"Bos emang gitu ya sama karyawannya?" tanya Jasmine belum paham dengan situasi. Sedangkan Fadli dan Sandra hanya menghela nafas pelan, nih anak kelamaan tak mengenal cinta makanya tak peka.

"Min, lo sadar gak sih orang kalau naksir lo seperti apa?" tanya Sandra setelah merekakeluar meeting dan kembali ke ruangan masing-masing. Sesuai dugaan, Jasmine akan mengedikkan bahu.

"Harusnya lo peka, Min. Biar gue bisa santai kerja bareng lo," senggol Fadli. Sengaja, sejak ultimatum itu keluar, dia bahkan menghindar berdekatan dengan Jasmine. Diskusi pekerjaan saja selalu terhalang meja Jasmine sekarang. Sampai gadis itu bingung apa dia bau badan.

"Ini sebenarnya ada apa sih, Kak?" tanya Jasmine peka kalau urusan sindir- menyindir. Kemarin juga Arga yang biasanya asyik buat diajak makan di luar kantin, menolak dengan alasan gue butuh ketenangan saat kerja, Min.

Sandra menatap Fadli, sepertinya memberi bocoran pada Jasmine gak masalah, agar rekan kerja cowok yang berdiskusi dengan Jasmine nyaman saja. "Mbak San aja yang jelasin," ujar Fadli cuek.

Sandra pun menghela nafas dan mengajak Jasmine keluar makan siang di luar kantin, biar ngobrolnya enak juga. Bahkan saat keluar lift, mereka berpapasan dengan Gavindra dan Bimo, layaknya karyawan pasti menunduk hormat.

Setelah memesan menu makan siang, Sandra pun menjelaskan apa yang terjadi akhir-akhir ini pada karyawan cowok yang berinteraksi dengan Jasmine. Ada ultimatum dari bos langsung, untuk meminimalisir interkasi dengan gadis itu.

"Lah apa urusannya? Meski dia bos gak bisa kasih aturan gue mau dekat sama siapa!" protes Jasmine mode sumbu pendek.

"Ya kan bos naksir lo, Min. Ya mungkin beliau gak mau aja lo naksir ke cowok lain," ujar Sandra menjelaskan rasa cemburu yang dialami sang bos itu.

"Ya tapi, Mbak. Sebagai bos kan harusnya profesional saat kerja, kalau dia bertemu dengan banyak Jasmine di luar sana apa iya disukai semua. Aneh deh. Lagian kalau suka sama gue apa gak bosen tiap hari ketemu!"

Sandra langsung menepuk jidatnya, terlalu polos atau bagaimana sih, namanya orang suka pasti gak ada bosennya lah kalau bertemu tiap hari. Namun berbeda dengan keadaan Jasmine yang memiliki bad inner child soal empati dan sayang. Hatinya terlalu keras dan sangat idealis. Menganggap tak patut jatuh cinta dalam satu lokasi kerja.

Sandra sendiri tak bisa memaksa Jasmine harus menanggapi perasaan bos. Ia berharap agar Jasmine tidak terlalu dekat dan banyak guyon dengan teman kerjanya. "Sok sok an ngatur kehidupan pribadi orang!" gerutu Jasmine yang malah hilang respect pada Gavindra.

Benar saja, sikap Jasmine terlihat sangat berbeda sekarang. Ia tak peduli dengan perasaan Gavindra. Bahkan ia dengan terang-terangan bilang santai aja kali, dia bukan siapa-siapa gue yang berhak mengatur gue dekat dengan siapa.

Alhasil Jasmine tetap mendekati Fadli untuk urusan kerja, bahkan Fadli sepertinya mengikuti arus Jasmine sehingga keadaan yang sempat berjarak klop lagi. Sandra pun setuju dengan pemikiran Jasmine, tak patutlah mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Malah tampak tidak profesional juga.

Jasmine sangat menghindar bertemu dengan Gavindra, sebisa mungkin ia tak berpapasan dengan bos itu. Bahkan saat bos keliling ruangan, ia sengaja keluar meski tetap bersikap sopan, ada saja alasannya, dan Gavindra pun menyadari perubahan sikap Jasmine.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!