NovelToon NovelToon

Rahim Untuk Mantan Kakak Iparku

Ajakan Selingkuh

"Ini gara-gara kamu mas aku jadi malu di hadapan teman-teman kantorku." Ucap seorang wanita berpakaian kerja super ketat dan make up menor ala penyanyi hajatan bernama Nadya Anindya.

"Kenapa harus malu Nadya, aku diPHK bukan karena melakukan kesalahan. Tapi perusahaan tempatku bekerja sudah bangkrut." Teriak seorang pria dewasa.

"Mas, aku dulu mau kamu ajak menikah karena profesimu sebagai manager perusahaan besar. Sebanding denganku yang seorang sekretaris." Sahut Nadya.

"Jadi kamu tidak tulus mencintaiku? Apa 7 tahun kebersamaan kita tidak membuatmu mengingat betapa aku sudah banyak berkorban untukmu." Ucapan penuh kekecewaan pria tampan bernama Gibran Kavi Mahendra suami Nadya.

"Pengorbanan apa yang sedang ingin kamu ungkit mas? Membelikan aku rumah mewah ini? Mobil? Bukankah itu memang sudah menjadi kewajibanmu sebagai seorang suami. Lagi pula selama 5 tahun, aku terus dicecar sana sini kenapa belum juga punya anak. Jadi anggap saja pengorbananmu itu setara dengan rasa malu yang aku alami."

"Masalah anak, bukankah aku tidak pernah menuntutmu untuk hamil Nadya. Dan kita juga sudah memeriksakan diri ke Dokter. Kita sehat, hanya belum waktunya saja. Mungkin karena kita tidak memiliki quality time karena sama-sama sibuk." Ucap Gibran menyanggah omongan istrinya.

"MASALAHNYA AKU TIDAK PERNAH PUAS, KAMU TERLALU LEMAH." Teriak Nadya.

"Apa maksud kamu, aku terlalu lemah? Jangan mencari kambing hitam Nad. Aku selalu berusaha menuruti gairah sexmu yang kelewat liar. Kamu yang hyper, jadi jangan salahkan aku karena aku normal." Jawab Gibran mulai tersulut emosi.

"Bukan karena aku hyper, tapi kamu yang letoy tidak bisa bertahan lama. Dasar suami impoten."

"Bagaimana aku bisa hamil, jika kamu saja tidak bisa memberiku kepuasan. Sudahlah, intinya jangan pernah datang menjemputku lagi. Jangan mengaku kalau mas adalah suamiku, sampai mas mendapat pekerjaan layak yang setara denganku." Ucap Nadya kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Pertengkaran yang akhir-akhir ini kerap terjadi setelah Gibran diPHK.

Gibran seorang pria pekerja keras yang terlahir sebagai yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan maut saat dia kecil. Gibran sekolah dari SD hingga kuliah dari beasiswa dan membantu tetangga menjajakan dagangannya keliling kampung.

Saat kuliah Gibran jatuh cinta pandangan pertama dengan Nadya sang mahasiswi populer. Tapi cintanya ditolak.

Hingga suatu saat Nadya yang butuh kecerdasan Gibran lantas memanfaatkan ketulusan cinta pria itu. Menerimanya sebagai seorang kekasih dengan syarat. Gibran harus membantunya menyelesaikan seluruh tugas kuliah bahkan skripsi Nadya. Tanpa Gibran sadari dirinya hanya dijadikan bahan taruhan seorang Nadya. Sampai ketika Gibran diterima kerja sebagai seorang manager perusahan besar.

"Baiklah aku mau menikah denganmu asal kamu bisa membelikan rumah dan juga mobil mewah untukku. Karena aku tidak suka hidup melarat, kamu harus memenuhi kebutuhan hidupku yang tinggi. Dan tidak melarangku terus bekerja sebagai sekretaris." Ucap Nadya saat Gibran melamarnya. Tanpa berfikir panjang, Gibran menyanggupi seluruh syarat yang diajukan Nadya.

Gibran sangat mencintai Nadya dengan tulus, tapi Nadya hanya mencintai uang dan jabatan yang dimiliki Gibran saat itu. Dan yah, Nadya memiliki kelainan orientasi seksual. Tanpa Gibran tahu jika istrinya itu sering berhubungan dengan pimpinan di perusahaan tempatnya bekerja. Sedangkan alasan Nadya belum juga hamil, karena dia memasang kontra sepsi.

Nadya tidak ingin hamil anak dari pria yang tidak dicintainya. Ada alasan lain mengapa Nadya menerima Gibran sebagai seorang suami. Bukan sekedar taruhan atau karena gengsi, tapi lebih dari itu.

Gibran menatap sendu pintu kamar mandi yang dibanting oleh istrinya. Sehina itukah dirinya di mata wanita yang teramat dicintainya itu.

"Nad, bisakah kamu kalau kerja pulang lebih awal?" Tanya Gibran melihat istrinya telah selesai mandi.

"Kenapa kamu mengaturku mas, aku itu kerja bukan keluyuran seperti yang sedang kamu pikir tentangku. Kalau bukan aku yang memenuhi kebutuhan hidup kita, lalu siapa? Apa kamu mampu?" Ucap Nadya menatap suaminya dengan tatapan meremehkan.

"Sudahlah aku capek, mau tidur. Jangan ganggu aku." Ucap Nadya.

"Tapi, aku belum makan malam Nad. Tidak kah kamu berniat melakukan tugasmu sebagai seorang istri?" Tanya Gibran dengan suara lirih.

"Minta saja sama Bik Narti, jangan manja jadi laki-laki." Jawab Nadya ketus kemudian membungkus tubuhnya dengan selimut hingga leher.

Dengan langkah gontai, Gibran keluar dari kamar menuju ruang makan. Pembantu di rumahnya tentu saja sudah tidur sejak tadi, karena sekarang sudah jam 11 malam.

"Semua makanan ini sudah dingin, tidak enak lagi untuk dimakan. Sebaiknya aku buat mie instan saja buat pengganjal perutku malam ini." Ucap Gibran tanpa semangat.

Di sebuah rumah yang terletak tidak jauh dari kediaman Gibran, suasana dapur pagi buta ini sudah tercium aroma wangi masakan. Siapa yang tengah memasak, kalau bukan Freya Zalika Adifa pelakunya. Kebiasaan mahasiswi semester akhir yang sudah bangun dan melakukan banyak pekerjaan rumah sebelum dia berangkat kuliah. Sebagai bentuk balas budinya.

Freya tinggal bersama dengan Paman kandungnya, kakak dari almarhum Mamanya. Tapi di rumah yang sebenarnya adalah miliknya itu, Freya tidak diperlakukan layaknya seorang keluarga, melainkan lebih seperti pembantu. Freya harus memasak, membersihkan rumah, mencuci baju dan wajib mencukupi kebutuhan rumah. Jadi setiap jam 4 pagi, Freya sudah mulai mengerjakan semuanya.

Tepat pukul 6, Budhenya atau istri Pamannya baru bangun tidur. Lalu langsung mengecek semua pekerjaan rumah yang menjadi tugas Freya.

"Bagus, kamu harus rajin seperti ini setiap harinya untuk selamanya jika tetap ingin tinggal di rumah ini. Nanti sebelum berangkat kuliah mampir ke rumah Kakakmu, dan berikan sebagian masakan ini."

"Maksudnya bagaimana Budhe?" Tanya Freya.

"Ambil rantang, dan berikan makanan ini pada Nadya dan suaminya. Kasihan Kakakmu jarang sarapan pagi karena selama ini sering kecapekan. Contoh Kakakmu itu, lulus kuliah langsung kerja sebagai seorang sekretaris. Setelah kamu lulus kuliah, kamu harus bekerja dan gajimu untuk memenuhi semua kebutuhan rumah ini."

"Maaf Budhe jika aku menyela, tapi Kak Nadya tidak pernah memberikan gajinya untuk Budhe. Tidak pernah membelikan kebutuhan dapur ini. Kenapa harus aku semua yang mengeluarkan uang? Sedangkan Paman sudah bekerja di Perusahaan peninggalan Papaku?" Tanya Freya dengan nada sedih.

"Kenapa kamu ungkit semua itu Freya, perusahaan itu bukan milikmu!"

"Kenapa bukan milikku, sedangkan aku adalah ahli waris orang tuaku. Setidaknya kalau Paman sudah mengelolanya, maka untuk memberikan uang dapur. Aku capek Budhe, tiap pulang kuliah harus kerja part time demi bisa membelikan semua yang Budhe minta." Ucap Freya mengeluh.

"Tidak tahu diri, kalau bukan karena Pamanmu, perusahaanmu sudah bangkrut."

"Dan kalau bukan kami yang menampungmu, kamu sudah menjadi gelandangan setelah kedua orang tuamu meninggal. Sudah, jangan banyak bicara lagi. Cepat siapkan sarapan untuk kami dan pergilah ke rumah Kakakmu. Jangan makan ini, nanti habis. Kamu beli saja sarapan di jalanan, ingat pakai uangmu sendiri." Ucap Budhe Ruhama dengan teganya.

Hanya bisa menghela nafas, Freya berjanji dalam hati dia harus menjadi orang sukses dan berkuasa. Sehingga dia bisa mengambil alih semua yang semestinya adalah miliknya. Setelah berpakaian rapi, Freya pun berangkat ke rumah Kakak sepupunya sebelum pergi bertemu dosen pembimbing. Ya, Freya sedang mengerjakan skripsi. Tahun ini dia lulus Sarjana.

Tidak butuh waktu lama, karena rumah Kakaknya ada di komplek sebelah hanya perlu memutar jalan.

Tok

Tok

Tok

"Kak Nadya, Kak Gibran, kalian masih di rumah? Aku bawakan makanan untuk sarapan." Ucap Freya dari luar.

Kriet

"Nadya sudah berangkat kerja, bawa masuk saja makanannya dan tolong siapkan dua buah piring."

Freya menatap dalam penuh arti pada pria tampan di hadapannya.

"Kita makan bersama, aku tahu kamu pasti belum makan dari rumah. Dan aku belum makan sejak kemarin." Ucap Gibran menggiring Freya masuk ke dalam rumah.

"Maaf, Kak tapi sebaiknya aku pergi saja sekarang. Takut ada yang melihat, lalu menjadi fitnah."

"Freya, aku tahu bagaimana kehidupanmu saat ini. Ayo buat kesepakatan! Lahirkan anak untukku, maka aku akan mengajakmu keluar dari neraka ini." Ucap Gibran pada Freya.

"Apa Kakak sedang mengajakku menjadi selingkuhan? Apa aku serendah itu di mata Kak Gibran?" Air mata mengalir menyiratkan kesedihan atas harga diri yang diinjak-injak.

Keputusan Gibran

"Maaf jika kata-kataku membuatmu tersinggung, duduklah sambil makan aku akan ceritakan semua masalah hidupku." Bagai tersihir dengan tatapan sendu dari Gibran, Freya mengikuti langkah Kakak iparnya menuju meja makan.

"Makanlah dulu, aku tahu kamu sudah bekerja keras memasak semuanya. Setelah itu, tolong dengarkan aku bicara, jangan disela sebelum selesai."

Mereka berdua makan dalam diam, Freya terus menunduk sedangkan Gibran curi pandang pada adik iparnya.

Gibran baru sadar, jika Freya jauh lebih cantik daripada istrinya. Wajah polos tanpa make up justru terlihat alami dan bercahaya. Berbeda dengan Nadya yang selalu menggunakan topeng, tapi ketika dihapus wanita itu terlihat tidak cantik.

"Hmmm... Aku sudah selesai makannya Kak, tolong segera bicara karena aku harus segera ke kampus."

"Baiklah, aku akan katakan dengan jujur. Tolong dengar tanpa dipotong. Pernikahanku dengan Nadya sedang mengalami masalah, hubungan kami sudah tidak harmonis lagi. Kami sering bertengkar. Nadya yang tidak menghargaiku sebagai seorang suami setelah aku diPHK."

"Lalu, Nadya yang berkata malu punya suami sepertiku. Pria miskin yang tidak bisa memberikannya anak. Kamu tahu, akhir-akhir ini Nadya hampir setiap hari pulang larut malam dengan alasan kerja. Dan yang lebih menyakitkan lagi, aku disebut sebagai pria impoten. Padahal dia yang memiliki kelainan." Ucap Gibran dengan mata memerah.

"Aku akan menikahimu secara siri, kemudian aku ingin kamu hamil. Akan ku buktikan pada dunia jika aku bukan pria mandul."

"Jadi, aku hanya akan dijadikan simpanan atau kata lain pelampiasan? Lalu bagaimana nasibku yang tiba-tiba berperut besar, tanpa orang lain ketahui jika sebenarnya aku telah menikah dan punya suami."

"Orang akan tetap memberiku stempel negatif sebagai perempuan liar yang hamil di luar nikah. Dan lebih parahnya, aku akan dianggap sebagai pelakor dalam rumah tangga Kakak sepupuku sendiri." Ucap Freya menatap datar wajah Kakak iparnya.

"Tidak ada kebaikan yang aku dapatkan dari kesepakatan yang Kak Gibran ajukan. Aku tidak mau."

"Tolong... Tolong pertimbangkan lagi penawaranku ini. Setelah kita menikah, ayo kita pergi dari rumah ini. Kita akan membina rumah tangga yang harmonis di tempat lain..." Ucapan Gibran dipotong Freya yang mengangkat tangannya tanda untuk stop.

"Rumah tangga tanpa cinta? Kakak yakin akan bisa hidup harmonis? Aku rasa hanya omong kosong."

"Dan apa yang akan Kakak jaminkan untukku bisa hidup bahagia? Sedangkan saat ini Kak Gibran sudah tidak bekerja. Maaf Kak, aku bukan perempuan matre. Tapi aku coba berfikir realistis, kita berdua tidak saling cinta, dan Kakak tidak berpenghasilan lalu hidup seperti apa yang ingin kita jalani? Maaf aku tidak tertarik."

"Lagipula, setelah wisuda aku ingin melamar kerja di perusahaan besar. Aku ingin punya banyak uang supaya meliliki kekuasaan dan kekuatan. Asal Kakak tahu, rumah besar dan perusahaan yang mereka akui sebagai miliknya itu adalah milikku. Warisan Papaku yang mereka kuasai, sementara aku terpaksa harus kerja part time demi bisa makan."

"Lalu, keuntungan apa yang akan aku dapatkan ketika sudah berhasil hamil? Jawabannya adalah tidak ada. Hanya malu dan hinaan yang mungkin justru akan aku dapatkan."

"Sedangkan Kakak, masih bisa bersembunyi dari tanggung jawab. Tidak ada bukti jika aku hamil anak Kak Gibran, karena kita hanya menikah di bawah tangan." Lanjutnya.

"Sudah ya Kak, aku akan berangkat kuliah. Jika Kakak memang menginginkanku sebagai seorang istri. Maka selesaikan dulu urusan Kakak dengan Kak Nadya, karena sampai kapan pun aku tidak mau dijadikan selingkuhan atau simpanan." Tegas Freya, kemudian melangkah pergi keluar rumah. Meninggalkan Gibran yang terpaku menatap kosong siluet Freya yang menjauh.

"Benar juga, pernikahanku dengan Nadya sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Aku akan segera mengugat cerai. Tapi sebelumnya, aku harus mengambil kembali apa yang berasal dariku. Termasuk rumah mewah ini dan mobil yang dipakai oleh Nadya. Tidak ada harta gono gini, karena aku membelinya sebelum aku menikahinya." Ucap Gibran penuh tekad.

Merasa sedikit ada jalan keluar untuk permasalahan hidupnya saat ini. Gibran langsung kembali ke kamarnya, dia mengambil sertifikat rumah dan BPKB mobil yang beruntungnya selama 5 tahun tidak terpikirkan untuk ganti nama menjadi milik istrinya. Kemudian, Gibran juga mengambil dua buku nikah mereka. Setelah itu, dia pergi keluar mengendari mobilnya.

Di sinilah Gibran berada, di kantor firma hukum milik sahabatnya.

"Ada angin apa yang membuat seorang Gibran datang ke tempatku? Bukankah setelah kamu menikah, kamu tidak mau berkomunikasi denganku." Ucap seorang pria tinggi tegap berkacamata.

"Maaf, jika selama ini sikapku menyebalkan. Ternyata aku sudah begitu terpengaruh oleh Nadya." Ucap Gibran.

"Sekarang apa kamu sadar? Jika istrimu itu sengaja menjauhkanmu dari para sahabatmu?" Ucap pria berkacamata.

"Justru karena aku sadar, makanya aku datang kemari. Tolong urus perceraianku dengan Nadya, dan jual semua barang-barang ini secepatnya." Ucap Gibran pada sahabat baiknya yang bernama Aksara Wiguna Saputra.

"Wow... Akhirnya otakmu bersih juga."

"Huffttt... Sebegitu buruk ya Nadya bagi kalian, sehingga sejak dulu kalian semua menentangku berhubungan dengannya. Bahkan saat aku menikah pun, kalian tidak ada yang datang."

"Apa itu artinya kamu sudah tidak cinta dengan wanita itu?" Tanya Aksa ingin memastikan perasaan Gibran, karena percuma menceritakan kebenaran pada seorang yang cinta buta.

"Cinta? Aku tidak tahu apa sebenarnya yang aku rasakan itu cinta atau sekedar balas budi. Aku pernah merasa ingin bersamanya, tapi selama ini aku tidak pernah merasakan getaran dalam dada."

"Baiklah, sekarang akan aku ceritakan tentang saat kita masih kuliah. Aku dan yang lainnya pernah mendengar jika Nadya membuat taruhan."

"Dia menerima kamu dengan syarat, itu pun karena taruhan. Bukan atas dasar dia sudah membalas cintamu. Dan bodohnya kamu terperdaya hingga membuang waktu 7 tahun. Sekarang apa yang membuat kamu ingin menceraikan wanita yang karenanya kamu rela meninggalkan persahabatan kita?" Skak matt pertanyaan Aksa sungguh menusuk ke dalam jantung Gibran.

"Nadya tidak pernah menghargaiku sebagai seorang suami, dulu aku berfikir karena dia belum mencintaiku. Tapi setelah sebulan aku diPHK dia semakin menunjukkan sikapnya yang buruk. Nadya tidak pernah mau aku sentuh, dia juga tidak pernah melayaniku makan, dan parahnya sekarang dia sering berangkat pagi dan pulang larut malam." Ucap Gibran.

"Apa mungkin istrimu selingkuh, Gibran?" Tanya Aksa, membuat Gibran berfikir.

"Kalau begitu, aku butuh bantuanmu. Tolong sewakan detektif untuk mencari bukti perselingkuhan Nadya. Jika sudah terbukti, langsung uruskan perceraian kami. Lalu, masalah harta gono gini bisakah aku tidak memberikannya? Karena semua aset ini sudah aku beli sebelum aku menikahi Nadya."

"Bisa, apalagi yang aku lihat seluruh sertifikat masih atas namamu. Lalu apa rencanamu setelah ini? Kamu mau tinggal di mana? Apa kamu juga sudah punya pekerjaan baru?" Tanya Aksa beruntun.

"Tolong jualkan dulu semua asetku, kemudian uangnya bisa kamu potong untuk membayarmu dan sewa detektif. Sementara, bolehkah aku menumpang tinggal?"

"Aku punya apartemen kosong tapi tidak begitu besar ukurannya, kalau hanya kamu tempati sendiri saja aku rasa cukup. Kamu bisa tinggal di sana. Tenang aku tidak akan menarik uang sewa." Ucap Aksa mengajak sahabatnya bercanda.

"Kalau begitu terima kasih, aku pulang dulu untuk mengemasi semua barang-barangku." Ucap Gibran lega.

Sebelum Gibran keluar dari ruangan sahabatnya, dia kembali berhenti dan menoleh pada Aksa lalu berkata. "Tolong pasang tulisan RUMAH INI DIJUAL di depan gerbang rumahku. Aku ingin pergi dan mengunci pintu sebelum Nadya pulang kerja."

"Baiklah, oh ya hampir lupa. Ini kunci apartemenku, kamar 313 di Pakuwon Towers." Ucap Aksa.

Gibran pulang ke rumahnya dengan penuh semangat. Dia bergegas mengemasi seluruh pakaiannya sendiri dan juga milik Nadya ke dalam koper. Setelah selesai semuanya, Gibran memanggil pembantunya untuk diberi tahu keadaannya.

"Bik Narti, aku dan Nadya akan bercerai. Dan rumah ini sudah aku jual. Jadi mohon maaf, kalau aku merumahkan Bibik."

"Tidak apa Tuan, terus terang saya ikut bersedih mendengar jika pernikahan Anda berakhir dengan perceraian. Tapi saya justru merasa lega, akhirnya Anda bisa memutuskan hal yang benar." Ucap Bik Narti.

"Nyonya bukan istri yang setia, Tuan. Dia pernah membawa pria saat Anda tugas keluar kota saat dulu Tuan masih bekerja."

Bukan Selingkuhan

"Jadi benar, Nadya selingkuh dariku."

"Sudah lama saya ingin bicara pada Tuan, tapi saya takut Anda tidak percaya. Karena saya tidak ada bukti, dan saat itu Tuan Gibran terlihat sangat mencintai Nyonya." Ucap Bik Narti.

"Berarti aku selama ini jadi suami yang bodoh ya Bik, tidak tahu perilaku istri sendiri."

"Bahkan aku dituduh pria mandul, karena dia yang belum hamil. Aku begitu rendah di mata Nadya apalagi setelah tidak bekerja. Sekarang semua akan segera selesai Bik, do'akan proses perceraian kami berjalan lancar." Ucap Gibran.

"Pasti saya do'akan yang terbaik untuk Tuan, kalau begitu saya permisi ingin beberes juga."

Siang itu, sekitar pukul 2 rumah Gibran sudah mulai dikosongkan. Barang-barang milik Nadya, dikirim oleh Gibran menggunakan jasa pengiriman. Plakat tertulis RUMAH DIJUAL pun sudah terpasang di depan pintu gerbang yang sudah dikunci gembok.

Gibran tiba di apartemen milik Aksa, setelah memblokir nomer Nadya untuk sementara.Dia butuh ketenangan.

Sementara itu, di dalam kantor Nadya terus mendesah menikmati permainan dari seorang pria yang menjadi bosnya di tempat dia bekerja.

"Ahhh... Sayang ini sangat enak..." Racau Nadya kala pria bernama Irvan Kusuma Wijaya itu terus menggali di dalam lubang Nadya.

"Ouhhh... Nadya... Kamu membuatku gila." Ucap Irvan semakin mempercepat gerakannya.

Irvan adalah CEO perusahaan di tempat Nadya bekerja sebagai sekretaris. Irvan baru menggantikan jabatan ayahnya setahun yang lalu setelah dia lulus kuliah di luar negeri. Irvan yang jatuh cinta pada sekretaris ayahnya pun berniat ingin menjadikan Nadya sebagai pendamping hidup. Tapi karena Nadya sudah menikah membuat dia terpaksa jadi selingkuhan.

"Kapan kamu bercerai dengan suamimu?" Tanya Irvan saat ini mereka saling memeluk dengan tubuh polos.

"Secepatnya, lagian siapa yang mau punya suami pengangguran seperti dia."

"Bagus, kamu akan menjadi istri seorang CEO dan aku pastikan kamu menjadi ratu di hatiku." Ucap Ivan terdengar begitu serius, padahal dia menyimpan banyak rahasia.

Aksa bekerja dengan cepat, mobil milik Gibran sudah laku terjual dengan harga yang lumayan bagus. Pembelinya adalah seorang wanita paruh baya dengan penampilan super glamor.

"Kenapa sales mobil itu mengatakan jika mobilnya ada di sini. Hah... Kenapa justru di perusahaan milik suamiku, sebenarnya siapa yang memakai mobil bukan kepunyaannya sendiri."

Dengan angkuh, wanita bernama Nyonya Silvia Wijaya masuk ke perusahaan. Kemudian berhenti di kantor keamanan untuk menanyakan di mana mobil berplat nopol B xxx S diparkirkan, dan siapa yang membawanya.

"Maaf Nyonya, mobil ini milik sekretaris Tuan Irvan." Jawab Satpam.

"Baiklah, akan aku temui langsung sekretaris Putraku." Jawab Nyonya Silvia.

Sedangkan Irvan dan Nadya yang tidak tahu jika istri pemilik perusahaan akan datang, melakukan kegiatan mesum ronde kedua di atas meja. Nadya terlentang dengan kaki yang menggantung dan mengangkang, sementara Irvan hanya membuka resleting celananya.

"Ouuhhh... sayangghhh...Ahhh..." Jerit Nadya saat dia merasakan kembali pelepasan. Bersamaan dengan pintu yang terbuka.

"APA YANG SEDANG KAMU LAKUKAN IRVAN?" Teriak Nyonya Silvia terkejut melihat kelakuan putra yang dibanggakannya.

"Mama, kapan datang kenapa tidak bilang dulu padaku." Ucap Irvan enteng sambil merapikan kembali celananya.

"Kenapa kalau Mama datang tiba-tiba, dan siapa perempuan sundal ini. Kenapa kamu berhubungan intim sebelum menikah?" Sinis Nyonya Silvia.

"Ah iya lupa, kenalkan dia Nadya sekretaris sekaligus kekasihku. Dan Nad, kenalkan dia calon mertuamu."

"Jadi ini wanita tidak tahu diri yang memakai mobil orang tanpa ijin. Mana kunci mobilnya, karena mobil itu sudah saya beli dari sales showroom mobil milik teman suami saya." Ucapan Nyonya Silvia membuat Nadya terkejut.

"Maksudnya apa Nyonya? Mobil ini jelas milik saya, yang dibelikan oleh suami saya." Jawab Nadya.

"Jadi kamu wanita bersuami, dasar gila, perempuan murahan, jalang, sundal, kamu sengaja menjerat Putra saya. Irvan, usir perempuan sialan ini sebelum Mama bocorkan kelakuanmu hari ini pada Papa. Kamu tahu kan konsekuensinya." Ancam Nyonya Silvia.

"Nadya, kamu keluar dulu ya sayang. Biar aku yang akan menjelaskan pada Mama. Dan tentang mobil, berikan kuncinya pada Mamaku. Nanti ketika kita sudah menikah, akan ku belikan mobil baru." Ucap Irvan merayu Nadya supaya tidak marah dan tersinggung dengan semua ucapan kasar dari Mamanya.

"Hmmm... Baiklah aku keluar dulu."

Dengan perasaan dongkol mendengar hinaan dari calon mertuanya yang baru. Nadya keluar menuju toilet kantor. Baru saja masuk, ponselnya berdering nyaring membuat Nadya semakin kesal.

"Huh... Siapa sih yang mengganggu. Hari ini aku sangat sial." Kemudian dia menekan tombol hijau.

"Halo...ada apa sih Mama telepon?" Suara jutek Nadia terdengar.

"Apa kamu punya masalah dengan suami kamu itu? Dia mengirimkan semua baju dan barangmu ke rumah Mama." Ucap Mamanya Nadya.

"Masalah kami banyak, dan Mama sudah tahu itu jadi jangan bertanya lagi. Aku malas membicarakan pria pengangguran tidak berguna itu. Dia juga sudah menjual mobil yang biasa aku pakai kerja."

"APA? KURANG AJAR! Sekarang kamu cepat pulang, kita harus pergi temui dia. Tanyakan apa maksudnya." Ucap Budhe Ruhama, Mamanya Nadya.

"Baiklah, aku juga sudah tidak mood kerja hari ini. Benar-benar hari sial." Gerutu Nadya.

Nadya bergegas kembali ke mejanya, menghiraukan perdebatan bosnya dengan Mamanya. Kemudian mengambil tas, tanpa pamit.

Sementara itu Gibran sedang menghubungi Freya, dia ingin mengatakan keseriusannya. Bukan sekedar keinginan sesaat semata.

"Freya, bisakah kita bertemu. Ada hal yang ingin aku bicarakan empat mata denganmu." Ucap Gibran.

"Apa lagi yang ingin Kakak bicarakan, jika masih tentang niat itu maaf aku tidak mau." Ucap Freya dengan suara dingin.

"Datanglah dulu ke alamat yang akan aku kirim, percayalah ini yang terbaik untuk kita berdua." Ucap Gibran mencoba meyakinkan Freya.

"Baiklah, tunggu aku jam 7 malam. Hari ini aku akan bicara pada bosku untuk ijin pulang lebih awal." Jawab Freya.

"Terima kasih, aku menunggu kedatanganmu. Tolong jangan ingkar." Pesan Gibran.

Tepat pukul 7 malam, Freya datang sendirian ke apartemen milik Aksa yang ditempati oleh Gibran.

Setelah masuk ke dalam, dengan wajah datar Freya berkata lantang. "Jadi, katakan apa tujuan Kakak memanggilku. Jangan basa basi lagi."

"Ayo kita menikah, aku sudah mengurus surat perceraianku dengan Nadya. Ternyata dia selama ini menyelingkuhiku."

"Ini bukan perkara Nadya belum hamil, tapi ini tentang harga diriku sebagai seorang lelaki yang difitnah kesuburannya di depan keluarganya. Aku ingin membuktikan jika aku tidak mandul, karena aku akan segera menghamilimu setelah kita menikah. Dan aku janji akan menolongmu merebut kembali yang menjadi milikmu. Percayalah, kita akan hidup bahagia."

"Kamu boleh tidak percaya, tapi sebenarnya aku telah lama memiliki ketertarikan terhadapmu. Maaf kamu bukan selingkuhan, aku yang salah menaruh rasa sedangkan aku suami Kakakmu." Kalimat jujur dari Gibran membuat Freya menatap tak percaya. Ada rasa getir dirinya dicintai suami orang, tapi ada bahagia yang terselip jauh di lubuk hatinya.

"Asal kamu tahu, aku sudah menjual mobil yang selama ini dipakai oleh Nadya pergi kerja. Bahkan rumah mewah itupun sudah aku minta temanku untuk menjualnya. Dan sementara aku tinggal di sini, hanya kamu yang tahu alamat ini selain pemilik apartemen. Setelah kita menikah, aku berjanji akan mencintaimu dengan setulus hatiku."

"Aku akan bekerja keras, dan membuat kita memiliki kekuasaan untuk merebut kembali yang kita miliki. Percayalah Freya, aku tidak menjadikanmu selingkuhan atau pelampiasan seperti pemikiranmu. Karena sebenarnya aku sudah lama kehilangan rasa terhadap kakakmu. Tidak ada debaran di jantungku untuk Nadya, justru aku selalu berdebar saat memandang wajahmu." Ucap Gibran.

Freya tidak tahu harus berkata apa, dia takut untuk jujur. Karena jauh sebelum Gibran menikahi Nadya, Freya lebih dulu mencintainya. Cinta sepihak dalam diam yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Mungkin Gibran lupa, jika sebenarnya mereka pernah bertemu sebelum Gibran mendekati Nadya saat mereka kuliah. Mungkin juga Nadya tahu sesuatu.

"Baiklah, aku mau menikah dengan Kak Gibran. Tapi tunggu status Kakak resmi bercerai, karena aku tidak mau dinikahi secara siri. Dan pernikahan itu harus dirahasiakan dulu sampai aku selesai wisuda. Baru setelahnya kita susun rencana, bagaimana caranya mengambil hak kita. Sebelum itu terjadi, aku harap Kak Gibran bisa menahan diri."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!